Anmal : Bagaimana tatalaksana awal nyeri di pangggul kiri dan paha kiri atas pada kasus ini? Analgesia diperlukan untuk trauma sendi atau fraktur, walaupun pemberiannya tergantung keadaan klinis pasien. Pemasangan bidai yang tepat akan mengurangi rasa nyeri/ tidak nyaman dengan menghambat gerak yang terjadi di daerah fraktur. Pemberian narkotik akan mengurangi rasa nyeri dan harus diberikan dalam dosis rendah secara IV dan diulang sesuai kebutuhan. Sedatif dan muscle relaxants kalaupun perlu, misalnya untuk reduksi dislokasi, harus diberikan secara hati-hati. Blok syaraf regional mempunyai peran dalam mengurangi rasa nyeri.Pemberian analgetika, muscle relaxants, atau sedative dapat mengakibatkan henti nafas.Dengan demikian peralatan resusitasi yang memadai harus tersedia. Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi. Pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan di bawah fraktur. Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint menarik bagian distal dari pergelangan kaki atau melalui kulit. Di proksimal traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling sederhana dalam membidai tungkai yang trauma adalah dengan tungkai sebelahnya. Gambar. Traction splint pada fraktur femur. Pada fraktur pelvis, teknik simple dapat dilakukan untuk menstabilisasi pelvis sebelum mentransfer pasien. Traksi longitudinal dilekatkan di kulit atau menembus tulang. Karena cidera ini merotasi pelvis ke eksterna, rotasi interna dari tungkai bawah akan mereduksi volume pelvis. Prosedur demikian dapat diterapkan untuk dapat menyangga pelvis. Sehelai kain, pelvic binder atau alat lainnya dapat dipasang pada pasien untuk memberikan stabilitas tambahan pada fraktur pelvis yang tidak stabil pada level trochanter mayor femur. Metode sementara ini cocok untuk mendapatkan stabilisasi pelvis secara cepat.Binder hanya untuk sementara dan harus dipasang dengan hati-hati karena apabila terlalu ketat dapat melukai kulit dan menyebabkan ulserasi pada tonjolan tulang. Oleh karena itu, pasien yang dipasang pelvic binder harus dimonitor secara ketat. Pemakaian pelvic c-clamp memiliki keuntungan biomekanis peningkatan stabilisasi dan langsung pada ring pelvic posterior bila dibandingkan dengan fiksasi eksternal, menciptakan dasar terhadap tampon pelvis yang efektif. Gambar : Pelvic Binder pada fraktur pelvis. Gambar. C-clamp pada fraktur pelvis. Dalam strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya berat dalam patah tulang digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari WHO. Pada nyeri akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid kuat. Dosis pemberian morfin adalah 0.05 – 0.1mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit secara titrasi sampai mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana pada tahun terakhir ini Ketamine juga dapatdipergunakan sebagai agen analgesia pada dosis rendah (0.5 – 1 mg/kg). Obat ini juga harus ditritasi untuk mencapai respon optimal agar tidak menimbulkan efek anastesi. Efek menguntungkan dari ketamine adalah ketamine tidak menimbulkan depresi pernafasan, hipotensi, dan menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine adalah dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5 – 2 mg midazolam intravena). Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan tunggal maupun kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya digunakan adalah femoral nerve block. Sumber : Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg Med 2005;22:660– 663 Mangku G, Senapathi T.G.A. eds Wiryana I.M.W, Sinardja K, Sujana I.B.G, Budiarta I.G. Penatalaksanaan Nyeri. Dalam : Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta Barat : Indeks. 2010