NAMA: FATIYA HUMAIRAH SYAHDILLA NIM: 6211191165 KELAS: D (HUBUNGAN INTERNASIONAL) TUGAS PKN TGL 12 MEI 2020! PERSOALAN: Mencermati fenomena ketahanan nasional, terutama pada aspek kehidupan sosial (Panca Gatra) yang dapat memicu perpecahan, persatuan dan kesatuan NKRI. Berikan contoh nyata problematika pada Panca Gatra dan bagaimana solusi komprehensif yang dapat dilakukan sebagai upaya kolektif dalam penguatan Ketahanan Nasional NKRI yang kita cintai dan banggakan bersama. TINJAUAN AKADEMIS: Pemahaman tentang teori Ketahanan Nasional, Esensi mentalistas, Karakter Nasional, dan Patriotisme bangsa Indonesia serta Literature dan kasusnya merupakan cerminan dari semakin lemahnya kerahanan nasional pada aspek kehidupan sosial tinjauan Panca Gatra. JAWABAN: Panca Gatra yang mencakup aspek kehidupan sosial yaitu Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Hankam (Pertahanan dan Keamanan). Disini saya akan mengambil contoh nyata dari salah satu aspek kehidupan sosial dalam Panca Gatra yaitu aspek Hankam (Pertahanan dan Keamanan). Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, meliputi seluruh aspek kehidupannasional yang terintegrasi, berisi keuletan, dan ketangguhan serta mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak langsung membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya. Ketahanan nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu di implementasikan secara berlanjut dalam rangka membina kondisi kehidupan nasional yang ingin diwujudkan, wawasan nusantara dan ketahanan nasional berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasil sebagai landasan ideal dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam paradigma pembangunan nasional. Dan kasus yang saya adalah GAM atau Gerakan Aceh Merdeka lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa sebelumnya. Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidakberpihakan Jakarta atau pemerintah pusat terhadap gagasan formalisasi Islam di Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan perlawanan dengan ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul islam, dasar dari perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap bangsa-bangsa lain bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat dari perbedaan yang ada. Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh. Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam Aceh, keinginan Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Perubahan ini terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh Indonesia, sehingga memaksa orang Aceh lebih realistis untuk mewujudkan cita-cita. Yang menariknya adalah, GAM yang melanjutkan tradisi perlawanan Aceh ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih dahulu digunakan oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih nasionalisme Aceh sebagai isu politiknya. Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh pemerintah Orde Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga membuat GAM kurang bisa berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan pelebaran jaringan yang membuat mereka kuat, baik pada tingkat internasional maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM bisa terus bertahan. Pada masa Orde Baru GAM memankan dua, wajah satu wajah perlawanan (dengan pola-pola kekerasan yang dilakukan), dan strategi ekonomi-politik yang dimainkan (dengan mengambil uang pada proyek-proyek pembangunan). Dan penyelesaian dari konflik ini adalah pernyataan dari pemerintah Aceh yang menyatakan perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada, Senin 15 Agustus 2005 bisa menjadi model penyelesaian konflik yang terjadi diberbagai negara di belahan dunia. Keberhasilan perdamaian di Aceh belum seutuhnya selesai dan masih banyak tantangan yang terus dihadapi, seperti masalah politis, sosial maupun finansial. Pemerintah Aceh bersama pihak terkait lainnya melakukan berbagai terobosan guna memperkuat pemahaman masyarakat tentang makna perdamaian di Bumi Serambi Makkah. Dan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dengan GAM pada 15 Agustus 2005 di Helsingki, Firlandia semua pihak terus membangun kerja sama yang konstruktif untuk perdamaian yang berkelanjutan di Aceh.