ARTIKEL LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA NY. S DENGAN SKIZOFRENIA TIDAK TERINCI DI RUANG PUNTADEWA RSJ. Prof. dr. SOEROJO MAGELANG Oleh: DANAR KHODARIYANTO 0131694 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PADA Tn. M DI RUANG PUNTADEWA RSJ. Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG Danar Khodariyanto1, Ana Puji Astuti2, Mukhamad Mustaini3 123 Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran [email protected] ABSTRAK Satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa. Era globalisasi adalah era tidak ada pembatas negara-negara di bidang informasi, ekonomi, dan politik. Pasien skizofrenia mengalami salah satu gejala penyakit skizofrenai yakni, gangguan persepsi sensori: halusinasi karena halusinasi identik dengan skizofrenia. Halusinasi yang banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan membantu mengatasi masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi yang dialami pasien di ruang Puntadewa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Metode yang digunakan dengan pendekatan metedologi keperawatan yaitu memberikan pengelolaan keperawatan selama 2 hari pada gangguan persepsi sensori: halusinasi. Hasil pengelolaan didapatkan pasien belum mampu menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan obat dan melakukan kegiatan. Dan akhirnya pasien masih belum mampu melakukan teknik mengontrol halusinasi dengan baik. Saran bagi Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang diharapkan untuk meningkatkan asuhan keperawatan halusinasi dengan melibatkan pasien didalam berbagai macam kegiatan di ruangan untuk mengontrol halusinasi pasien. Kata kunci: gangguan persepsi sensori : halusinasi, minum obat, melakukan kegiatan Kepustakaan: 18 (2000-2016) PENDAHULUAN Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) merupakan keadaan sehat yang utuh baik fisik, mental dan sosialnya serta bukan hanya terbebas dari penyakit (Direja, 2011). Kesehatan adalah hal yang diinginkan manusia karena kita tahu sehat mahal harganya. Oleh karena itu, kita harus menjaga kesehatan kita baik kesehatan jasmani maupun rohani. Menurut Yosep (2016), kesehatan jiwa adalah kemampuan individu berinteraksi mencapai kesejahteraan, perkembangan optimal, kemampuan mental (kognisi, afeksi dan relasi) memiliki prestasi individu dengan hukum yang berlaku. Sedangkan menurut Kusumawati (2010), kesehatan jiwa ialah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Tetapi dalam menjalani kehidupan pastinya selalu ada hambatan yang membuat individu merasa stres dan bingung sehingga berupaya mengatasi hambatan tersebut dengan berbagai cara yang diketahui. Sayangnya dari upaya yang dilakukan belum tentu tujuan yang diharapkan tercapai dengan sempurna sehingga memunculkan respon negatif dan salah satunya gangguan kesehatan jiwa. Masalah utama dari gangguan jiwa adalah Skizofrenia. Menurut Lumbantobing (2007), kata skizofrenia dari bahasa Yunani dengan makna: schizo artinya terbagi, terpecah dan phrenia artinya pikiran. Pikiran pasien terpecah atau tidak utuh seperti keadaan dulu. Menurut pengetahuan sekarang kata tersebut sudah tidak tepat lagi namun karena sudah lama digunakan, maka para pakar menggunakannya dalam teori mereka. Dikatakan salah bahwa penderita skizofrenia mempunyai kepribadian ganda atau kepribadian lebih dari satu. Pengertian saat ini ialah pasien skizofrenia secara umum kemampuan berpikir tidak konsisten begitu pula dengan perilakunya. Sehingga dalam kehidupannya tidak konsisten, tidak rasional dan tidak pasti. Gejala positif ketika mengalami skizofrenia yaitu halusinasi. Auditory hallucinations ialah pasien merasa ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara tersebut membuat hati terasa sejuk, kedamaian tetapi kadang menyuruhnya hal yang membahayakan dirinya seperti bunuh diri. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Halusinasi adalah data didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang di mana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit (Yosep, 2016). Menurut Yosep (2009) salah satu faktor predisposisi halusinasi ialah faktor genetic dan pola asuh. Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang tua skizofrena cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. METODE PENGELOLAAN Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan pasien dalam memenuhi kebutuhan pencegahan resiko perilaku kekerasan dengan memberikan SP III dan SP IV. Pengelolaaan ini dilakukan selama 2 hari pada Tn. M. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pengkajian primer dan sekunder. Setelah didapatkan data dari proses pengkajian, penulis menegakan diagnosa Gangguan Persepsi Sensori:Halusinasi di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. HASIL PENGELOLAAN Hasil pengelolaan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi menyebabkan masalah lain akibat dari halusinasi pada pasien dan didapatkan pasien sudah mulai mampu mengontrol halusinasi dengan cara minum obat dan melakukan kegiatan. PEMBAHASAN Berdasarkan tinjauan kasus yang dilakukan, penulis akan membahas tentang pengelolaan halusinasi yang muncul pada pasien yaitu Tn. M dengan diagnosa medis F. 20. 3 skizofrenia tidak terinci, setelah dilakukan pengelolaan selama 2 hari, yaitu tanggal 6-7 April 2016. Pembahasan dalam proses pengelolaan pasien Tn. M dengan halusinasi yaitu meliputi: pengertian dari masalah keperawatan yang muncul, data yang mendukung ditegakkannya masalah keperawatan, prioritas masalah, intervensi, implementasi, evaluasi, faktor yang mendukung serta faktor penghambat dalam proses pengelolaannya. Indikator-indikator diatas akan diuraikan secara lebih lengkap dan jelas menurut beberapa sumber. Dimulai dengan tahap yang pertama yaitu tahap pengkajian. Pada pasien Tn. M didapatkan beberapa data dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada hari Senin, tanggal 6 April 2016. Data tersebut terdiri dari data subjektif dan data objektif, data subjektif Tn. M yaitu pasien sering mendengar suara-suara yang tidak jelas seperti suara adzan dan suara radio. . Kemudian data objektif yang didapatkan dari proses pengkajian, yaitu pasien bicara dan tertawa sendiri Menurut Hamida (2008) dan Keliat (2009) dalam Prabowo (2014), menyatakan bahwa tanda dan gejala halusinasi yang muncul pada pasien biasanya adalah bicara, senyum dan tertawa sendiri. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain. Dari keseluruhan data yang didapatkan melalui proses pengkajian, proses selanjutnya adalah menganalisa data dan hasil dari analisa data akan didapatkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat (Doengoes, 2000). Diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Penulis berpendapat halusinasi merupakan persepsi salah tanpa rangsangan luar. Meskipun terlihat sebagai hal yang “khayal”, halusinasi sesungguhnya bagian kehidupan mental pasien “terepsesi”. Halusinasi terjadi karena dasar-dasar organik, psikotik maupun histerik (Yosep 2016). Menurut Direja (2011), halusinasi sendiri adalah kemampuan manusia hilang mendefinisikan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal. Pasien memberi persepsi atau pendapat lingkungan tanpa objek atau rangsangan nyata. Salah satu etiologi gangguan persepsi sensori: halusinasi yaitu faktor perkembangan. Faktor perkembangan merupakan tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres. Terkait hasil pengkajian yang telah dilakukan terdapat data pasien mendengar suara-suara yang tidak jelas seperti suara adzan dan suara radio. Ini adalah dampak negatif cedera yang dialami pasien saat terjatuh dari kereta menyebabkan tidak bisa bekerja dengan kondisi yang maksimal seperti dulu. Maka muncul perubahan perilaku negatif pasien salah satunya yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi. Sehingga apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka berefek negatif pada kondisi pasien yang semakin sulit disembuhkan. Faktor perkembangan adalah salah satu faktor munculnya gejala gangguan persepsi sensori: halusinasi. Menurut Yosep (2016), faktor perkembangan merupakan tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres. Diagnosa keperawatan tersebut dibandingkan dengan hasil pengkajian yang didapatkan dan konsep yang dijelaskan. Terdapat adanya kesamaan dengan data pengkajian yang didapatkan meskipun tidak seratus persen karena pasien sudah pernah dirawat sebelumnya sehingga tidak muncul semua gejala pada konsep yang di jelaskan. Intervensi ialah untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Doengoes, 2000). Intervensi yang disusun penulis untuk pasien yaitu meliputi kaji halusinasi pasien. Kaji halusinasi pasien yaitu teknik yang dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan data bagaimana halusinasi terjadi, isi dan frekuensi halusinasi. Tujuan intervensi ini dilakukan supaya dapat memberikan intervensi selanjutnya yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala yang dialami. Kaji halusinasi dilakukan saat pasien diajak berinteraksi di ruang tamu, karena dengan kaji halusinasi membantu pasien agar dapat menemukan penyebab halusinasi yang sebenarnya sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat bagi pasien. Yang berperan penting dalam pengkajian yaitu perawat. Kaji halusinasi dilakukan dengan cara menanyakan apa yang di alami pasien saat halusinasi terjadi. Intervensi yang kedua yaitu bantu pasien mengenal halusinasinya (isi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi). Membantu pasien mengenal halusinasinya adalah bantu pasien untuk mengidentifikasi suara apa yang muncul, kapan suara itu muncul, berapa kali suara itu muncul, saat keadaan bagaimana suara muncul, dan bagaimana perasaan pasien pada saat suara muncul. Tujuan intervensi ini dilaksanakan agar pasien mengetahui apabila halusinas terjadi bisa di ceritakan kembali. Intervensi ini dilakukan pada saat pasien tidak sedang mengalami halusinasi dan pada saat pasien diajak berinteraksi oleh perawat di ruangan. Intervensi ini dilakukan karena untuk mengetahui tahapan halusinasi yang sedang dialami oleh pasien. Intervensi ini dilakukan dengan cara wawancara bersama pasien. Latih pasien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara (melakukan kegiatan dan dengan obat). Melatih pasien mengontrol halusinasinya adalah upaya menolak halusinasi yang muncul. Intervensi ini dilakukan pada saat pasien diajak berinteraksi di teras ruangan. Mengontrol halusinasi dilakukan karena dengan mengontrol halusinasinya pasien diharapkan untuk tidak masuk ke dalam halusinasi dan mengikuti perintah negatifnya. Mengontrol halusinasi dilakukan dengan melakukan kegiatan dan minum obat. Setelah dilakukan intervensi tugas perawat yaitu membantu pasien untuk membuat dan mengisi jadwal kegiatan harian, dan menganjurkan pasien untuk mengisi jadwal harian setiap melakukan kegiatan yang telah diajarkan. Mengisi jadwal kegiatan adalah intevensi yang dilakukan untuk mendokumentasikan semua kegiatan yang telah dilakukan oleh pasien. Mengisi jadwal kegiatan dilakukan sesudah pasien melakukan kegiatan di ruangan. Intervensi ini diberikan pada pasien karena agar kegiatan yang dilakukan oleh pasien lebih terjadwal. Mengisi jadwal kegiatan dilakukan dengan cara membuatkan pasien jadwal kegiatan harian dan mengajarkan pasien untuk mengisinya. Dari intervensi keperawatan diatas maka penulis melakukan implementasi untuk melaksanakan perencanaan yang sudah disusun selama dua kali interaksi. Implementasi preskripsi untuk perilaku yang diharapkan pasien dan tindakan yang dilakukan perawat (Doengoes, 2000). Implementasi yang dilakukan pada tanggal 6 April 2016 yaitu di ruang Puntadewa adalah cara mengontrol halusinasi dengan cara obat (SP 3), dilakukan langsung SP 3 karena tindakan yang paling mudah dilakukan dalam mengontrol halusinasi. Sehingga dengan diharapkan pasien rutin minum obat supaya dapat mengurangi gejala yang dialami pasien. Penulis memberitahukan 6 benar obat ( jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat). Menjelaskan efek samping yang biasanya timbul tanpa membuat pasien merasa takut untuk minum obat. Obat yang didapatkan oleh pasien yaitu Chlorpromazine. Chlorpromazine berfungsi adalah obat antipsikotik turunan phenotiazin. Mempunyai efek efek antiadrenergik kuat dan antikolinergik perifer lemah. Obat ini dapat diminum 2 x sehari. diminum lewat mulut. Pada pertemuan kedua, penulis mengevaluasi terlebih dulu cara minum obat, sesudah itu penulis mengajarkan melakukan kegiatan, pada SP 4 penulis. Selanjutnya menginstruksikan pasien untuk mengulang kembali penjelasan yang diberikan untuk mengetahui pasien sudah paham atau belum. Selanjutnya membantu pasien mengisi jadwal kegiatan harian. Evaluasi merupakan umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui status perawatan diagnostik pasien untuk di selesaikan atau diperbaiki. Hasil evaluasi hari pertama pada pasien yaitu pasien mau diajarkan teknik obat. Pasien mampu menjelaskan kembali SP obat. Untuk evaluasi hari kedua yaitu pasien mampu melakukan kegiatan dengan baik dan lancar, meskipun belum sempurna. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan data sebelumnya yang didapatkan saat pengkajian dengan data yang didapatkan setelah dilakukan implementasi yaitu saat dikaji pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tidak jelas seperti suara adzan dan suara radio. Setelah dilakukan implementasi keperawatan pada pasien selama 2 hari, pasien kadang-kadang masih mendengar suara tersebut. Pasien mengatakan mampu melakukan teknik obat dan melakukan kegiatan. Pasien antusias dengan pengobatannya dan mampu diarahkan untuk meminum obat yg diberikan oleh tim medis. Serta mau diarahkan mengisi jadwal kegiatan harian. Untuk faktor yang mendukung dalam proses pengelolaan pasien saat diajak berinteraksi dapat dengan terbuka saat menyampaikan keluhan yang sedang dialami pasien. Faktor penghambat pasien yaitu pasien tampak tegang yang membuat pasien terputus-putus, kontak mata mudah teralih sehingga arah pembicaraan tidak fokus dan cara berbicaranya yang berbelit. KESIMPULAN Halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan dimana pasien juga memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. SARAN Fakultas Diharapkan ketika di rumah sakit keluarga mampu memberikan motivasi kesembuhan pada pasien dengan menjenguk pasien di rumah sakit. Ketika di rumah keluarga diharapkan mampu memberikan dukungan pada pasien seperti pendampingan dalam minum obat, membawa pasien untuk kontrol rutin agar tidak terjadi kekambuhan. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Karina (2013) http://pmb.stikestelogorejo.ac.id/e journal/index.php/ilmukeperawata n/article/view/176/200 Athalia, Carisa Devina. (2012). Universitas Atma Jaya Yogyakarta http://ejournal.uajy.ac.id/554/2/1KOM032 48.pdf Universitas Negeri Yogyakarta http://eprints.uny.ac.id/9071/3/BA B%202%20-%2008603141045.pdf Damaiyanti, M., & Iskandar.(2012). Asuhan Keprawatan Jiwa. (Edisi 1.). Bandung: Refika Aditama. Dermawan, D. Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Doenges, Erlina, E. Marilyn, Mary Frances Moorhouse. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( Terj. Ni Luh Made Sumarwati dan I Made Kariase). Edisi 3. Jakarta: ECG dkk (2010) http://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article /view/3471/2998 Universitas Muhammadiyah Semarang http://download.portalgaruda.org/ article.php?article=98465&val=509 0&title=PERBEDAAN%20PENGETA HUAN%20KELUARGA%20TENTANG %20CARA%20MERAWAT%20PASIE N%20SEBELUM%20DAN%20SESUD AH%20KEGIATAN%20FAMILY%20% 20GATHERING%20PADA%20HALUS INASI%20DENGAN%20PASIEN%20S KIZOFRENIA%20DIRUANG%20RAW AT%20INAP%20RUMAH%20SAKIT %20JIWA%20DAERAH%20DR%20A MINO%20GONDOHUTOMO%20SE MARANG Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Hartanto, Y. & Kusumawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Jiwo, Tirto. (2012). Mengenal schizophrenia http://tirtojiwo.org/wpcontent/uploads/2012/06/kuliahschizophrenia.pdf Karnadi dkk. (2014). Model Rehabilitasi Sosial Gelandangan Psikotik Berbasis Masyarakat http://ejournal.stikespku.ac.id/ind ex.php/mpp/article/download/87/ 78 Kusumawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Lukitasari, Puri dkk. (2013). Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Merawat Pasien Sebelum Dan Sesudah Kegiatan Family Gathering Pada Halusinasi Dengan Klien Skizofrenia Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. Lumbantobing. (2007). Skizofrenia. FKUI. Gejala Klinis Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan dan Teori Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Radar Semarang (2015) http://www.radarsemarang.com/2 0150520/penderita-sakit-jiwabutuh-penanganan-maksimal Universitas Sumatera Utara http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/123456789/33890/5/Chapter%2 0I.pdf Yosep, I. (2016). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi.). PT Refika Aditama: Bandung.