26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan denyut jantung itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah makasar di sajikan pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Rataan Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Perlakuan P0 P1 P2 P3 ....................................detak/menit....................................... Ulangan 1 2 3 4 5 6 94,25 91,17 93,25 85,83 88,00 87,58 92,08 93,83 89,42 86,33 84,75 93,42 89,08 87,50 89,92 93,00 87,50 87,75 89,33 84,25 78,92 78,33 89,67 85,33 Rata-rata 90,0 ±3,38 89,97±3,80 89,13±2,14 84,31±4,89 Keterangan : P0 : Tanpa pemberian Minyak Buah Makasar P1 : Minyak Buah Makasar 100 µL P2 : Minyak Buah Makasar 150 µL P3 : Minyak Buah Makasar 200 µL Berdasarkan hasil analisis varians polinomial ortogonal (Lampiran 1) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) pemberian minyak buah makasar terhadap laju denyut jantung itik Cihateup fase grower. Tabel 5 menyajikan rataan laju denyut jantung itik Cihateup terendah yaitu 84,31 detak/menit pada perlakuan P3 perlakuan P0. dan tertinggi yaitu 90,01 detak/menit pada Perbedaan rata-rata laju denyut jantung itik Cihateup antar perlakuan dilakukan Uji Kontrast Ortogonal (Lampiran 2). Pengaruh perbedaan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. 27 Tabel 6. Signifikansi Denyut Jantung Itik Cihateup Fase Grower Perlakuan* P3 P2 P1 P0 Keterangan : Rata-rata/menit 84,31 89,13 89,97 90,01 Signifikansi** a a a b *)P0 : Tanpa pemberian Minyak Buah Makasar P1 : Minyak Buah Makasar 100 µL P2 : Minyak Buah Makasar 150 µL P3 : Minyak Buah Makasar 200 µL **)Huruf yang berbeda (a,b,c) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05). Pada tabel. 6 tampak bahwa kelompok itik yang tidak mendapatkan perlakuan minyak buah makasar menunjukkan denyut jantung paling tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan denyut jantung kelompok itik yang mendapatkan perlakuan pemberian minyak buah makasar. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemberian minyak buah makasar efektif menurunkan laju denyut jantung itik percobaan apabila diberikan sebanyak 100 µL per tiga hari. Terkait perubahan profil denyut jantung dapat dijelaskan bahwa jantung berfungsi memompakan darah keseluruh tubuh dan juga berfungsi dalam penyerataan panas dalam tubuh. Menurut Wiwi (2006), Kecepatan jantung dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis bekerja mempercepat denyut jantung, sedangkan saraf parasimpatis bekerja memperlambat denyut jantung. Itik merupakan unggas air yang terbiasa hidup di kolam air untuk minum dan berenang dalam upaya menurunkan suhu tubuhnya terutama dengan jalur konveksi dimana itik dapat melepaskan panas ke air ketika berenang. Pemeliharaan itik dengan minim air atau itik tidak diberi akses untuk berenang dan air hanya disediakan untuk kebutuhan minum serta suhu lingkungan tropis yang tinggi menyebabkan itik mengalami stres panas. Stres panas akan 28 mengaktifkan sistem saraf dan hormon agar homeostasis dalam tubuh itik tetap terjaga dan sistem fisiologis tubuh dapat bekerja. Stres memberikan sinyal ke hipotalamus dan merangsang sistem saraf simpatis untuk mengirimkan sinyal langsung dari otak ke medula adrenal untuk mengeluarkan hormon epinefrin. Hormon epinefrin akan mengikat alfa reseptor yang ada di sel-sel otot jantung sehingga denyut jantung meningkat. Hasil analisis lanjut kontras ortogonal menunjukkan bahwa rataan laju denyut jantung itik Cihateup yang diberi minyak buah makasar, berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian. Penurunan laju denyut jantung disebabkan oleh peningkatan level pemberian minyak buah makasar. Minyak buah makasar mengandung asam linoleat yang memiliki fungsi untuk mengatur permermeabilitas membran sel, tekanan darah dan mempertahankan homeostasis Ca. Hancock (2005) menyatakan Ca sangat berperan sebagai mineral kofaktor dalam stransmisi sinyal yang difasilitasi oleh molekul neurotrasmitter dan juga berperan dalam pensinyalan intraseluller. Asam linoleat dapat menurunkan stimulus CRF terhadap sistem saraf sehingga ternak lebih tenang dan menurunkan laju pensinyalan neurotransmiter tidak sampai ke medulla adrenal sehingga pengeluaran hormon epinefrin rendah dan denyut jantung turun dengan keadaan yang normal. Sebagaimana menurut Bergstrom dkk. dan Van Doro dkk. (1964) asam linoleat akan diubah menjadi dihomo-gamma-linolenic acid (DGLA) dan asam arakhidonat, yang merupakan prekursor eikosanoid yang mirip hormon yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien. Eikosanoid merupakan susbtansi messenger yang sangat berpengaruh terhadap regulasi berbagai macam proses termasuk sekresi asam lambung, kontraksi uterus, reproduksi, inflamasi mengatur tekanan darah, 29 denyut jantung, fungsi kekebalan, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka (Samuelsson, 1981; Murray, 2003). 4.2 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Laju Respirasi Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan laju respirasi itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah makasar di sajikan pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Rataan Laju Respirasi Itik Cihateup Fase Grower Ulangan Perlakuan P0 P1 P2 P3 ....................................hembusan/menit....................................... 1 2 3 4 5 6 33,45 30,58 33,00 31,42 32,97 32,75 31,65 33,17 33,50 29,50 31,67 23,92 32,33 31,17 31,08 26,92 27,25 33,33 25,79 28,54 27,50 27,92 27,33 27,87 Rata-rata 32,36±1,11 30,57±3,55 30,35±2,66 27,49±0,93 Keterangan : P0 : Tanpa pemberian Minyak Buah Makasar P1 : Minyak Buah Makasar 100 µL P2 : Minyak Buah Makasar 150 µL P3 : Minyak Buah Makasar 200 µL Berdasarkan hasil analisis varians polinomial ortogonal (Lampiran 2) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) pemberian minyak buah makasar terhadap laju respirasi itik Cihateup fase grower. Tabel 7 menyajikan rataan laju respirasi itik Cihateup terendah yaitu 27,49 hembusan/menit pada perlakuan P3 dan tertinggi yaitu 32,36 hembusan/menit pada perlakuan P0. Perbedaan rata-rata laju respirasi itik Cihateup antar perlakuan dilakukan Uji Kontras Ortogonal (Lampiran 3). dilihat pada Tabel 8. Pengaruh perbedaan antar perlakuan dapat 30 Tabel 8. Signifikansi Laju Respirasi Itik Cihateup Fase Grower Perlakuan* P3 P2 P1 P0 Rata-rata/menit 27,49 30,35 30,57 32,36 Signifikasi** a ab b c Keterangan : *)P0 : Tanpa pemberian Minyak Buah Makasar P1 : Minyak Buah Makasar 100 µL P2 : Minyak Buah Makasar 150 µL P3 : Minyak Buah Makasar 200 µL **)Huruf yang berbeda (a,b,c) pada kolom signifikansi menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 8) tampak bahwa ternak yang mengalami stres tanpa pemberian minyak buah makasar memiliki laju respirasi yang tinggi dibandingkan dengan seluruh kelompok itik. Hasil analisis lanjut kontras ortogonal menunjukkan bahwa rataan laju respirasi itik Cihateup yang diberi perlakuan minyak buah makasar berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian. Perlakuan P3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan P2, tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan P1. Respirasi berperan penting dalam mengatur termoregulasi. Evaporasi panas dalam pengaturan termoregulasi bagi ternak unggas, berbeda dengan ternak non-unggas. Evaporasi panas melalui respirasi merupakan cara yang paling efektif untuk mempertahankan panas tubuhnya. Respirasi merupakan suatu respon fisiologis untuk membuang atau mengganti panas dengan udara sekitarnya, jika respon tersebut tidak berhasil mengurangi panas dari luar tubuh ternak, maka suhu organ tubuh akan meningkat sehingga ternak mengalami cekaman panas (Anderson, 1983). Stres dapat merangsang pengeluaran hormon epinefrin. Hormon epinefrin akan mengikat reseptor alfa pada sel-sel otot pernapasan sehingga laju pernapasan 31 meningkat. Unggas pada umumnya tidak memiliki kelenjar keringat sehingga jalur yang efektif dalam pengeluaran panas yaitu dengan evaporasi melalui saluran pernapasan. Suhu lingkungan yang tinggi serta kondisi minim air dapat menyebkan ternak mengalami panting yang merupakan indikator ternak tersebut mengalami stres panas. Penurunan laju respirasi diakibatkan karena pemberian minyak buah makasar sebagai senyawa anti stres. Minyak buah makasar mengandung asam linoleat dapat menurunkan stimulus CRF terhadap sistem saraf sehingga lebih tenang dan menurunkan laju pensinyalan neurotransmiter sehingga tidak sampai ke medulla adrenal sehingga pengeluaran hormon epinefrin rendah dan laju respirasi turun dalam keadaan yang normal. Sebagaimana menurut Bergstrom dkk. dan Van Doro dkk. (1964) asam linoleat akan diubah menjadi dihomogamma-linolenic acid (DGLA) dan asam arakhidonat, yang merupakan prekursor eikosanoid yang mirip hormon yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien. Leukotrien merupakan vasodilator yang kuat terutama pada organ pernapasan sehingga pengeluaran panas menjadi lancar. 4.3 Pengaruh Pemberian Minyak Buah Makasar terhadap Suhu Permukaan Tubuh Itik Cihateup Fase Grower Hasil pengamatan suhu permukaan tubuh itik Cihateup fase grower yang diberi minyak buah makasar di sajikan pada Tabel 9 dan 10. 32 Tabel 9. Rataan Suhu Permukaan Tubuh Itik Cihateup Fase Grower Perlakuan P0 P1 P2 P3 0 ........................................... C........................................... Ulangan 1 2 3 4 5 6 32,20 31,30 30,70 32,50 32,30 31,80 32,40 31,90 31,80 31,30 30,60 31,70 31,50 31,10 31,70 32,20 31,30 31,00 31,30 31,70 30,90 31,20 31,20 30,90 Rata-rata 31,80±0,69 31,60±0,61 31,50±0,44 31,20±0,30 Keterangan : *)P0 P1 P2 P3 : Tanpa pemberian Minyak Buah Makasar : Minyak Buah Makasar 100 µL : Minyak Buah Makasar 150 µL : Minyak Buah Makasar 200 µL Berdasarkan hasil analisis varians polinomial ortogonal (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata (P>0,05) minyak buah makasar terhadap suhu permukaan itik Cihateup fase grower. Hal ini disebabkan karena itik merupakan hewan homeoterm yang akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya relatif kostan. Mekanisme pengendalian kondisi homeostasis dalam pengaturan suhu melalui sistem umpan balik negatif. Hasil penelitian menunjukkan suhu antar perlakuan yang berbeda tidak bebeda jauh dan relatif sama. Pengeluaran panas tubuh unggas kurang efektif melalui permukaan tubuh dikarenakan unggas tidak memiliki kelenjar keringat dan permukaan tubuh tertutup oleh bulu sehingga pengeluaran panas pada unggas lebih efektif dengan jalan evaporasi. Pengendalian homeostasis merupakan keseimbangan atara panas yang dibentuk dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan keluar tubuh. Homeostasis dipertahankan oleh mekanisme fisiologis yang sebagian besar mekanismenya dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin. Tubuh membuat penyesuaian dalam laju denyut jantung, laju respirasi, suhu tubuh, 33 tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit dan sekresi hormon untuk kelangsungan hidupnya. Hasil penelitian terkait suhu permukaan tubuh sejalan dengan hasil penelitian pada parameter sebelumnya (laju denyut jantung dan laju respirasi). Perbedaan frekuensi denyut jantung dan respirasi yang ditunjukkan pada hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa mekanisme evaporasi panas melalui panting yang didukung oleh denyut jantung, merupakan cara yang paling efektif karena ternak itik tidak memiliki kelenjar keringat sehingga tidak terdapat perbedaan panas pada permukaan tubuhnya. Burdick dkk (2011) mengemukaan bahwa ternak yang mengalami cekaman panas dan stres psikis tidak menunjukkan perbedaan evaporasi panas pada permukaan tubuhnya jika tidak memiliki kelenjar keringat. Penelitian lain menunjukkan bahwa stres panas menginduksi peningkatan stres oksidatif dan penurunan daya adaptasi, namun unggas yang mengalami stres panas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada permukaan tubuhnya meskipun beberapa kasus menunjukkan temperatur shank lebih tinggi jika laju alir angin sangat rendah.