Modul Pendidikan Agama Islam [TM3].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM UMB
SUMBER AJARAN ISLAM
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komputer
Sistem Informatika
Tatap Muka
03
Kode MK
Disusun Oleh
90004
Inggar Saputra, S.Pd
Abstract
Kompetensi
Sumber ajaram Islam harus dipahami
Memahami sumber ajaran Islam dengan
dengan baik.
baik dan benar.
Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan
Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam yang
komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman ke Islaman seseorang
akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan ke Islaman yang bersangkutan. Untuk itu
uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling
sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan yang paling kecil
sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah SWT berfirman,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)
Bukti kesempurnaan Islam itu tercermin dari ajaran dan tuntunan kehidupan yang
komprehensif dan bersumber dari kebenaran wahyu. Agama Islam memiliki aturan-aturan
sebagai tuntunan hidup manusia, baik dalam hubungan dengan sang khaliq Allah SWT
(hablu minawallah) maupun hubungan dengan manusia yang lainnya (hablu minannas).
Tuntunan itu digariskan sebagai sebuah jalan keselamatan yang berdiri kokoh atas dasar
ajaran yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya.
2014
2
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sumber Ajaran Islam
A. Tiga Sumber Ajaran Islam
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam
berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq
Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau syariat
Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber
syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum Islam
atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.
Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik
berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah,
batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti
pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala sesuatu
yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada umumnya para ulama fikih
sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya
Rasulullah SAW bersabda,
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat
selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan
sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi)
dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum
Islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan
manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan
kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan
hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan
sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari
tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu
rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran Islam yang primer (Alquran dan
hadist) dan sumber ajaran Islam sekunder (ijtihad).
2014
3
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sumber ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al-Quran, Hadits (As-Sunnah), dan Ijtihad.
Ajaran yang tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam. Sumber ajaran Islam AlQuran dan Hadits langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ijtihad)
merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan
tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana
firman Allah SWT: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan
‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”. (QS.
75:17-18)
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan
(syariat), dan budi pekerti (akhlak). Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad
Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran
membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkan sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada
keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (QS. 10:37).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang
dilakukan para sahabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar. Kemudian masa
Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang
diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran sekarang disebut Mushaf Utsmani.
2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau
"kebiasaan"
(traditions).
Sunnah
adalah
segala
perkataan,
perbuatan,
dan
penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah
persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat. Kedudukan
As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad
Saw.
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang
dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh
dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.”
(HR. Hakim dan Daruquthni).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran.
Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang
2014
4
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung
bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai
pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat
dan salam.
Kodifikasi Hadits dilakukan masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M),
disempurnakan sistematikanya masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama waktu
itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya AlMutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits,
Al-Um, dan As-Sunnah.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits.
Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194
H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan
kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga
kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian
diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya.
Ditinjau dari segi bahasa terdapat perbedaan arti antara kata “Sunnah” dengan
“Hadis”. Sunnah berarti tata cara, tradisi, atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti, ucapan
atau pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula jalan hidup yang
dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau buruk, terpuji atau tercela. Jumhur Ulama
mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, tetapi ada sebagian
lainya yang membedakannya. Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang dibiasakan atau lebih
banyak dikerjakan dari pada ditinggalkan. Sebaliknya, Hadis adalah sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi, namun jarang dikerjakan. Selanjutnya Khabar adalah ucapan,
perbuatan, dan ketetapan yang berasal dari sahabat, dan Atsar berasal dari tabi’in.
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :
1) Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya
(Al-Qur’an dan Al-Hadits) menjadi sumber hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan keimanan kemudian dikuatkan oleh sunnah Rasul.
2) Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat global.
Misalnya ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan haji,
semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dalam Haditsnya.
3)
Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat
umum
(takhsish
al-‘amm).
Misalnya,
Al-Qur’an
mengharamkan
bangkai
dan
darah “diharamkan bagimu (memekan) bangkai, darah dan daging babi...”[10], kemudian
sunnah memberikan pengecualian “dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua macam
2014
5
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa.”
(HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
4)
Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya cara
mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh tujuh kali, salah satu dicampur
dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, salah satunya menyucikan
dicampur dengan tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).[11]
3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu
masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya
disebut Mujtahid. Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara
yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia
menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas
keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika
Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau
kesepakatan.
Secara etimologis (istilah bahasa) ijtihad berarti mengerahkan energi untuk
menyatakan
suatu
perkara
tertentu
baik
itu
bersifat
materi
atau
maknawi.
Secara istilah fiqih Islam ijtihad adalah mengerahkan upaya serius untuk melakukana
pengambilan hukum syariah dari dalil-dalil syariah. Dapat pula ijtihad dimaknai sebagai
upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk hukum syariah baik yang
aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang sudah tetap seperti Al Quran,
hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain.
‫ فإن‬:‫ قال‬،‫ أقضي بكتاب هللا تعالى‬:‫ (كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟) قال‬:‫ قال له‬،‫ولما بعث النبي معاذ بن جبل إلى اليمن قاضيا‬
‫ فضرب رسول هللا صلى‬:‫ قال معاذ‬،‫ أجتهد رأيي وال آلو‬:‫ فإن لم تجد؟ قال‬:‫ قال‬،‫ فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫لم تجد ؟ قال‬
‫ الحمد هلل الذي وفق رسول رسول هللا لما يرضي رسول هللا‬:‫هللا عليه وسلم في صدري وقال‬
Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai hakim Nabi
bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum? Muadz menjawab:
Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak kamu temukan dalam
Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya: Kalau tidak kamu
temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan
melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul dadaku dan bersabda: Segala puji
bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada utusannya Rasulullah karena Nabi
menyukai sikap Muadz. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
2014
6
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hukum ijtihad adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi syarat untuk
melakukannya. Adapun ijtihad adalah proses pengambilan hukum (istinbat al-hukm) yang
harus dilakukan dengan hati-hati oleh ahli di bidangnya.
Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis yang tidak terdapat hukum
yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah yang pasti tidak berada dalam
domain ijtihad seperti wajibnya shalat dan jumlah rakaatnya. Dan perkara yang diharamkan
yang sudah tetap berdasarkan dalil yang pasti seperti haramnya riba dan membunuh tanpa
hak.
Sebagaimana diakui oleh Nabi dalam hadits Mua'ad bin Jabal di atas, bahwa ada
kemungkinan Quran dan hadits tidak menyebut secara langsung sejumlah kasus hukum dan
solusinya. Dalam konteks ini maka pintu ijtihad terbuka bagi mereka yang memiliki
pemahaman ilmu agama yang diperlukan. Tujuannya: untuk memberi solusi hukum bagi
masyarakat Islam di setiap zaman dan generasi yang berbeda.
Para ulama sepakat bahwa ijtihad boleh dilakukan oleh ahlinya yang memenuhi
persyaratan keilmuan seorang mujtahid. Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid
yang tersebut dalam kitab-kitab ushul adalah sebagai berikut:
1. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
2. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yang sering disebut ayat
ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.
3. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum .
4. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan) ulama dan yang
masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar tidak
mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak pada hukum
yang bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi.
5. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari pendapat. Dari qiyas
muncul produk hukum. Orang yang tidak mengetahui qiyas tidak memungkinkan melakukan
pengambilan hukum (instinbt al-hukmi).
6. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga dapat
membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus merujuk pada bahasa,
seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks faktual (dzahirul kalam), ringkasan (mujmal)
dan detail, umum dan khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan).
7. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran maupun hadits sehingg
tidak membuat produk hukum berdasar pada nash (teks) yang sudah dimansukh.
8. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan kelemahannya.
Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau maudhu', yang maqbul (diterima) dari yang
mardud (tertolak).
2014
7
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan hukum yang dihasilkan
dari pembelajaran dan pendalaman dalam masalah dan studi hukum syariah.
10. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah melakukan dosa
besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
Syarat-syarat keilmuan di atas tidak harus dikuasai secara sangat mendalam. Yang
terpenting adalah memiliki pemahaman yang baik (tingkat menengah) pada ilmu-ilmu di
atas. Sebagian ulama juga mensyaratkan penguasaan pada ilmu mantiq dan ilmu kalam.
Namun, sebagian besar ulama tidak mensyaratkannya. Seorang ulama yang ahli di bidang
hukum fiqih (syariah) memiliki beberapa cara untuk mengeluarkan dan menyebarkan hasil
ijtihadnya sebagai berikut:
1. Fatwa. Menerbitkan fatwa sudah menjadi tradisi yang dilakukan sejak zaman Sahabat.
Yang paling terkenal seperti Muadz bin Jabal, Umar bin Khatab, Zaid bin Tsabit. Pada saat
ini, pemberian fatwa dilakukan dengan beberapa cara mulai dari peneribitan majalah dan
internet yang kemudian dibukukan.
2. Studi kajian dan pembahasan mendalam pada tingkat master atau doktoral di universitas.
Seperti Kitabuz Zakah karya Yusuf Qardhawi yang merupakan disertasi doktoralnya dari AlAzhar.
3. Kodifikasi hukum untuk bidang-bidang tertentu. Ini biasa dilakukan oleh para ahli hukum
fiqih yang juga menjadi pejabat pengadilan agama di negara masing-masing. Di Indonesia
contohnya seperti UU Perkawinan No 01 tahun 1974 dan KHI atau Kodifikasi Hukum Islam.
2014
8
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kesimpulan
Mempelajari agama Islam membutuhkan sebuah proses yang panjang dan
berkelanjutan sebab ilmu dalam agama Islam sangat luas. Selain itu, mempelajari Islam
harus secara utuh dan menyeluruh, sehingga tak menghasilkan pemahaman sempit atas
realitas yang berkembang di masyarakat. Dengan berpedoman kepada Islam, seorang
muslim mendapatkan pelajaran bahwa kandungan Islam adalah kebahagiaan, keadilan,
kesejahteraan dan lainnya yang meliputi segala dimensi kehidupan baik sosial, ekonomi,
politik, budaya dan lainnya. Itu mengapa Islam adalah agama misi dari Allah, diturunkan
melalui Muhammad dan mudah dikembangkan ke seluruh penjuru dunia sehingga
pengikutnya terus bertambah.
Islam mengajak kepada umatnya agar mempelajarinya sehingga setiap muslim
merasakan bahwa hidup ini memiliki beragam varian kesulitan, yang dapat dipecahkan
dengan berpedoman kepada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad ulama. Islam juga mengajak setiap
muslim untuk tidak mudah menyerah, sebab mentalitas para pejuang Islam sejak generasi
Rasulullah SAW, sahabat dan generasi penerusnya adalah mentalitas pemenang dan
pemimpin. Jaminan itu ditegaskan Allah SWT bahwa kepemimpinan bumi dan dunia ini akan
diberikan kepada hambanya yang saleh.
2014
9
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978.
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Maarif Bandung, 1989
Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta, 1995
H. Djarnawi Hadikukusam, “Ijtihad”, dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif
Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta, 1985
Prof Ali, Mohammad Daud, SH : Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
Miftah Faridl, As-Sunnah Sumber Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 2001
http://www.alkhoirot.net/2012/07/ijtihad-dalam-islam.html
http://baihaqi-annizar.blogspot.co.id/2014/11/sumber-ajaran-islam.html
2014
10
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB
Inggar Saputra, S.Pd
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download