BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

advertisement
BAB 5
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
SEPARATISME
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara
Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan masyarakat baik
di daerah Papua maupun Maluku melakukan gerakan atau
perlawanan gerakan separatisme dengan tujuan untuk memisahkan
diri dari NKRI merupakan masalah bangsa yang sampai saat ini
belum dapat diselesaikan secara tuntas.
Permasalahan separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) telah berhasil diselesaikan. Hal tersebut ditandai oleh
terwujudnya pelaksanaan butir-butir kesepahaman Helsinki tahun
2005 dengan kerangka dasar NKRI sebagai mekanisme penyelesaian
persoalan.
Pelaksanaan
MoU
tersebut,
antara
lain,
diimplementasikan melalui repatriasi mantan anggota GAM,
penyerahan senjata oleh GAM kepada Pemerintah RI, pengesahan
Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006
oleh DPR-RI sebagai payung dari sistem pemerintahan daerah NAD
hingga terselenggaranya pemilihan kepala daerah (pilkada) pada
tingkat kabupaten/kota serta tingkat provinsi yang berlangsung aman,
damai, dan demokratis.
Penyelesaian kasus separatisme di Papua secara simultan dan
intensif terus dilakukan dengan menitikberatkan pada upaya
peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban yang dibarengi dengan
pelaksanaan otonomi khusus yang memberikan kewenangan kepada
daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Upaya tersebut telah menunjukkan keberhasilan dengan indikator
semakin menurunnya intensitas perlawanan gerakan bersenjata. Di
samping itu, secara nyata Pilkada Gubernur Papua tahun 2006 dapat
terselenggara dengan aman dan demokratis serta berhasil memilih
pimpinan daerah yang sesuai dengan aspirasi rakyat. Pada aspek
lainnya, upaya diplomasi internasional yang dilakukan Pemerintah
telah banyak mengubah pandangan asing menjadi sangat positif
terhadap kinerja Pemerintah RI dalam pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan serta pendidikan masyarakat Papua.
Gerakan separatisme Maluku (RMS) yang pada pertengahan tahun
2007 melakukan insiden pengibaran bendera separatis telah diproses
sesuai dengan standar dan prosedur penanganan operasional
keamanan dalam negeri.
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Konflik bersenjata antara kelompok masyarakat sipil
bersenjata dan aparat keamanan saat ini sudah mereda. Kondisi
tersebut telah mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan
kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif sehingga
aktivitas masyarakat dan pemerintah dapat berjalan dengan tenang
dan dinamis.
Di Provinsi NAD pemberlakuan UUPA Nomor 11 Tahun
2006 telah menjadi payung hukum bagi masyarakat Aceh dalam
menjalankan segala aktivitasnya dan bagi aparat pemerintah dalam
melaksanakan kinerja sistem administrasi pemerintahannya dalam
suasana demokratis. Masih adanya perbedaan dalam penafsiran
UUPA antara masyarakat Aceh, pemerintah daerah, pemerintah
pusat, dan partai politik di NAD, khususnya menyangkut pembagian
kewenangan, pengelolaan sumber daya alam, dan pembentukan
pengadilan HAM merupakan persoalan yang perlu mendapatkan
perhatian dan segera dicarikan penyelesaian. Meskipun secara
konstitusional pembentukan partai lokal di NAD diperbolehkan,
05 - 2
dalam melaksanakan kegiatan politiknya partai lokal tersebut tidak
diperkenankan menciptakan visi dan misi partai yang mengarah pada
ideologi separatisme atau gerakan yang tidak sesuai dengan hukum
dan konstitusi NKRI.
Di bagian timur Indonesia, insiden Kongres Masyarakat Adat
Papua yang berlangsung pada 3 Juli 2007 merupakan permasalahan
separatisme di Provinsi Papua yang memerlukan perhatian serius
bagi upaya menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI. Otonomi
Khusus Papua yang diberlakukan pada tahun 2002 ternyata belum
mampu menghilangkan secara tuntas keinginan sekelompok
masyarakat
atau
golongan
terhadap
keinginan
untuk
memperjuangkan kemerdekaan Papua. Beberapa aktivitas OPM, baik
yang secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap
pemerintah NKRI maupun kegiatan politik terselubung telah mampu
menarik simpati dunia internasional. Oleh karena itu, upaya
memperkuat sistem intelijen dan diplomasi luar negeri sangat
diperlukan untuk mengonter aktivitas propaganda negatif OPM di
luar negeri.
Aktivitas separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) perlu
diwaspadai. Bahaya laten yang selama ini kurang mendapatkan
perhatian sewaktu-waktu bisa muncul ke permukaan. Kejadian di
Kota Ambon berupa pengibaran bendera separatis oleh kelompok
penari cakalele pada acara Hari Keluarga Nasional XIV pada
tanggal 29 Juni 2007 perlu disikapi dengan serius dan selalu waspada
terhadap ancaman laten kelompok separatis.
Dalam kehidupan politik negara dan bangsa, gerakan
radikalisme yang ditempuh oleh kelompok kepentingan dapat
menjadi ancaman yang cukup serius terhadap stabilitas nasional dan
keutuhan NKRI. Gerakan tersebut bukan sesuatu yang tidak mungkin
merupakan radikalisme yang menjadi musuh dan ancaman
nonmiliter negara (non-military/non-traditional security threat)
bilamana pemerintah sebagai pemegang mandat penyelenggaraan
administrasi negara tidak mampu mengelola dan mendistribusikan
kewenangannya dengan tepat. Konsepsi mencegah berkembangnya
radikalisme dalam masyarakat Indonesia pada hakikatnya adalah
dengan mewaspadai secara terus-menerus fenomena sosial,
utamanya radikalisme yang mampu mengancam integritas dan
05 - 3
eksistensi NKRI. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah
konkret untuk mengatasinya secara komprehensif, integral, dan
holistik dengan sasaran kebijaksanaan dan strategi yang jelas dalam
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
keamanan.
II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Langkah kebijakan yang ditempuh dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan separatisme adalah:
1.
pemulihan kondisi keamanan dan ketertiban serta menindak
secara tegas para pelaku separatisme bersenjata yang
melanggar hak-hak masyarakat sipil;
2.
peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi serta demokratisasi;
3.
peningkatan deteksi dini dan pencegahan awal potensi konflik
dan separatisme;
4.
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan konflik
atau separatisme melalui perbaikan akses masyarakat lokal
terhadap sumber daya ekonomi dan pemerataan pembangunan
antardaerah;
5.
pelaksanaan pendidikan politik secara formal, informal,
dialogis, serta melalui media massa dalam rangka menciptakan
rasa saling percaya;
Tonggak keberhasilan penyelesaian masalah separatisme Aceh
adalah melalui kesepakatan Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Indonesia dan Kelompok GAM yang ditandatangani di Helsinki pada
tahun 2005. Pelaksanaan kesepahaman diawali dengan pemberian
amnesti dan abolisi kepada mantan anggota GAM. Selanjutnya
Pemerintah secara intens melakukan koordinasi dengan pihak GAM
dan Aceh Monitoring Mission (AMM) untuk secara bersama
membahas segala permasalahan, baik di Commision on Security
Arrangement (CoSA) maupun aktivitas penting lainnya seperti
sosialisasi MoU.
05 - 4
Pada tahun 2006 Undang-Undang Pemerintah Aceh sebagai
payung hukum pelaksanaan sistem pemerintahan NAD ditetapkan
dan melalui Pilkada di NAD telah berhasil dikukuhkan pimpinan
daerah yang sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh. Hasil tersebut telah
memberikan andil yang cukup besar bagi pemulihan situasi dan
kondisi NAD menjadi wilayah yang aman dan kondusif.
Implementasi UUPA di bawah kepemimpinan kepala daerah hasil
pilkada sejauh ini telah berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang
berarti. Keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang
signifikan telah memberikan dampak positif dalam memacu
pembangunan dan kepercayaan serta kebersamaan masyarakat Aceh
sebagai anak bangsa Indonesia dalam wadah NKRI.
Kasus penembakan yang dilakukan oleh orang tidak dikenal
yang antara lain berakibat pada tewasnya anggota POM Aceh Ujang
Ardiansyah pada 29 Maret 2008 dan istri Kepala Dusun di
Kabupaten Bener Meriah, Provinsi NAD pada awal Juli 2008 tengah
ditangani oleh Polri. Disinyalir beberapa kejadian tersebut
merupakan kasus kriminal biasa yang penanganannya menjadi
wewenang aparat penegak hukum melalui mekanisme standar
operasi keamanan dalam negeri.
Penyelesaian kasus separatisme di Papua secara simultan terus
dilakukan dengan intensif melalui upaya yang komprehensif. Upaya
tersebut telah menunjukkan keberhasilan yang signifikan dengan
indikator semakin menurunnya intensitas peristiwa konflik
bersenjata. Di samping itu, dengan kondisi sosial masyarakat Papua
dan masih adanya dukungan sebagian masyarakat di luar negeri
terhadap gerakan separatis Papua, upaya diplomasi pada tingkat
internasional terus ditingkatkan sebagai pendukung kebijakan
pemerintah dalam penyelesaian masalah Papua melalui kebijakan
otonomi khusus. Melalui pendekatan internasional, Pemerintah telah
berhasil meyakinkan kelompok GSP di Papua New Guinea (PNG)
untuk mendukung kebijakan otonomi khusus di Papua. Di dalam
negeri, Pemerintah secara berkelanjutan mengadakan pendekatan
sekaligus menjadi fasilitator perdamaian antara elite Papua,
khususnya terkait dengan dampak Pilkada 2006 dan beberapa konflik
yang terjadi pada tahun 2007 di Papua. Melalui dorongan dan
sosialisasi pendidikan politik yang menumbuhkan sikap kedewasaan
05 - 5
politik sehingga masyarakat menerima hasil pilkada yang telah
diselenggarakan secara demokratis.
Pemerintah melalui pembangunan bidang keamanan telah
meningkatkan kinerja aparat keamanan guna mewujudkan situasi
yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya sistem
pemerintahan yang demokratis. Di samping itu, Pendekatan
sosialisasi sekaligus menjadi fasilitator bagi masyarakat Papua
dilakukan dalam rangka menyelesaikan berbagai persoalan
masyarakat, seperti dampak konflik pilkada dan konflik antarsuku
yang beberapa kali terjadi. Meskipun pada realitasnya dalam
pelaksanaan pilkada di Papua masih terjadi beberapa kali gesekan
antara kelompok yang berkepentingan, secara keseluruhan proses
demokrasi telah berjalan dengan baik.
Di Maluku para pelaku peristiwa gerakan separatisme pada
tahun 2007 telah berhasil diselesaikan melalui proses hukum yang
berlaku. Penyelesaian peristiwa ini dilakukan melalui penangkapan
tokoh dan pelaku peristiwa untuk selanjutnya dilakukan penyidikan.
Pada bulan April 2008, sebanyak tiga tersangka pelaku gerakan
separatisme telah divonis oleh Pengadilan Ambon dengan hukuman
penjara 9—10 tahun. Vonis hukuman sepuluh tahun penjara
diberikan kepada Perdinan Was, mantan Kepala Desa Hatumuri,
yang terbukti menjadi dalang dengan menggelar rapat di rumahnya
bersama 33 penari cakalele yang membentangkan bendera RMS di
hadapan Presiden. Sementara itu, dua tersangka pelaku pengibaran
bendera separatis yaitu Peter Saiya dan Peter Latumahina divonis
hukuman sembilan tahun penjara.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Keberhasilan yang telah diperoleh dalam pencegahan dan
penanggulangan separatisme merupakan hasil kerja sama secara
keseluruhan antara aparat pemerintah dan masyarakat. Dalam rangka
mengoptimalkan kebijakan yang ditetapkan, sangat diperlukan tindak
lanjut terhadap pelaksanaan program Pemerintah melalui
pengembangan sistem ketahanan nasional; pengembangan
penyelidikan pengamanan dan penggalangan keamanan negara;
penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI;
05 - 6
pemantapan keamanan dalam negeri; peningkatan komitmen
persatuan dan kesatuan nasional; peningkatan kualitas pelayanan
informasi publik guna lebih mengefektifkan upaya penyelesaian
pencegahan dan penanggulangan separatisme di Indonesia.
Upaya pengembangan ketahanan nasional perlu ditindaklanjuti
dengan (a) penyelenggaraan pengkajian kebijakan ketahanan
nasional dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dan keselamatan
negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan, dan kesatuan;
(b) pengembangan automasi sistem pemantapan nilai-nilai
kebangsaan (pembangunan laboratorium pengembangan ketahanan
nasional); (c) pendidikan strategis ketahanan nasional guna
meningkatkan kualitas kader pemimpin nasional.
Adapun tindak lanjut yang diperlukan dalam pengembangan
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara
adalah (a) pengembangan intelijen negara yang didukung intelijen
teritorial dan intelijen sektoral/fungsional agar mampu melakukan
deteksi dini terhadap gerakan separatisme dan penanggulangan
perang urat syaraf dari berbagai anasir separatisme yang sudah
memasuki berbagai aspek kehidupan (melalui counter opinion,
peperangan
informasi,
dan
pengawasan
wilayah);
(b)
pengoordinasian seluruh badan intelijen pusat dan daerah di seluruh
wilayah NKRI untuk mencegah dan menanggulangi separatisme; (c)
pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis,
pengolahan dan penyusunan produk intelijen dalam hal deteksi dini
untuk mencegah dan menanggulangi separatisme.
Dalam penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah
NKRI, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) antisipasi dan
pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap gerakan
separatisme yang berusaha memisahkan diri dari NKRI, terutama
gerakan separatisme bersenjata yang mengancam kedaulatan dan
keutuhan wilayah Indonesia; (b) antisipasi dan pelaksanaan operasi
militer atau nonmiliter terhadap aksi radikalisme yang berlatar
belakang primordial etnik, ras, agama, dan ideologi di luar Pancasila,
baik yang berdiri sendiri maupun yang memiliki keterkaitan dengan
kekuatan di luar negeri; (c) pelaksanaan diplomasi untuk
memperoleh dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan
kedaulatan NKRI.
05 - 7
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pemantapan keamanan
dalam negeri adalah penggelaran kekuatan dan kemampuan aparat
sampai dengan pos-pos terdepan dengan penerapan model
pemolisian masyarakat (polmas) untuk melakukan operasi keamanan
dan penegakan hukum dalam hal penindakan awal separatisme di
wilayah kedaulatan NKRI.
Dalam meningkatkan komitmen persatuan dan kesatuan
nasional, tindak lanjut yang diperlukan adalah (a) kegiatan dan
operasi intelijen penanggulangan separatisme; (b) sosialisasi
wawasan kebangsaan; (c) pelaksanaan dan pengembangan sistem
kewaspadaan dini sosial di Papua; (d) fasilitasi koordinasi dan
komunikasi berbagai pihak dalam penanganan konflik.
Penegakan hukum serta penyelesaian pelanggaran HAM,
pelanggaran pengabaian hak dasar penduduk asli Papua, dan
perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua ke dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diselesaikan dengan
segera. Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah yang menyentuh
akar permasalahan dan sebanyak mungkin mengakomodasi aspirasi
yang berkembang pada masyarakat Papua, meningkatkan kualitas
pelayanan informasi publik, dan tindak lanjut yang diperlukan adalah
menyosialisasikan nilai-nilai wawasan kebangsaan melalui berbagai
media.
05 - 8
Download