AKU WARGA NEGARA YANG BAIK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DOSEN : M. AYUB PRAMANA, SH. OLEH : NAMA NOMOR PROGRAM JURUSAN KELOMPOK : JEFRY HANAFI : 11.12.5408 : STRATA – 1 : SI :G STMIK AMOKIM YOGYAKARTA 2011 Kata Pengantar Assalamualaikum Wr.Wb Saya ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia kepada saya, dan juga saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “AKU WARGA NEGARA YANG BAIK”. Makalah ini berisikan tentang ilmu dan pengamalan pancasila yang suatu saat nanti bisa menuntun jalan hidup kita bersama, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya menerima kritik dan saran, sehingga saya dapat memperbaikinya. Wassalamualaikum Wr.Wb Tuhan Itu Ada Friedrich Wilhelm Nietzsche atau yang dikenal “Nietzsche Sang Pembunuh Tuhan” yang memproklamirkan bahwa “Tuhan telah mati” menjelma menjadi tokoh atheis yang cukup ternama. Kamu tahu band metal di Bandung yang bernama Forgotten? Yup, band ini juga mempunyai lagu dengan judul yang sama dengan apa yang telah diproklamirkan oleh Nietzsche: “Tuhan telah mati”. Mungkin Forgotten banyak terinspirasi dari Nietzsche. Nietzsche tidaklah sendirian dalam keatheisannya, masih ada beberapa tokoh seperti Sigmun Freud, Charles Darwin, Ludwig Feuerbach, Stephen Hawkins dan lain-lain. Tokoh-tokoh ini adalah orang-orang yang tidak percaya akan eksistensi Tuhan dan mungkin bila Tuhan itu ada, Tuhan tidak lagi dibutuhkan di dunia ini dan telah menjadi sampah. Begitulah kaum agnostik berbicara soal Tuhan yang hampir-hampir mirip dengan golongan atheis. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar al-Qur'an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis. Keesaan Tuhan atau Tauḥ īd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati bahwa Allah itu Esa dan (wāḥ id). Al-Qur'an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya yang tunggal dan mutlak. Menurut al-Qur'an : "Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (al-An'am [6]:133)”. Menurut Vincent J. Cornell, al-Qur'an juga memberikan citra monis Tuhan dengan menjelaskan realitas-Nya sebagai medan semua yang ada, dengan Tuhan menjadi sebuah konsep tunggal yang akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Akhir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid [57]:3)”. Dalam Islam, bentuk spekulatif mudah dibedakan sehingga jarang masuk ke dalam konsep tauhid sejati. Beberapa konsep tentang Tuhan yang bersifat spekulatif di antaranya adalah : 1. Hulul Hulul atau juga sering disebut "peleburan antara Tuhan dan manusia" adalah paham yang dipopulerkan Mansur al-Hallaj. Paham ini menyatakan bahwa seorang sufi dalam keadaan tertentu, dapat melebur dengan Allah. Dalam hal ini, aspek an-nasut Allah bersatu dengan aspek al-lahut manusia. Al-Lahut merupakan aspek Ketuhanan sedangkan An-Nasut adalah aspek kemanusiaan. Sehingga dalam paham ini, manusia maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut dalam diri masing-masing. 2. Ittihad Ittihad adalah paham yang dipopulerkan Abu Yazid al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki arti "bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Dalam paham ini, seorang untuk mencapai Ittihad harus melalui beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifatsifat buruk manusia agar menjadi baik. Pada saat ini, manusia mampu menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang ada dalam hatinya hanya Allah (baqa). 3. Wahdatul Wujud Wahdatul Wujud merupakan paham yang dibawa Ibnu Arabi. Wahdatul Wujud bermula dari hadits Qudsi, "Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Ku-ciptakan makhluk, maka mereka mengenal Aku melalui diriKu”. Menurut paham ini, Tuhan dahulu berada dalam kesendirianNya yang mutlak dan tak dikenal. Lalu Dia memikirkan diri-Nya sehingga muncul nama dan sifat-Nya. Kemudian Dia menciptakan alam semesta. Maka seluruh alam semesta mengandung diri Allah, sehingga Allah adalah satu-satunya wujud yang nyata dan alam semesta hanya bayang-bayang-Nya. Bedasar pikiran tersebut, Ibnu Arabi berpendapat seorang sufi dapat keluar dari aspek kemakhlukan dan dapat melebur dalam diri Allah, sehingga Allah adalah satu-satunya wujud yang nyata dan alam semesta hanya bayangan-bayanganNya. Dengan segala penjelasan yang sangat singkat, bahwa Tuhan itu mutlak ada dan Dia tidak mungkin ada dari adanya suatu dan dia tidak dapat menjadi lemah bahkan mati. Sebagai seorang muslim, kita mempercayai adanya Allah dan kita harus beriman kepadaNya. Itu sebabnya, kita harus menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, maka kita akan selamat dari siksa neraka. Kita akan diberi balasan yang layak, yaitu surga yang berlimpah segala nikmatNya dan kekal. Terorisme Terorismeinternasional yang mulai dibentuk dan bergerak pada tahun 1974 kini sudahberkembang menjadi 27 (dupuluh tujuh) organisasi yang tersebar di beberapanegara seperti di negara-negara Timur Tengah, Asia dan Eropa. Terorismeinternasional yang berkembang di negara-negara timur tengah pada prinsipnya bertujuan untuk menyingkirkan Amerika Serikat dan pengikutnya darinegaranegara Arab. Pada umumnya kehadiran terorisme internasional dilatarbelakangi oleh tujuan-tujuan yang bersifat etnis, politis, agama, dan ras. Tidak ada satupun dari organisasi terorisme intenasional tersebut yang dilatarbelakangi oleh tujuan mencapai keuntunganmateriel. Pemerintah Indonesia perlu menyikapi masalah terorisme internasional ini apalagi sejak terjadinya pemboman dibeberapa wilayah Ibukota sejak tahun 1999 yang lalu dan di beberapa kota besar lainnya. Tidak ada klaim dari organisasi terorisme internasional atauorganisasi terorisme domestik atas kejadian-kejadian di Indonesia. Namun demikian jelas bahwa kejadian-kejadian di Indonesia tersebut merupakan sinyal bahwa Indonesia telah merupakan salah satu target operasi organisasi terorisme baik internasional maupun domestik. Meningkatkan kewaspadaan secara fisik semata-mata tidaklah cukup untuk menghadapi organisasi terorisme internasional karena secara organisatoris kelompok tersebut sudah memiliki perencanaan dan persiapan yang sangat diperhitungkan baik segi operasional, personil, maupun dukungan infrastruktur dan pendanaan termasuk dukungan para ahli hukum dan akuntan yang disewanya yang memiliki reputasi internasional. Disamping itu organisasi terorisme internasional juga merupakan nasabah perbankan nasional dibeberapa negara. PemerintahIndonesia sejak tahun 1999 telah menyusun naskah Rancangan Undang-undangtentang Pemberantasan Terorisme dengan pertimbangan bahwa,Pemerintah RI sudah memiliki UU Narkotika dan UU Psikotropika dan bersamaan dengan UU tersebut sedang disusun juga Rancangan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ketiga subjek tersebut berkaitan satu sama lain yaitu hasil perdagangan ilegal narkotika dan psikotropika internasional sering digunakan untuk pembelian senjata untuk keperluan organisasi terorisme internasional seperti di Afganistan termasuk pusat candudi ASIA dikenal dengan bulan sabit emas dan di daerah segitiga emas dikawasan ASEAN. Keterkaitan antara penjualan narkotika ilegal dan pembelian senjata untuk organisasi terorisme internasional ini digolongkan ke dalamkegiatan yang disebut narco-terorism. Selain itu, terhadap hasil penjualan candu dan narkotika lainnya juga dilakukan pencucian uang dan ditanam dalamkegiatan bisnis legal atau disimpan di bank. Ketiga subjek kegiatan yangbersifat internasional tersebut satu sama lain saling berhubungan dan berkepentingan sehingga sangatlah sulit jika dihadapi secara satu persatu sehingga diperlukan suatu pendekatan yang bersifatkomprehensif. Separatisme Dua situs gerakan separatisme di Indonesia bagian timur kembali mengemuka. Republik Maluku Selatan (RMS) sebuah situs gerakan separatisme di Maluku selatan kembali menunjukkan eksistensinya lewat pentas „dramatis‟ di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tidak berselang lama, para narapidana politik Organisasi Papua Merdeka (OPM) di penjara Abepura mengibarkan bendera Bintang Kejora bertepatan dengan hari ulang tahun OPM di 1 Juli. Yang sangat menarik untuk dibaca bahwa dua kejadian besar tersebut telah menimbulkan dua interpretasi yang saling bertolak belakang. Pandangan di satu sisi cenderung memahami bahwa peristiwa itu tidak bisa dibaca dengan sederhana terkait dengan implikasi akibat kejadian tersebut. Implikasi yang paling dekat adalah semakin tinginya frekuensi timbulnya ekskalasi konflik di dua daerah tersebut. Namun pandangan yang sebalaiknya melihat bahwa dua peristiwa tersebut tidaklah akan menimbulkan efek bola salju bagi timbulnya ekskalasi konflik, sehingga tidak perlu dibesar-besarkan. Tetapi yang paling substantif untuk diperbincangkan lebih jauh adalah faktor kapasitas koersif negara dalam mengendalikan stabilitas keamanan teritorial suatu negara. Dalam tesis Copra J (2002), maupun Sorenson (2001) diungkapkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kapasitas negara dalam aspek „pemolisian‟ (pengawasan) dengan kemungkinan terjadinya konflik-konflik sipil. Semakin rendah kemampuan negara untuk melakukan pengawasan, maka semakin besar kemungkinan timbulnya konflik, apalagi di daerah yang sedang mengalami persoalan dengan separatisme.Dalam hampir dua tahun terakhir, riak dan gelombang aksi separatisme di Maluku dan Papua cenderung tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan dengan mengambil situs-situs yang sangat menohok. Kalaupun terjadi pengibaran bendera dan upacara peringatan terkait dengan gerakan separatisme lebih sering menggunakan area publik yang sangat terbatas, dan tidak memiliki makna yang strategis. Namun aksi dari RMS dan OPM sekarang ini mengambil setting area yang sangat strategis. Bagi kelompok separatis, pertama, eksistensi kelompok separatisme di depan para simpatisan maupun pendukungnya akan semakin meningkat, di tengah semakin termarginalkannya organisasi RMS dan OPM. Pamor yang menanjak itu pada akhirnya membuat para pendukung kedua organisasi tersebut akan terus setia berjuang bersamanya. Mereka menjadi mempunyai alasan bahwa organisasi ini masih memiliki taktik dan strategi yang sistematis serta efisien dalam mengartikulasikan aspirasinya. Kedua, kondisi ini akan meningkatkan kepercayaan diri RMS dan OPM untuk kembali melakukan aksi yang menebar konflik secara konfrontatif. Aksi tersebut bisa mereka lakukan lewat tindakan politik yang damai ataupun lewat kekerasan sebagai bagian dari proses meningkatkan bargaining politik terhadap pemerintah. Kedua peristiwa tersebut akan menjadi preseden bagi timbulnya konflik baru, sebab terdapat asumsi besar bahwa kontrol keamanan pemerintah Indonesia terhadap dua aktivitas gerakan separatisme tersebut sedang dalam posisi yang sangat lemah. Studi Bethany Lacina (2006) tentang hubungan antara kekuatan negara dan perang sipil mengambarkan dengan sangat jelas bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara melemahnya kemampuan koersif dan kewenangan institusional dengan semakin merebaknya perang atau konflik sipil. Jika merujuk studi ini maka kemungkinan bagi timbulnya ekskalasi konflik di Maluku selatan dan Papua cenderung akan membesar. Setidaknya ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, pemerintah Indonesia yang merasa „kecolongan‟ akan segera membenahi sistem keamanan di dua daerah tersebut. Salah satu kebijakan tradisional adalah dengan menambah satuan pasukan keamanan dan memberlakukan tertib militer sampai sipil secara ketat. Nuansa pemeriksaan, penyisiran, penggeledahan oleh petugas akan mewarnai dinamika masyarakat di dua daerah tersebut. Jika misi ini tidak dilakukan secara profesional dan hati-hati, dampaknya akan sangat berbahaya bagi citra Indonesia di mata internasional. Kesalahan sedikitnya saja bisa dipolitisasi oleh RMS dan OPM sebagai tindakan over acting dari pemerintah Indonesia terhadap gerakan RMS dan OPM yang sudah marginal. Politisasi seperti ini jelas hanya dapat memberi keuntungan kepada gerakan OPM dan RMS. Kedua, OPM dan RMS jelas juga akan memobilisasi anggotanya baik dalam konteks defensif ataupun melakukan aksi ofensif dengan menggunakan politik, sosial, budaya, ekonomi atau bahkan dengan kekerasan. Sebab bagi kedua organisasi tersebut, saat ini merupakan saat yang paling matang (ripeness) untuk menjamin keberlangsungan organisasi. Pemberantasan Korupsi Korupsi bermakna luas dan tidak hanya dari satu perspektif saja. Setiap orang bebas memaknai korupsi. Namun satu kata kunci bahwa korupsi adalah perbuatan tercela dan harus diberantas. Asal kata korupsi berasal dari kata corrumpere, dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt, sedangkan dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Arti harfiahnya adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan arti dari kesucian, dapat disuap. Poerwadarminta mengartikan korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,dan sebagainya. Menurut Robert Klitgaard korupsi sebagai “Tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturanaturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi. Pemberantasan korupsi sejak era Reformasi telah melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama pada 1998-2002, melaksanakan kebijakan hukum dalam pemberantasan korupsi untuk memenuhi janji reformasi,dan dilanjutkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi empat bidang, yaitu hukum di bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan; hukum di bidang politik; hukum di bidang sosial; serta hukum di bidang hak asasi manusia. Dalam kurun waktu empat tahun tahap kedua (2004-2008), sekalipun dalam penegakan hukum dan regulasi dalam bidang hukum ekonomi, keuangan, dan perbankan telah menunjukkan hasil yang signifikan untuk memacu peningkatan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pelaku usaha. Penekanan untuk memacu arus penanaman modal asing lebih mengemuka dibanding perlindungan hukum dan kepastian hukum. Masalah kontroversial dalam pembangunan bidang hukum ekonomi, keuangan, dan perbankan masih akan terus berlanjut sehubungan dengan belum adanya kejelasan politik hukum yang akan dijalankan pemerintah sejak era Reformasi sampai akhir 2007. Hal ini tidak mudah karena masih belum ada penafsiran hukum yang sama di antara pengambil keputusan dan para ahli terhadap bunyi ketentuan Pasal 33 Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Ketidakjelasan tersebut juga disebabkan oleh semakin lemahnya landasan falsafah Pancasila. Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis identitas. Keadaan serius bangsa Indonesia berdampak besar terhadap setiap kebijakan hukum dan penegakan hukum yang akan dilaksanakan pemerintah, siapa pun pemimpin nasionalnya. Salah satu dampak yang telah teruji kebenarannya adalah kebijakan hukum dan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Gerak langkah pemberantasan korupsi yang mengedepankan "mempermalukan" di muka publik dengan aib yang melekat pada seseorang terbukti telah kontraproduktif dan antipati terhadap gerakan pemberantasan korupsi itu sendiri. Konsekuensi lanjutan yang tampak adalah resistansi menguat dan politisasi menajam terhadap setiap gerak langkah Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak pembentukannya. Untuk mengatasi masalah korupsi, diperlukan penguatan mekanisme internal di KPK dan Kejaksaan Agung dalam masalah tersebut. Pembangunan hukum dalam pemberantasan korupsi di masa mendatang, seharusnya menanamkan paradigma baru, yaitu bahwa pencegahan dan penindakan serta pengembalian aset korupsi merupakan tiga pilar utama yang berkaitan erat. Penindakan dan penghukuman pelaku korupsi tidak akan berhasil signifikan untuk membangun pemerintah yang sehat dan berwibawa serta bebas korupsi, kolusi, nepotisme jika pencegahan melalui reformasi birokrasi tidak dilaksanakan secara optimal. Begitu pula kedua strategi tersebut tidak dapat disebut berhasil secara komprehensif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap anggaran negara jika tidak berhasil mengembalikan aset korupsi kepada negara atau memberikan perlindungan kepastian hukum kepada pihak ketiga yang beriktikad baik. Masalah pemberantasan korupsi di masa mendatang bukan terletak pada faktor penghukuman semata-mata, melainkan seberapa jauh kinerja KPK dan Kejaksaan Agung dapat membangun sistem birokrasi yang "aman dan terlindungi" dari perilaku koruptif serta seberapa banyak kontribusinya terhadap kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pengembalian aset hasil korupsi yang disembunyikan di dalam negeri dan ditempatkan di luar negeri. Daftar Pustaka http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam http://www.sobatmuslim.com/artikel/tuhan-ada-dan-tuhan-tidak-mati/ http://budurabiez.blogspot.com/2009/11/terorisme-internasional.html http://myartikel.wordpress.com/2007/07/08/memaknai-separatisme/ http://tulisendw.blogspot.com/2010/03/pemberantasan-korupsi-di-indonesia.html