II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos javanica) Itik Cihateup merupakan bangsa itik lokal yang berasal dari Indonesia yaitu Jawa Barat. Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik pegunungan karena adaptif dengan daerah yang bersuhu dingin, dengan tempat diketinggian 378 m diatas permukaan laut. Itik Cihateup berpotensi dikembangkan sebagai itik pedaging maupun petelur, namun produksi telurnya hanya ± 200 butir/ekor/tahun, masih rendah dibandingkan dengan Itik Alabio dan Mojosari, dan produksi karkas pada umur potong delapan minggu ± 970-1.323 g/ekor (Matitaputty, 2014). Proses domestikasi membentuk karakteristik itik yang khas mulai dari besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. Proses domestikasi tersebut bertujuan supaya perkembangan potensi ternak itik lebih baik dalam produksi. Taksonomi Itik Cihateup (Srigandono, 1997) Kingdom Phylum Class Ordo Familia Genus Species : : : : : : : Animalia Chordata Aves Anseriformes Anatidae Anas Anas platyrhyncos javanica Itik Cihateup hampir mirip dengan beberapa itik lokal lainnya seperti Itik Alabio dan Mojosari. Namun terdapat ciri-ciri khas Itik Cihateup, yaitu dapat dibedakan dari ukuran panjang leher, sayap, femur, dan tibia yang lebih panjang. 9 Perbedaan ukuran tubuh diduga akibat pengaruh lingkungan dan pemeliharaan di kawasan pegunungan. Itik Cihateup mempunyai ke khasan pada ukuran panjang paha, sayap dan leher serta kemampuan jelajah maupun terbang yang relatif jauh. Wulandari dkk. (2005) meneliti karakteristik Itik Cihateup pada corak bulu, warna paruh, dan shank dan dijelaskan bahwa warna bulu bagian leher itik Cihateup jantan didominasi warna penciled dan ekor warna polos, sedangkan paruh dan shank didominasi warna hitam. Pada itik betina warna bulu bagian leher, dada, shank dan ekor sedikit berbeda dengan jantan yakni warna laced dan buttercup, sementara pada shank dan paruh tetap didominasi warna hitam. Warna paruh dan shank yang hitam pada itik Cihateup mirip dengan itik lainnya yang ada di Jawa seperti itik Tegal dan Mojosari. 2.2 Kebutuhan Nutrien Itik Petelur Indonesia mengembangkan ternak itik secara dwiguna yaitu sebagai petelur dan pedaging. Akan tetapi, informasi tentang kebutuhan itik pedaging belum tersedia, karena itik pedaging belum banyak diternakkan (Ketaren, 2001). Indonesia lebih banyak mengembangkan itik jenis petelur seperti Mojosari, Alabio, dan Cihateup. Itik merupakan ternak yang secara umum diberikan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutriennya setiap hari. Ransum merupakan gabungan dua atau lebih bahan pakan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien selama 24 jam meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral (Anggorodi, 1995). Fungsi ransum sebagai bahan metabolisme untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan membentuk sel jaringan tubuh seperti daging dan telur untuk kebutuhan ekonomi. Ransum yang diberikan dapat berupa bentuk 10 pellet, crumble, dan mash. Ransum yang diberikan itik adalah berbentuk mash karena ukuran paruh itik yang lebar dan pipih. Kebutuhan nutrien dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur dan fase, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi (Anggorodi, 1995). Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Itik Petelur Pada Berbagai Umur Nutrien Starter (0-8 Minggu) Grower (9-20 Minggu) Layer (>20 Minggu) 3.100 17 – 20 0,6 – 1,0 0,60 1,05 0,37 2.700 15 – 18 0,6 – 1,0 0,60 0,74 0,29 2.700 17 – 19 2,90 – 3,25 0,60 1,05 0,37 EM (Kkal/Kg) PK (%) Ca (%) P (%) Lys (%) Met (%) Sumber : Sinurat (2000) 2.3 Probiotik dan Prebiotik Menurut FAO/WHO, (2006) probiotik adalah mikroorganisme hidup (seperti bakteri) yang jika diberikan dalam jumlah memadai akan memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya. Bakteri probiotik dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena dapat mempertahankan keseimbangan ekologi mikroorganisme pada sistem pencernaan. Populasi bakteri di sistem pencernaan makhluk hidup seperti hewan sangat kompleks. Bakteri yang memberikan keuntungan atau manfaat seperti Bifobacterium dan Lactobacillus. Akan tetapi ada juga yang merugikan seperti Salmonella sp, Helicobacter pylori, Clostridium perfringes. 11 Prebiotik sebagai sumber energi untuk hidup probiotik. Prebiotik merupakan pati yang tidak dapat dicerna langsung tubuh melainkan harus dicerna dahulu oleh mikroba probiotik. Contoh prebiotik yaitu fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), dan laktosa. Prebiotik dapat menjadi cara untuk menyeleksi pertumbuhan satu atau lebih mikroba yang ada pada sistem pencernaan sehingga dapat meningkatkan kondisi tubuh inang. Karakteristik prebiotik tahan terhadap enzim pencernaan dalam usus, tetapi difermentasi oleh mikroflora, dan bifidogenik serta pH yang rendah (Antarini, 2011). Efek tersebut menjadikan bakteri patogen akan tertekan dan tidak berkembang, terutama Clostridium. 2.4 Fruktooligosakarida (FOS) Fruktooligosakarida (FOS) biasa disebut juga oligofruktosa atau oligofruktan yang merupakan karbohidrat dan sumber energi dan juga digunakan untuk pemanis buatan. Zat makanan sumber energi utama berasal dari karbohidrat selain dari lemak dan protein. Karbohidrat dapat berupa monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat dengan senyawa paling sederhana yang tidak dapat diuraikan lagi, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Polisakarida adalah karbohidrat yang tersusun lebih dari sepuluh monosakarida, contohnya adalah pati (Winarno, 1995). Fruktooligosakarida merupakan contoh dari karbohidrat bagian dari oligosakarida. Ikatan karbohidrat sederhana dapat dibedakan menjadi gugus aldehid dan keton. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logamlogam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah 12 glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa. Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa merupakan komponen dari otak dan jaringan saraf (Budiyanto, 2002), sedangkan salah satu contoh dari gula non pereduksi adalah Sukrosa yang didapatkan dalam sayuran dan buahbuahan, beberapa diantaranya seperti tebu mengandung sukrosa dalam jumlah yang relatif besar (Gaman, 1992). 2.5 Usus Halus Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim seperti amilase, tripsin, dan lipase yang mencerna karbohidrat, protein dan lemak. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. 1) Duodenum Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkan ke jejunum. Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH duodenum yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada duodenum terdapat dua muara saluran 13 yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin Duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 2) Jejenum Jejunum (yeyenum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara duodenum dan ileum. mesenterium. Jejenum digantungkan dalam tubuh dengan Permukaan dalam jejenum berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan duodenum, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan ileum, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan jejenum dan ileum secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”. 3) Ileum Ileum merupakan bagian usus halus yang paling banyak melakukan absorpsi. Sepanjang permukaan ileum terdapat banyak vili. Permukaan vili terdapat mikrovili yang berfungsi untuk mengabsorbsi hasil pencernaan (Suprijatna dkk., 2005). Permukaan vili terdiri atas tiga sel yaitu sel absortif, sel paneth, dan sel goblet. Sel-sel goblet membantu proses pencernaan dengan 14 mensekresikan mucus untuk mengabsorpsi nutrisi, juga alat pertahanan diri dari bakteri patogen (Utama, 2014). Menurut Yaman, (2010) pembatas antara Jejunum dan ileum disebut micele divertikum yang ditandai dengan adanya bintil pada permukaan. Ilustrasi 1. Vili Usus Halus 2.6 Sel Goblet Sel goblet merupakan sel pelepas mukus yang banyak berada pada saluran usus. Sel goblet tersebar diantara sel-sel absorptif. Sel ini tidak terdapat banyak di duodenum dan semakin banyak di ileum. Sel ini ditandai dengan banyak granula besar dan pucat yang didalamnya terdapat glikoprotein sangat hidrofilik yang disebut musin. Granul sekresi mengisi kutub apikal sel, dan inti terletak dibagian basal sel. Daerah tersebut dipenuhi oleh retikulum endoplasma kasar. Pada sel-sel yang menghasilkan glikoprotein bersulfat, reaksi dari gula sederhana terjadi didalam kompleks golgi. Ketika musin dilepaskan dari sel, musin 15 mengalami proses hidrasi dan membentuk suatu gel elastik kental yang disebut mukus (mucus), sebagai alat untuk pertahanan dan membantu penyerapan makanan di usus sehingga lebih maksimal (Junquiera dkk., 1997).\ Ilustrasi 2. Sel Goblet Sel goblet usus adalah salah satu sel yang mensekresikan glikoprotein mucus. Banyak sel-sel lain seperti yang terdapat di lambung, kelenjar liur, saluran napas, dan saluran kelamin. Sifat-sifat morfologik sel ditiap-tiap organ berbedabeda tergantung fungsinya masing-masing (Junquiera dkk., 1997).