MODUL PERKULIAHAN Agama Islam Sumber Ajaran Islam Fakultas Program Studi FIKOM Teknik Arsitektur Tatap Muka 02 Abstract Kode MK Disusun Oleh MKCU ASRORI, MA Kompetensi Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam ini benar-benar merupakan kebenaran sumber-sumber ajaran Islam sejati sebagai pedoman hidup (way of Mampu menjelaskan Mampu menguraikan Al- life) manusia. Melalui Al-Quranlah Quran, As-Sunnah, dan Allah SWT menyatakan kehendak- Ijtihad sebagai sumber Nya. ajaran Islam Mengikuti tuntunan dan tuntutan Al-Quran berarti mengikuti Memahami komitmen umat kehendak-Nya. Itulah sebabnya Islam yang seharusnya Allah yang menjamin terhadap sumber ajaran sendiri keaslian Al-Quran sejak Islam pertamakali diturunkan. Mampu menjelaskan fungsi sumber ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat. 2015 2 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pembahasan A. Alqur’an 1. Pengertian Al-Qur’an Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Secara harfiyah, Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (17) apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu (18) (Al-Qiyamah, 75: 17-18) Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya. Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, 1 tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam (Yunus, 10:37) Al-Quran tersusun dalam 114 surat dengan 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Al-Quran diturunkan Allah dalam dua periode: a. Periode Makkah, yakni selama 12 tahun 13 hari. Ayat-ayatnya disebut Ayat Makiyah. Ayat pertama turun adalah Q.S. Al-’Alaq:1-5, ketika Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 M yang dikenal sebagai “Malam Qadar” (Lailatul Qadr).Ayat-ayat yang turun di Makkah disebut “Ayat-Ayat Makiyah” dengan ciri khas: 1. ayatnya pendek-pendek 2. ditujukan kepada umat manusia (diawali kalimat “Ya Ayuhan Naas”, Wahai Manusia), dan 3. berisi hal-hal yang berhubungan dengan tauhid, keimanan, ancaman dan pahala, serta sejarah bangsa-bangsa terdahulu. 1 Maksudnya Al Quran itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Quran itu 2015 3 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id b. Periode Madinah, ayat-ayatnya disebut Ayat Madaniyah. Di Madinah pula ayat terakhir turun, yakni Q.S. 5:3, ketika Nabi Saw tengah menunaikan ibadah haji Wada di Arafah (9 Dzulhijjah 10 H/Maret 632 M). Ayat-ayat yang turun di Madinah disebut “Ayat-Ayat Madaniyah”, dengan ciri khas: 1. umumnya panjang-panjang, 2.ditujukan kepada kaum beriman (diawali dengan “Ya Ayuhal Ladzina Amanu”, Wahai Orang-Orang Beriman), dan 3. berisi ajaran tentang hukum-hukum, kemasyarakatan, kenegaraan, perang, hukum internasional, serta hukum antar-agama dan lain-lain. Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushhaf Utsmany. Al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam ini benar-benar merupakan kebenaran sejati sebagai pedoman hidup (way of life) manusia. Melalui Al-Quranlah Allah SWT menyatakan kehendak-Nya. Mengikuti tuntunan dan tuntutan Al-Quran berarti mengikuti kehendak-Nya. Itulah sebabnya Allah sendiri yang menjamin keaslian Al-Quran sejak pertamakali diturunkan. Makanya, hingga kini apa yang ada dalam Al-Quran, itu pula yang diterima dan dicatat para sahabat Nabi Saw. Hingga kini isinya masih dalam teks asli, tanpa sedikit pun perubahan, baik dalam jumlah surat, ayat, bahkan huruf. Tidak tercampur di dalamnya ucapan Nabi Muhammad Saw atau perkataan para sahabat. Allah berfirman: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya2(Al-Hijr, 15:9) Salah satu indikasi keaslian al-Quran adalah tidak adanya “Quran tandingan” karena manusia yang paling cerdas sekaligus paling membenci al-Quran pun tidak akan sanggup membuatnya. Allah SWT sendiri menantangnya. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah3 satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (23) Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orangorang kafir (24) (Al-Baqarah, 2: 23-24) 2 Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya. Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad s.a.w. 3 2015 4 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain” (Al-Isra, 17: 88) 2. Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain: a. Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaan Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya b. Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid c. Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari d. Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran. 3. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut: a. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam. b. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih. c. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf. 4. Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni: a. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji b. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut: Munakahat (hukum pernikahan). faraidh (hukum waris). jinayat (pidana). Al-Ahwal al-Syakhshiyyah (hukum perdata) 2015 5 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hudud (hukuman). Hukum jual-beli Hukum tata Negara/kepemerintahan Murafa’at (hukum acara). dll B. Al-Sunnah As-Sunnah disebut juga Al-Hadits. Secara harfiyah (etimologis), Sunnah berarti adatistiadat (traditions). Secara maknawi (terminologis), Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat. Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (Al-Nisa, 4: 65) Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya (Al-Hasyr, 59: 7) سنَّةَ نَبِيِ ِه َّ َاب َّ َضلُّوا َما ت َ َم ُ اَّللِ َو َ س ْكت ُ ْم بِ ِه َما ِكت ِ ت ََر ْكتُ فِي ُك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت “Kutinggalkan untuk kaliam dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang kepada keduanya, yakni Kitabullah (Quran) dan Sunnah RasulNya”. Sunnah merupakan “juru tafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam. Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, ia melarang para sahabatnya menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak bercampurbaur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat. Kodifikasi Hadits Rasulullah dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M), lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 2015 6 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id M). Para ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan kitabnya Al-Mutwatht, Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits. Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits. Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih al-Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya. Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa’i yang menuangkan koleksi haditsnya dalam Kitab Nasa’i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu’bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni. Sebagai gambaran umum hadits mempunyai tiga unsur pokok yaitu sanad, matan dan rawi. Sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Matan adalah isi dari hadits. Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits (mengeluarkan / mentakhrij). Hadits dilihat dari segi tingkatan sanad: Mutawatir: hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang dan tak terhitung jumlahnya. Masyhur: hadits yang diriwayatkan lebih dari 2 orang. Ahad: hadits yang diriwayatkan oleh seorang. Hadits Ahad ada 3 yaitu: a) Hadits Shahih: sanadnya bersambung-sambung diriwayatkan oleh orang yang adil dan kokoh ingatannya juga tidak terdapat keganjilan dan cacat yang memburukkannya. b) Hadits Hasan: sanadnya bersambung-sambung diriwayatkan oleh orang yang tidak mempunyai derajat kepercayaan yang sempurna c) Hadits Dla’if adalah yang tidak terdapat syarat-syarat shahih dan syarat-syarat hasan. d) Fungsi dan Kedudukan Hadits Jumhur ulama mengatakan bahwa Al-hadits menempati urutan kedua setelah Al-Quran untuk hal ini Al Suyuti dan Al Qosim mengungkapkan pendapat diantaranya adalah sebagai berikut: Al-Quran bersifat qath’i al wurud sedangkan al-hadits bersifat zhanni al-wurud karena itu yang qath’i harus didahulukan dari yang zhanni. Al-hadits berfungsi sebagai penjabaran Al-Quran ini harus diartikan bahwa yang menjelaskan kedudukannya setngkat dibawah yang dijelaskan. Ada beberapa hadits 2015 7 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id urutan dan kedudukan hadits setelah Al-Quran. Diantaranya dialog Rasulullah dengan Mu’adz bin Jabbal yang akan diutus kenegeri Yaman sebagai qadli dalam hal penetapan hokum. Saat itu Mu’adz menjawab bahwa dia akan menetapkan hokum berlandaskan urutan Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijtihad. Hadits digunakan apabila tidak ditemukan ketetapan hukum dalam al-Quran. Sedangkan ijtihd digunakan apabila tidak ditemukan ketetapan hukum dalan hadits. Al-Quran sebagai wahyu sang pencipta sedangkan hadits berasal dari hamba dan utusan. Maka selayaknya bahwa yang berasal dari sang pencipta lebih tinggi kedudukannya daripada yang berasal dari utusan. Terlepas dari berbagai alas an atau dalil yang menunjukan bahwa kedudukan hadits menempati kedudukan kedua setelah Al-Quran dalam tertib sumder hukum islam yang menjelaskan didalam AlQuran banyak ayat yang tidak dapat dijelaskan jika tidak ada penjelasan yang dapat mengungkapkan makna yang dimaksud oleh ayat tersebut. Dan yang bias menjelaskan itu adalah Rasulullah.. Oleh karena itu para sahabat sering pergi menemui Rasululla untuk meminta keterangan dan penjelasan yang diperlukan untuk memahami Al-quran yang bersifat kulli ( menyeluruh ). Menurut T.M. Hasybi Al-Shiddiqi sebagaimana dikutip oleh Endang Soetari Ad(1994 :111-128), dan Mundzir supratman (1996:49-56), dan Fathurahman (1974:65) fungsi hadits terhadap Al-Quran itu sebagai penjelas (al-bayan). Mereka kemudian membagi al- baying dalam beberapa ketegori yang sesuai dan mengikuti kategori yang telah diajukan ulama salaf. Faturahman (1974:65-69) “tampaknya” menyimpulkan penjelasan serta ketgorisasi al-bayan dalam tiga hal: pertama hadits bersfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan AlQuran fungsi ini mengaju pada bayan al-taqrir dan bayan al-ta’kid. Controhnya ada kewajiban berpuasa jika melihat bualn (QS. Al-Baqarah (2): 185) lalu dikuatkan hadits yang mengatakan bahwa nabi Muhammad SAW bersabda “berpuasalah jika kamu melihat bulan dan berbukalah jika melihan bulan lagi”. Kedua, hadits berfungsi merinci dan menginterprestasi ayat-ayat Al-Quran yang global serta memberikan persyaratan terhadap ayat –ayat yang mutlak. Di samping itu ia pun juga berfungsi mengkhususkan terhadap ayat – ayat uyang bersifat umum (‘am) Tiga, hadits berfungsi menetapkan aturan atau hukum yang tidak ada dalam Al-quran. Undang undang dan peraturan- peraturan manusia secara garis besar di tetapkan dalam Al-quran. Meskipun demikian Rasulullah SAW pernah menetapkan hukum yang belum pernah ada ketetapannya secara eksplisif dalam Al-quran. Penetapan hukum yang toidak di singgung dalam Al-quran contoh nya dalam menetapkan tidak dibolehkan nya memadu antara bibi dan keponakan. 2015 8 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Empat Al-Hadits menjelaskan naskh. Misalnya, ayat tentang tidak ada wasiat bagi pewaris menghapus ayat tentang anjuran memberi wasiat kepada kedua orang tua dan kerabat. Lima Al-Hadits menjelaskan hukum tambahan. َّ الزانِيَةُ َو َّ hukuman zina bagi pezina ghairu Misalnya, ayat َالزانِي فَاجْ ِلد ُوا ُك َّل َواحِ ٍد مِ ْن ُه َما مِ ئَة mukhshan dan rajam adalah bagi pezina mukhshan C. Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder 1. Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat. 2. Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua. 3. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian. 4. Mashalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat. 5. Sadd al-Dzari’ah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan 2015 9 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan. 6. Istishhab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu. 7. ‘Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli. 2015 10 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Daftar Pustaka 1. Anwar C. 2000.Islam dan Tantangan Kemanusiaan Abad XXI. Pustaka Pelajar. Yogyakarta 2. Departemen Agama RI. 1971. Al Quran dan Terjemahnya. Depertemen Agama. Jakarta 3. Harun, Nasution. 1995. Islam Rasional. Mizan. Bandung 4. Rasjid S. 2000. Fiqih Islam. Sinar Baru Agresindo. Bandung 5. Shihab, M.Q. 1997. Mukjizat Al-Quran. Mizan. Bandung 6. Turner H,R. 2004. Sains Islam yang Mengagumkan. Nuansa. Bandung. 2015 11 Nama Mata Kuliah dari Modul Pendidikan Agama Islam oleh Asrori, MA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id