Modul Pendidikan Agama Islam [TM13]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ISLAM DAN DEMOKRASI
Modul Standar untuk
digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Penyiaran
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
MK43011
Dicky Andika, M.Si
Abstract
Kompetensi
Membahas gambaran secara
umum dari Komunikasi
Antarbudaya, mulai dari
pengertian Perbedaan antar
budaya
Setelah memperoleh materi ini
mahasiswa diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan
kembali tentang Perbedaan
dalam Kebudayaan
I. PENDAHULUAN
Saat ini, memang demokrasi telah mendapat pasaran yang paling tinggi
sebagai jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Demokrasi, yang secara teorinya dimaksudkan sebagai suatu sistem yang
dibentuk, dijalankan, dan ditujukan bagi kepentingan rakyat ini dalam tataran
praktiknya akan sentiasa mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan,
sehingga seringkali penerapannya bersifat trial and error, atau sebagai mana yang
dikatakan para pengusungnya, demokrasi itu bersifat projek.
Hanya saja, perkembangan demokrasi di negara-negara muslim cenderung
kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap oleh banyak pihak sebagai
faktor utama yang telah menghalang kemajuan kaum muslim. Dan tentu saja,
pemahaman Islam ortodoks berpengaruh dalam membentuk eksklusivisme hingga
menyebabkan kebanyakan kaum muslim bersikap tertutup dari hal-hal yang
berbau modernisme, di samping mereka juga terbuai oleh romantisme masa lalu.
Oleh kerana itu, kaum muslim wajib menimbus semula kemunduran mereka
menerusi binaan semula kefahaman Islam mereka.
Mungkin gagasan rekonstruksi inilah yang menjadi pesan yang gigih
disampaikan oleh mereka yang berkeinginan untuk menerapkan demokrasi ke
dalam dunia Islam. Lalu ungkapan seperti “nilai demokrasi juga terkandung oleh
Islam”, “demokrasi merupakan bahagian dari Islam”, ataupun “demokrasi adalah
Islam itu sendiri” kerap dikumandang kebelakangan ini.
Meskipun demikian, banyak pula para apologis muslim yang menolak
adanya penerapan demokrasi ke dalam Islam, sebab menurut mereka, demokrasi
dan Islam itu adalah dua hal yang berbeda dan tidak mungkin dapat disetarakan.
Ini karena, bagi mereka, demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya haram
untuk diamalkan oleh kaum muslim.
Lalu, bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara Islam dan
demokrasi ini? Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai hubungan
Islam dan demokrasi.
‘13
2
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
II. PEMBAHASAN
A. Melacak Jejak-Jejak Demokrasi Dalam Islam
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” (rakyat) dan “kratos”
(kekuasaan). Aristoteles dalam bukunya “Organon” bab “Retorika” ketika
menyandingkan bentuk -bentuk Pemerintahan dalam:Demokrasi, Oligarki,
Aristokrasi, dan Monarki mendefinisikan pemerintahan demokrasi sebagai “jika
kekuasaan dalam pemerintahan itu dibagi-bagi menurut pemilihan atau
kesepakatan”.
Ibn Rusyd (Averroes) seorang filosof muslim Andalusia termasyur
sekaligus pensyarah buku-buku Aristoletes menerjemahkan demokrasi dengan
“politik kolektif” (as siyasah al jama’iyah). Sedang dalam ilmu sosiologi,
demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter (mengakui
persamaan derajat) dan kebebasan berpikir.
Meski demokrasi merupakan kata kuno, namun demokrasi moderen merupakan
istilah yang mengacu pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara
sebelum abad XX. Orang-orang Islam mengenal kata demokrasi sejak jaman
transliterasi buku-buku Yunani pada jaman Abbasiyah. Selanjutnya kata itu
menjadi bahasan pokok para filosof muslim jaman pertengahan seperti Ibnu Sina
(Avicenna),dan Ibn Rusyd ketika membahas karya-karya Aristoteles.
Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem
demokrasi tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sejak awal. Orang-orang
Islam hanya mengenal kebebasan (al-hurriyah) yang merupakan pilar utama
demokrasi yang diwarisi semenjak jaman Nabi Muhammad SAW, termasuk di
dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara bersama-sama
(syuro), kebebasan mengkritik penguasa serta kebebasan berpendapat.
B. Nabi Muhammad SAW dan Sikap Demokratis
Buku-buku sejarah mencatat bahwa di luar otoritas keagamaan yang
menjadi tugas utamanya, Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh yang
demokratis dalam berbagai hal. Bahkan ketika terjadi kasus-kasus yang tidak
mempunyai sandaran keagamaan (wahyu) beliau bersikap demokratis dengan
‘13
3
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengadopsi pendapat para sahabatnya, hingga memperoleh arahan ketetapan dari
Allah.
Sikap demokratis Nabi Muhammad SAW ini bisa jadi merupakan sikap
demokratis pertama di semenanjung Arabia, ditengah-tengah masyarakat padang
pasir yang paternalistik, masih menjunjung tinggi status-status sosial dan nonegaliter. Beberapa contoh yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
SAWmerupakan seorang demokrat adalah:
Ketika Nabi Muhammad SAW diminta suku-suku Arab menjadi penguasa
sipil (non-agama) di luar status beliau sebagai pemegang otoritas agama, beliau
mengambil pernyataan setia orang-orang yang ingin tunduk dalam kekuasaan
beliau sebagai tekhnik memperoleh legitimasi kekuasaan. Pernyataan setia ini
dikenal dalam sejarah Islam sebagai “Bai’at Aqabah I & II”. Dari titik ini para
ulama Islam sejak dulu menegaskan bahwa kekuasaan pada asalnya di tangan
rakyat, karena itu kekuasaan tidak boleh dipaksakan tanpa ada kerelaan dari hati
rakyat. Pernyataan kerelaan itu dinyatakan dalam bentuk “pernyataan setia” atau
bai’at.
Berdasarkan prinsip ini maka ajaran Islam menolak kudeta atau merebut
kekuasaan secara inkonstitusional, karena kudeta merupakan bentuk pernyataan
sepihak sebagai penguasa. Sedangkan legitimasi kekuasaan harus diperoleh dari
rakyat secara sukarela tanpa ada paksaan apapun.
Setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, beliau mengangkat
budak kulit hitam Ethiopia yang bernama Bilal menjadi pengumandang panggilan
shalat (azan). Posisi ini merupakan sebuah kedudukan prestisius bagi seorang
budak kulit hitam dalam belantara kabilah-kabilah Arab yang terhormat.
Ketika beliau membentuk negara pertama kali dalam Islam, yaitu negara
Madinah yang multi agama. Beliau tidak menggunakan Al Quran sebagai
konstitusi negara Madinah, karena Al Quran hanya berlaku bagi orang-orang yang
mempercayainya, yaitu kaum muslimin. Beliau menyusun “Piagam Madinah”
berdasarkan kesepakatan dengan orang-orang Yahudi sebagai konstitusi negara
Madinah. Pada masa negara Madinah ini pula beliau mengenalkan konsep
‘13
4
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
“bangsa” (al-ummah) sebagai satu kesatuan warga negara Madinah tanpa
membedakan asal-usul suku.
Nabi Muhammad SAW mendirikan negara Madinah ini berdasarkan
kontrak sosial (al ‘aqd al ijtima’i) antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi,
Kristen, dan kaum Arab pagan yang berdiam di Madinah. Piagam Madinah berisi
prinsip-prinsip interaksi yang baik antar pemeluk agama; saling membantu
menghadapi musuh yang menyerang negara Madinah, menegakkan keadilan dan
membela orang yang teraniaya, saling menasehati, dan menghormati kebebasan
beragama.
C. Substansi Demokrasi
Terlepas dari definisi akademis tentang demokrasi, pada hakikatnya
demokrasi dalam aspek politik adalah dihormatinya hak setiap individu dalam
sebuah bangsa untuk memilih pemimpin sesuai dengan aspirasinya. Tidak boleh
ada yang memaksakan kehendak kepada mereka untuk memilih seorang
pemimpin tertentu yang tidak dikehendaki.
Ketentuan ini pada dasarnya sesuai dengan ajaran yang digariskan oleh
Islam melalui perangkat syura (permusyawaratan) dan bai’at (kontrak politik
yang mengikat rakyat untuk berkomitmen tunduk dan taat pada pemimpin yang
dipilihnya.
Kesesuaian antara Islam dengan demokrasi juga terlihat ketika Islam mengutuk
dan mengecam para diktator; sementara di sisi lain mengedepankan pemimpin
yangkuat, amanah, kredibel, kapabel serta mampu mengayomi rakyatnya. Islam
memerintahkan umatnya untuk mematuhi keputusan mayoritas.
Islam juga mengandung ajaran bahwa tangan Allah bersama jama’ah
(rakyat banyak). Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Kalau
kalian berdua sepakat dalam suatu hal, aku tidak akan menentang pendapat
kalian berdua.” Ini menunjukkan bahwa aspirasi dari jumlah orang yang lebih
banyak harus didahulukan dari aspirasi segelintir orang, termasuk pendapat
Rasulullah sendiri (dalam masalah ijtihadi duniawi).
Di dalam Islam, setiap rakyat berhak memberikan saran atau nasihat
kepada
penguasa,
‘13
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
5
menganjurkannya
berbuat
baik
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan
meninggalkan
kemungkaran; tentu dilakukan dengan tetap memperhatikan etika dan cara
mengingatkan dengan baik. Rakyat juga mempunyai kewajiban untuk taat kepada
penguasa selama kebijakan yang diambilnya adalah kebaikan. Sebaliknya, rakyat
berhak menolak ketika diperintah untuk melakukan perbuatan yang dilarang
menurut kesepakatan kaum Muslimin dan atau melakukan kemaksiatan yang
nyata. Karena, tidak boleh menaati siapa pun untuk melakukan maksiat kepada
Allah. Hal seperti ini juga berlaku dalam sistem demokrasi. Hal penting lainnya
dalam penerapan sistem demokrasi adalah Pemilihan Umum (pemilu) dan
pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak;dimana secara umum bisa
dinilai tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Walaupun memiliki beberapa kelemahan, sistem ini masih lebih baik dari
sistem buatan manusia lainnya.Yang perlu diantisipasi adalah menjaga
berjalannya sistem ini agar tidak dimanfaatkan oleh para penipu atau penjahat.
D. Relevasi Dalam Islam
Ada tiga pendapat yang berbeda dalam menyikapi hubungan Demokrasi
dengan Islam.
1. Mereka yang menolak demokrasi dengan mengatasnamakan Islam.
Mereka ini bependapat bahwa demokrasi dan Islam adalah dua hal yang
bertentangan dan tidak akan bisa dipertemukan. Mereka beralasan:
a. Demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia sedangkan Islam berasal
dari Allah.
b. Demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat;
sedangkan Islam mengatakan bahwa kekuasaan itu milik Allah.
c. Demokrasi ditentukan oleh suara terbanyak, padahal belum tentu suara
terbanyak merupakan kebenaran.
d. Demokrasi adalah hal baru yang termasuk dalam kategori bid’ah dalam
agama; generasi Islam sebelumnya tidak mengenal adanya sistem
demokrasi. Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menciptakan hal baru yang
sebelumnya tidak ada dalam agama kita, maka hal tersebut ditolak.”(HR.
Muslim, Ahmad). Juga hadits Nabi lainnya, “Barangsiapa melakukan
‘13
6
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
suatu perbuatan yang tidak ada dalam agama kami, ia akan
ditolak.”(HR.Muslim,Ahmad,An-Nasa’i).
Demikian pula ada hadits yang menyatakan,“Perkataan yang paling benar
adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad
,seburuk-buruk hal adalah sesuatu yang diada-adakan. Setiap yang diadaadakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat, dan kesesatan itu akan
mengantarkan ke neraka.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i)
e. Demokrasi merupakan produk Barat yang notabene sekuler dan kafir.
Bagaimana kita akan mengikuti ajaran orang-orang yang ingkar pada
Allah dan Rasul-Nya.
Karena alasan-alasan tersebut mereka dengan tegas menolak demokrasi.
Mereka juga mengecam orang-orang Islam yang menerima dan menerapkan
demokrasi. Bahkan mereka tidak segan-segan menuduhnya musuh Islam. Ada
juga di antara mereka yang menganggap demokrasi itu syirik dan sebagai bentuk
kekufuran.
2. Mereka yang menerima demokrasi secara total tanpa reserve.
Kelompok ini menganggap bahwa demokrasi Barat adalah satu-satunya
solusi yang tepat untuk mengatasi problematika negara, pemerintahan, rakyat dan
tanah air. Mereka menerima demokrasi Barat bulat-bulat, termasuk sistem
ekonomi liberalnya dan sistem sosial kemasyarakatannya yang bebas tanpa batas.
Mereka meng-copy paste demokrasi Barat tanpa edit, dan ingin
menerapkannya persis sama dengan praktek demokrasi di negara-negara Barat.
Demokrasi yang tidak berdasarkan akidah, tidak mengenal akhlak, mengabaikan
ibadah dan menyepelekan syari’ah. Bukan hanya itu, demokrasi Barat
memisahkan secara diametral urusan agama dengan urusan negara.
Mereka ini korban dari ghazwul-fikri, perang budaya, yang berujung pada
kekalahan dan melahirkan mentalitas ‘kaum terjajah’ yang bangga apabila dapat
meniru sikap dan perilaku penguasa penjajahnya.
3. Mereka yang menerima demokrasi secara moderat.
Kelompok ini berpendapat bahwa ada yang positif dalam sistem
demokrasi, dan hakikat dari demokrasi itu sendiri tidak bertentangan, bahkan
‘13
7
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bersesuaian dengan ajaran Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa hakikat
demokrasi itu adalah hak rakyat untuk memilih siapa pemimpinnya. Tidak boleh
ada yang memaksa mereka untuk memilih pemimpin yang tidak mereka sukai,
atau pemimpin zhalim, atau korup, yang merampas hak-hak mereka sebagai
rakyat.
Substansi demokrasi ini berarti juga meniscayakan perlu adanya
mekanisme dalam pemerintahan yang memungkinkan rakyat untuk melakukan
fungsi kontrol atau pengawasan, juga evaluasi terhadap jalannya pemerintahan.
Disamping itu, perlu juga adanya mekanisme yang memungkinkan rakyat
memberikan peringatan dan menasihati pemimpin apabila mereka menyimpang
dari amanat yang diberikan kepada mereka; juga peringatan keras kepada
pemimpin
yang
tidak
mau
mendengarkan
aspirasi
rakyatnya;
bahkan
memungkinkan rakyat untuk memakzulkannya dengan jalan damai.
Kelompok ini juga berpandangan, apabila terjadi perbedaan pendapat
antara pemerintah (eksekutif) dengan parlemen (legislatif) atau dengan tokohtokoh masyarakat dalam masalah yang berkaitan dengan syari’ah,
maka
perbedaan tersebut dibawa untuk ditengahi kepada Majelis Ulama atau bahkan
Mahkamah Konstitusi yang mengundang ulama-ulama yang berkompeten di
bidangnya, agar ditetapkan keputusannya sesuai dengan Al-Qur’an dan AsSunnah. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt:
ِ ‫اّلل اوأ‬
ِ
‫اّللا‬
‫لا َِّا‬
‫وهُاإِ َا‬
‫فا َش أيءاافَ ُرُّد ا‬
‫ُولا أاْل أَم ِار ا ِمأن ُك أامافَِإ أاناتَنَ َاز أعتُ أاماِ ا‬
‫ولا َوأ ِ ا‬
‫الر ُس َا‬
‫َاياأَيُّ َهااالَّ ِذ َا‬
َّ ‫َطيعُواا‬
َ َ‫ينا َآمنُواااأَطيعُواا َّا‬
)59‫ا‬:4/‫يل(النساء‬
‫َح َس ُانا ََتأ ِو ًا‬
‫ّللا َوالأيَ أوِاما أاْل ِخ ِارا َذلِ َا‬
‫ولاإِ أناا ُكأن تُ أاماتُ أؤِمنُو َانا ِِب َِّا‬
‫الر ُس ِا‬
َّ ‫َو‬
‫كا َخأي راا َوأ أ‬
“Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri
(pemimpin) diantara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.”(QS. An-Nisaa’,
4:59).
Sementara jika terjadi perselisihan pendapat dalam masalah-masalah
sosial, politik, ekonomi dan kemasyarakatan yang masuk dalam kategori mubah,
‘13
8
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
maka yang pengambilan keputusannya diupayakan melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, maka bisa melalui
pengambilan pendapat melalui suara terbanyak (voting), karena pendapat dua
orang atau lebih dekat kepada kebenaran daripada pendapat satu orang. Hal ini
sesuai dengan logika syari’at Islam, disamping logika politik yang memang “harus
ada yang diunggulkan”. Yang diunggulkan ketika terjadi perselisihan pendapat
adalah jumlah yang terbanyak.
Rasulullah saw bersabda,“Sesungguhnya syetan itu bersama satu orang
dan dia menjauh dari orang berdua.”(HR. At-Tirmidzy dan Al-Hakim). Nabi saw
juga pernah bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Seandainya kalian berdua
menyepakati suatu pendapat, tentu aku tidak akan menyalahi kalian berdua.”
(HR. Ahmad). Dengan kata lain, pendapat yang didukung dua orang lebih
diunggulkan daripada pendapat seorang, sekalipun itu pendapat Rasulullah saw,
selagi dalam masalah-masalah di luar lingkup syari’at dan apa yang telah
ditetapkan Allah.
Bahkan dalam kasus Uhud, seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi
harus mengikuti pendapat mayoritas karena sebagian besar Sahabat memilih untuk
menghadapi orang-orang musyrik di luar Madinah,walau beliau sendiri bersama
beberapa Sahabat terkemuka berpendapat untuk bertahan saja di dalam kota
Madinah sembari berperang gerilya di jalan-jalan Madinah yang seluk-beluknya
sudah mereka hapal.
Yang paling nyata mengenai pendapat mayoritas ini adalah sikap Umar
bin Khathab tentang enam orang anggota Majelis Syura. Mereka ditunjuk Umar
sebagai Tim Formatur sekaligus diberi amanah untuk memilih salah seorang dari
mereka untuk menjadi Khalifah berdasar suara terbanyak. Sedang yang tidak
terpilih dari tim tersebut harus patuh dan tunduk kepada kandidat terpilih. Jika
dalam voting tersebut suara yang diperoleh tiga lawan tiga, mereka harus
mengambil suara dari luar tim formatur, yakni Abdullah bin Umar.
Dalam beberapa hadits juga dinyatakan pujian terhadap“golongan
terbesar” dan perintah untuk mengikutinya.“Golongan terbesar” ini maksudnya
adalah golongan mayoritas diantara umat manusia. Menurut beberapa ulama,
‘13
9
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hadits ini berkaitan dengan pelibatan seluruh rakyat dalam penentuan Khalifah
atau masalah-masalah kenegaraan yang harus diputuskan dan membutuhkan
pendapat mayoritas.
“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan atau
tujuh puluh dua golongan; dan sesungguhnya umat ini (Islam) lebih banyak satu
golongan dibanding mereka. Semuanya masuk neraka kecuali golongan
terbesar.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad) [5]
Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazaly berpendapat dalam beberapa tulisannya,
bahwa pendapat mayoritas lebih diunggulkan jika ada dua sisi pandang yang
serupa.
Pendapat yang menyatakan pengunggulan hanya berlaku untuk pendapat yang
benar walau hanya didukung satu suara dan menolak pendapat yang keliru walau
didukung mayoritas suara, adalah untuk hal-hal yang dikuatkan nash syari’at
dengan dalil dan hujjah yang kuat, jelas dan tidak mengandung perbedaan
pendapat di kalangan ulama. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan:“Yang
disebut jama’ah adalah yang sejalan dengan kebenaran, sekalipun engkau hanya
sendirian.”
Sedangkan untuk hal-hal ijtihadiyah yang tidak ada dasar nash-nya, atau
ada nash-nya namun mengandung lebih dari satu penafsiran, atau ada nash lain
yang bertentangan dengannya atau lebih kuat darinya; maka diperbolehkan untuk
memilih salah satu yang diunggulkan agar bisa menuntaskan silang pendapat. Dan
voting, pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak merupakan cara yang
tepat untuk itu. Tidak ada satupun dalil dalam syari’at yang melarang proses
pengambilan keputusan dengan cara seperti ini.
Walau sistem demokrasi merupakan hasil pemikiran manusia, bukan
berarti sistem ini tercela dan harus ditolak. Bukankah Allah telah memerintahkan
manusia untuk mengoptimalkan penggunaan akal fikiran? Kita diperintahkan
untuk berfikir, membaca, mengkaji, merenung, mengambil pelajaran dan hikmah,
serta berijtihad? Tentu hasil ijtihad itu perlu ditimbang lebih dahulu, apakah
bertentangan atau bersesuaian dengan ajaran Allah.
‘13
10
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam sistem demokrasi, menurut hemat penulis, terdapat hal-hal yang
selaras dengan ajaran Islam, seperti: musyawarah, amar ma’ruf nahi munkar yang
diterjemahkan
dalam
mekanisme
check
and
balance,
pengawasan
(mutaba’ah),kontrol (muraqabah) dan evaluasi, saling menasehati (taushiyah),
mencari mashlahat dan menghindari madharat, menegakkan keadilan dan
melawan kezhaliman dan diktatorisme, dan aspek-aspek lainnya.
Mengenai penghakiman bahwa demokrasi itu mengambil alih kekuasaan
Allah dalam memerintah dengan memberikan kekuasaan memerintah kepada
manusia/rakyat, tidaklah benar. Karena pembentukan pemerintahan yang
didukung dan dievaluasi oleh rakyat adalah untuk menghindari tirani kekuasaan
atau diktatorisme politik oleh seorang individu atau kelompok elit tertentu.
Demikian pula penilaian bahwa demokrasi itu adalah sistem tercela karena
merupakan produk impor, juga tidak tepat. Tidak ada satupun ketetapan syari’at
yang berisi larangan mengambil pemikiran teoritis atau konsep dari non-muslim.
Sewaktu perang Al-Ahzab, Nabi saw mengambil pemikiran bangsa Persia berupa
strategi bertahan dengan menggali parit, bukan membangun benteng seperti biasa.
Beliau juga memanfaatkan tawanan perang Badar dari orang-orang musyrik untuk
mengajari ilmu pengetahuan yang mereka miliki kepada kaum muslimin. Inilah
yang disebut hikmah. Hikmah adalah milik kaum muslimin yang hilang lalu
ditemukan. Jadi umat Islam berhak mendapatkan miliknya yang hilang tersebut.
Sementara,
yang
dilarang
adalah
mengimpor
nilai-nilai
yang
membahayakan aqidah dan akhlak dan tidak memberikan manfaat. Sementara kita
mengambil demokrasi dalam metode, mekanisme dan tata caranya saja, yang
harus diakui memang lebih baik dibanding sistem lainnya; bukan filosofinya yang
mengagungkan individualisme dan kebebasan tanpa dilandasi agama. Yang kita
inginkan adalah demokrasi yang dilandasi nilai-nilai agama, mengedepankan
akhlak dan wawasan keilmuan, serta memprioritaskan nilai-nilai luhur tersebut di
atas nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
III. PENUTUP
Mengenai Islam dan Demokrasi terdapat tiga pendapat, Pertama, mereka
yang menolak mentah-mentah demokrasi, karena demokrasi merupakan produk
‘13
11
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
baru yang pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Mereka berpendapat bahwa sesuatu yang baru seperti demokrasi ini tidak bisa
diterima apalagi diterapkan pada era sekarang. Kedua, mereka menerima bulatbulat system demokrasi, dengan argument bahwa system ini merupakan system
terbaik untuk diterapkan pada zaman sekarang, walaupun belum pernah
dipraktekkan pada masa awal islam. Sedangkan ketiga, mereka yang menerima
demokrasi dengan catatan-catatan tertentu, dalam pandangan mereka sebenarnya
demokrasi pernah dipraktekkan oleh nabi Muhammad SAW ketika beliau hijrah
ke Madinah dengan membuat piagam Jakarta yang menunjukkan bahwa Islam
menjunjung tinggi demokrasi selama tidak bertentangan dengan syari’at yang sifat
qath’i.
‘13
12
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Agustian A.g. 2001. ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual. Arga. Jakarta.
Al-Hufiy, A.M. 2000. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. Pustaka
Setia. Bandung.
Al-Sya'rani, A A. 2004. 99 Akhlak Sufi: Meniti jalan surga bersama orangorang suci. Mizan Media Utama. Bandung.
Departemen Agama. 1971. Al-Quran dan terjemahannya. Departemen
Agama. Jakarta.
Sanusi A. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani Press. Jakarta.
‘13
13
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download