BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) penanganannya semakin menunjukkan ke arah penyelesaian yang lebih cepat dan damai. Semakin menguatnya pengakuan dunia internasional terhadap integritas Aceh ke dalam NKRI merupakan nilai tambah yang patut ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit. Masih diberlakukannya status darurat sipil dan masih kuatnya solidaritas masyarakat Indonesia pasca musibah tsunami 26 Desember 2004, telah meningkatkan kepercayaan dan kebersamaan sebagian besar masyarakat Aceh dengan bangsa Indonesia lainnya. Kondisi ini dapat dijadikan landasan awal yang baik setelah selama ini kepercayaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat sangat rendah sebagai dampak kebijakan pembangunan dan kebijakan pertahanan yang dirasakan kurang memberikan rasa keadilan. Demikian juga, solidaritas internasional yang dalam pelaksanaan tugas kemanusiaan bersedia dikoordinasikan oleh pemerintah Indonesia dan tidak mengkaitkan bantuannya dengan tujuan-tujuan politik tertentu, secara signifikan dapat mengangkat citra positif pemerintah di mata masyarakat Aceh. Musibah tsunami juga telah berpengaruh pada melunaknya perlawanan bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM), paling tidak untuk beberapa waktu sehingga pemerintah dapat berkonsentrasi secara lebih baik dalam pembangunan kembali wilayah Aceh. Bersedianya tokoh separatis GAM di luar negeri untuk berdialog dengan pemerintah secara informal melalui mediasi LSM internasional Crisis Management Initiative di Helsinky Finlandia merupakan kemajuan yang positif. Oleh karena itu, pendekatan persuasif secara simultan terus dilakukan termasuk wacana dipertimbangkannya anggota GAM yang mau kembali ke pangkuan ibu pertiwi untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati, atau walikota dalam pemilihan kepala daerah (PILKADA). Namun apabila ternyata hasil perundingan tetap gagal mencapai kesepakatan rekonsiliasi dalam kerangka otonomi khusus, maka langkah ofensif perlu dilakukan untuk melumpuhkan sisa-sisa kekuatan GAM. Sementara itu kasus separatisme di Papua secara simultan terus diupayakan penyelesaiannya secara komprehensif dan menunjukkan semakin menurunnya intensitas perlawanan gerakan bersenjata. Namun demikian kondisi sosial masyarakat dan masih kuatnya dukungan sebagian kelompok masyarakat terhadap perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) perlu diwaspadai dengan baik. Pengakuan negara asing meskipun tidak memiliki landasan hukum yang kuat seperti yang dilakukan oleh negara Vanuatu, sebuah negara kecil di kawasan pasifik, yang memberikan ijin pembukaan perwakilan OPM di negaranya, merupakan benih kesulitan di masa yang akan datang apabila upaya-upaya diplomasi luar negeri tidak dilakukan secara intensif. Oleh karena itu, langkah rekonsiliasi dengan OPM masih membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya. Dengan demikian, langkah preventif untuk mencegah semakin mengakarnya gerakan OPM lebih tepat jika diarahkan dengan cara mengambil hati masyarakat Papua dengan membangun Papua secara berkeadilan. Pencegahan dan penganggulangan gerakan separatisme terutama di Aceh dan Papua secara signifikan telah menguras sumber daya nasional. Berbagai langkah kebijakan telah diterapkan terhadap kedua wilayah tersebut. Otonomi khusus di propinsi NAD maupun di propinsi Papua merupakan salah satu kebijakan dari sejumlah kebijakan yang telah dan sedang dilaksanakan di kedua wilayah tersebut. Namun sampai saat ini, meskipun telah dicapai kesepakatan-kesepakatan, langkah rekonsiliasi belum menunjukkan tanda-tanda yang positif. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi oleh pembangunan nasional tahun 2006 adalah bagaimana menurunkan tingkat perlawanan gerakan separatis dan menangkap tokoh kunci gerakan separatis baik GAM maupun OPM. Tertangkapnya tokoh-tokoh kunci gerakan separatis tersebut diharapkan mampu meredam aktivitas bersenjata. Di samping itu, upaya-upaya pembinaan secara terus menerus perlu dilakukan agar gerakan separatisme tidak mengkristal sehingga sulit ditangani. B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Sasaran pokok yang akan dicapai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan separatisme di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebagai berikut : 1. Tertangkapnya tokoh GAM dan OPM; 2. Menurunnya kekuatan dan perlawanan GAM; dan 3. Menurunnya kekuatan dan perlawanan OPM. C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 Arah kebijakan yang akan ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi gerakan separatisme pada tahun 2006 adalah sebagai berikut : 1. Penguatan koordinasi dan kerjasama diantara lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separtisme; 2. Pemulihan keamanan dan peningkatan upaya-upaya komprehensif penyelesaian separatisme di NAD dan Papua terutama peningkatan kesejahteraan dan rasa cinta tanah air; 3. Penguatan peran aktif rakyat dan masyarakat terutama masyarakat lokal dalam pencegahan dan penanggulangan separtisme; 4. Mendeteksi secara dini potensi-potensi konflik dan separatisme; 5. Penguatan komunikasi politik pemerintah dan masyarakat; dan 6. Pelaksanaan pendidikan politik yang berbasiskan multikultur dan rasa saling percaya. II.4 – 2