Penyakit Non Infeksius TRAUMA (Fraktura, Luka, haemoraghi, Reticulo traumatica) drh. Delli Lefiana, M.Si Program Studi Paramedik Veteriner Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Defenisi Trauma → Dalam istilah medis merupakan keadaan cidera fisik yang menyebabkan luka . Penyebabnya : Trauma benda tumpul Trauma benda tajam Suhu Kimia Arus listrik Ledakan 1. Fraktura gangguan kontinuitas tulang dengan atau tanpa perubahan letak fragmen tulang yang mengakibatkan tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya atau keseimbangannya tanda klinis → kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit Fraktur tertutup, apabila ujung tulang yang patah masih tertutup oleh otot dan kulit, tidak ada hubungan dengan udara luar. Fraktur terbuka yaitu apabila ujung tulang yang patah berhubungan dengan udara luar, di sini kulit terbuka sehingga ujung tulang yang patah tampak dari luar Macam-Macam fraktur fraktur transversal, arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang tulang. Apabila dilakukan reposisi atau reduksi, fragmen tulang tersebut mempunyai kedudukan yang cukup stabil sehingga mempunyai pengaruh yang baik untuk kesembuhan. Kemudian fraktur oblique (miring), fraktur dengan arah patahan miring membentuk sudut melintasi tulang yang bersangkutan, fraktur spiral, jika arah patahannya bentuk spiral disertai terpilinnya ekstremitas. Fraktur impaktive, adalah fraktur dimana salah satu ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive, fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal, fraktur pada titik pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid, fraktur dimana bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain Diagnosis Anamnesis, inspeksi, pergerakan, pengukuran, palpasi dan pemeriksaan foto rontgent. Inspeksi anggota gerak, apakah ada kepincangan, pembengkakan, kekakuan gerak, perubahan warna, kebiruan, pucat dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan bagian kaki yang sehat dengan yang sakit, apakah terlihat simetris. Palpasi dilakukan dengan cara yang hati – hati untuk mengetahui adanya krepitasi, oedema, dan rasa sakit. Prinsip penanganan fraktur : Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang secara sempurna, dengan cara: · Mempertahankan reduksi dan imobilisasi · Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan · Memantau status neorovaskular · Mengontrol kecemasan dan nyeri · Latihan isometrik dan setting otot · Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari · Kembali ke aktivitas secara bertahap Rontgen os fraktur os femur Pemasangan gips Pemasangan pin dan stabilization Tujuan pemasangan gips Imobilisasi kasus dislokasi sendi Fiksasi fraktur yang telah di reduksi Koreksi cacat tulang Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi koreksi deformita URUTKAN !!!!!! 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Luka Vulnus Laceratum (Laserasi) robek pada kulit Vulnus Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) Vulnus Insivum (Luka Sayat) Vulnus Schlopetorum luka yang dalam akibat terkena peluru Vulnus Punctum (Luka Tusuk) Vulnus Morsum (Luka Gigitan) Vulnus Amputatum Vulnus Contussum (Luka Kontusiopin) luka akibat pecahnya pembuluh darah Vulnus Perforatum luka tembus Vulnus Combustion (Luka Bakar) Penanganan Luka Menghentikan perdarahan Mencegah infeksi Menutup luka (tergantung luka) 3. Haemoraghi Kondisi dimana keluarnya darah dari vaskula akibat kerusakan dinding vaskula Faktor penyebab haemoragi : trauma, agen infeksi (anthrak), toksik (keracunan arsen), atherosklerosis Pengaruh lokal dari haemoragi adalah memar 4. Reticulo traumatica Retikulo peritonitis traumatika (RPT) adalah radang retikulum dan peritoneum pada sapi, yang berlangsung secara akut karena tertusuknya retikulum oleh benda asing yang secara tidak sengaja ikut termakan 80% penderita dapat sembuh dengan atau tanpa pengobatan, sedang selebihnya berakhir dengan kematian bentuk retikulum seperti sarang lebah maka dengan mudah retikulum menahan benda asing tersebut untuk kemudian tertahan disana. Perforasi atau penetrasi dinding retikulum memungkinkan kebocoran ingesta dan bakteri yang kemudian mencemari rongga peritonial yang menyebabkan terjadinya peritonitis dan terlokalisir. Benda asing tersebut juga dapat menembus diafragma dan masuk ke rongga dada (pleuritis dan menyebabkan abses) dan kantong pericardial (menyebabkan perikarditis, kadang diikuti miokarditis). Kadang-kadang juga hati, limpa dapat tertembus dan terinfeksi sehingga abses dan septikemia dapat terjadi. Continue… Gejala klinis yang terjadi diawali penetrasi awal retikulum ditandai dengan tiba-tiba mengalami atoni rumenoreticular dan penurunan tajam dalam produksi susu. Output tinja berkurang dan suhu rektal meningkat. Denyut jantung normal atau sedikit meningkat, dan respirasi biasanya dangkal dan cepat. Awalnya sapi menunjukkan punggung melengkung, ekspresi cemas, keengganan untuk bergerak, dan gelisah. Gerakan tiba-tiba dipaksa serta buang air besar, buang air kecil, berbaring, dan melangkah dapat disertai denga mengerang.Tremor Pengobatan retikuloperitonitis traumatika yang khas terlihat awal dalam perjalananya mungkin tindakan bedah atau medis. Tindakan bedah melibatkan rumenoktomy dan jika ada abses harus disedot cairan tersebut. Pengobatan dapat melibatkan antimikroba untuk mengontrol peritonitis dan magnet untuk mencegah kekambuhan. oxytetrasiklin 16 mg/kg IV dan penisillin 22.000 IU/kg IM. Sapi yang terkena harus di istirahatkan selama 1-2 minggu dengan menempatkan badan bidang miring untuk membatasi penetrasi lebih lanjut dari benda asing. Terapi suportif diberikan cairan intravena dan subkutan kalsium boroglukonat sesuai kebutuhan. Pencegahan dilakukan dengan menghindari penggunaan kawat baling dan benda-benda yang ada logam sebagai tempat pakan atau rumput. TERIMA KASIH