MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB SUMBER AJARAN ISLAM Fakultas Program Studi Ilmu Komputer Sistem Informatika Tatap Muka 03 Kode MK Disusun Oleh 90004 Inggar Saputra, S.Pd Abstract Kompetensi Sumber ajaram Islam harus dipahami Memahami sumber ajaran Islam dengan dengan baik. baik dan benar. Pendahuluan Latar Belakang Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman ke Islaman seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan ke Islaman yang bersangkutan. Untuk itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa ajaran Islam ini adalah ajaran yang paling sempurna, karena memang semuanya ada dalam Islam, mulai dari urusan yang paling kecil sampai urusan negara, Islam telah memberikan petunjuk di dalamnya. Allah SWT berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) Bukti kesempurnaan Islam itu tercermin dari ajaran dan tuntunan kehidupan yang komprehensif dan bersumber dari kebenaran wahyu. Agama Islam memiliki aturan-aturan sebagai tuntunan hidup manusia, baik dalam hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) maupun hubungan dengan manusia yang lainnya (hablu minannas). Tuntunan itu digariskan sebagai sebuah jalan keselamatan yang berdiri kokoh atas dasar ajaran yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. 2014 2 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sumber Ajaran Islam A. Tiga Sumber Ajaran Islam Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau syariat Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah. Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi) dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam, setelah Alquran dan hadist. Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia. Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran Islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran Islam sekunder (ijtihad). 2014 3 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sumber ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al-Quran, Hadits (As-Sunnah), dan Ijtihad. Ajaran yang tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam. Sumber ajaran Islam AlQuran dan Hadits langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah. 1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”. (QS. 75:17-18) Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat), dan budi pekerti (akhlak). Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya. “Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (QS. 10:37). Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para sahabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar. Kemudian masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran sekarang disebut Mushaf Utsmani. 2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat. Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw. “Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. 59:7). “Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni). Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang 2014 4 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam. Kodifikasi Hadits dilakukan masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M), disempurnakan sistematikanya masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya AlMutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah. Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Ditinjau dari segi bahasa terdapat perbedaan arti antara kata “Sunnah” dengan “Hadis”. Sunnah berarti tata cara, tradisi, atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti, ucapan atau pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula jalan hidup yang dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau buruk, terpuji atau tercela. Jumhur Ulama mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, tetapi ada sebagian lainya yang membedakannya. Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang dibiasakan atau lebih banyak dikerjakan dari pada ditinggalkan. Sebaliknya, Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, namun jarang dikerjakan. Selanjutnya Khabar adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang berasal dari sahabat, dan Atsar berasal dari tabi’in. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi : 1) Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya (Al-Qur’an dan Al-Hadits) menjadi sumber hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan keimanan kemudian dikuatkan oleh sunnah Rasul. 2) Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan haji, semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya. 3) Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish al-‘amm). Misalnya, Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah “diharamkan bagimu (memekan) bangkai, darah dan daging babi...”[10], kemudian sunnah memberikan pengecualian “dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua macam 2014 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi). 4) Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh tujuh kali, salah satu dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, salah satunya menyucikan dicampur dengan tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).[11] 3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid. Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Secara etimologis (istilah bahasa) ijtihad berarti mengerahkan energi untuk menyatakan suatu perkara tertentu baik itu bersifat materi atau maknawi. Secara istilah fiqih Islam ijtihad adalah mengerahkan upaya serius untuk melakukana pengambilan hukum syariah dari dalil-dalil syariah. Dapat pula ijtihad dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk hukum syariah baik yang aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang sudah tetap seperti Al Quran, hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain. فإن: قال، أقضي بكتاب هللا تعالى: (كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟) قال: قال له،ولما بعث النبي معاذ بن جبل إلى اليمن قاضيا فضرب رسول هللا صلى: قال معاذ، أجتهد رأيي وال آلو: فإن لم تجد؟ قال: قال، فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:لم تجد ؟ قال الحمد هلل الذي وفق رسول رسول هللا لما يرضي رسول هللا:هللا عليه وسلم في صدري وقال Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai hakim Nabi bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum? Muadz menjawab: Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak kamu temukan dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya: Kalau tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul dadaku dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada utusannya Rasulullah karena Nabi menyukai sikap Muadz. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi) 2014 6 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hukum ijtihad adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi syarat untuk melakukannya. Adapun ijtihad adalah proses pengambilan hukum (istinbat al-hukm) yang harus dilakukan dengan hati-hati oleh ahli di bidangnya. Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis yang tidak terdapat hukum yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah yang pasti tidak berada dalam domain ijtihad seperti wajibnya shalat dan jumlah rakaatnya. Dan perkara yang diharamkan yang sudah tetap berdasarkan dalil yang pasti seperti haramnya riba dan membunuh tanpa hak. Sebagaimana diakui oleh Nabi dalam hadits Mua'ad bin Jabal di atas, bahwa ada kemungkinan Quran dan hadits tidak menyebut secara langsung sejumlah kasus hukum dan solusinya. Dalam konteks ini maka pintu ijtihad terbuka bagi mereka yang memiliki pemahaman ilmu agama yang diperlukan. Tujuannya: untuk memberi solusi hukum bagi masyarakat Islam di setiap zaman dan generasi yang berbeda. Para ulama sepakat bahwa ijtihad boleh dilakukan oleh ahlinya yang memenuhi persyaratan keilmuan seorang mujtahid. Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang tersebut dalam kitab-kitab ushul adalah sebagai berikut: 1. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh). 2. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yang sering disebut ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat. 3. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum . 4. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan) ulama dan yang masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak pada hukum yang bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi. 5. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari pendapat. Dari qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak mengetahui qiyas tidak memungkinkan melakukan pengambilan hukum (instinbt al-hukmi). 6. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga dapat membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus merujuk pada bahasa, seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks faktual (dzahirul kalam), ringkasan (mujmal) dan detail, umum dan khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan). 7. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran maupun hadits sehingg tidak membuat produk hukum berdasar pada nash (teks) yang sudah dimansukh. 8. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan kelemahannya. Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau maudhu', yang maqbul (diterima) dari yang mardud (tertolak). 2014 7 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 9. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan hukum yang dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam masalah dan studi hukum syariah. 10. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil. Syarat-syarat keilmuan di atas tidak harus dikuasai secara sangat mendalam. Yang terpenting adalah memiliki pemahaman yang baik (tingkat menengah) pada ilmu-ilmu di atas. Sebagian ulama juga mensyaratkan penguasaan pada ilmu mantiq dan ilmu kalam. Namun, sebagian besar ulama tidak mensyaratkannya. Seorang ulama yang ahli di bidang hukum fiqih (syariah) memiliki beberapa cara untuk mengeluarkan dan menyebarkan hasil ijtihadnya sebagai berikut: 1. Fatwa. Menerbitkan fatwa sudah menjadi tradisi yang dilakukan sejak zaman Sahabat. Yang paling terkenal seperti Muadz bin Jabal, Umar bin Khatab, Zaid bin Tsabit. Pada saat ini, pemberian fatwa dilakukan dengan beberapa cara mulai dari peneribitan majalah dan internet yang kemudian dibukukan. 2. Studi kajian dan pembahasan mendalam pada tingkat master atau doktoral di universitas. Seperti Kitabuz Zakah karya Yusuf Qardhawi yang merupakan disertasi doktoralnya dari AlAzhar. 3. Kodifikasi hukum untuk bidang-bidang tertentu. Ini biasa dilakukan oleh para ahli hukum fiqih yang juga menjadi pejabat pengadilan agama di negara masing-masing. Di Indonesia contohnya seperti UU Perkawinan No 01 tahun 1974 dan KHI atau Kodifikasi Hukum Islam. 2014 8 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kesimpulan Mempelajari agama Islam membutuhkan sebuah proses yang panjang dan berkelanjutan sebab ilmu dalam agama Islam sangat luas. Selain itu, mempelajari Islam harus secara utuh dan menyeluruh, sehingga tak menghasilkan pemahaman sempit atas realitas yang berkembang di masyarakat. Dengan berpedoman kepada Islam, seorang muslim mendapatkan pelajaran bahwa kandungan Islam adalah kebahagiaan, keadilan, kesejahteraan dan lainnya yang meliputi segala dimensi kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Itu mengapa Islam adalah agama misi dari Allah, diturunkan melalui Muhammad dan mudah dikembangkan ke seluruh penjuru dunia sehingga pengikutnya terus bertambah. Islam mengajak kepada umatnya agar mempelajarinya sehingga setiap muslim merasakan bahwa hidup ini memiliki beragam varian kesulitan, yang dapat dipecahkan dengan berpedoman kepada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad ulama. Islam juga mengajak setiap muslim untuk tidak mudah menyerah, sebab mentalitas para pejuang Islam sejak generasi Rasulullah SAW, sahabat dan generasi penerusnya adalah mentalitas pemenang dan pemimpin. Jaminan itu ditegaskan Allah SWT bahwa kepemimpinan bumi dan dunia ini akan diberikan kepada hambanya yang saleh. 2014 9 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung, 1978. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Maarif Bandung, 1989 Zainab Al-Ghazali, Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta, 1995 H. Djarnawi Hadikukusam, “Ijtihad”, dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta, 1985 Prof Ali, Mohammad Daud, SH : Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Miftah Faridl, As-Sunnah Sumber Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 2001 http://www.alkhoirot.net/2012/07/ijtihad-dalam-islam.html http://baihaqi-annizar.blogspot.co.id/2014/11/sumber-ajaran-islam.html 2014 10 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMB Inggar Saputra, S.Pd PusatBahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id