Uploaded by User51890

An Real Bartle Terjemah

advertisement
Catatan Selama Kuliah
ANALISIS REAL I DAN II
Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real Analysis karangan
Robert G. Bartle
Drs. Jafar., M.Si
Printed by:
Abu Musa Al Khwarizmi
KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI
UNAAHA
2012
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas
perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan handout ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al
Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya.
Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan
Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis
Real II.
Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat
diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar
untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat
anda kirimkan ke: [email protected]; [email protected]; Atau melalui
facebook: -Yanto Kendari.
Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin
bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya
kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam
memahami ilmu. Amien
Unaaha,
KSA
ii
Januari 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
Bab I PENDAHULUAN ............................................................................................
1.1 Aljabar Himpunan ...................................................................................
1.2 Fungsi ......................................................................................................
1.3 Induksi Matematika .................................................................................
i
ii
iii
2
2
8
15
Bab II BILANGAN REAL ........................................................................................
2.1 Sifat Aljabar R .........................................................................................
2.2 Sifat Urutan dalam R ...............................................................................
2.3 Nilai Mutlak ............................................................................................
2.4 Sifat Kelengkapan R ................................................................................
2.5 Aplikasi Sifat Supremum ........................................................................
22
22
30
40
46
51
Bab III BARISAN BILANGAN REAL .................................................................... 60
3.1 Barisan dan Limit Barisan ....................................................................... 60
3.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 72
3.3 Barisan Monoton ..................................................................................... 82
3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass ......................................... 90
3.5 Kriteria Cauchy ....................................................................................... 97
3.6 Barisan-barisan Divergen Murni ............................................................. 105
Bab IV LIMIT FUNGSI ............................................................................................
4.1 Limit-limit Fungsi ...................................................................................
4.2 Teorema-teorema Limit ...........................................................................
4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit ...................................................
110
110
123
133
Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU ......................................................................
5.1 Fungsi-fungsi Kontinu .............................................................................
5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu ...................................................
5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval .......................................................
5.4 Kekontinuan Seragam .............................................................................
5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers .........................................................
149
150
157
164
174
189
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 201
iii
Aljabar Himpunan
BAB
1
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan
untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas tentang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang matematika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.
1.1. Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan
dengan
x∈A,
untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat
di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
x∉A.
Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu,
setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B memuat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan
A ⊆ B atau B ⊇ A.
Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhimpunan sejati dari B.
Analisis Real I
2
Pendahuluan
1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsurunsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan
B ⊆ A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{xP(x)}
untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca dengan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ x∈SP(x)}
untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.
Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan
menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :
•
Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}
•
Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}
•
Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n  m,n ∈ Z, n≠0}
•
Himpunan semua bilangan real, R.
Contoh-contoh :
(a). Himpunan {x ∈ N x2-3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
memenuhi x2 - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan himpunan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}.
Analisis Real I
3
Aljabar Himpunan
Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂
B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga
di B. Dengan kata lain kita mempunyai
A∩B = {x x∈A dan x∈B}.
(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsurunsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempunyai
A∪B = {x x∈A atau x∈B}.
1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai unsur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.
1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
(a). A∩A = A, A∪A = A;
(b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A;
(c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C);
(d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C);
Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, komutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan.
Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan
cukup ditulis dengan
A∩B ∩C,
Analisis Real I
A∪B∪C.
4
Pendahuluan
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menanggalkan kurung, kita tuliskan dengan
A = A1 ∪A2 ∪ ∪ An = {x x∈Aj untuk suatu j},
B = A1 ∩ A2...∩An = {x x∈Aj untuk semua j}.
Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan
n
A=
UAj
j=1
n
B=
IAj
j=1
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka
U Aj
j∈J
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan
I A j , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
j∈J
semua Aj untuk j∈J.
1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsurunsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis menggunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai
A\B = {x ∈ A x ∉ B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan C(B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(B∪C) = (A\B)∩(A\C),
A\(B∩C) = (A\B) ∪(A\C).
Analisis Real I
5
Aljabar Himpunan
Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di
A\(B∪C) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya.
Bila x di A\(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur
di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak
di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ A\B dan x ∈ A\C, yang menunjukkan
bahwa
x ∈(A\B)∩(A\C).
Sebaliknya, bila x ∈(A\B)∩(A\C), maka x ∈(A\B)dan x ∈ (A\C). Jadi x ∈ A
tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈
A\(B∪C).
Karena himpunan (A\B)∩(A\C) dan A\(B∪C).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A\(B∪C).= (A\B)∩(A\C).
Produk (hasil kali) Cartesius
Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius.
1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk
cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan
b ∈ B.
Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka
A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)}
Latihan 1.1.
1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema
1.1.4.
2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4.
3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d).
4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A.
Analisis Real I
6
Pendahuluan
5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat
satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (A\B) ∪ (B\A). Himpunan D ini sering disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram.
6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh
D = (A∪B)\(A∩B).
7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A\(A\B).
8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan A\B saling asing dan
bahwa A = (A∩B) ∪ (A\B).
9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A\(A\B).
10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukn
n
n
n
j=1
j=1
j=1
j=1
kan bahwa E ∩ U A j = U (E ∩ A j ), E ∪ U A j = U (E ∪ A j )
11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukn
n
n
n
j=1
j=1
j=1
j =1
kan bahwa E ∩ I A j = I (E ∩ A j ), E ∪ I A j = I (E ∪ A j )
12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
n
n
n
n
j=1
j =1
j=1
j=1
E \ I A j = U (E \ A j ), E \ U A j = I (E \ A j ).
Catatan bila E\Aj dituliskan dengan C(Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
n
n
 n 
 n 
C  I A j = U C A j , C U A j = I C A j .
 j =1  j=1
 j=1  j=1
( )
( )
13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa




C  I A j = U C A j , C U A j = I C A j .
 j∈J  j∈J
 j∈J  j∈J
( )
( )
14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa
Analisis Real I
7
Aljabar Himpunan
A×B = (A×B1) ∪ (A×B2).
1.2. Fungsi.
Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau
pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,
walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari
bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak dibandingkan bagian ini.
Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus tertentu, seperti
f(x) = x2 + 3x -5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mungkin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak
h(x) = x
dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi
xdiberikan pula dengan
 x, bila x ≥ 0
x= 
− x, bila x < 0
Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi
yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri dengan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita lakukan dalam dua tahap.
Definisi pertama :
Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang
memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B.
Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase
“aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi
de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Analisis Real I
8
Pendahuluan
De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi;
yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.
1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A
terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari
unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan
D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f:A→B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.
Pembatasan dan Perluasan Fungsi
Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f),
seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan
f1(x) = f(x) untuk semua x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1.
Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai
f1 = { (a,b) ∈ f a ∈ D1}
Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada
himpunan D1.
Analisis Real I
9
Aljabar Himpunan
Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga
g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f
adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f(E) = {f(x) : x ∈ E}.
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhimpunan
f-1(H) dari A, yang diberikan oleh
f-1(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}
Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung
f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 ∈ E sedemikian sehingga
y1 = f(x1). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x2∈A di dalam bayangan invers f1
(H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) di H.
1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x2. Bayangan
langsung himpunan E = {x 0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G
= {y 0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f-1(G) = {x -2 ≤ x ≤ 2}.
Jadi f-1(f(E)) ≠ E.
Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1(G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 ≤ y ≤ 1},
maka kita peroleh f(f-1(H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H.
(b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa
f-1(G∩H) ⊆ f-1(G)∩ f-1(H)
Kenyataannya, bila x ∈ f-1(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal
ini mengakibatkan x ∈ f-1(G) dan x ∈ f-1(H). Karena itu x ∈ f-1(G)∩ f-1(H), bukti selesai. Sebaliknya, f-1(G∩H) ⊇ f-1(G)∩ f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Analisis Real I
10
Pendahuluan
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2,
mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) =
x
. Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
x −1
Maka kita mempunyai
x1
x2
=
x1 − 1 x 2 − 1
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa
x1
x2
=
dan dari sini x1 = x2. Karena
x1 − 1 x 2 − 1
itu f injektif.
1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B,
bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu
untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah
fungsi tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.
Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B),
maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar unsur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
Analisis Real I
11
Aljabar Himpunan
1.2.7. Definisi. Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan
range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A (a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan domain D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan
dengan f-1.
Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1 berelasi dengan f sebagai
berikut : y = f-1(y) jika dan hanya jika y = f(x).
Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) =
x
didefinisikan unx −1
tuk x ∈ A = {x x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau
hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =
dan diperoleh x =
x
x −1
y
. Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f)
y −1
= {y y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ≠ -1} dan f-1(y)
=
y
.
y −1
Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,
fungsi invers dari f-1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal
ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa
range dari f termuat di domain g.
1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhatikan urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x))
untuk x ∈ A.
1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan
g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh
f(x) = 2x,
Analisis Real I
g(x) = 3x2 - 1
12
Pendahuluan
Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi komposisi gof ditentukan oleh
gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
mempunyai fog(x) = 2(3x2 - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof.
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain
dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2 dan y =
diberikan oleh gof(x) =
x , maka fungsi komposisi yang
1 − x 2 didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi
f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka komposisi
fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}.
Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan
petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.10. Teorema. Misalkan f : A → B dan g : B → C fungsi dan H suatu subhimpunan dari C. Maka (fog)-1(H) = g-1 (f-1(H)).
Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi
yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.11. Teorema. Bila f : A → B dan g : B → C keduanya bersifat injektif, maka
komposisi gof juga bersifat injektif.
Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.
1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domainnya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn daripada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri
sering dituliskan dengan (xn  n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai conAnalisis Real I
13
Aljabar Himpunan
toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n  n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X :
N → R dengan X(n) =
n.
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn  n ∈ N) dengan
nilainya
{xn  n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari barisan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari barisan ((-1)n  n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah
{-1,1}, memuat dua unsur dari R.
Latihan 1.2.
1. Misalkan A = B = {x∈R -1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x2 + y2 = 1}
dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ?
2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2, dan E = {x∈R -1 ≤
x ≤ 0} dan F = {x∈R 0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0},
sementara f(E) = f(F) = {y∈R 0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan sejati dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f(E)\f(F) dan tunjukkan bahwa
f(E\F) ≤ f(E)\f(F) salah.
4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E)
∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F)
5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B,
maka f-1(G∪H) = f-1(G) ∪ f-1(H) dan f-1(G ∩ H) ≤ f-1(G) ∩ f-1(H)
6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) =
x
x +1
2
, x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif
dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}..
7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y
0 < y < 1}
Analisis Real I
14
Pendahuluan
8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1(f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1(H)). Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjektif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f)
dan fof-1(y) = y untuk semua y ∈ R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f injektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1..
1.3. Induksi Matematika
Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering
digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu
pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terbatas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua cabang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen
yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika”
dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita membahas prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan
bagaimana proses bukti induksi.
Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan
asli
N = {1,2,3,...}
Analisis Real I
15
Aljabar Himpunan
dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental dari N berikut.
1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mempunyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk
semua k ∈ S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.
1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempunyai sifat
(i).1 ∈ S
(ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ≠ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka
m - 1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)
Analisis Real I
16
Pendahuluan
benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
pernyataan “ n2 = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1,
n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut :
Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa
(a). P(1) benar
(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N.
Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan
pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1)
dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S =
N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N.
Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita tidak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi
“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan
P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6”
juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan
P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk menyimpulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi matematika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.
1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 + 2 + ... + n =
1
2
n (n + 1).
Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga kesamaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipenuhi.
Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 =
1
2
.1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini
akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai
1+2+...+k =
Analisis Real I
1
2
(k+1).
(*)
17
Aljabar Himpunan
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh
1+2+...+k+(k+1) =
=
1
2
1
2
k(k+1) + (k+1)
(k+1) (k+2)
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1
∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈
N.
(b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberikan oleh
12+22+...+n2 =
1
6
n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini
benar untuk n = 1, karena 12 =
1
6
.1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar
untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2 pada kedua ruas, memberikan hasil
12+22+...+k2 + (k+1)2 =
1
6
k(k+1)(2k+1) + (k+1)2
=
1
6
(k+1)(2k2+k+6k+6)
=
1
6
(k+1)(k+2)(2k+3)
Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N.
(c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari an - bn untuk
semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila
sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak - bk, maka kita tuliskan
ak+1 - bk+1 = ak+1 - abk + abk - bk+1
= a(ak - bk) + bk(a - b).
Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(ak-bk). Disamping itu a-b juga faktor dari bk(a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1 - bk+1. Dengan induksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari an - bn untuk semua
n∈N.
Analisis Real I
18
Pendahuluan
(d). Ketaksamaan 2n ≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai
berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsikan bahwa 2k ≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh
2k+1 = 2.2k ≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)!
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈
N.
(e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka
1 − r n +1
1 + r + r + ... + r =
1− r
2
n
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
1 − r2
, jadi formula
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r =
1− r
tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh
k
k+1
1+r+ ... +r + r
1 − r k +1 k+1 1 − r k + 2
=
+r =
1− r
1− r
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn, maka rSn = r+r2+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan kesimpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” berikut.
Analisis Real I
19
Aljabar Himpunan
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2 - n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang sangat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen dengan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekivalensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S,
dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N.
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,
1.
1
1
1
n
+
+...+
=
1.2 2.3
n(n + 1) n + 1
2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 21 n(n+1)]2
3. 12-22+32-...+(-1)n+1n(n+1)/2
4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9
Analisis Real I
20
Pendahuluan
8. Buktikan bahwa n < 2n untuk semua n ∈ N
9. Tentukan suatu formula untuk jumlah
1
1
1
+
+...+
1.3 3.5
(2n − 1)(2n + 1)
dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan
terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”).
10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama
1 + 3 + ... + (2n - 1)
kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.
11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N
sedemikian sehingga untuk suatu n0 ∈ N berlaku (a). n0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n0
dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N n ≥ n0}.
12. Buktikan bahwa 2n < n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11).
13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2n-2 untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11).
14. Untuk bilangan asli yang mana n2 < 2n ? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan
11).
15. Buktikan bahwa
1
1
1
+
+...+
> n untuk semua n ∈ N.
1
2
n
16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k ∈ S untuk semua k
∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N.
17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 =
1
2
(xn+1 + xn) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan
1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N.
Analisis Real I
21
Aljabar Himpunan
BAB
2
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan didasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenalkan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menunjukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih bermanfaat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model untuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita
tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi
pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perkenalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan
pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian
2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan
dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan tentang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat
pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
Analisis Real I
22
Pendahuluan
2.1 Sifat Aljabar R
Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real.
Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini mendasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain
dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real merupakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan
disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”.
Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan
domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut
(a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping
menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional
a+b dan a.b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian.
Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan.
2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi
biner, dituliskan dengan “+” dan “.” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan
dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :
(A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);
(A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);
(A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (eksistensi unsur nol);
(A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0
(eksistensi negatif dari unsur);
(M1). a.b = b.a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);
(M2). (a.b) . c = a . (b.c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);
(M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1.a = a dan a.1 = a untuk
semua a di R (eksistensi unsur satuan);
(M4). untuk setiap a ≠ 0 di R terdapat unsur 1/a di R sehingga a.1/a = 1 dan (1/a).a =
1 (eksistensi balikan);
Analisis Real I
23
Aljabar Himpunan
(D). a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (b+c) . a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c di R (sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan);
Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan memudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.
Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).
2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.
(b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u.b = b, maka u = 1.
Bukti :
(a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksistensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh
(z + a) + (-a) = a + (-a)
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita
peroleh
(z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z;
bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan
a + (-a) = 0.
Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a
dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal.
2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.
(b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a.b = 1, maka b = 1/a.
Bukti :
(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh
(-a) + (a + b) = (-a) + 0.
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;
bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan
Analisis Real I
24
Pendahuluan
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh
bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0
dan a . x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya
tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat
sebarang unsur di R.
2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka :
(a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b;
(b). bila a ≠ 0, persamaan a . x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) . b.
Bukti :
Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh
a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b,
yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk
menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi
dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan
-a, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a) + b.
Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1.
Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.
Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan
penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara keduanya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema
berikut.
2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :
Analisis Real I
25
Aljabar Himpunan
(a). a . 0 = 0
(b). (-1) . a = -a
(c). -(-a) = a
(d). (-1) . (-1) = 1
Bukti :
(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a+a.0=a.1+a.0
= a. (1 + 0) = a . 1 = a.
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh
a + (-1) . a = 1 . a + (-1) . a = 0 . a = 0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) . a = - a.
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a = - (-a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(-1) . (-1) = -(-1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.
2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.
(a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a
(b). Bila a . b = a . c dan a ≠ 0, maka b = c
(c). Bila a . b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar.
Bukti :
(a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a . (1/a) = a . 0 = 0,
kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) . a = 1, Teorema 2.1.3(b) mengakibatkan 1/(1/a) = a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b = a . c dengan 1/a dan menggunakan
sifat asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a) . a) . b = ((1/a) . a) . c.
Analisis Real I
26
Pendahuluan
Jadi 1 . b = 1 . c yang berarti juga b = c
(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?)
Karena a . b = 0 = a . 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b = a . 0
yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0.
Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat
aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan
dan beberapa diberikan dalam latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Secara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a.(1/b).
Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.
Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menuliskan ab untuk a.b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a2 untuk aa, a3 untuk
(a2)a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan an+1 = (an)a. Kita juga menyetujui
penulisan a0 = 1dan a1 = a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai
latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka
am+n = aman
untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila
n∈N, kita tuliskan a-n untuk (1/a)n, bila memang hal ini memudahkan.
Bilangan Rasional dan Irasional
Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan
mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R.
Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali
unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R.
Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan
a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan dengan notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilangan rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal
bagian
Analisis Real I
27
Aljabar Himpunan
ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q.
Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali.
Pada abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras menemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku,
ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini
mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu
konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang
dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (=
hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional.
Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bilang-an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan
gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap
mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n
- 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah
bersifat keduanya.
2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2 = 2
Bukti :
Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilangan bulat p dan q sehingga (p/q)2 = 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mempunyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2 = 2q2, kita peroleh
bahwa p2 genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil,
maka kuadratnya, p2 = 4n2 - 4n + 1 = 2(2n2 - 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teorema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil.
Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ N, dan dari sini 4m2 = 2q2, jadi
2m2 = q2. Akibatnya q2 genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada
paragraf terdahulu.
Analisis Real I
28
Pendahuluan
Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang bersifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8;
(b). 2x + 6 = 3x + 2;
2
(c). x = 2x;
(d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b)
(b). (-a).(-b) = a.b
(-a) = -(1/a) bila a ≠ 0
(d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a).(1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
ada bilangan rasional s, sehingga s2 = 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3.
9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ irasional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
(a). B1(a,b) =
1
2
(a + b)
(c). B3(a,b) = a - b
Analisis Real I
(b). B2(a,b) =
1
2
(ab)
(d). B4(a,b) = 1 + ab
29
Aljabar Himpunan
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila memenuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila
ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
maka am+n = aman dan (am)n = am.n.
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara bersamaan.
2.2. Sifat Urutan Dalam R
Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bilang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita
utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling
sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan menggunakan gagasan “positivitas”.
2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut :
(i). Bila a,b di P, maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a.b di P
(iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a ∈ P,
a = 0,
-a ∈ P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a 
a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.
2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan
kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥
0.
Analisis Real I
30
Pendahuluan
Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R.
(i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a.
(ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a.
Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan
b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya dengan
a≤b≤c
Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan
a≤b<d
dan seterusnya.
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.
2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R.
(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c
(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b
(c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b
Bukti :
(a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b -
c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c.
(b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a
- b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P.
Analisis Real I
31
Aljabar Himpunan
(c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi dengan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol positif.
2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a2 > 0
(b). 1 > 0
(c). Bila n∈N, maka n > 0
Bukti :
(a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka dengan 2.2.1(ii), kita mempunyai a2 = a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1
(ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai
(-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a2 = a2,
jadi a2 ∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a2 > 0.
(b). Karena 1 = (1)2, (a) mengakibatkan 1 > 0.
(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila pernyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P,
menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar.
Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja dengan ketaksamaan.
2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R
(a). bila a > b, maka a + c > b + c
(b). bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb
bila a > b dan c < 0, maka ca < cb
Analisis Real I
32
Pendahuluan
(d). bila a > 0, maka 1/a > 0
bila a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c
(b). Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di
P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d.
(c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu
ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0.
(d). Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a).
Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 =
a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0.
Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang
kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0.
Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa
1
dengan n
n
sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan
bentuk
m
 1
= m   , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif.
 n
n
2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 21 (a + b) < b.
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <
b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai
2a < a + b < 2b
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh
1
2
>
0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan
a=
Analisis Real I
1
2
(2a) <
1
2
(a + b) <
1
2
(2b) = b
33
Aljabar Himpunan
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilangan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 <
1
2
b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjutnya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.
2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0.
Bukti :
Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 <
1
2
1
2
a <a. Sekarang tetapkan ε0 =
a, maka 0 < ε0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < ε untuk setiap ε
positif. Jadi a = 0.
2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b.
Bukti :
Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 21 (a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan
hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, positivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Kenyataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau
sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.
2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka
(i). a > 0 dan b > 0 atau
(ii). a < 0 dan b < 0
Bukti :
Analisis Real I
34
Pendahuluan
Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a
= 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0,
maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya
b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0
Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0.
2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka
(i). a < 0 dan b > 0 atau
(ii). a > 0 dan b < 0
Buktinya sebagai latihan.
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6.
Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2.
Karenanya, A = {x ∈ R  x ≤ 3/2}.
(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x2 + x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
∈ B ⇔ x2 + x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1
> 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mempunyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
Analisis Real I
35
Aljabar Himpunan
< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang tidak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertaksamaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap langkah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari
bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita terima dalam membicarakan contoh-contoh berikut.
(Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a2 < b2 ⇔
a< b
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2 - a2 = (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
Bila a > 0 dan b > 0, maka
a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a )2 dan b =
( b )2, maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan
kan bukti di atas diperoleh a < b ⇔
a dan
b , dan kita guna-
a< b
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0
dan b ≥ 0, maka
a ≤ b ⇔ a2 ≤ b2 ⇔ a ≤
b
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah
dan rata-rata geometrisnya adalah
1
2
(a + b)
ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris
diberikan oleh
ab ≤
1
2
(a + b)
(2)
dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.
Analisis Real I
36
Pendahuluan
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,
maka
a > 0,
b > 0 dan
a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh
bahwa ( a - b )2 > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh
a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
ab <
1
2
(a + b).
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan
ab <
1
2
(a + b). Maka dengan meng-
kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
4ab = (a + b)2 = a2 + 2ab + b2,
yang diikuti oleh
0 = a2 - 2ab + b2 = (a - b)2.
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) mengakibatkan a = b.
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an
adalah
(a1 a2 ... an)1/n ≤
a1 + a2 +...+ an
n
(3)
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.
(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka
(1 + x)n ≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N.
(4)
Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan kesamaan sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsikan bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan
valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n ≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan
bahwa
Analisis Real I
37
Aljabar Himpunan
(1 + x)n+1 = (1 + x)n (1 + x)
≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
≥ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2 ≤ (a12 + ... + an2) (b12 + ... + bn2).
(5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R → R, untuk t∈R
de-ngan
F(t) = (a1 - tb1)2 + ... + (an - tbn)2.
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
F(t) = A - 2Bt + Ct2 ≥ 0,
dengan A,B,C sebagai berikut
A = a12 + ... + an2;
B = a1b1 + ... + anbn;
C = b12 + ... + bn2.
Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin
mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya
∆ = (-2B)2 - 4AC = 4(B2 - AC)
harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah
(5).
Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk
sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu
Analisis Real I
38
Pendahuluan
s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2(b12 +
... +bn2)2. Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, sehingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini mengakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka
[(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 ≤ [a12 + ... + an2]1/2 + [b12 + ... + bn2]1/2
(6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
Karena (aj + bj)2 = aj2 + 2ajbj + bj2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 = A + 2B + C
≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2
Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)
[(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 ≤
A+ C,
yang tidak lain adalah (b).
Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B =
AC , yang mengakibatkan ke-
samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi.
Latihan 2.2
1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
Analisis Real I
39
Aljabar Himpunan
6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2 ≤ ab < b2. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a <
ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2 ≥ n dan dari sini 1/n2 ≤ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2 > 3x + 4;
(c). 1/x < x;
(b). 1 < x2 < 4;
(d). 1/x < x2.
10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε.
(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 21 (a + b))2 ≤
1
2
(a2 + b2) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan
bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.
12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1
(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn ≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c = 1 + x).
14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm > cn jika dan hanya jika m > n.
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa cn ≤ c untuk semua n ∈ N.
16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n.
17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika an < bn.
18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa
n2 ≤ (c1 + c2 + ... + cn)
(
1
c1
+
1
c2
+...+
1
cn
)
19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa
1/ 2
c1 + c2 +...+ cn
≤ c12 + c2 2 +...+ cn 2
≤ c1 + c2 + ... + cn
n
[
]
20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m < c1/n
jika dan hanya jika m > n.
2.3. Nilai Mutlak
Analisis Real I
40
Pendahuluan
Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bilangan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.
2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan dengan
 a , bila a > 0

a =  0 , bila a = 0
− a , bila a < 0

Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa
a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0.
2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0
(b). -a = a, untuk semua a ∈ R.
(c). ab = ab, untuk semua a,b ∈ R.
(d). Bila c ≥ 0, maka a ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c.
(e). - a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ R.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a
= 0, maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a)
= -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a.
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,
maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, sehingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena
ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Sebalik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), sehingga a ≤ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).
Analisis Real I
41
Aljabar Himpunan
Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan.
2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
a+b ≤ a + b
Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh
−( a + b ) ≤ a + b ≤ a + b
Dari sini, kita mempunyai a + b ≤ a + b dengan menggunakan 2.3.2(d).
Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di
antaranya.
2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai
(a). a − b ≤ a − b
(b). a − b ≤ a + b
Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a = a − b + b ≤ a − b + b.
Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a − b ≤ a − b . Secara
sama, dari b = b − a + a ≤ b − a + a dan 2.3.2(b), kita peroleh − a − b = − b − a
≤ a − b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan
2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a).
(b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a − b ≤
a+-b Karena − b = b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b).
Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga untuk sejumlah hingga bilangan real.
2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an ∈ R, kita mempunyai
a1 + a2 +...+ an ≤ a1 + a2 +...+ an
Analisis Real I
42
Pendahuluan
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak
terdahulu dapat digunakan.
2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x + 3 < 6
Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
A = {x ∈ R  -9/2 < x < 3/2}.
(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R  x − 1 < x }.
Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan.
Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita
hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita menjadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ≥ 1 termuat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan
pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan
1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang
ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi
ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini
diperoleh bahwa
B = {x ∈ R x > 1/2}.
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x) =
2x 2 − 3x + 1
2x − 1
untuk 2 ≤ x ≤
3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) ≤ M untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤
3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
f (x) =
Analisis Real I
2x 2 − 3x + 1
2x − 1
43
Aljabar Himpunan
Dari
ketaksamaan
segitiga,
kita
peroleh
2x 2 − 3x + 1
≤ 2 x + 3x +1
2
≤ 2 ⋅ 32 + 3 ⋅ 3 + 1 = 28, karena x ≤ 3 untuk semua x yang kita bicarakan. Juga,
2x − 1 ≥ 2 x − 1 ≥ 2 ⋅ 2 − 1 = 3, karena x ≥ 2 untuk semua x yang kita bicarakan.
(Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x) ≤
28
. Dari
3
sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah konstanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi
f (x) ≤ M . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).
Garis Bilangan Real
Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real
adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R dianggap sebagai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah
a−b .
Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bilangan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x
dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a
“kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang
sebentar lagi akan kita definisikan.
2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan
Vε(a) = {x ∈ R  x − a < ε}.
Untuk a ∈ R, pernyataan x termuat di Vε(a) ekivalen dengan pernyataan
-ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε
2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap
ε > 0, maka x = a.
Bukti :
Analisis Real I
44
Pendahuluan
Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa
x − a = 0, dan dari sini x = a.
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x  0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat
titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2
unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x − a < ε dan y − b < ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( x + y) − ( a + b)
= ( x − a ) + ( y − b)
= x − a + y − b < 2 ε.
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y termuat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa
(a). a =
a2
(b). a 2 = a 2
2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a / b = a / b .
3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a + b = a + b .jika dan hanya jika ab > 0.
4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x − y +
y − z = x − z Interpretasikan secara geometris.
5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :
(a). 4x − 3 ≤ 13 ;
(b). x 2 − 1 ≤ 3 ;
(c). x − 1 > x + 1 ;
(d). x + x + 1 < 2 .
6. Tunjukkan bahwa x − a < ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε.
Analisis Real I
45
Aljabar Himpunan
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x − y < b − a . Interpretasikan secara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi
(a x = y ;
(b). x + y = 1 ;
(c xy = 2 ;
(d). x − y = 2 .
9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi
(a). x ≤ y ;
(b). x + y ≤ 1 ;
(c). xy ≤ 2 ;
(d). x − y ≥ 2 .
10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪
Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a
dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅.
2.4. Sifat Kelengkapan R
Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sistem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang sering disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat
aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat
sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu
2 tidak dapat direpre-
2 tidak termuat di Q. Observasi ini
menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu
sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R.
Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling
efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supremum.
Supremum dan Infimum
Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan
bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya.
2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R.
(i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S.
Analisis Real I
46
Pendahuluan
(ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S
Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud
dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pembaca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan
hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas
bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z).
Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai
batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S
mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang
v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku
untuk batas bawah).
Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah
tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan himpunan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0}
Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada kesimpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas
dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap
bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real merupakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi
logis dari definisi.
Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di
atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai
batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R
dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas
atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempunyai batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah.
2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R,
(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas
ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.
Analisis Real I
47
Aljabar Himpunan
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.
2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s ≤ u untuk semua s ∈ S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang serupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersifat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas
atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1
bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supremum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2.
(Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menuliskan-nya dengan
sup S
dan
inf S
Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’.
Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supremum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε.
Analisis Real I
48
Pendahuluan
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S
sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku untuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε <
sε.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat merupakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mempunyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat
digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan buktikan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v sebarang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan menggunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, himpunan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama himpunan kosong juga tidak mempunyai infimum.
Sifat Supremum dari R
Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut
dengan
Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu
medan terurut yang lengkap.
Analisis Real I
49
Aljabar Himpunan
2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mempunyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus buktikan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mempunyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.
Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n/n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}.
6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas
dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S.
8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebaliknya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
Analisis Real I
50
Pendahuluan
9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S.
11.Misalkan S ⊆ R dan s* = sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup
(S∪{u}) = sup {s*,u}.
12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat supremumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).
2.5 Aplikasi Sifat Supremum
Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan.
Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan
dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini untuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering digunakan.
2.5.1 Contoh-contoh
(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu
himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ;
yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan
a + S = {a + x : x ∈ S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai
a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk
semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v -
a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
Analisis Real I
51
Aljabar Himpunan
dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan
ketaksamaan di
atas diperoleh bahwa
sup (a + S) = a + u = a + sup S.
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsikan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D).
Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D).
(ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Akibatnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2
dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
Analisis Real I
52
Pendahuluan
urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.
2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sehingga x < nx.
Bukti :
Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menurut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh
karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m.
Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi dengan u batas atas dari N.
Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan
tiga variasi diantaranya.
2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka :
(a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny.
(b). Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y.
(c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n.
Bukti :
(a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diperoleh z < ny.
(b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y.
(c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong.
Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur
himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n.
Eksistensi
2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini beberapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membuktikan eksistensi bilangan positif x sehingga x2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema
Analisis Real I
53
Aljabar Himpunan
2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.
2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2 = 2.
Bukti :
Misalkan S = {s ∈ R  0 ≤ s, s2 < 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan
kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t2 > 4 sehingga t ∉ S.
Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup
S. Catatan : x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2
< 2 dan x2 > 2.
Pertama andaikan x2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi
dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S,
yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara
memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2 ≤ 1/n, sehingga
(x + )
1 2
n
= x2 +
2x
n
+
1
n2
≤ x2 +
1
n
( 2x + 1)
Dari sini kita dapat memilih n sehingga
1
n
(2x + 1) < 2 - x2,
maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 x2 > 0, sehingga (2 - x2)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan untuk memperoleh n ∈ N sehingga
1 2 − x2
<
n 2x + 1
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
kita mempunyai x +
1
n
∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
Karenanya, haruslah x2 ≥ 2.
Sekarang andaikan x2 > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m ∈ N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang mengkontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
Analisis Real I
54
Pendahuluan
(x + )
1 2
m
= x2 +
2x
m
+
1
m2
> x 2 − 2x
m
Dari sini kita dapat memilih m sehingga
2x
< x2 − 2 ,
m
maka (x - 1/m)2 > x2 - (x2 - 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2 - 2 > 0, maka
x2 − 2
> 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga
2x
1 x2 − 2
<
m
2x
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai (x - 1/m)2 > 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2 < 2 < (x - 1/m)2, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m merupakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak
mungkin x2 > 2.
Karena tidak mungkin dipenuhi x2 > 2 atau x2 < 2, haruslah x2 = 2.
(*)
Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat
positif dari a dan dituliskan dengan b =
a atau b = a1/2. Dengan cara sedikit lebih
rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari
akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan
n
a atau a1/n, untuk n ∈ N.
Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R
Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional,
yaitu
2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi-
langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan
bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan
bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan
diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda.
Analisis Real I
55
Aljabar Himpunan
2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan rasional r sehingga x < r < y.
Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
Dengan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Akibat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan irasional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :
Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x
y
2 dan
2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga
x
Maka z = r
2 <r< y
2.
2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n  n ∈ N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m  n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Analisis Real I
56
Pendahuluan
(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (aS) = a inf S,
sup (aS) = a sup S.
(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs  s ∈ S}. Tunjukkan bahwa
inf (bS) = b sup S,
sup (bS) = b inf S.
5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X →R mempunyai range yang terbatas
di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa
sup {a + f(x)  x ∈ X} = a + sup {f(x)  x ∈ X}.
Tunjukkan pula bahwa
inf {a + f(x)  x ∈ X} = a + inf {f(x)  x ∈ X}.
6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b  a
∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf
A + inf B.
7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempunyai range yang terbatas di R.
Tunjukkan bahwa
sup{f(x) + g(x)  x ∈ X} ≤ sup{f(x)  x ∈ X} + sup{g(x)  x ∈ X}
dan
inf{f(x)  x ∈ X} + inf {g(x)  x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x)  x ∈ X}
Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan
murni.
8. Misalkan X = Y = {x∈R 0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y →R dan h(x,y) = 2x +
y.
(a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y}
Kemudian tentukan inf {f(x) x ∈ X}.
(b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X}
Kemudian tentukan sup {g(y) y ∈ Y}.
Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).
9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y → R
yang didefinisikan dengan
Analisis Real I
57
Aljabar Himpunan
0 , bila x < y
h( x,y) = 
 1 , bila x ≥ y
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X → R dan g : Y → R didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y},
g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x)  x ∈ X}
Kita akan menuliskannya dengan
sup inf h ( x,y ) ≤ sup inf h ( x,y )
y
x
x
y
Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan
bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni.
11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan F : X → R dan G : Y → R didefinisikan dengan
F(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}.
Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum :
sup{h(x,y) x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x)  x ∈ X}
= sup {G(y)  y ∈ Y}.
Hal ini sering dituliskan dengan
sup h ( x, y ) = sup sup h ( x, y ) = sup sup h ( x, y )
x,y
x
y
y
x
12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n 1 ≤ x < n.
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n < y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif y sehingga y2 = 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2 = a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
bilangan real positif u sehingga u3 = 2.
Analisis Real I
58
Pendahuluan
17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.
18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru
< y. (Dari sini himpunan {ru  r ∈ Q} padat di R).
Analisis Real I
59
Aljabar Himpunan
BAB
3
BARISAN BILANGAN REAL
3.1. Barisan dan Limit Barisan
Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan
suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3,
...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan
barisan di R.
3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan real (atau suatu barisan di R) adalah suatu
fungsi pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R.
Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan
asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan real. Bilangan real yang diperoleh
tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa
untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan n∈N, dengan suatu simbol
seperti xn (atau an, atau zn). Jadi bila X : N → R suatu barisan, kita akan biasa
menuliskan nilai X di n dengan Xn, dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini
dengan notasi
X,
Xn ,
(Xn : n ∈ N),
Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N
adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (Xn : n∈N), yang
suku-sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { Xn :
n∈N} yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1)n : n∈N)
yang berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1)n: n∈N }
sama dengan {-1, 1}.
Analisis Real I
60
Pendahuluan
Dalam mendefinisikan barisan sering lebih mudah dengan menulis secara
berurutan suku-sukunya, dan berhenti setelah aturan formasinya kelihatan. Jadi
kita boleh menulis
X = (2, 4, 6, 8, ...)
untuk barisan bilangan genap positif,
atau
Y=
(
1
1
,
1
2
,
1
3
,
1
4
, ...)
untuk barisan kebalikan dari bilangan asli,
atau
Z=
(
1
1
,
1
2
,
1
3
,
1
4
, ...)
untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan
adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti
X = (2n : n∈N),
Y = ( m1 : m∈N),
Z=(
1
: s∈N)
s2
Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x1 dan suatu
formula untuk mendapatkan xn + 1 (n ≥ 1) bila xn diketahui dan formula xn+1 (n ≥ 1)
dari x1, x2, ... xn. Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif
atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita definisikan dengan
x1 = 2
xn+1 = xn + 2 (n ≥ 1);
atau dengan definisi
x1 = 2
xn+1 = x1 + xn (n ≥ 1).
Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khususnya, barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x1 = diberikan, xn+1 = f(xn)
untuk n∈N dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan
yang didefinisikan dengan proses : y1 = diberikan, yn = .gn(y1,y2, ... ,yn) untuk n∈N juga dapat dikerjakan (secara sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang
besar, karena kita harus menyimpan masing-masing nilai y1, ..., yn dalam urutan untuk menghitung yn+1.
3.1.2. Contoh-contoh.
Analisis Real I
61
Aljabar Himpunan
(a). Bila b ∈ R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan kon-
stan b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan barisan konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...).
(b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (12, 22, 32, ...) = (n2 : n∈N), yang
tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n2, ...).
(c). Bila a∈R, maka barisan A = (an : n∈N) adalah barisan (a1, a2, a3, ..., an, ...).
Khususnya bila a =
1
, maka kita peroleh barisan
2
 1

 n : n ∈N 
2

(d). Barisan Fibonacci F = (fn : n ∈ N) diberikan secara induktif sebagai berikut :
f1 = 1,
f2 = 1,
(n ≥ 2)
f2+1 = fn-1 + fn
Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3,
5, 8, 13, 21, 34, 55, ...)
Sekarang akan kita kenalkan cara-cara penting dalam mengkonstruksi barisan
baru dari barisan-barisan yang diberikan.
3.1.3. Definisi. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real, kita definisikan jumlah X + Y = (xn + yn : n∈N), selisih X - Y = (xn - yn : n∈N), dan hasil kali XY = (xnyn
: n∈N). Bila c ∈ R, kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cxn : n∈N).
Akhirnya, bila Z = (zn) suatu barisan dengan zn ≠ 0 untuk semua n∈N, maka hasil
bagi X oleh Z adalah X/Z = (xn/ zn : n∈N).
Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan
X = (2, 4, 6, ..., 2n, ...),
Y=
(
1
1
,
1
2
,
1
3
, ...,
1
n
, ...) ,
maka kita mempunyai
(,
X-Y= ( ,
X+Y=
3
1
1
1
9
2
7
2
,
,
19
3
17
3
, ...,
, ...,
)
, ...),
2n 2 + 1
n
2n 2 − 1
n
, ...
XY = (2, 2, 2, ...,2, ...),
3X
Analisis Real I
= (6, 12, 18, ..., 6n, ...),
62
Pendahuluan
X
= 2, 8, 18, ...,2n2, ...).
Y
Kita catat bahwa bila z menyatakan barisan
Z = (0, 2, 0, ..., 1 + (-1)n, ...),
maka kita dapat mendefinisikan X + Z, X-Z, dan X.Z; tetapi tidak dengan X/Z, karena
Z mempunyai suku 0.
Limit suatu barisan
Terdapat beberapa konsep limit dalam analisa real. Pemikiran limit barisan
merupakan yang paling mendasar dan merupakan fokus kita dalam bab ini.
3.1.4. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikatakan limit dari (xn), bila untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli K(ε), sedemikian sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn terletak dalam lingkungan-ε, Vε(x).
Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X
= (xn) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit,
kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen.
Penulisan K(ε) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemilihan K bergantung pada ε; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya dengan
K, dari pada K(ε). Dalam banyak hal nilai ε yang “kecil” biasanya akan memerlukan
nilai K yang “besar” untuk menjamin bahwa xn terletak di dalam lingkungan Vε(x)
untuk semua n ≥ K = K(ε).
Kita juga dapat mendefinisikan kekonvergenan X = (xn) ke x dengan mengatakan : untuk setiap lingkungan-ε Vε(x) dari x, semua (kecuali sejumlah hingga) sukusuku dari x terletak di dalam Vε(x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin tidak terletak di dalam Vε(x) yaitu x1, x2, ..., xK(ε)-1.
Bila suatu barisan x = (xn) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan
notasi.
lim X = x
Analisis Real I
atau
lim (xn) = x.
63
Aljabar Himpunan
Kita juga akan menggunakan simbol xn → x, yang menyatakan bahwa nilai xn
“mendekati” x bila n menuju 0.
3.1.5. Ketunggalan limit. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu
limit.
Bukti :
Andaikan sebaliknya, yaitu x′ dan x′′ keduanya limit dari X = (xn) dan x’≠x”. Kita
pilih ε > 0 sehingga Vε(x’) dan Vε(x”) saling asing (yaitu, ε < ½x” - x’). Sekarang
misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka xn∈Vε(x’) dan bila n >
K” maka xn∈Vε(x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa Vε(x’) dan
Vε(x”) saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”.
3.1.6. Teorema. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real dan misalkan pula x∈R.
Maka pernyataan berikut ekivalen.
(a). X konvergen ke x.
(b). untuk setiap lingkungan-ε Vε(x), terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn∈Vε(x).
(c). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),
suku-suku xn memenuhi xn - x<ε.
(d). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),
suku-suku xn memenuhi
x-ε < xn< + ε, ∀ n ≥ K(ε)
Bukti :
Ekivalensi dari (a) dan (b) merupakan definisi. Sedangkan ekivalensi dari (b), (c), dan
(d) mengikuti implikasi berikut :
xn∈Vε(x) ⇔ xn - x < ε. ⇔ -ε < xn - x < ε
⇔ x- ε < xn < x + ε
Catatan : Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang
telah ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga
diperlukan latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung
suku-suku barisan tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena
Analisis Real I
64
Pendahuluan
komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian
bukanlah bukti.
Untuk menunjukkan bahwa suatu barisan X = (xn) tidak konvergen ke x, cukup dengan memilih εo > 0 sehingga berapapun nilai K yang diambil, diperoleh suatu
nk > K sehingga x n k tidak terletak dalam Vε(x), (Perubahan lebih detail pada 3.4).
3.1.7. Contoh-contoh
 1
(a). lim   = 0 .
 n
Misalkan diberikan sebarang ε > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat K∈N
sehingga sehingga

1
< ε . Akibatnya untuk semua n ≥ K dipenuhi
K
1
1 1
- 0 = ≤ < ε
n
n K
 1
 n
Ini membuktikan lim   = 0
 1
(b). lim  2  = 0
n 
Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, sehingga
1
< ε . Karena itu unK
tuk semua n ≥ K dipenuhi
1
1
1
−0 = 2 ≤ 2 <
2
n
n
K
( ε)
2
=ε
 1
Ini membuktikan lim  2  = 0
n 
(
(
) )
(c). Barisan 0,2,0,2,L, 1 + ( −1) ,L , tidak konvergen ke 0.
n
Pilih ε0 = 1, sehingga untuk sebarang K∈N, jika n ≥ K dan n bilangan ganjil,
maka
xn - 0 = 2 - 0 = 2 > 1.
(
Ini mengatakan bahwa barisan 1 + ( −1)
Analisis Real I
n
) tidak konvergen ke 0.
65
Aljabar Himpunan
 3n + 2 
(d). lim 
 =3
 n -1 
Perhatikan kesamaan berikut
5
3n + 2
−3=
n −1
n −1
Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, K>1, sehingga
1
ε
< . AkiK −1 5
batnya untuk semua n ≥ K > 1 dipenuhi
3n + 2
5
 ε
< 5  = ε
−3 =
 5
n −1
n −1
 3n + 2 
Ini membuktikan bahwa lim 
 = 3.
 n -1 
Ekor Barisan
Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan bergantung hanya pada prilaku suku-suku “terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m
suku pertama suatu barisan yang menghasilkan Xm konvergen jika hanya jika barisan
asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama.
3.1.8. Definisi. Bila X = (x1, x2, ..., xn, ...) suatu barisan bilangan real dan m selalu
bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan
X = (xm+n : n∈N) = (xm+1,xm+2, ...).
Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah barisan X3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...).
3.1.9. Teorema. Misalkan X = (xn : n∈N) suatu barisan bilangan real dan m∈N. Maka
ekor-m adalah Xm = (xm+n : n∈N) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen,
dalam hal ini, lim Xm = lim X.
Bukti :
Dapat kita catat untuk sebarang p∈N, suku ke-p dari Xm merupakan suku ke-(m+p)
dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari
Xm .
Analisis Real I
66
Pendahuluan
Misalkan X konvergen ke x. Maka untuk sebarang ε > 0, bila untuk n ≥ K(ε)
suku-suku dari X memenuhi xn -x < ε, maka suku-suku dari Xm dengan k ≥ Km(ε) m memenuhi xn -x < ε. Jadi kita dapat memilih Km(ε) = Km(ε) - m, sehingga Xm
juga konvergen ke x.
Sebaliknya, bila suku-suku dari Xm untuk k ≥ Km(ε) memenuhi xn -x < ε
maka suku-suku dari X dengan n ≥ Km(ε) + m memenuhi xn -x < ε. Jadi kita dapat
memilih K(ε) = Km(ε) + m. Karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika Xm konvergen ke x.
Kadang-kadang kita akan mengatakan suatu barisan X pada akhirnya mempunyai sifat tertentu, bila beberapa akar x mempunyai sifat tersebut. Sebagai contoh, kita katakan bahwa barisan (3, 4,
5, 5, 5, ...,5, ...) pada akhirnya konstan. Di lain pihak, barisan 3, 5, 3, 5, ..., 5, 5, ...) tidaklah pada
akhirnya konstan. Gagasan kekonvergenan dapat pula dinyatakan dengan begini : suatu barisan X konvergen ke x jika dan hanya jika suku-suku dari X pada akhirnya terletak di dalam lingkungan-ε ke x.
3.1.10. Teorema. Misalkan A = (an) dan X = (xn) barisan bilangan real dan x∈R. Bila
untuk suatu C > 0 dan suatu m∈N, kita mempunyai
xn -x ≤ Can untuk semua n∈N dengan n ≥ m, dan lim (an) = 0, maka lim (xn) = x.
Bukti :
Misalkan diberikanε > 0. Karena lim (an) = 0, maka terdapat bilangan asli KA(ε/C),
sehingga bila n ≥ KA(ε/C) maka an  = an - 0 < ε/C.
Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ≥ KA(ε/C) dan n ≥ m, maka
xn -x ≤ C xn - x < C
( ) = ε.
ε
C
Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan x = lim (xn).
3.1.11. Contoh-contoh.
 1 
(a). Bila a > 0, maka lim 
 = 0.
 1 + na 
Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 <
1
1
<
, yang selanjutnya
na + 1 na
mengakibatkan
1
 1 1
− 0 ≤   untuk semua n∈N.
 a n
1 + na
Analisis Real I
67
Aljabar Himpunan
Karena lim
1
= 0 , menurut Teorema 3.1.10 dengan C =
n
1
a
dan m = 1 diperoleh
bahwa
 1 
lim 
 = 0.
 1 + na 
 1
(b). lim  n  = 0
2 
Karena 0 < n < 2n (buktikan !) untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 <
1
1
< yang
n
2
n
mengakibatkan
1
1
−0 ≤
n
2
n
Tetapi lim
untuk semua n∈N.
1
 1
= 0 , dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim  n  = 0
2 
n
(c). Bila 0 < b < 1, maka lim (bn) = 0.
Karena 0 < b < 1, kita dapat menuliskan b =
1
1
, dimana a = − 1 sehingga a >
b
(1 + a )
0. Dengan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14 kita mempunyai (1 + a)n ≥ 1 + na. Dari sini
0 < bn =
1
1
1
≤
<
,
n
1 + na na
(1 + a )
sehingga dengan menggunakan Teorema 3.1.10, diperoleh lim (bn) = 0.
( ) = 1.
Untuk kasus C = 1 mudah, karena ( C ) merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang
(d). Bila C > 0, maka lim C
1
n
1
n
jelas konvergen ke 1.
Bila C > 1, maka
1
Cn
= 1 + d n untuk suatu dn > 0.
Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c),
C = (1 + d n ) ≥ 1 + nd n , untuk semua n∈N.
n
Analisis Real I
68
Pendahuluan
C −1
1
1
. Akibatnya C n − 1 = d n ≤ ( C − 1) unn
n
Karenanya C - 1 ≥ ndn, sehingga dn ≤
tuk semua n∈N.
( ) = 1.
Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C
Sedangkan bila 0 < C < 1; maka C
1
n
1
n
= 1/(1 + hn) untuk suatu hn > 0. Dengan meng-
gunakan kesamaan Bernoulli diperoleh
C=
1
(1 + h n )
yang diikuti oleh 0 < hn <
n
≤
1
1
<
1 + nh n nh n
1
untuk semua n∈N.
nC
Karenanya kita mempunyai
0 < 1− C n =
1
hn
1
< hn <
1 + hn
nC
1
 1 1
sehingga C n − 1 <   untuk semua n∈N.
 C n
( ) = 1 untuk 0 < C < 1.
Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C
( ) = 1.
Karena ( n ) > 1 untuk n > 1, maka n
(e). lim n
1
1
1
n
n
n
1
n
= 1 + k n untuk suatu kn > 0 bila n > 1. Aki-
batnya n = (1 + kn)n untuk n > 1. Dengan teorema Binomial, bila n > 1 kita mempunyai
n = 1 + nk n + 21 n( n − 1) k 2n + ... ≥ 1 + 21 n( n − 1) k 2n ,
yang diikuti oleh
n − 1 ≥ 12 n ( n − 1) k 2n .
Analisis Real I
69
Aljabar Himpunan
Dari sini k n ≤
2
untuk n > 1. Sekarang bila ε > 0 diberikan, maka menurut sifat Arn
chimedes terdapat bilangan asli Nε sehingga
2
< ε 2 . Hal ini akan diikuti oleh bila n
Nε
2
< ε 2 , karena barisan itu
n
≥ sup{2, Nε} maka
 2
0 < n − 1 = kn ≤  
 n
1
n
1
2
< ε.
( ) = 1.
Karena ε > 0 sebarang, maka lim n
1
n
Latihan 3.1
1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima
suku pertama dari masing-masing barisan tersebut
(a) x n = 1 + ( −1)
n
(b). x n
1
n( n + 1)
(c). x n =
n
−1)
(
=
(d). x n =
n
,
1
n +2
2
2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola da-
sarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, xn,
, - 14 ,
, - 116 , ...
(a). 5, 7, 9, 11, ...
(b).
(c).
(d). 1, 4, 9, 16, ...
1
2
,
2
3
,
3
4
, 4 5 , ...
1
2
1
8
3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut
(a). x1 = 1,
xn+1 = 3xn + 1;
(b). y1 = 2,
yn+1 =
(c). z1 = 1,
z2 = 2,
zn+2 = (zn+1 +zn)/zn+1 - zn);
(d). s1 = 3,
s2 = 5,
sn+2 = sn + sn+1.
1
2
(y
n
)
+ y2 ;
n
 b
4. Untuk sebarang b∈R, buktikan lim   = 0
 n
5. Gunakan definisi limit untuk membuktikan limit barisan berikut.
Analisis Real I
70
Pendahuluan
 1 
(a). lim  2  = 0
 n + 1
 2n 
(b). lim 
 =0
 n + 1
 3n + 1 3
(c). lim 
=
 2n + 5 2
 n2 − 1 
(d). lim  2
 =0
 2n + 3
6. Tunjukkan bahwa
 1 
(a). lim 
 =0
 n + 7
 2n 
(b). lim 
 =2
 n + 2
 n 
(c). lim 
 =0
 n + 1
 ( −1) n n 
 =0
(c). lim  2

 n +1
7. Buktikan bahwa lim (xn) = 0 jika dan hanya jika lim
yang menunjukkan bahwa kekonvergenan dari
(x )
n
(x )
n
= 0. Berikan contoh
tidak perlu mengakibatkan
kekonvergenan dari (xn).
8. Tunjukkan bahwa bila xn≥0 ∀ n∈N dan lim (xn) = 0, maka lim
( x ) = 0.
n
9. Tunjukkan bahwa bila lim (xn) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan M∈N sehingga xn > 0 untuk semua n ≥ M.
1 
1
10. Tunjukkan bahwa lim  −
 =0
 n n + 1
 1
11. Tunjukkan lim  n  = 0
3 
12. Misalkan b∈R memenuhi 0 < b < 1. Tunjukkan bahwa lim(nbn)
(
13. Tunjukkan bahwa lim ( 2n)
1
n
)=1
 n2 
14. Tunjukkan bahwa lim   = 0
 n! 
 2n 

2n
15. Tunjukkan bahwa lim   = 0.  Bila n ≥ 3, maka 0 <
≤2
n!
 n! 

( 23 )
Analisis Real I
n−2 


71
Aljabar Himpunan
3.2. Teorema-teorema Limit
Dalam bagian ini kita akan memperoleh beberapa hal yang memungkinkan
kita mengevaluasi limit dari barisan bilangan real yang tertentu. Hasil ini memungkinkan kita menambah koleksi barisan konvergen.
3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X = (xn) dikatakan terbatas bila terdapat bilangan real M > 0 sehingga xn ≤ M; untuk semua n∈N.
Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan hanya jika himpunan {xn : n∈N} terbatas di R,
3.2.2. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang konvergen tarbatas.
Bukti :
Misalkan lim (xn) = x dan ε = 1. Dengan menggunakan teorema 3.1.6(c), terdapat bilangan asli K = K(1) sehingga bila n ≥ K maka x n − x < 1. Dari sini, dengan menggunakan akibat 2.3.4(a) tentang ketaksamaan segitiga, bila n ≥ K, maka x n < x + 1 .
Dengan menetapkan
M = sup { x1 , x 2 , ..., x K-1 , x + 1},
maka diperoleh x n ≤ M untuk semua n∈M.
Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan
pembagian barisan bilangan real. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan
yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan
limit barisan barunya dapat diprediksi.
3.2.3. Teorema.
(a). Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real yang berturut-turut konvergen ke x dan y, serta c∈R. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturutturut konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx.
(b). . Bila X = (xn) konvergen ke x dan Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen ke z,
dan z ≠ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z.
Bukti :
Analisis Real I
72
Pendahuluan
(a). Untuk membuktikan lim (xn + yn) = x + y kita akan menaksir
(xn + yn) - (x + y) = (xn + x) + (yn + y)
≤ xn − x + yn − y .
Dari hipotesis, untuk sebarang ε > 0 terdapat K∈N sehingga bila n ≥ K1, maka
xn − x <
ε
2
, juga terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2, maka x n − x <
ε
2
. Bila K(ε) =
sup{K1, K2}, maka untuk semua n ≥ K(ε)
( xn + yn ) − ( x + y)
≤ xn − x + yn − y
< 12 ε + 12 ε = ε
Karena ε > 0 sebarang, kita peroleh bahwa X + Y = (xn + yn) konvergen ke x + y.
Argumen serupa dapat digunakan untuk membuktikan bahwa X - Y = (xn - yn)
konvergen ke x - y.
Untuk membuktikan bahwa XY = (xnyn) konvergen ke xy, kita akan mengestimasi
xn yn − xy = ( xn yn − xn y) + ( xn y − xy)
≤ xn ( yn − y) + ( xn − x) y
= xn yn − y + xn − x y
Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan real M1 > 0 sehingga x n ≤ M 1 untuk semua
n∈N dan tetapkan M = sup { M 1 , y } . Selanjutnya kita mempunyai
x n y n − xy ≤ M y n − y + M x n − x
Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K1, K2,∈N
sehingga bila n ≥ K1 maka x n − x <
ε
2M
, dan bila n ≥ K2 maka y n − y <
ε
2M
.
Sekarang tetapkan K(ε) = sup {K1, K2}, maka untuk semua n ≥ K(ε) diperoleh
xnyn - xy ≤ Myn - y + xn - x
<M
( 2εM ) + M( 2εM ) = ε .
Karena ε > 0 sebarang, hal ini membuktikan bahwa barisan XY = (xnyn) konvergen ke
xy.
Analisis Real I
73
Aljabar Himpunan
Bukti untuk barisan cX= (cxn) konvergen ke cx ditinggalkan sebagai latihan.
(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen
 1
1
1
ke z, maka barisan   konvergen ke (karena z ≠ 0). Pertama misalkan α = z
2
z
 zn 
maka α > 0. Karena lim (zn) = z, maka terdapat K1∈N, sehingga bila n ≥ K1 maka
z n − z <α. Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga diperoleh -α ≤ -zn - z ≤
zn - z untuk n ≥ K1. Karena itu
1
2
≤
untuk n ≥ K1, jadi kita mempunyai
zn
z
1 1
z − zn
1
− =
=
z − zn
zn z
zn z
zn z
≤
2
zn
2
z − z n untuk semua n > K(ε).
Sekarang kita berikan ε > 0, mak terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2 maka
1 1
− ≤ε
zn z
untuk semua n > K(ε).
 1 1
Karena ε > 0 sebarang, jadi lim   = .
 zn  z
 1
Dengan mendefinisikan Y barisan   dalam menggunakan XY =
 yn 
 xn 
  konvergen
 zn 
 1
ke x  = x , bukti (b) telah selesai.
z
 z
Beberapa hasil Teorema 3.2.3 dapat diperluas, dengan induksi matematika,
untuk sejumlah hingga barisan konvergen. Sebagai contoh, bila A = (an), B = (bn), ...,
Z = (zn) barisan konvergen, maka jumlahnya A + B + ... + Z = ( an + bn + ... + zn) juga
merupakan barisan konvergen dan
(1)
lim(an + bn + ... + zn) = lim(an) + lim(bn) + ... + lim(zn)
Hasil kalinya juga konvergen dan
(2)
Analisis Real I
[
][
]
lim (anbn ...zn) = lim( a n ) lim( b n ) ... lim( zn ).
74
Pendahuluan
Dan bila b∈N dan A = (an) barisan konvergen, maka
[
]
lim (ank) = lim( a n ) .
(3)
k
Buktinya ditingggalkan sebagai latihan.
3.2.4. Teorema. Bila X = (xn) barisan konvergen dan xn ≥ 0, untuk semua n∈N, maka
x = lim (xn) ≥ 0.
Bukti :
Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat
K∈N, sehingga x - ε < xn < + ε
untuk semua n ≥ Κ. Khususnya, kita mempunyai
xK < x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa xn ≥ 0 untuk semua n∈N. Jadi haruslah x ≥ 0.
3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan xn ≤ yn untuk semua
n∈N, maka lim (xn) ≤ lim (yn).
Bukti :
Misalkan zn = yn - xn sehingga Z = (zn) = Y - X dan zn ≥ 0 untuk semua n∈N.
Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 ≤ lim Z = lim (yn) - lim (xn).
Jadi lim (xn) ≤ lim (yn).
Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen memenuhi ketaksamaan a ≤ xn ≤ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.
3.2.6. Teorema. Bila x = (xn) suatu barisan konvergen dan a ≤ xn ≤ b untuk semua
n∈N, maka a ≤ lim (xn) ≤ b.
Bukti :
Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X ≤ lim Y
= b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a ≤ lim X.
Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua barisan konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit
dari kedua barisan yang mengapitnya.
Analisis Real I
75
Aljabar Himpunan
3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang
memenuhi
xn ≤ yn ≤ zn untuk semua n∈N,
dan lim (xn) = lim (zn) maka (yn) konvergen dan lim (xn) = lim (yn) = lim (xn).
Bukti :
Misalkan w = lim (xn) = lim (zn). Bila ε > 0 diberikan, maka karena X dan Z
konvergen ke w, terdapat K∈N sehingga untuk semua n∈N dengan n ≥ K dipenuhi
x n − w < ε dan x n − w < ε
Dari hipotesis diperoleh bahwa xn - w ≤ yn - w ≤ zn -w, untuk semua n∈N, yang diikuti oleh (mengapa ?)
-ε < yn - w < ε
untuk semua n ≥ K. Karena ε > 0 sebarang, jadi lim (yn) = w.
Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5,
3.2.6, dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada
Teorema 3.2.4, bila X = (xn) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat m∈N sehingga xn ≥ 0
untuk semua n ≥ m, maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ≥ 0. Modifikasi yang sama
juga berlaku untuk Teorema yang lain, yang pembaca perlu buktikan.
3.2.8. Beberapa Contoh
(a). Barisan (n) divergen.
Mengikuti Teorema 3.2.2, andaikan barisan X = (n) konvergen, maka terdapat bilangan real M > 0 sehingga n = n < M untuk semua n∈N. Tetapi hal ini melanggar sifat
Archimedes.
(b). Barisan ((-1)n) divergen
Barisan ini terbatas (ambil M = 2), sehingga kita tidak dapat menggunakan Teorema
3.2.2. Karena itu, andaikan X = ((-1)n) konvergen dan a = lim X. Misalkan ε = 1,
maka terdapat K∈N sehingga
(-1) n − a
< 1, untuk semua n ≥ K.
Tetapi bila n ganjil dan n ≥ K, hal ini memberikan -1 − a < 1 , sehingga -2 < a < 0
(Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ≥ K, hal ini memberikan 1 − a < 1, seAnalisis Real I
76
Pendahuluan
hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut,
maka pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah
X divergen.
 2n + 1
(c). lim
=2
 n 
 1
 2n + 1
Misalkan X = (2) dan Y =   , maka 
 = X + Y,
 n
 n 
Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(a) diperoleh bahwa lim (X + Y) = lim X + lim
Y = 2 + 0 = 2.
 2n + 1
(d). lim
 = 2.
 n+5
Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan
Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut
2n + 1 2 + 1 n
=
,
n + 5 1 + 5n
1


yang memberikan X =  2 +  dan Z =  1 +



n
5
 sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat
n
digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya
diperoleh
 2 + 1 n  lim( 2 + 1n) 2
 2n + 1
lim
= =2
 = lim
=
 n+5
 1 + 5 n  lim(1 + 5 n) 1
 2n 
(e) lim 2  = 0
 n + 1
Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada
2n
2
=
,
n + 1 n + 1n
2
(mengapa ?). Tetapi karena
2
2n
n
=
,
2
n + 1 n + 1n 2
dan
Analisis Real I
77
Aljabar Himpunan
1
 2

 2n  0
lim  = 0 dan lim 1 + 2  = 1, maka lim 2  = = 0 ,
 n
 n 
 n + 1 1
dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b).
(f) lim
sin n
=0
n
Di sini kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi perlu
dicatat bahwa -1 ≤ sin n ≤ 1, maka
-
1 sinn 1
≤
≤ , untuk semua n∈N.
n
n
n
Karena lim ( − 1 n) = lim( 1 n) = 0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa
 sin n 
lim
 = 0.
 n 
(g). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan p polinomial, sebagai
contoh
p(t) = a0 + a1t + a2t2 + ... + aktk
dengan k∈N dan aj∈R untuk j = 0, 1, ..., k, ak ≠ 0. Dengan menggunakan Teorema
3.2.3 barisan (p(xn)) konvergen ke p(x).
Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
(h). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan r(t) =
p( t )
dengan p
q( t )
dan q polinomial. Misalkan juga q(xn) ≠ 0 untuk semua n∈N dan q(x) = 0. Maka barisan r(xn) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut.
3.2.4. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x, maka barisan ( x n ) konvergen ke x , yaitu bila x = lim (xn), maka x = lim( x n ).
Bukti :
Mengikuti sifat segitiga diperoleh
x n − x ≤ x n − x untuk semua n∈N.
Analisis Real I
78
Pendahuluan
Selanjutnya kekonvergenan dari
(x )
n
ke x suatu akibat langsung dari kekonver-
genan dari (xn) ke x.
3.2.10. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x dan xn ≥ 0 , untuk semua
n∈N. Maka barisan
( x ) konvergen dan lim ( x ) =
n
n
x.
Bukti :
Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (xn) ≥ 0.
Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0.
(i). Misalkan x = 0, dan ε > 0 sebarang diberikan. Karena x n → 0 maka terdapat
K∈N sehingga 0 ≤ xn = xn - 0 < ε2.
Karena itu [lihat contoh 2.2.14(a)], 0 ≤
Karena ε > 0 sebarang, maka
(ii). Bila x > 0, maka
( x ) → 0.
n
x > 0 dan kita mempunyai
xn − x =
Karena
x n ≤ ε untuk n ≥ K.
(
xn − x
)(
xn + x
xn + x
)=
xn − x
xn + x
x n + x ≥ x > 0 , maka
 1 
xn − x ≤ 
x −x.
 x n
Kekonvergenan dari
x n → x merupakan akibat yang mudah dari x n → x .
Untuk jenis-jenis barisan tertentu, yang berikut menyajikan “uji rasio” yang mudah
dan cepat untuk kekonvergenan.
x 
3.2.11. Teorema. Misalkan (xn) barisan bilangan real positif sehingga L = lim  n +1 
 xn 
ada. Bila L < 1, maka (xn) konvergen dan lim (xn) = 0.
Bukti :
Menurut 3.2.4 diperoleh bahwa L ≥ 0. Misalkan r bilangan dengan L < r < 1, dan ε = r
- L > 0. Maka terdapat n∈K. dipenuhi
Analisis Real I
79
Aljabar Himpunan
x n +1
− L < ε.
xn
Akibatnya (mengapa ?) untuk bila n ≥ K, maka
x n +1
< L + ε = L + ( r − L) = r .
xn
Karena itu, bila n ≥ K diperoleh
0 < xn+1 < xnr < xn-1r2 < ... < xKrn-K+1
Bila kita tetapkan C = xK/rK, kita peroleh 0 < xn+1 < Crn+1 untuk semua n ≥ K. Karena
0 < r <1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim (rn) = 0 dan karenanya menurut Teorema
3.1.10 lim (xn) = 0.
Latihan 3.2
1. Untuk xn yang diberikan berikut, tunjukkan kekonvergenan atau kedivergenan dari
X = (xn)
n
(a). x n =
,
n +1
(-1) n n
(b). x n =
,
n +1
n2
(c). x n =
,
n +1
2n 2 + 3
(d). x n = 2
n +1
2. Berikan contoh barisan X.Y yang divergen, tetapi jumlahnya X + Y konvergen.
3. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X dan X + Y konvergen, maka Y
konvergen.
4. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X konvergen ke x dan xy konvergen, maka Y konvergen.
5. Tunjukkan bahwa barisan (2n) tidak konvergen.
6. Tunjukkan bahwa barisan ((-1)nn2) tidak konvergen.
7. Tentukan limit dari barisan-barisan berikut :
n

1 
(a). lim   2 +  
n 

Analisis Real I
 ( −1) n 
(b). lim 

 n+2
80
Pendahuluan
 n − 1
(d). lim 

 n + 1
 n + 1
(d). lim 

 n n
8. Misalkan y n =
n + 1 − n , untuk n∈N. Tunjukkan bahwa (yn) dan
(
)
ny n kon-
vergen.
(
9. Misalkan zn = a n + b n
)
1
n
dengan 0 < a < b, maka lim (zn) = b.
10. Gunakan Teorema 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a
< 1 dan b > 1.
(a). (a )
 b2 
(b).  n 
2 
 n
(c).  n 
b 
3n
(d). 2
n
(
32n
)
11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga
x 
lim  n +1  = 1
 xn 
(b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak
dapat digunakan untuk uji konvergensi).
x 
12. Misalkan X = (xn) barisan bilangan positif sehingga lim  n +1  = L > 1 . Tunjuk xn 
kan bahwa X barisan tak terbatas, karenanya X tidak konvergen.
13. Selidiki konvergensi barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan
b>1
(a). (n2an),
 bn 
(b).  2 
n 
 bn 
(c).  
 n! 
 n! 
(d).  n 
n 
Analisis Real I
81
Aljabar Himpunan
( ) = L < 1. Tunjukkan
14. Misalkan (xn) barisan bilangan positif dengan lim x n
1
n
bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < xn < rn untuk suatu n∈N
yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (xn) = 0.
15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga lim
(x ) = 1.
1
n
n
( )=
(b). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang divergen sehingga lim x n
1
n
1. (Jadi , sifat ini tidak dapat digunakan untuk uji konvergensi).
16. Misalkan (xn) barisan konvergen dan (yn) barisan sehingga untuk sebarang ε > 0
terdapat M sehingga x n − y n < ε untuk semua n ≥ M. Apakah hal ini mengakibatkan (yn) konvergen ?
3.3. Barisan Monoton
Sampai saat ini, kita telah mempunyai beberapa metode untuk menunjukkan
bahwa barisan X = (xn) konvergen :
(i). Kita dapat menggunakan defenisi 3.1.4. atau Teorema 3.1.6. secara langsung.
Tetapi ini sering (tetapi tidak selalu) sukar dikerjakan.
(ii). Kita dapat mendominasi xn - x dengan perkalian dari suku-suku dalam barisan
(an) yang diketahui konvergen ke 0, kemudian menggunakan Teorema 3.1.10.
(iii). Kita dapat mengidentifikasi barisan X diperoleh dari barisan-barisan yang
diketahui konvergennya dari lebar barisannya, kombinasi aljabar, nilai mutlak atau
datar dengan menggunakan Teorema 3.1.9, 3.2.3, 3.2.9, atau 3.2.10.
(iv). Kita dapat mengapit X dengan dua barisan yang konvergen ke limit yang sama
dengan menggunakan Teorema 3.2.7.
(v). Kita dapat menggunakan “Uji rasio” dari Teorema 3.2.4.
Kecuali (iii), semua metode ini mengharuskan kita terlebih dahulu mengetahui (atau
paling tidak dugaan) nilai limitnya yang benar, dan kemudian membuktikan bahwa
dugaan kita benar.
Analisis Real I
82
Pendahuluan
Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari
suatu barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen.
Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang
lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk memperkenalkan konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah.
3.3.1 Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila
memenuhi ketaksamaan :
x1 ≤ x2 .... ≤ xn ≤ xn + 1 ≤ .....
Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan
x1 ≥ x2 ≥ .... ≥ xn ≥ xn+1 ≥ ......
Kita katakan X monoton bila X tak naik, atau tak turun.
Berikut ini barisan-barisan tak turun
(1,2,3,4,.....,n,.....);
(1,2,2,3,3,3, .......);
(a,a2,a3,.....,an,......) bila a > 1
Berikut ini barisan-barisan tak naik
(1,1/2,1/3,.....,1/n,...),
(1,1/2,1/23,.......,1/2n-1,......),
(b,b2,b3,.......,bn,....), bila 0 < b < 1.
Barisan-barisan berikut tak monoton
(+1, -1, +1, ......, (-1)n+1,....),
(-1, +2, -3, ....., (-1)nn, ....)
Berisan-barisan berikut tak monoton, tetapi pada akhirnya monoton
(7,6,2,1,2,3,4,......),
(-2,0,1,1/2,1/3,1/4,.....).
3.3.2 Teorema Konvergensi Monoton. Barisan bilangan real monoton konvergen
jika dan hanya jika barisan ini terbatas.
Lebih dari itu :
(a). Bila X = (xn) barisan tak turun yang terbatas, maka lim (xn) = sup{xn}
(b). Bila Y = (yn) barisan tak naik yang terbatas, maka lim (yn) = inf{yn}.
Bukti :
Dari teorema 3.2.2 diketahui bahwa barisan konvergen pasti terbatas.
Analisis Real I
83
Aljabar Himpunan
Sekarang kita akan buktikan sebaliknya, misalkan X barisan monoton yang
terbatas. Maka X tak turun atau tak naik.
(a). Pertama misalkan X barisan tak turun dan terbatas.Dari hipotesis terdapat Μ∈R,
sehingga Rn ≤ M untuk semua n∈N. Menurut prinsip supremum terdapat x* = sup{xn :
n∈N.}; kita akan tunjukkan bahwa x* = lim (xn).
Bila ε > 0 diberikan, maka x* - ε bukanlah batas atas dari {xn : n∈N}; dari sini terdapat K∈N sehingga x* - ε < xk. Tetapi karena (xn) tak turun maka hal ini diikuti
x* - ε < xk ≤ xn ≤ x* untuk semua n ≥ Κ.
Akibatnya
x n − x* < ε untuk semua n ≥ Κ.
Karena ε > 0 sebarang, jadi (xn) konvergen ke x*.
(b). Bila Y = (yn) barisan terbatas tak naik, maka jelaslah bahwa X = -Y= (-yn) barisan
terbatas tak turun. Dari (a) diperoleh lim X = sup{-yn : n∈N}. Di lain pihak, dengan
Teorema 3.2.3 (a) lim X = - lim Y, sedangkan dari latihan 2.5.4(b), kita mempunyai
sup{-yn ; n∈N} = - inf {yn ; n∈N }. Karenanya lim Y = -lim X = inf{yn ; n∈N }
Teorema konvergensi monoton memperkenalkan eksistensi limit dari barisan
monoton terbatas. Hal ini juga memberikan cara perhitungan limit yang menyajikan
kita dapat memperoleh supremum (a), infimum (b). Sering kali sukar untuk mengevaluasi supremum (atau infimum), tetapi kita ketahui bahwa hal ini ada, sering pula
mungkin mengevaluasi limit ini dengan metode lain.
3.3.3. Beberapa contoh
 1 
(a). lim 
 = 0.
 n
Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema
Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan {
1
n
:
n∈N}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini
 1 
0 = lim 
.
 n
Analisis Real I
84
Pendahuluan
 1 
Di lain pihak, kita ketahui bahwa X = 
 .terbatas dan tak naik, yang men n
 1 
gakibatkan X konvergen ke bilangan real x. Karena X = 
 .konvergen ke x,
 n
menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x2. Karena itu x2 = 0, akibatnya x =
0.
(b). Misalkan x n = 1 +
Karena x n + 1 = x n +
1 1
1
+ +...+ untuk n∈N.
2 3
n
1
> x n , kita melihat bahwa (xn) suatu barisan naik. Dengan
n +1
menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini
konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas
atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba
pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (xn) mengarah pada
frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan
nilai aproksiasi xn ≈ 11,4 untuk n = 50.000 dan xn ≈ 12,1 untuk n = 100.000. Fakta
numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa
barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperlihatkan oleh
X2 n = 1 +
1  1 1
1
 1
+  +  +...+ n −1
+....+ n 
2 +1
2  3 4
2 
> 1+
1 1
+ +
2 4
1
1
 1
 +...+  n +...+ n 
2
4
2 
= 1+
1 1
1
n
+ + ...+ = 1 +
2 2
2
2
Dari sini barisan (xn) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).
(c) Misalkan Y = (yn) didefenisikan secara induktif oleh Y1 = 1, Yn+1 =
untuk n ≥ 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y =
Analisis Real I
3
2
1
4
( 2y n + 3)
.
85
Aljabar Himpunan
Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 =
5
4
. Dari sini kita mempunyai y1
< y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua n∈N. Ini
benar untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu k∈N, maka
yk+1 =
1
4
( 2y k + 3) < 14 ( 4 + 3) = 1 + 43 < 2
Dengan demikian yk+1 < 2. Oleh karena itu yn < 2 untuk semua n∈N.
Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < yn+1 untuk semua
n∈N. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa yk <
yk+1 untuk suatu k∈N;
yk+1 =
1
4
( 2y k + 3) < 14 ( 2y k +1 + 3) < y k + 2
Jadi yk < yk+1 mengakibatkan yk+1 < yk+2. Oleh karena itu yn < yn+1 untuk semua n∈N.
Kita telah menunjukkan bahwa Y = (yn) adalah barisan naik dan terbatas di
atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit
yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk
mengevaluasi lim(yn) dengan menghitung sup{yn : n∈N}. Tetapi terdapat cara lain
untuk mengevaluasi limitnya. Karena yn+1 = 41 ( 2y n + 3) untuk semua n∈N, maka suku
ke n dari 1-ekor Y1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana. Dengan
Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y1 = lim Y yang diikuti dengan Teorema
3.2.3 diperoleh y =
1
4
( 2y + 3)
yang selanjutnya mengakibatkan y =
(d). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 =
3
2
.
2zn untuk semua n∈N, kita akan lan-
jutkan lim (zn) = 2.
Catatan bahwa z1 = 1 dan z2 = 2 ; Dari sini 1 ≤ z1 ≤ z2 < 2. Kita klaim bahwa
Z tak turun dan terbatas di atas oleh 2. Untuk membuktikannya kita akan lakukan secara induksi, yaitu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk semua n∈N. Faktor ini dipenuhi untuk n =
1. Misalkan hal ini juga dipenuhi untuk n = K, maka 2 ≤ 2zK < 2zK+1 < 4, yang diikuti
oleh
1<
2 ≤ zK+1 = 2zK < zK+2 =
2zK +1 <
4 = 2.
[Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1
≤ zK < zK+1 < 2 mengakibatkan 1 ≤ zK+1 < zK+2 < 2. Karena itu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk
semua n∈N.
Analisis Real I
86
Pendahuluan
Karena Z = (zn) terbatas dan tak turun, menurut Teorema Konvergensi
Monoton Z konvergen ke z = sup {zn}. Akan ditunjukkan secara langsung bahwa
sup{zn}= 2, jadi z = 2. Atau kita dapat menggunakan cara bagian (c). Relasi zn+1
= 2z n memberikan relasi antara suku ke n dari Z1 dan suku ke n dari Z. Dengan
Teorema 3.1.9,kita mempunyai lim Z1 = z = lim Z. Lebih dari itu, menurut Teorema
3.2.3 dan 3.2.10, z harus memenuhi z =
2z . Ini menghasilkan z = 0, 2. Karena 1 ≤ z
≤ 2. Jadi z = 2
Perhitungan akar kuadrat
3.3.4. Contoh
Misalkan a > 0, kita akan mengkonstruksi barisan (sn) yang konvergen ke
a.

a
Misalkan s1 > 0 sebarang dan didefinisikan sn+1 = 21  sn +  untuk semua
sn 

n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa (sn) konvergen ke
a . (Proses ini untuk menghi-
tung akar kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.).
Pertama kita tunjukkan bahwa s2n +1 ≥ a untuk semua n ≥ 2. Karena sn2 - 2sn+1
sn + a = 0, persamaan ini mempunyai akar real. Dari sini diskriminannya 4s2n +1 − 4 a
harus tak negatif, yaitu s2n +1 ≥ a untuk n ≥ 1.
Untuk melihat (sn) Pada akhirnya tak naik, kita catat bahwa untuk n ≥ 2 kita
mempunyai
sn − sn + 1 = s n −
1
s
2 n

a
+ =
sn 
(s ) ≥ 0
2
1
2
n
sn
Dari sini, sn+1 ≤ sn untuk semua n ≥ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn)
= s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi
a

s = 21  s +  ,

s
yang mengakibatkan s =
Analisis Real I
a
atau s2 = a. Jadi s =
s
a.
87
Aljabar Himpunan
Untuk perhitungan, sering penting untuk mengestimasi bagaimana cepatnya
a . Dari di atas, kita mempunyai
ba-risan (sn) konvergen ke
a ≥ sn untuk semua n
≥ 2. Dengan menggunakan ketaksamaan ini kita dapat menghitung
a dengan dera-
jat akurasi yang diinginkan.
Bilangan Euler
3.3.5 Contoh.
Misal en = (1 + 1/n)n untuk n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa Ε = (en) terbatas
atau tak turun, karenanya Ε konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya
didekati dengan e ≈ 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan
dasar logaritma natural.
Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai
en = (1 +
)
1 n
n
=1+
n
1
⋅ 1n +
n ( n -1)
2!
⋅ n12 +
n ( n -1)( n -2 )
3!
⋅ n13 + ... +
n ( n -1)K2⋅1
n!
⋅ n1n
Ini dapat ditulis menjadi
en = 1 + 1 +
1
2!
(1 − ) + (1 − )(1 − ) + ... + (1 − )(1 − )K(1 − )
1
n
1
3!
1
n
2
n
1
n!
1
n
2
n
n -1
n
Dengan cara serupa kita mempunyai :
en+1 = 1 + 1 +
+
1
n!
1
2!
(1 − ) + (1 − )(1 − ) + ...
1
n +1
1
3!
1
n +1
2
n +1
n-1
(1 − n1+1)(1 − n+12 )K(1 − n+1
) + ( n +11)! (1 − n1+1)(1 − n2+1 )...(1 − n+1n )
Perhatikan bahwa ekspresi untuk en menurut n + 1 suku, sedangkan untuk en+1 menurut n+2 suku. Selain itu, masing-masing suku dalam en adalah lebih kecil atau sama
dengan suku yang bersesuaian dalam en+1 dan en+1 mengandung lebih satu suku positif. Oleh karena itu, kita mempunyai 2 ≤ e1≤ e2 < ... < en < en+1 < ..., dengan demikian
suku-suku dari E naik.
Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan
p

bahwa jika p = 1 , 2 , ... , n, maka  1 −  < 1 . Selain itu 2p-1 ≤ p! [lihat 1.3.3 (d)]

n
dengan demikian
1
1
≤ p −1 Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai
p! 2
2 < en < 1 + 1 +
Analisis Real I
1 1
1
+ 2 +...+ n −1
2 2
2
88
Pendahuluan
Karena dapat dibuktikan bahwa [lihat 1.3.3 (b)]
1 1
1
1
+ 2 + ...+ n −1 = 1 − n −1 < 1,
2 2
2
2
kita simpulkan bukan 2 ≤ en < 3 untuk semua n∈N. Menurut Teorema Konvergensi
Monoton, kita peroleh bahwa barisan E konvergen ke suatu bilangan real antara 2 dan
3. Kita definisikan bilangan e merupakan limit dari barisan ini.
Dengan penghalusan estimasi kita dapat menemukan bilangan yang dekat
sekali ke e, tetapi kita tidak dapat menghitungnya secara eksak, karena e adalah suatu
bilangan irasional. Akan tetapi mungkin untuk menghitung e sampai beberapa tempat
desimal yang diinginkan. Pembaca boleh menggunakan kalkulator (atau komputer)
untuk menghitung en dengan mengambil nilai n yang “besar”
Latihan 3.3.
1. Misalkan x1 > 1 dan x n + 1 = 2 −
1
untuk n ≥ 2. Tunjukkan bahwa (xn) terbatas
xn
dan menoton. Tentukan limitnya.
2. Misalkan y1 = 1 dan yn+1 =
2 + y n . Tunjukkan bahwa (yn) konvergen dan tentu-
kan limitnya.
3. Misalkan a > 0 dan z1 > 0, Definisikan zn+1 = (a + zn)1/2 untuk n∈N. Tunjukkan
bahwa (zn) konvergen dan tentukan limitnya.
4. Misalkan x1 = a > 0 dan xn+1 = xn + 1/xn. Tentukan apakah (xn) konvergen atau
divergen.
5. Misalkan (xn) barisan terbatas dan, untuk masing-masing n∈N, sn = sup{xk : k ≥
n} dan tn = inf{xk : k ≥ n}. Buktikan bahwa (sn) dan (tn) konvergen,. Juga buktikan
bahwa bila lim (sn) = lim (tn), maka (xn) konvergen. [ lim (sn) disebut limit supe-
rior dari (xn), dan lim (tn) disebut limit inferior dari (xn) ]
6. Misalkan (an) barisan tak turun, (bn) barisan tak naik dan misalkan an ≤ bn untuk
semua n∈N. Tunjukkan bahwa lim (an) ≤ lim (bn), dan dari sini buktikan Teorema
Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2.
Analisis Real I
89
Aljabar Himpunan
7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A.
Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (xn) dengan xn ∈ A untuk semua n∈N sehingga u = lim (xn).
8. Tentukan apakah barisan (yn) konvergen atau divergen, bila yn =
1
n +1
+
1
n+ 2
+ ...+ 2n1
untuk n∈N.
9. Misalkan xn =
1
1
1
+ 2 + L + 2 untuk n∈N. Buktikan bahwa (xn) tak turun dan
2
1 2
n
terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ≥ 2, maka
1
1
1
1
≤
=
− ]
2
k( k - 1) k - 1 k
k
10. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya.
(
(a).  1 +
(
(c). (1 +
)
1 n +1

n

;
) );
1 n
n +1
(
(b).  1 +
(
(d).  1 −
)
1 2n 

n

)
1 n

n 
;
.
11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung
2 , dengan benar sampai
4 desimal.
12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung
5 , dengan benar sampai
5 desimal.
13. Hitung en pada contoh 3.3.5 untuk n = 2, 4, 8, 16.
14. Gunakan kalkulator untuk menghitung en untuk n = 50 dan n = 100.
15. Gunakan Komputer untuk menghitung en untuk n = 1000.
3.4. Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass
Dalam bagian ini kita akan memperkenalkan gagasan subbarisan dari barisan
yang diberikan. Gagasan ini agak lebih umum daripada ekor barisan (yaitu dibahas
pada 3.1.8) sering bermanfaat dalam membuktikan divergensi barisan. Kita juga akan
membuktikan Teorema Bolzano-Weistrass, yang akan digunakan untuk memperkenalkan sejumlah hasil akibatnya.
3.4.1. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan dan r1 < r2 < ... < rn < ..., barisan bilangan
asli yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh
Analisis Real I
90
Pendahuluan
(x
r1
)
,x r2 ,x r3 ,L ,x rn ,L
disebut subbarisan dari X.
1 
1 1 1
Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X =  , , ,L , ,L .
1 2 3
n 
1
1 1 1

,L ,
 , , ,L ,
3 4 5
n+2 

1
1
1 1 1
 1 1 1
,L ,  , , ,L ,
,L .
 , , ,L ,
1 3 5
2n -1   2 ! 4! 6!
( 2n)! 
 1
Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X =   :
 n
 1 1 1 1 1 1  1 1 1

 , , , , , ,L ,  ,0, ,0, ,0,L .
 2 1 4 3 6 5  1 3 5

Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan
barisan yang ditentukan dengan
r1 = m + 1, r2 = m + 2, ..., rn = m + n1...
Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.
Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti
yang akan kita tunjukkan berikut.
3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan real X = (xn) konvergen ke x, maka sebarang subbarisan dari X juga konvergen ke x.
Bukti :
Misalkan ε > 0 diberikan dan pilih bilangan asli Κ(ε) sedemikian sehingga jika n ≥
Κ(ε), maka x n − x < ε. Karena r1 < r2 <...< rn < ... adalah barisan bilangan real naik
maka dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa rn ≥ n .Dari sini, bila n ≥ Κ(ε) kita
juga mempunyai rn ≥ n ≥ Κ(ε) dengan demikian x rn − x < ε. Oleh karena itu su-
( )
barisan x rn juga konvergen ke x.
3.4.3 Beberapa contoh
(a). lim (bn) = 0 bila 0 < b < 1.
Analisis Real I
91
Aljabar Himpunan
Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila xn =
bn, maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(xn) = 0. Cara lain, kita
melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka xn+1 = bn+1 < bn = xn dengan demikian (xn)
adalah barisan turun. Jelas juga bahwa 0 ≤ xn ≤ 1, sehingga menurut Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (xn). Karena
(x2n) subbarisan dari (xn) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x2n). Di lain pihak,
karena x2n = b2n = (bn)2 = (xn)2, menurut Teorema 3.2.3 diperoleh
x = lim (x2n) = [lim (xn)]2 = x2
Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (xn) barisan turun dan
terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.
( ) = 1 untuk c > 1.
(b). lim c
1
n
Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan
pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain
untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika zn = c1/n, maka zn > 1 dan zn+1 < zn untuk
semua n∈N. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Zn)
ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z2n). Di lain pihak, karena
z2n = c
1
2n
( )
= c
1
n
1
2
= z n2
1
dan Teorema 3.2.10,maka
z = lim( Z2n ) = ( lim( Z n ))
1
2
= z 2.
1
Karena itu z2 = z yang menghasilkan z = 0 atau z = 1. Karena Zn > 1 untuk semua
n∈N, maka haruslah z = 1.
Untuk kasus 0 < c < 1, kita tinggalkan sebagai latihan.
Kegunaan subbarisan membuatnya mudah untuk menyajikan uji divergensi
suatu barisan.
3.4.4. Kriterian Divergensi. Misalkan X = (xn) suatu barisan.
maka pernyataan berikut ekivalen :
(i) Barisan X = (xn) tidak konvergen ke x∈R.
Analisis Real I
92
Pendahuluan
(ii) Terdapat ε0 > 0 sehingga untuk sebarang k∈N, terdapat rk∈N sehingga rk ≥ k dan
x rk − x ≥ ε0
( )
(iii) Terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X = x rn dari X sehingga x rn − x ≥ 0 untuk semua n∈N.
Bukti :
(i) ⇒ (ii). Bila X = (xn) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε0 > 0 tidak mungkin
memperoleh bilangan Κ(ε) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang k∈N
tidak benar bahwa untuk semua n ≥ k sehingga x rk − x ≥ ε 0 .
(ii) ⇒ (iii). Misalkan ε0 seperti pada (ii) dan misalkan r1∈N sehingga r1 ≥1 dan
x r1 − x ≥ ε 0 . Sekarang misalkan r2∈N sehingga r2 > r1 dan x r2 − x ≥ ε 0 ; misalkan r3
> r2 dan x r3 − x ≥ ε0. dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X’ =
( x ) (x
rn
rn)
dari X sehingga x rn − x ≥ ε0.
( )
(iii) ⇒ (i) Misalkan X = (xn) mempunyai subbarisan X’ = x rn
memenuhi kondisi
(iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menurut Teorema 3.4.2 subbarisan X’ juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin
suku dari x’ termuat dilingkungan x0 dari x.
3.4.5. Beberapa contoh.
( (−1) ) divergen .
Bila barisan X = (( −1) ) konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap sub(a). Barisan
n
n
barisan dari X harus konvergen ke x. Karena terdapat subbarisan yang konvergen ke
+1 dan sub-barisan yang lain konvergen ke -1, maka haruslah X divergen.
(b). Barisan (1, 21 ,3, 14 ,...) divergen.
[Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (yn), yang mana yn = n bila
n ganjil, dan yn =
Analisis Real I
1
bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak
n
93
Aljabar Himpunan
terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Secara alternatif, walaupun sub-barisan
( 12 , 1 4 , 1 6 ,...)
dari Y konvergen ke 0, keseluru-
han barisan Y tidak konvergen ke 0. Yaitu, terdapat subbarisan (3,5,7,...) dari Y yang
berada di luar lingkungan -1 dari 0; karena itu Y tidak konvergen ke 0.
Eksistensi Subbarisan Monoton
Sementara tidak setiap barisan monoton, kita sekarang akan menunjukkan
bahwa setiap barisan mempunyai sub-barisan monoton.
3.4.6. Teorema Subbarisan Monoton. Setiap barisan X = (xn) mempunyai subbarisan
monoton.
Bukti
Untuk tujuan ini kita akan menyatakan suku ke-m xm merupakan puncak bila
xm ≥ xn untuk semua n ≥ m. Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dua kasus.
Kasus 1. X mempunyai sejumlah tak hingga puncak. Dalam kasus ini, kita mengururt
puncak-puncak tersebut dengan indeks naik. Jad kita mempunyai puncak-puncak
x m1 , x m 2 ,..., x m k ,... dengan m1 < m2 < ... < mk < ...,.Karena masing-masing suku
tersebut puncak, kita mempunyai x m1 ≥ x m2 ≥ x m 3 ≥...≥ x m k ≥...
( )
Karenanya subbarisan x m k merupakan subbarisan tak naik dari X.
Kasus 2. X mempunyai sejumlah hingga (mungkin nol) puncak. Misalkan puncakpuncak ini x m1 ,x m2 ,...,x m r ,... . Misalkan s1 = mr + 1 (indeks pertama setelah puncak
terakhir) Karena x s1 bukan puncak, maka terdapat s2 > s1 sehingga
x s2 > x s1 .
Karena x s2 bukan puncak, maka terdapat s3 > s2, sehingga x s3 > x s2 . Bila kita
( )
meneruskan proses ini, kita peroleh subbarisan tak turun (bukan naik) x sn dari X.
Teorema Bolzana Weierstrass
3.4.7. Teorema Bolzana-Weierstrass. Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan
konvergen.
Bukti
Analisis Real I
94
Pendahuluan
Mengikuti Teorema Subbarisan Monoton, maka barisan terbatas X = (xn)
( )
mempu-nyai subbarisan X’ = x sn
monoton. Subbarisan inipun juga terbatas, se-
( )
hingga menururt Teorema Konvergensi Monoton X’ = x sn konvergen.
Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa
sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan
((−1) )
n
mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke
+1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.
Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan barisan, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X”. Di sini dapat kita catat bahawa X” juga merupakan subbarisan dari X.
3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan x∈R yang mempunyai sifat bahwa
setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke
x.
Bukti
Misalkan M > 0, sehingga x n ≤ M untuk semua n∈N. Andaikan X tidak konvergen
( )
ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X’ = x rn dari
X sehingga
(#)
x rn − x ≥ ε 0 , untuk semua n∈N.
Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teorema Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen.
Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menurut hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X” terletak di dalam lingkungan-ε0 dari x.
Karena setiap suku dari X” juga merupakan suku dari X’, hal ini membawa kita ke
suatu yang kontradiksi dengan (#)
Latihan 3.4
1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.
Analisis Real I
95
Aljabar Himpunan
2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1,
( ) = 1.
maka lim c
1
n
3. Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) dan barisan Z = (zn) didefenisikan dengan z1 = x1,
z2 = y1, ... z2n-1 = xn, z2n = yn,.... Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya jika
X dan Y konvergen dan lim X = lim Y.
4. Misalkan x n = n
1
n
untuk n∈N.
(a). Tunjukkan bahwa xn+1 < xn ekivalen dengan (1 + 1 n) < n, dan diduga bahwa
n
ketaksamaan ini benar untuk n ≥ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (xn)
pada akhirnya tak naik dan η = lim (xn) ada.
(b) Gunakan fakta subbarisan (x2n) juga konvergen ke x untuk menunjukkan
bahwa x =
x . Simpulkan x = 1
5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (xn) mempunyai subbarisan lagi yang konvergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0.
6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut :
(
(a). (1 + 1 2n)
(c).  (1 +

1
n
2
)
2
)
n2
(
)
(d). ((1 + ) )
(b). (1 + 1 2n)


2
n
n
n
7. Misalkan (xn) barisan terbatas dan untuk masing-masing n∈N sn = sup{xk: k ≥ n}
dan s = inf{ sn : n∈N}. Tunjukkan bahwa terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s.
8. Misalkan bahwa xn ≥ 0 untuk semua n∈N dan lim
((−1) x )
n
n
ada. Tunjukkan
bahwa (xn) konvergen.
( )
9. Tunjukkan bahwa bila (xn) tak terbatas, maka terdapat subbarisan x n k sehingga
 1 
 =0
lim 

 xnk 
Analisis Real I
96
Pendahuluan
10. Bila xn =
( −1) n
n
, tentukan subbarisan (xn) yang dikonstruksi pada bukti kedua
Teorema Bolzano-Weierstrass.
11. Misalkan (xn) barisan terbatas dan s = sup{ xn : n∈N }. Tunjukkan bahwa bila s ∉
{xn : n∈N}, maka terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s.
12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihilangkan.
3.5 Kriteria Cauchy
Teorema Konvergensi Monoton sangat penting dan berguna, tetapi sayangnya
hanya dapat diterapkan pada barisan monoton. Padahal sangat penting untuk memperkenalkan kriteria konvergensi yang tidak bergantung pada barisan monoton maupun nilai limitnya,seperti yang akan kita bahas berikut ini.
3.5.1 Definis.i Barisan X = (xn) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap ε > 0
terdapat H(ε)∈N sehingga bila m,n ≥ H(ε), maka xm dan xn memenuhi x n − x m < ε .
Pembaca sebaiknya membandingkan definisi ini dekat dengan Teorema 3.1.6
(c) yang menyinggung konvergensi barisan x. Akan kita lihat bahwa barisan Cauchy
ekivalen dengan barisan konvergen. Untuk membuktikannya kita akan tunjukkan terlebih dahulu bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy.
3.5.2. Lemma. Bila X = (xn) barisan konvergen, maka X barisan Cauchy.
Bukti :
Misalkan x = lim X, maka menurut Teorema 3.1.6(c) untuk sebarang ε > 0, terdapat Κ( 2ε )∈N sehingga x n − x <
ε
2
untuk semua n ≥ Κ( 2ε ). Jadi, bila m,n ≥ Κ( 2ε )
maka
xn − xm = ( xn − xm ) + ( x − xm )
≤ xn − x + xm − x <
ε
2
+
ε
2
=ε
Karena ε > 0 sebarang, maka (xn) barisan Cauchy.
Analisis Real I
97
Aljabar Himpunan
Untuk menunjukkan bahwa barisan Cauchy konvergen kita akan menggunakan hasil berikut.
3.5.3. Lemma. Barisan Cauchy terbatas.
Bukti :
Misalkan x barisan Cauchy dan ε = 1. Bila H = H(1) dan n ≥ H, maka x n − x H ≤ 1 .
Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga kita mempunyai x n ≤ x H + 1 untuk n ≥
Η. Bila kita definisikan
M = sup{ x1 , x 2 ,..., x H −1 , x H + 1 },
maka x n ≤ M untuk semua n∈N.
3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya
jika merupakan barisan cauchy.
Bukti :
Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan
Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X
konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terbatas. Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ =
( x ) dari X yang konvergen ke x
nk
*
suatu bilangan real. Kita akan melengkapi bukti
dengan menunjukkan bahwa X konvergen ke x*.
Karena X = (xn) barisan Cauchy, untuk sebarang ε > 0 terdapat H( 2ε )∈N sehingga bila m,n ≥ H( 2ε ) maka
xn − xm <
(*)
Karena subbarisan X’ =
ε
2
(x )
nk
konvergen ke x*, maka terdapat bilangan asli K ≥
H( 2ε ) unsur dari {n1,n2,...} sehingga x K − x* < 2ε .
Karena K ≥ H( 2ε ), dari (*) dengan m = K diperoleh
x n − x k < 2ε , untuk n ≥ H( 2ε )
Analisis Real I
98
Pendahuluan
Karena itu, bila n ≥ H( 2ε ), kita mempunyai
(
x n − x * = ( x n − x K ) + x K − x*
)
≤ xn − xK + xK − x *
<
ε
2
+ 2ε = ε
Karena ε > 0 sebarang, maka lim (xn) = x*.
Berikut kita lihat beberapa contoh aplikasi dari Kriteria Cauchy.
3.5.5. Beberapa Contoh
 1
(a) Barisan   konvergen.
 n
Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada
3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita
catat bahwa bila diberikan sebarang ε > 0. maka terdapat H = H(ε)∈N, sehingga H >
( 2ε ) (Mengapa?). Dari sini, bila m,n ≥ H, maka
1 1
1 1
2
−
≤ + ≤ <ε
n m n m H
 1
Karena ε > 0 sebarang, maka   barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi
 n
Cauchy barisan ini konvergen.
(b). Misalkan X = (xn) didefinisikan dengan
x1 = 1, x2 = 2 dan x n =
1
2
( x n − 2 + x n −1 )
untuk n > 2.
Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa 1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n∈N. Beberapa
perhitungan menunjukkan bahwa barisan x tidak menoton. Tetapi, karena sukusukunya diperoleh dari rata-rata, mudah dilihat bahwa
x n − x n +1 =
1
2 n −1
untuk n∈N
(Buktikan dengan induksi) Jadi, bila m > n, kita dapat menggunakan ketaksamaan
segitiga untuk memperoleh
Analisis Real I
99
Aljabar Himpunan
x n − x m ≤ x n − x n +1 + x n +1 − x n + 2 + ...+ x m −1 − x m
=
=
1
2
n −1
+
1
1
+ ...+ m − 2
n
2
2
1 
1
1 
1
1 + +...+ m − n −1  < n − 2
n −1 
 2
2 
2
2
Karena itu, bila diberikan ε > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga
1
ε
< dan bila M ≥ n, maka x n − x m < ε . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan
n
4
2
menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan
x.
Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi
xn =
1
2
( x n −1 + x n − 2 )
yang akan sampai pada kesimpulan x =
1
2
( x + x) , yang memang
benar, tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain.
Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks
ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)]
x 2n +1 = 1 +
1 1
1
+ 3 +...+ 2n −1
2 2
2
2
1
=1 +  1 − n 
3
4 
Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X’ = 1 +
2 5
= .
3 3
(c) Misalkan Y = (yn) barisan dengan
1
1 1
1 1
( −1)
, y 2 = − ,L , y n = − + L +
1!
1! 2!
1! 2!
n!
n +1
y1 =
,L
Jelaslah, Y bukan barisan monoton. Tetapi, bila m > n, maka
n+2
n+ 3
m+1
−1)
−1)
−1)
(
(
(
ym − yn =
+
+...+
.
m!
( n + 1)! ( n + 2)!
Karena 2r-1 ≤ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)
Analisis Real I
100
Pendahuluan
ym − yn ≤
≤
1
1
1
+
+...+
m!
( n + 1)! ( n + 2)!
1
1
1
1
+ n +1 +...+ m −1 < n −1 .
n
2
2
2
2
Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak
dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai y n − y ≤
1
2
n-2
.
dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan
menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan
menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- 1e )
1
1 1 1
(d) Barisan  + + +...+  divergen.
1 2 3
n
Misalkan H = (hn) barisan yang didefinisikan dengan h n =
tuk
n∈N,
hm − hn =
yang
telah
dibahas
pada
3.3.3
(b).
Bila
1 1
1
+ + L+ un1 2
n
m
>
n,
maka
1
1
+ ...+ .
n+1
m
Karena masing-masing suku m-n ini melebihi
1
m-n
n
, maka h m − h n . >
= 1− .
m
n
m
Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h2n − h n > 21 . Hal ini menunjukkan bahwa H
bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen.
3.5.6. Definisi. Barisan X = (xn) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 <
C < 1, sehingga x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n untuk semua n∈N. Bilangan C disebut
konstanta barisan kontraktif tersebut.
3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya konvergen.
Bukti :
Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik langkah kerja kita untuk memperoleh :
Analisis Real I
101
Aljabar Himpunan
x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n ≤ C 2 x n − x n −1
≤ C3 x n −1 − x n − 2 ≤ L ≤ C n x2 − x1
untuk m > n, kita mempunyai
x m − x n ≤ x m − x m −1 + x m −1 − x m − 2 + ... + x n +1 − x n
≤ (Cm-2 + Cm-3 + ... + Cn-1)x2-x1
= Cn-1(Cm-n-1 + Cm-n-2 + ... + 1)x2 - x1
=C
n-1  1 −
Cm-1 

 x 2 − x1
 1− C 
 1 
≤ Cn-1 
 x − x1
 1 − C 2
Karena 0 < C < 1, maka lim(Cn) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (xn) barisan Cauchy,
sehingga (xn) konvergen.
Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting
untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua estimasi; pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan
selisih xn-xn-1.
3.5.8. Akibat. Bila x = (xn) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x*
= lim X, maka :
C n −1
x 2 − x1
1− C
C
(ii). x* − x n ≤
x n − x n-1
1− C
(i). x* − x n ≤
Bukti :
Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka xm − xn ≤
C n-1
x 2 − x1 . Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita
1-C
peroleh (i).
Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n, maka
x m − x n .≤ x m − x m −1 + ... + x n +1 − x n
Analisis Real I
102
Pendahuluan
Dengan induksi diperoleh
x n + k − x n + k −1 ≤ C k x n − x n − 1
karenanya
(
)
x m − x n ≤ Cm − n +...+ C2 + C x n − x n −1
Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).
3.5.9. Contoh.
Diketahui solusi dari x3 - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan
mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur iterasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x =
1
7
(x3 + 2) dan
gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,
kemudian definisikan
xn+1 =
1
7
(x
3
n
)
+ 2 , n∈N
Karena 0< x1 < 1, maka 0< xn <1 untuk semua n∈N. (Mengapa?) lebih dari itu kita
mempunyai
(x
) (x
1
7
=
1
7
x 3n +1 − x 3n
=
1
7
x 2n +1 + x n +1x n + x 2n x n +1 − x n
≤
3
7
x n +1 − x n
3
n +1
+2 −
1
7
3
n
+2
)
x n + 2 − x n +1 =
Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (xn) = r. Bila kita
menggunakan limit pada kedua sisi (terhadap n) pada xn+1 =
1
7
(r
3
1
7
( x ) , diperoleh r =
3
n
)
+ 2 atau r 3 - 7r + 2 = 0. Jadi r merupakan solusi dari persamaan tersebut.
Kita dapat mendekati nilai r dengan memilih x1 kemudian menghitung x2, x3,
..., secara berturut-turut. Sebagai contoh, bila kita memilih x1 = 0,5 kita peroleh (sampai sembilan tempat desimal) x2 = 0,303571429, x3 = 0,289710830, x4 =
0,289188016, x5 = 0,289169244, x6 = 0,289 168 571, dan seterusnya. Untuk mengesAnalisis Real I
103
Aljabar Himpunan
timasi akurasi, kita catat bahwa x 2 − x1 < 0,2. Jadi, setelah langkah ke n menurut
Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa x − x 6
*
35
243
≤ 4
=
< 0,0051 . Sebenarnya
7 (20) 48020
pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x 6 − x5 < 0,000005, menurut 3.5.8
(ii) maka x* − x 6 ≤
3
4
x6 − x5 < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per-
tama benar.
Latihan 3.5
1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.
2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy
 n + 1
(a). 
;
 n 
1
1

(b)  1 + +...+  .

2!
n!
3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan
Cauchy
(a).
( (−1)n ) ;

( −1) n 
(b)  n +
n 

4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn +
yn) dan (xn yn) juga barisan Cauchy.
5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua n∈N. Tunjukkan
bahwa (xn) pada akhirnya konstan.
6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan
Cauchy.
7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n =
1
2
( x n − 2 + x n −1 )
untuk n > 2, tunjuk-
kan bahwa (xn) konvergen. Hitunglah limitnya.
8. Bila y1 < y2 sebarang bilangan real dan y n = 13 y n −1 + 23 y n − 2 untuk n > 2, hitunglah limitnya.
9. Bila 0 < r < 1 dan x n +1 − x n < r n untuk semua n∈N, tunjukkan bahwa (xn) barisan Cauchy.
Analisis Real I
104
Pendahuluan
10. Bila x1 > 0 dan x n +1 = ( 2 + x n )
−1
untuk n ≥ 1, tunjukkan bahwa (xn) barisan kon-
traktif. Tentukan limitnya.
11. Persamaan x3 - 5x + 1 = 0 mempunyai akar r antara 0 dan 1. Gunakan barisan
kontraktif yang bersesuaian untuk menghitung r sampai 10-4.
3.6. Barisan-barisan Divergen Murni
Untuk tujuan-tujuan tertentu dipandang baik sekali untuk mendefinisikan atau
yang dimaksudkan dengan suatu barisan bilangan real (xn) yang “menuju ke ± ∞“.
3.6.1. Definisi. Misalkan (xn) suatu barisan bilangan real.
(i). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke + ∞, dan ditulis lim (xn) = +∞, jika untuk
setiap α∈R terdapat bilangan asli K(α) sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka
xn > α.
(ii). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke - ∞, dan ditulis lim (xn) = - ∞, jika untuk
setiap β∈R terdapat bilangan asli K(β) sedemikian sehingga jika n ≥ K(β), maka
xn < β.
Kita katakan bahwa (xn) divergen murni dalam hal kita mempunyai lim (xn)
= +∞ dan (xn) = - ∞.
3.6.2. Contoh-contoh
(a). lim (n) = + ∞.
Kenyataannya, jika diberikan α∈R, misal K(α) sebarang bilangan asli
sedemikian sehingga K(α) > α.
(b). lim (n2) = + ∞.
Jika K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α, dan jika n ≥
K(α) maka kita mempunyai n2 ≥ n > α.
(c). Jika c > 1, maka lim (cn) = + ∞
Misalkan c = 1 + b, dimana b > α, Jika diberikan α∈R, misal K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α . Jika n ≥ K(α) maka menurut ketaksamab
an Bernoulli
Analisis Real I
105
Aljabar Himpunan
cn = (1 + b)n ≥ 1 + nb > 1+ α > α.
Oleh karena itu lim (cn) = + ∞.
Barisan-barisan monoton khususnya adalah sederhana dalam memandang
konvergennya. Kita telah melihat dalam Teorema Konvergensi Monoton 3.2.2 bahwa
suatu barisan monoton adalah konvergen jika dan hanya jika terbatas. Hasil berikut
adalah suatu reformulasi dari hasil tersebut di atas.
3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan
hanya jika barisan tersebut tidak terbatas.
(a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = +∞
(b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = -∞
Bukti :
(a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (xn) terbatas,
maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang α∈R terdapat
n(α)∈N sedemikian sehingga α < xn(α). Tetapi karena (xn), kita mempunyai α < xn
untuk semua n ≥ n(α). Karena α sebarang, maka berarti lim (n) = + ∞.
Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.
“Teorema perbandingan” berikut senantiasa akan dipergunakan dalam
menunjukkan bahwa suatu barisan divergen murni. [Pada kenyataannya, tidak
digunakan secara implisit dalam contoh 3.6.2 (c)].
3.6.4. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real dan anggaplah
bahwa
(*)
xn ≤ yn untuk semua n∈N.
(a). Jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞.
(b). Jika lim (yn) = - ∞, maka lim (xn) = - ∞.
Bukti :
(a) Jika lim (xn) = + ∞, dan jika diberikan α∈R, maka terdapat bilangan asli K(α)
sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka α < xn. Mengingat (*), berarti α < yn untuk
semua n ≥ K(α). Karena α sebarang, maka ini menyatakan bahwa lim (yn) = + ∞.
Analisis Real I
106
Pendahuluan
Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara yang serupa.
Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika
terdapat m ∈ Ν sedemikian sehingga xn ≤ yn untuk semua n ≥ m.
(b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (yn) = + ∞, tidak mesti berlaku bukan lim
(xn) = + ∞. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (xn) = - ∞, belum tentu berlaku lim (yn) = - ∞.
Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ∞ [atau ke -∞]
kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari
[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita
ketahui bahwa menuju ke + ∞ [atau ke - ∞].
Karena kadang-kadang sangat sulit untuk memperlihatkan ketaksamaan sebagaimana (*), maka “Teorema Perbandingan Limit” berikut masing-masing lebih
tepat untuk digunakan daripada Teorema 3.6.4.
3.6.5. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan anggaplah bahwa untuk suatu L∈R, L > 0, kita mempunyai
x 
lim  n  = L
 yn 
(#)
Maka lim (xn) = + ∞ jika dan hanya jika lim (yn) = + ∞
Bukti :
Jika (#) berlaku, maka terdapat K∈N sedemikian sehingga
1
2
L <
xn
<
yn
Dari sini kita mempunyai
3
2
L untuk semua n ≥ K
( 21 L)y n < x n < ( 23 L)y n
untuk semua n ≥ K. Sekarang ke-
simpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan
untuk dikerjakan oleh pembaca.
Pembaca dapat menunjukkan bahwa konklusi tidak perlu berlaku jika L = 0
atau L = + ∞. Akan tetapi ada suatu hasil parsial belum dapat ditunjukkan dalam kasus-kasus ini, seperti telah diperlihatkan dalam latihan.
Latihan 3.6.
1. Tunjukkan bahwa jika (xn) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem
barisannya yang divergen murni.
Analisis Real I
107
Aljabar Himpunan
2. Berikan contoh dari barisan-barisan (xn) dan (yn) yang divergen murni dengan yn ≠
0 untuk semua n∈N sedemikian sehingga
x 
(a)  n  konvergen
 yn 
x 
(b)  n  divergen murni
 yn 
3. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua n∈N, maka lim (xn) = 0 jika dan hanya
 1
jika lim   = + ∞
 xn 
4. Perlihatkan kedivergenan murni dari barisan-barisan berikut :
( n)
(c). ( n − 1)
(a).
(b).
(
n +1
)
 n 
(d). 

 n +1 
5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ?
6. Misalkan (xn) divergen murni dan misalkan (yn) barisan sedemikian sehingga lim
(xnyn) masuk ke R. Tunjukkan bahwa (yn) konvergen ke 0.
7. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
 xn 
 =0
 yn 
(a) Tunjukkan bahwa jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞
(b) Tunjukkan bahwa jika (yn) terbatas, maka lim (xn) = 0
8. Selidikilah bahwa kekonvergenan atau kedivergenan dari barisan-barisan berikut :
(a).
(
n2 −2
)
 n2 + 1 

(c). 
n 

 n 
(b)  2 
 n +1
(
(d) sin n
)
9. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
 1
 =+∞
 xn 
(a) Tunjukkan bahwa jika lim (yn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞
Analisis Real I
108
Pendahuluan
(b) Tunjukkan bahwa jika (xn) terbatas, maka lim (xn) = 0
a 
10. Tunjukkan bahwa jika lim  n  = L , dimana l > 0, maka lim ( a n ) = + ∞.
 n
Analisis Real I
109
Aljabar Himpunan
BAB
4
LIMIT-LIMIT
Secara umum, “Analisis secara matematika” merupakan dasar matematika
yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah
menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari
suatu barisan bilangan real. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit
suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan
pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya pengertian limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan
tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat
dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal
4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering
dipergunakan.
4.1. Limit-limit Fungsi
Pada pasal ini kita akan mendefinisikan pengertian penting dari limit suatu
fungsi. Pembaca akan memperoleh pengertian yang paralel dengan definisi limit suatu
barisan. Gagasan secara intuisi dari suatu fungsi yang mempunyai limit L pada c
adalah bahwa nilai f(x) sangat dekat dengan L untuk x yang sangat dekat dengan c.
Akan tetapi kita perlu mempunyai teknik-teknik pengerjaan dengan gagasan “dekat
sekali”, dan ini memerlukan penggunaan pengertian lingkungan dari suatu titik. Jadi
pernyataan: “fungsi f mendekati L pada c” berarti bahwa nilai f(x) akan terletak dalam
sebarang lingkungan-ε yang diberikan dari L, asalkan kita mengambil x dalam lingkungan-δ dari c yang cukup kecil, dimana x ≠ c. Pemilihan δ akan bergantung pada ε
yang diberikan. Kita tidak ingin terpengaruh dengan nilai dari f(c) pada c, karena
Analisis Real I
110
Pendahuluan
kita hanya ingin memandang “kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titiktitik yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c.
Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada
sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau
pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat
sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan alasan untuk definisi berikut.
4.1.1. Definisi. Misalkan A⊆R. Suatu titik c∈R adalah titik cluster dari A
jika setiap lingkungan-δ Vδ(c) = (c-δ,c+δ) dari c memuat aling kurang satu titik dari A
yang berbeda dengan c.
Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan
menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan
adalah bahwa adanya titik-titik dalam Vδ(c)∩A yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari
A.
4.1.2. Teorema. Suatu bilangan c∈R merupakan titik cluster dari A⊆R jika
dan hanya jika terdapat barisan bilangan real (an) dalam A dengan an ≠ c untuk semua
n∈N sedemikian sehingga lim (an) = c.
Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n) V1/n(c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik
yang dimaksud adalah an, maka an∈A, an ≠ c, dan lim (an) = c.
Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an) dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka
untuk sebarang δ>0 terdapat bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n≥K(δ),
maka an∈Vδ(c). Oleh karena itu lingkungan-δ dari c Vδ(c) memuat titik-titik an,
n≥K(δ), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c.
Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu
himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu,
suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster.
Analisis Real I
111
Aljabar Himpunan
4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tutup [0,1] merupakan titik cluster dari A1. Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster
dari A1, messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A1. Semua titik dalam A1 adalah
titik cluster dari A1 (mengapa ?)
(b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?)
(c) Himpunan tak berhingga N tidak mempunyai titik cluster.
(d) Himpunan A4 = {1/n : n∈N} hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya.
Tidak satu pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A4.
(e) Himpunan A5 = I∩Q yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam interval tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I merupakan titik cluster dari A5.
Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik
cluster domainnya.
Definisi Limit
Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu
titik.
y
f
(
Lo
(
Diberikan Vε(L)
o
c
(
(
x
Ada V δ(c)
Gambar 4.1 1. Limit dari f pada c adalah L
Analisis Real I
112
Pendahuluan
4.1.4 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A → R, dan c suatu titik cluster dari
A. Kita katakan bahwa suatu bilangan real L merupakan limit dari f pada c jika
diberikan sebarang lingkungan-ε dari L Vε(L), terdapat lingkungan-δ dari c Vδ(c)
sedemikian sehingga jika x ≠ c sebarang titik dari Vδ(c)∩A, maka f(x) termasuk
dalam Vε(L). (Lihat Gambar 4.1.1)
Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa
f konvergen ke L pada c. Sering dituliskan
L = lim f
x→ c
atau
L = lim f ( x )
x→ c
Kita juga mengatakan bahwa “f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau
“f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol
F(x) → L
sebagaimana
x→c
juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f
tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f diver-
gen pada c.
Teorema berikut memberikan jaminan kepada kita akan ketunggalan
limit suatu fungsi, jika limit dimaksud ada. Ketunggalan limit ini bukan merupakan
bagian dari definisi limit, akan tetapi merupakan fakta yang harus dibuktikan.
4.1.5. Teorema. Jika f : A → R dan c suatu titik cluster dari A, maka f
hanya dapat mempunyai satu limit pada c.
Bukti. Andaikan kontradiksi, yaitu terdapat bilangan real L’ ≠ L” yang memenuhi definisi 4.1.4. Kita pilih ε>0 sedemikain sehingga lingkungan-ε Vε(L’) dan
Vε(L”) saling lepas. Sebagai contoh, kita dapat mengambil sebarang ε yang lebih kecil
dari ½L’ – L”. Maka menurut definisi 4.1.4, terdapat δ’ > 0 sedemikian sehingga
jika x sebarang titik dalam A∩Vδ’(c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam Vε(L’). Secara serupa, terdapat δ” > 0 sedemikain sehingga jika x sebarang titik dalam
A∩Vδ”(c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam Vε(L”). Sekarang ambil δ = min
{δ’,δ”}, dan misalkan Vδ(c) lingkungan-δ dari c. Karena c titik cluster dar A, maka
Analisis Real I
113
Aljabar Himpunan
terdapat paling sedikit satu titik x0 ≠ c sedemikian sehingga x0∈A∩Vδ(c). Akibatnya,
f(x0) mesti termasuk dalam Vε(L’) dan Vε(L”), yang mana kontradiksi dengan fakta
bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’ ≠ L” merupakan limitlimit f pada c menimbulkan kontradiksi.
Kriteria ε-δ
δ untuk Limit
Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4
dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh
yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk
memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria
sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi.
4.1.6 Teorema. Misalkan f : A → R dan c suatu titik cluster dari A; maka
(i)
lim f = L jika dan hanya jika
(ii)
untuk sebarang ε > 0 terdapat suatu δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x∈A
x→ c
dan 0 < x - c < δ(ε), maka f(x) - L < ε.
Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberikan ε > 0 sebarang, terdapat δ = δ(ε) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A
yang merupakan unsur dalam lingkungan-δ dari c Vδc), x ≠ c, nilai f(x) termasuk
dalam lingkungan-ε dari L Vε(L). Akan tetapi, x∈Vδ(c) dan x≠c jika dan hanya jika 0
< x - c < δ. (Perhatikan bahwa 0 < x - c adalah cara lain untuk menyatakan
bahwa x ≠ c). Juga, f(x) termasuk dalam Vε(L) jika dan hanya jika f(x) – L < ε. Jadi
jika x∈A memenuhi 0 < x - c< δ, maka f(x) memenuhi f(x) - L <ε.
(ii) ⇒ (i) Jika syarat yang dinyatakan dalam (ii) berlaku, maka kita ambil lingkunganδ Vδ(c) = (c - δ,c + δ) dan lingkungan-ε Vε(L) = (L - ε,L + ε). Maka syarat (ii) berakibat jika x masuk dalam Vδ(c), dimana x∈A dan x≠c, maka f(x) termasuk dalam Vε(L).
Oleh karena itu, menurut definisi 4.1.4, f mempunyai limit L pada c.
Sekarang akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bagaimana Teorema 4.1.6. sering dipergunakan.
Analisis Real I
114
Pendahuluan
4.1.7. Contoh-contoh.. (a) lim b = b.
x→ c
Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua x∈R; kita claim
bahwa lim f = b. Memang, diberikan ε > 0, misalkan δ = 1. Maka jika 0 <x - c< 1,
x→ c
kita mem[unyai f(x) - b = b - b = 0 < ε. Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan
dari 4.1.6(ii) bahwa lim f = b.
x→ c
(b). lim x = c.
x →c
Misalkan g(x) = x untuk semua x∈R. Jika ε > 0 misalkan δ(ε) = ε. Maka jika
0 <x - c < δ(ε), maka secara triviaal kita mempunyai g(x) - c = x - c < ε.
Karena ε > 0 sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa lim g = c.
x→ c
(c). lim x 2 = c2.
x→ c
Misalkan h(x) = x2 untuk semua x∈R. Kita ingin membuat selisih
h(x) – c2 = x2 – c2
lebih kecil dari suatu ε > 0 yang diberikan dengan pengambilan x yang cukup dekat
dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x2 – c2 = (x – c)(x + c). Selain itu, jka x c < 1, makaa
x ≤ c + 1 dengan demikian x + c ≤ x + c ≤ 2c + 1.
Oleh karena itu, jika x - c < 1, kita mempunyai
(*)
x2 – c2 = x – cx + c ≤ (2c + 1)x - c
Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari ε asalkan kita mengambil x - c <
ε/(2c + 1). Akibatnya, jika kita memilih

ε 
δ(ε) = inf 1,
,
 2 c + 1
maka jika 0 <x - c < δ(ε), pertama akan berlaku bahwa x - c < 1 dengan demikian
(*) valid, dan oleh karena itu, karena x - c < ε/(2c + 1) maka
x2 – c2 < ε/(2c + 1)x - c < ε.
Analisis Real I
115
Aljabar Himpunan
Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim h(x) = lim x 2 = c2.
x→ c
(d) lim
x →c
x→ c
1 1
= , jika c > 0.
x c
Misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan
bahwa lim ϕ = 1/c kita ingin membuat selisih
x →c
ϕ (x ) −
1
1 1
= −
x c
c
lebih kecil dar ε >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0.
Pertama kita perhatikan bahwa
1 1
1
(c − x ) = 1 x − c
− =
x c
cx
cx
untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala
suatu lingkungan c. Khususnya, jika x - c <
1
2
c, maka
1
2
c<x<
3
2
c (mengapa?),
dengan demikian
0<
1
2
< 2 untuk x - c <
cx
c
1
2
c.
Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai
(#)
ϕ (x ) −
2
1
< 2 x−c .
c
c
Agar suku terakhir lebih kecil dar ε, maka cukup mengambil x – c <
1
2
c2ε.
Akibatnya, jika kita memilih
δ(ε) = inf{ 12 c,
1
2
c2ε},
maka jika 0 < x - c < δ(ε), pertama yang berlaku bahwa x - c <
demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena x – c <
ϕ (x ) −
Analisis Real I
1
2
1
2
c dengan
c2ε maka berlaku
1
1 1
= − < ε.
x c
c
116
Pendahuluan
Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim ϕ (x) = lim
x →c
(e). lim
x →c
x →c
1
1
=
.
x
c
x3 − 4 4
=
x2 + 1 5
Misalkan ψ(x) = (x3 – 4)/(x2 + 1) untuk x∈R. Maka sedikit manipulasi secara
aljabar memberikan
5 x3 − 4 x 2 − 24
4
=
ψ (x ) −
5
5 x2 + 1
(
=
)
5 x 2 + 6 x − 12
(
)
5 x2 + 1
x - 2
Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien x - 2, kita membatasi x dengan syarat
1 < x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x2 + 6x + 12 ≤ 5(32) + 6(3) +
12 =75 dan 5(x2 + 1) ≥ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian
ψ (x ) −
75
15
4
≤
x - 2 =
x - 2.
10
2
5
Sekarang diberikan ε > 0, kita pilih
 2 
δ(ε) = inf 1, ε  .
 15 
Maka jika 0 <x - 2 < δ(ε), kita mempunyai ψ(x) – (4/5) ≤ (15/2)x - 2 ≤ ε.
Karena ε > 0 sebarang, maka contoh (e) terbukti.
Kriteria Barisan Untuk Limit
Berikut ini merupakan formulasi penting dari limit suatu fungsi dalam kaitannya dengan limir suatu barisan. Karakterisasi ini memungkinkan teori-teori pada
bab3 dapat dipergunakan untuk mempelajari limit-limit fungsi.
4.1.8. Teorema. (Kriteria Barisan) Misalkan f : A → R dan c suatu titik
cluster dari A; maka :
(i) lim f = L
x →c
Analisis Real I
jika dan hanya jika
117
Aljabar Himpunan
(ii) untuk sebarang barisan (xn) dalam A yang konvergen ke c sedemikian sehingga x ≠ c untuk semua n∈N, barisan (f(xn)) konvergen ke L.
Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (xn)
barisan dalam A dengan lim( xn ) = c dan xn ≠ c untuk semua n∈N. Kita mesti memx →c
buktikan bahwa barisan (f(xn)) konvergen ke L. Misalkan diberikan ε > 0 sebarang.
Maka dengan kriteria ε-δ 4.1.6, terdapat δ > 0 sedemikian sehingga jika x memenuhi
0 <x - c < δ, dimana x∈A maka f(x) memenuhi f(x) - L < ε. Sekarang kita akan
menggunakan definisi kekonvergenan barisan untuk δ yang diberikan untuk memperoleh bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n > K(δ) maka xn – c < δ.
Akan tetapi untuk setiap xn yang demikian kita mempunyai f(xn) - L < ε. Jadi, jika n
> K(δ), maka f(xn) - L < ε. Oleh karena itu, barisan (f(xn)) konvergen ke L.
(ii) ⇒ (i). [Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar,
maka terdapat suatu lingkungan-ε0 dari L, Vε 0 (L ) , sedemikian sehingga lingkunga-δ
apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu xδ dalam A∩Vδ(c)
dengan xδ ≠ c sedemikian sehingga f(xδ)∉ Vε 0 (L ) . Dari sini untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n) dari c memuat suatu bilangan xn sedemikian sehingga
0 <xn - c < 1/n dan xn∈A,
tetapi sedemikian sehingga
f(xn) - L ≥ ε0 untuk semua n∈N.
Kita menyimpulkan bahwa barisan (xn) dalam A\{c} konvergen ke c, tetapi barisan
(f(xn)) tidak konvergen ke L. Oleh karena itu kita telah menunjukkan bahwa jika (i)
tidak benar, maka (ii) juga tidak benar. Kita simpulkan bahwa (ii) menyebabkan (i).
Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit
fungsi dapat diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan barisan yang bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika
(xn) sebarang barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn2) konvergen ke c2. Oleh
Analisis Real I
118
Pendahuluan
karena itu dengan kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x2
mempuntai limit lim h( x) = c2.
x →c
Kriteria Kedivergenan
Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan tertentu bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak
mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi
dari pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk
dikerjakan oleh pembaca.
4.1.9. Kriteria Divergensi. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik
cluster dari A.
(a). Jika L∈R, maka f tidak mempunyai limit L pada c jika dan hanya jika
terdapat suatu barisan (xn) dalam A dengan xn ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga barisan (xn) konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke L.
(b). Fungsi f tidak mempunyai limit pada c jika dan hanya jika terdapat suatu
barisan (xn) dalam A dengan xn ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga barisan
(xn) konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen dalam R.
Berikut ini diberikan beberapa aplikasi dari kriteria divergensi untuk
menunjukkan bagaimana kriteria itu dapat dipergunakan.
4.1.10. Contoh-contoh. (a). lim (1 / x ) tidak ada dalam R.
x →0
Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi,
disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) gagal berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana
dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (xn) dengan xn = 1/n untuk n∈N, maka lim (xn) = 0, tetapi ϕ(xn) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa barisan (ϕ(xn)) = (n) tidak konvergen dalam R, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,
dengan teorema 4.1.9(b), lim (1 / x ) tidak ada dalam R. [Akan tetapi, lihat contoh
x →0
4.3.9(a).]
Analisis Real I
119
Aljabar Himpunan
(b) lim sgn ( x ) tidak ada.
x →0
1 (
.
0
) -1
Gambar 4.1.2 Fungsi Signum
Misalkan fungsi signum didefinisikan dengan
+ 1, untuk x > 0

sgn (x) =  0, untuk x = 0
− 1, untuk x < 0

Perhatikan bahwa sgn(x) = x/x untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.2) Kita akan menunjukkan bahwa sgn tidak mempunyai limit pada x = 0. Kita akan mengerjakan ini dengan menunjukkan bahwa terdapat barisan (xn) sedemikian sehingga lim(xn) = 0, tetapi
sedemikian sehingga (sgn(xn)) tidak konvergen.
Misalkan xn = (-1)n/n untuk n∈N dengan demikian lim(xn) = 0. Akan tetapi ,
karena
sgn (xn) = (-1)n untuk n∈N,
maka dari Contoh 3.4.5(a), (sgn(xn)) tidak konvergen. Oleh karena itu lim (1 / x ) tidak
x →0
ada.
(c) lim sin (1 / x ) tidak ada dalam R.
x →0
Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan
(xn) dan (yn) dengan xn ≠ 0 dan yn ≠ 0 untuk semua n∈N dan sedemikian sehingga lim
Analisis Real I
120
Pendahuluan
(xn) = 0 = lim (yn), tetapi sedemikian sehingga lim (g(xn)) ≠ lim (g(yn)). Mengingat
Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan lim g tidak ada. (Jelaskan mengapa.)
x →0
Gambar 4.1 3. Grafik f(x) = sin(1/x), x ≠ 0
Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa sin t = 0 jika t = nπ untuk n∈Z,
dan sin t = +1 jika t = ½π + 2πn untuk n∈Z. Sekarang missalkan xn = 1/nπ untuk
n∈N; maka lim (xn) = 0 dan g(xn) = 0 untuk semua n∈N, dengan demikian lim
(g(xn)) = 0. Di pihak lain, misalkan yn = (½π + 2πn)-1 untuk n∈N; maka lim (yn) = 0
dan g(yn) = sin (½π + 2πn) = 1 untuk semua n∈N, dengan demikian lim (g(yn)) = 1.
Kita simpulkan bahwa lim sin (1 / x ) tidak ada.
x →0
Soal-soal Latihan
1. Tentukan suatu syarat pada x - 1 yang akan menjamin bahhwa :
(a) x2 - 1 < ½,
(b) x2 - 1 < 1/103
(c) x2 - 1 < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan,
(d) x3 - 1 < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan.
Analisis Real I
121
Aljabar Himpunan
2. Misalkan c suatu titik cluster dari A⊆R dan f : A → R. Buktikan bahwa lim f (x ) =
x →0
L jika dan hanya jika lim f (x ) − L = 0.
x →0
3. Misalkan f : R → R, dan c∈ R. Tunjukkan bahwa lim f (x ) = L jika dan hanya jika
x →c
lim f (x + c ) = L.
x →0
4. Misalkan f : R → R, I⊆ R suatu interval buka, dan c∈I. Jika f1 merupakan pembatasan dari f pada I, tunjukkan bahwa f1 mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f
mempunyai suatu limit pada c dan tunjukkan pula bahwa lim f = lim f1 .
x →c
x →c
5. Misalkan f : R → R, J⊆ R suatu interval tutup, dan c∈J. Jika f2 merupakan pembatasan dari f pada I, tunjukkan bahwa jika f mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f2
mempunyai suatu limit pada c. Tunjukkan bahwa tidak berlaku bahwa jika f2 mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c.
6. Misalkan I = (0,a), a > 0, dan misalkan g(x) = x2 untuk x∈I. Untuk sebarang x,c dalam I,
tunjukkan bahwa g(x) – c2 ≤ 2ax - c. Gunakan ketaksamaan ini untuk membuktikan
bahwa lim x 2 = c2 untuk sebarang c∈I.
x →c
7. Misalkan I⊆ R suatu interval, f : I → R, dan c∈I. Misalkan pula terdapat K dan L
sedemikian sehingga f(x) - L≤Kx - c untuk x∈I. Tunjukkan bahwa lim f = L.
x →c
8. Tunjukkan bahwa lim x 3 = c3 untuk sebarang c∈ R.
x →c
9. Tunjukkan bahwa lim
x →c
x = c untuk sebatang c ≥ 0.
10. Gunakan formulasi ε-δ dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk memperlihatkan berikut :
(a) lim
1
x→2 1 −
x
= -1 (x > 1),
x2
(c) lim
= 0 (x ≠ 0),
x →0 x
(b) lim
x
x →1 1 +
x
=
1
(x > 0),
2
x2 − x + 1 1
(d) lim
= (x > 0).
x →1
x +1
2
11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam R:
Analisis Real I
122
Pendahuluan
(a) lim
x→ 0
1
(x > 0),
x2
(c) . lim ( x + sgn ( x )) ,
x →0
(b) lim
x →0
1
(x > 0),
x
 1 
(x ≠ 0).
2
x 
(d) lim sin 
x →1
12. Misalkan fungsi f : R → R mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika g
: R → R didefinisikan oleh g(x) = f(ax) untuk x∈R, tunjukkan bahwa lim g = L.
x →0
13. Misalkan c titik cluster dari A⊆ R dan f : A → R sedemikian sehingga lim
x→ c
( f ( x ))2
= L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f ( x ) = 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa
x →c
jika L ≠ 0, maka f bisa mungkin tidak mempunyai suatu limit pada c.
14. Misalkna f : R → R didefinisikan oleh f(x) = x jika x rasional, dan f(x) = 0 jika x irasional. Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan
untuk menunjukkan bahwa jika c ≠ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c.
4.2. Teorema-teorema Limit
Sekarang kita akan memperlihatkan hasil-hasil yang dipergunakan dalam menentukan limit fungsi. Hasil-hasil ini serupa dengan teorema-teorema limit untuk barisan.yang telah diperlihatkan pada Pasal 3.2. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus
hasil-hasil ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.1.8 dan hasil-hasil
dari Pasal 3.2. Secara alternatif, hasil-hasil dalam Pasal ini dapat dibuktikan dengan
menggunakan argumen ε-δ yang sangat serupa untuk hal yang sama dalam Pasal 3.2.
4.2.1 Definisi. Misalkan A⊆ R, f : R → R, dan c∈R suatu titik cluster dari
A. Kita mengatakan bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c jika terdapat
lingkungan-δ dari c Vδ(c) dan suatu konstanta M > 0 sedemikian sehingga kita mempunyai f(x) ≤ M untuk semua x ∈ A∩Vδ(c).
4.2.2 Teorema Jika A⊆ R dan f : A → R mempunyai suatu limit pada c∈
R, maka f terbatas pada suatu lingkungan dar c.
Analisis Real I
123
Aljabar Himpunan
Bukti. Jika L = lim f ( x) , maka oleh Teorema 4.1.6, dengan ε = 1, terdapat δ
x→ c
> 0 sedemikian sehingga jika 0 <x - c < δ, maka f(x) - L < 1; dari sini (oleh Teorema Akibat 2.3.4(a)),
f(x) - L ≤ f(x) - L < 1.
Oleh karena itu, jika x∈A∩Vδ(c), x≠c, maka f(x) ≤ L + 1. Jika c∉A, kita ambil M =
L+ 1, sedangkan jika c∈A kita ambil M = sup{f(c),L+1}. Ini berarti bahwa jika
c∈A∩Vδ(c), maka f(x) ≤ M. Ini menunjukkan bahwa f terbatas pada Vδ(c) suatu
lingkungan-δ dari c.
Definisi berikut serupa dengan definisi 3.1.3 untuk jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi barisan-barisan.
4.2.3 Definisi Misalkan A⊆R dan misalkan pula f dan g fungsi-fungsi
yang terdefinisi pada A ke R. Kita mendefinisikan jumlah f + g, selisih f – g, dan ha-
sil kali fg pada A ke R sebagai fungsi-fungsi yang diberikan oleh
(f + g)(x) = f(x) + g(x),
(f - g)(x) = f(x) - g(x),
(fg)(x) = f(x)g(x),
untuk semua x∈A. Selanjutnya, jika b∈R, kita definisikan kelipatan bf sebagai
fungsi yang diberikan oleh
(bf)(x) = bf(x) untuk semua x∈A.
Akhirnya, jika h(x) ≠ 0 untuk x∈A, kita definisikan hasil bagi f/h adalah fungsi yang
didefinisikan sebagai
f (x )
f 
 ( x ) =
h( x )
h
untuk semua x∈A.
4.2.4 Teorema. Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi pada A ke R,
dan c∈R titik cluster dari A. Selanjutnya, misalkan b∈R.
(a) Jika lim f = L dan lim g = M, maka
x→ c
x→ c
lim( f + g ) = L + M, lim ( f − g ) = L x →c
x →c
M,
Analisis Real I
124
Pendahuluan
lim ( fg ) = LM,
x→c
lim (bf ) = bL.
x→ c
(b) Jika h : A → R, h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, dan jika lim h = H
x→ c
≠ 0, maka
f L
lim  = .
x → c h 
H
Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat serupa dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misalkan (xn) sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga xn ≠ c untuk semua n∈N,dan
c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa
Lim (f(xn)) = L,
lim (g(xn)) = M.
Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan
(fg)(xn) = f(xn)g(xn) untuk semua n∈N.
Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan
Lim ((fg)(xn)) = lim (f(xn)g(xn))
= (lim f(xn)) (lim (g(xn)))
= LM.
Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita
tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca.
Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat
bahwa H =
lim h ≠ 0. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka
x→ c
lim
x →c
f (x )
h( x )
tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitungnya.
(2) Misalkan A∈R, dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk cluster dari A. Jika
Lk =
Analisis Real I
lim f k untuk k = 1,2, …, n,
x→ c
125
Aljabar Himpunan
maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa
L1 + L2 + … + Ln =
lim ( f1 + f 2 + L + f n )
x →c
dan
L1 · L2 · … · Ln =
lim ( f1 ⋅ f 2 ⋅ L ⋅ f n )
x →c
(3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L =
lim f dan n∈N, maka
x→ c
Ln =
lim ( f ( x ))n
x →c
4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat
dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini
bahwa karena lim x = c, maka lim x 2 = c2, dan jika c > 0, maka
x→c
lim
x →c
x→ c
1 1
= .
x c
(b) lim (x2 + 1)(x3 – 4) = 20
x→2
Berdasarkan Teorema 4.2.4, kita peroleh bahwa
lim (x2 + 1)(x3 – 4) = ( lim (x2 + 1))( lim (x3 – 4))
x→2
x→2
x→2
= 5(4) = 20.
 x3 − 4  4
= .
(c) lim  2
x→2 x + 1 

 5
Jika kita menggunakan Teorema 4.2.4(b), maka kita mempunyai
(
(
)
)
x3 − 4 4
 x3 − 4  lim
x
→
2
=
= .
lim  2
x →2 x + 1 
lim x 2 + 1 5


x→2
(
)
Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim x 2 + 1 = 5] tidak sama denx →2
gan 0, maka Teorema 4.2.4(b) dapat dipergunakan.
 x2 − 4  4
= .
(d) lim 
x →2 3x − 6 

 3
Analisis Real I
126
Pendahuluan
Jika kita misalkan f(x) = x2 – 4 dan h(x) = 3x – 6 untuk x∈R, maka kita tidak
dapat menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk meneghitung lim (f(x)/h(x)) sebab
x →2
H = lim h( x ) = lim (3 x − 6 )
x →2
x→2
= 3 lim x - 6 = 3(2) – 6 = 0
x→2
Akan tetapi, jika x ≠ 2, maka berarti bahwa
x 2 − 4 ( x − 2 )( x + 2 ) 1
=
= 3 (x + 2).
3x − 6
3( x − 2 )
Oleh karena itu kita mempunyai
 x2 − 4 
 = lim 1 ( x + 2 ) =
lim 
3
x →2 3x − 6 

 x →2
= 13 (2 + 2) =
1
3
 lim x + 2 
 x →2

4
3
Perhatikan bahwa fungsi g(x) = (x2 – 4)/(3x – 6) mempunyai limit pada x = 2
meskipun tidak terdefinisi pada titik tersebut.
(e) lim
x →0
1
tidak ada dalam R.
x
Tentu saja lim 1 = 1 dan H = lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak
x →0
x →0
dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim
x →0
1
. Kenyataannya,
x
seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi ϕ(x) = 1/x tidak mempunyai
limit pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi ϕ(x) =
1/x tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?)
(f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p ( x) = p(c).
x→ c
Misalkan p fungsi polinimial pada R dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 +
… + a1x + a0 untuk semua x∈R. Menurut Teorema 4.2.4 dan fakta bahwa lim x k =
x→ c
ck, maka
[
lim p ( x) = lim an x n + an −1x n −1 + L + a1x + a0
x→ c
Analisis Real I
x →c
]
127
Aljabar Himpunan
= lim (an x n ) + lim (an −1x n −1 ) + … + lim (a1x) + lim a0
x →c
x →c
x→ c
x→ c
= ancn + an-1cn-1 + … + a1c + a0
= p(c).
Dari sini lim p ( x) = p(c) untuk ssebarang fungsi polinomial p.
x→ c
(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q(c) ≠ 0, maka
lim
x →c
p ( x) p (c )
.
=
q ( x ) q (c )
Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar
bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan real α1, α2, … ,αm [pembuat
nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(αj) = 0 dan sedemikian sehingga jika x∉{α1, α2,
…, αm} maka q(x) ≠ 0. Dari sini, jika x∉{α1, α2, …, αm} kita dapat mendefinisikan
r(x) =
p(x )
.
q(x )
Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ≠ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa
lim q ( x ) = q(c). ≠ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk
x →c
menyimpulkan bahwa
lim
x →c
p ( x) p (c )
p ( x) lim
= x→c
=
.
q ( x ) lim q ( x ) q (c )
x →c
Hasil berikut adalah suatu analog langsung dari Teorema 3.2.6.
4.2.6 Teorema Misalkan A⊆R. f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari
A. Jika
a ≤ f(x) ≤ b
untuk semua x∈A, x ≠ c,
dan jika lim f ada, maka a ≤ lim f ≤ b.
x →c
x →c
Bukti. Jika L = lim f , maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (xn) sebarang
x →c
barisan bilangan real sedemikain sehingga c≠ xn∈A untuk semua n∈N dan jika bari-
Analisis Real I
128
Pendahuluan
san (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke L. Karena a ≤ f(xn) ≤ b
untuk semua n∈N, berarti menurut Teorema 3.2.6 bahwa a ≤ L ≤ b.
Sekarang kita akan menyatakan suatu hasil yang analog dengan Teorema Apit
3.2.7. Kita akan tinggalkan pembuktiannya untuk dicoba oleh pembaca.
4.2.7 Teorema Apit. Misalkan A⊆R, f,g,h : A → R, dan c∈R suatu titik
cluster dari A. Jika
f(x) ≤ g(x) ≤ h(x) untuk semua x∈A, x ≠ c,
dan jika lim f = L = lim h , maka lim g = L.
x →c
x →c
x →c
4.2.8 Contoh-contoh (a) lim x3 / 2 = 0 (x > 0).
x→ 0
Misalkan f(x) = x3/2 untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x1/2 ≤ 1 berlaku untuk 0 < x ≤ 1, maka berarti bahwa x2 < f(x) = x3/2 ≤ x untuk 0 < x ≤ 1. Karena
lim x 2 = 0 dan lim x = 0,
x →0
x→ 0
maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh lim x3 / 2 = 0.
x→ 0
(b) lim sin x = 0.
x →0
Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa
-x ≤ sin x ≤ x untuk semua x ≥ 0.
Karena lim (± x ) = 0, maka menurut Teorema Apit bahwa lim sin x = 0.
x →0
x →0
(c) lim cos x = 1.
x →0
Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa
(*)
(
1 - ½x2 ≤ cos x ≤ 1 untuk semua x ∈ R.
)
Karena lim 1 − 12 x 2 = 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1.
x →0
x →0
 cos x − 1 
(d) lim 
 = 0.
x →0 
x

Analisis Real I
129
Aljabar Himpunan
Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk menghitung limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c)
bahwa
-½x ≤ (cos x – 1)/x ≤ 0 untuk x > 0
dan juga bahwa
0 ≤ (cos x – 1)/x ≤ ½x untuk x < 0.
Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ≥ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan
pula h(x) = 0 untuk x ≥ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai
f(x) ≤ (cos x – 1)/x ≤ h(x) untuk x ≠ 0.
Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa lim f = lim h , maka menurut Teorema
x →0
x →0
cos x − 1
= 0.
x →0
x
Apit bahwa lim
 sin x 
(e) lim 
 = 1.
x →0  x 
Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung
limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa
x-
1
6
x3 ≤ sin x ≤ x untuk x ≥ 0
dan bahwa
x ≤ sin x ≤ x -
1
6
x3 untuk x ≤ 0.
Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa
1-
1
6
x2 ≤ (sin x)/x ≤ 1 untuk semua x ≠ 0.
(
)
Tetapi karena lim 1 − 16 x 2 = 1 x →0
1
lim
6 x→ 0
x 2 = 1, kita simpulkan dari Teorema Apit
 sin x 
bahwa lim 
 = 1.
x → 0 x 
(f) lim ( x sin (1 / x )) = 0.
x →0
Misalkan f(x) = x sin (1/x) untuk x ≠ 0. Karena –1 ≤ sin z ≤ 1 untuk semua z
∈ R, kita mempunyai ketaksamaan
Analisis Real I
130
Pendahuluan
-x ≤ f(x) = x sin(1/x) ≤ x
untuk semua x ∈ R, x ≠ 0. Karena lim x = 0, maka dari Teorema Apit diperoleh
x →0
bahwa lim f = 0.
x →0
Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan
tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan
suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6.
4.2.9 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari
A. Jika
lim f > 0 [ atau, lim f < 0],
x→ c
x→ c
maka terdapat suatu lingkungan dari c Vδ(c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) <
0] untuk semua x∈A∩Vδ(c), x ≠ c.
Bukti. Misalkan L = lim f and anggaplah L > 0. Kita ambil ε = ½L > 0
x→ c
dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan δ > 0 sedemikain sehingga jika
0 <x - c< δ dan x∈A, maka f(x) - L < ½L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti
bbahwa jika x∈A∩Vδ(c), x ≠ c, maka f(x) > ½L > 0.
Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa.
Latihan 4.2
1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut :
x2 + 2
(x > 0),
x →1 x 2 − 2
(a) lim (x + 1)(2x + 3) (x∈R),
(b) lim
1 
 1
−  (x > 0),
x → 2 x + 1 2 x 
(d) lim
x →1
(c) lim 
x →0
x +1
(x∈R)
x2 + 2
2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam
setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.)
2x +1
(a) lim
(x > 0),
x→2
x+3
Analisis Real I
x2 − 4
(b) lim
(x > 0),
x→2 x − 2
131
Aljabar Himpunan
(c)
2
(
x + 1) − 1
lim
x →0
x
(d) lim
(x > 0),
x →1
x −1
(x > 0)
x −1
1 + 2 x − 1 + 3x
dimana x > 0.
x + 2 x2
3. Carilah lim
x →0
4. Buktikan bahwa lim cos(1 / x ) tidak ada, akan tetapi lim x cos(1 / x ) = 0.
x →0
x →0
5. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu
titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan lim g
x→ c
= 0. Buktikan bahwa lim fg = 0.
x→ c
6. Gunakanlah formuasi ε-δ dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama dalam
Teorema 4.2.4(a).
7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema
4.2.4(b).
8. Misalkan n∈N sedemikian sehingga n ≥ 3. Buktikan ketaksamaan –x2 ≤ xn ≤ x2 untuk –1
< x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x 2 = 0 untuk menunjukkan bahwa
x→ 0
lim x n = 0.
x →0
9. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu
titik cluster dari A.
(a) Tunjukkan bahwa jika lim f dan lim ( f + g ) ada, tunjukkanlah bahwa lim f ada.
x→ c
x →c
x→ c
(b) Jika lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ?
x→ c
x→ c
x→ c
10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit
pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit
pada c.
11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R.
(
(a) lim sin 1 / x 2
x→ 0
) (x ≠ 0),
(c) lim sgn sin (1 / x ) (x ≠ 0),
x →0
Analisis Real I
(
(b) lim x sin 1 / x 2
x→ 0
(
) (x ≠ 0),
(d) lim x sin 1 / x 2
x→ 0
) (x > 0)
132
Pendahuluan
12. Misalkan f : R → R sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam
R. Anggaplah lim f = L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f
x →0
mempunyai suatu limit pada setiap titik c∈R. [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa
f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua x∈R. Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c)
untuk semua x,c dalam R.]
13. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f ada, dan jika
x →0
f menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk x∈A dengan f(x) = f(x), buktikan
bahwa lim f =  lim f .
x →0
x →0
14. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah
bahwa f(x) ≥ 0 untuk semua x ∈ A, dan misalkan
A dengan
lim
x →0
f =
f (x) =
f suatu fungsi yang terdefinisi pada
f ( x ) untuk semua x∈A. Jika lim f ada, buktikan bahwa
x →0
lim f .
x →0
Pasal 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit
Pada pasal ini kita akan menyajikan tiga macam perluasan dari pengertian
limit fungsi yang sering terjadi.
Limit-limit Sepihak
Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik
c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval se-
pihak dari titik cluster c.
Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperlihatkan pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi
signum pada interval (0,∞), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian
juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-∞,0), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-kanan
dari sutu fungsi pada suatu titik c = 0.
Analisis Real I
133
Aljabar Himpunan
Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4.
Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(c,∞) menghasilkan definisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(c,∞). Demikian
juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(-∞,c) menghasilkan definisi limitkiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(-∞,c). Untuk lebih mudahnya,
definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk ε-δ, analog
dengan Teorema 4.1.6 seperti berikut ini.
4.3.1 Definisi. Misalkan A⊆R dan f : A → R
(i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) = {x∈A:x > c}, maka kita mengatakan bahwa
L∈R adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan
lim f = L
x →c +
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan
0 < x – c < δ, maka f(x) - L < ε.
(ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) = {x∈A : x < c}, maka kita mengatakan
bahwa L∈R adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan
lim f = L
x →c −
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan
0 < c – x < δ, maka f(x) - L < ε.
Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L
adalah limit dari kanan pada c. Kita menggunakan notasi
lim f ( x ) = L.
x →c
+
Terminologi dan notasi yang serupa digunakan juga untuk limit-kiri.
Analisis Real I
134
Pendahuluan
(2) Limit-limit lim f dan lim f disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimungx→c
+
x →c
-
kinkan kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti
kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.
(3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A → R
mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu,
dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku
x→ c
x→c
+
untuk limit-kiri suatu interval dengan titik ujung kanan adalah c.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limitkanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang diperlihatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-pihak dapat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.
4.3.2 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A∩(c,∞). Maka
pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen.
(i)
(ii)
lim f = L∈R;
x→c +
Untuk sebarang barisan (xn) yang konvergen ke c sedemikian sehingga xn∈A dan xn
> c untuk semua n∈N, barisan (f(xn)) konvergen ke L∈R.
Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema yang
analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.
Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi dengan
limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.
4.3.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik Cluster dari A∩(c,∞) dan
A∩(-∞,c). Maka
lim f = L∈R jika dan hanya jika lim+ f = L = lim− f .
x→c
x→ c
x →c
4.3.4 Contoh-contoh (a) Misalkan f(x) = sgn(x).
Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas
bahwa
lim sgn( x) = +1 dan bahwa lim− sgn( x) = -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda,
x →0 +
x→0
maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0.
Analisis Real I
135
Aljabar Himpunan
(b) Misalkan g(x) = e1/x untuk x ≠ 0. (Lihat gambar 4.3.1)
Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g tidak terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,∞) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan
0 < t < et untuk t > 0
(*)
yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1
Grafik dari g(x) = e1 / x (x ≠ 0)
0 maka 0 < 1/x < e1/x. Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(xn) > n untuk semua n∈N. Oleh
karena itu
lim+ e1 / x tidak ada dalam R.
x→0
Akan tetapi,
lim e1 / x = 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita men-
x→0 −
gambil t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e-1/x. Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e1/x < -x untuk semua x < 0. Mengikuti ketaksamaan ini diperoleh
lim e1 / x = 0.
x→0 −
(c) Misalkan h(x) = 1/(e1/x + 1) untuk x ≠ 0. (lihat gambar 4.3.2).
Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e1/x untuk x > 0, dengan
demikian
Analisis Real I
136
Pendahuluan
0<
yang mengakibatkan bahwa
1
1/ x
e
+1
<
1
e
1/ x
<x
lim h = 0.
x→0 +
GAMBAR 4.3.2. Grafik dari h(x) = 1/(e1/x+1)
(x ≠ 0)
Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa
lim e1/x = 0, maka dari
x→0 +
analog Teorema 4.2.4(b) untuk untuk limit-kiri, kita peroleh
1
1
 1 
=
=1
lim−  1 / x
 =
1/ x
x→0  e
0 +1
+ 1  lim− e + 1
x→0
(
)
Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.
Limit-limit Tak Hingga
Analisis Real I
137
Aljabar Himpunan
Fungsi f(x) = 1/x2 untuk x ≠ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu
lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam
Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ∞ (= +∞) dan -∞ tidak menyatakan suatu bilangan real, ini
kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “f(x) = 1/x2 cenderung ke ∞ apabila x →
0”.
Analisis Real I
138
Pendahuluan
4.3.5 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A.
(i) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis
lim f = ∞
x →c
jika untuk setiap α∈R terdapat δ = δ(α) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua x∈A dengan 0 < x - c
< δ, maka f(x) > α.
(ii) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis
lim f = −∞
x →c
jika untuk setiap β∈R terdapat δ = δ(β) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x - c
< δ, maka f(x) < β.
4.3.6 Contoh-contoh (a)
(
)
lim 1 / x 2 = −∞ .
x →0
Karena, jika α > 0 diberikan, misalkan δ =
1 / α . Ini erarti bahwa jika 0 <x<δ, maka x2 <
1/α dengan demikian 1/x2 > α.
(b) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.3.4)
Fungsi g tidak menuju ke ∞ atau ke -∞ sebagaimana x→0. Karena, jika α > 0 maka g(x) < α
untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ∞ apabila x→0. Serupa juga, jika β < 0 maka
g(x) > β untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -∞ apabila x→0.
Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4).
4.3.7 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. Anggaplah
bahwa f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A, x ≠ c.
(a) Jika
lim f = ∞ , maka lim g = ∞ .
(b) Jika
lim g = −∞ , maka lim f = −∞ .
Analisis Real I
x→c
x→c
x→c
x →c
139
Aljabar Himpunan
Analisis Real I
140
Pendahuluan
GAMBAR 4.3.3 Grafik dari f(x) = 1/x2 (x ≠ 0)
GAMBAR 4.3.4 Grafik dari g(x) = 1/x (x ≠ 0)
Bukti. (a) Jika
lim f = ∞ dan α∈R diberikan, maka terdapat δ(α) > 0 sedemikian sehingga
x→c
jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka f(x) > α. Akan tetapi, jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A x ≠ c,
maka berarti jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka g(x) > 0. Oleh karena itu
lim g = ∞ .
x→c
Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara serupa.
Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk memandang limit-limit sepihaknya.
4.3.8 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R.
Analisis Real I
141
Aljabar Himpunan
(i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) ={x∈A: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ∞ [atau -∞
∞] apabila x→
→c+, dan ditulis
lim f = ∞
x→c +
[atau , lim f = −∞]
,
x→c +
jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ,
maka f(x) > α [atau, f(x) < α].
(ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) ={x∈A: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ∞ [atau -∞
∞] apabila x→
→c-, dan ditulis
lim f = ∞
x→c −
[atau , lim f = −∞]
x→c −
,
jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ,
maka f(x) > α [atau, f(x) < α].
4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh
4.3.6(b) bahwa
lim g tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa
x →0
lim (1 / x ) = ∞ dan lim− (1 / x ) = −∞
x →0 +
(b)
x→c
Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e1/x untuk x ≠ 0 tidak terba-
tas pada sebarang interval (0,δ), δ > 0. Dari sini limit-kanan dari e1/x apabila x→0+ tidak ada dalam
pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena
1/x < e1/x untuk x > 0,
maka secara mudah kita melihat bahwa
( )
lim e1 / x = ∞ dalam pengertian dari Definisi 4.3.8.
x →0 +
Limit-limit pada Ketakhinggaan
Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi
apabila x→∞ [atau, x→-∞].
4.3.10 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R.
Analisis Real I
142
Pendahuluan
(i) Anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan
limit dari f apabila x→
→∞, dan ditulis
lim f = L ,
x →∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
f(x) - L < ε.
(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b) ⊆ A untuk suatu b∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan limit dari f apabila x→
→-∞
∞, dan ditulis
lim f = L ,
x → −∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka
f(x) - L < ε.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x→±∞
adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan
menyatakan kriteria apabila x→∞. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen
murni (lihat Definisi 3.6.1)
4.3.11 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu
a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen :
lim f ;
(i)
L=
(ii)
Untuk sebarang barisan (xn) dalam A∩(a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, barisan
x →∞
(f(xn)) konvergen ke L.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta
membuktikan teorema serupa dengannya untuk limit dimana x→-∞.
4.3.12 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0.
Analisis Real I
143
Aljabar Himpunan
Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa
lim (1 / x ) = 0 = lim (1 / x ) .
x→∞
x → −∞
(Lihat Gambar 4.3.4)
(b) Misalkan f(x) = 1/x2 untuk x ≠ 0.
Pembaca dapat menunjukkan bahwa bahwa
(
)
(
)
lim 1 / x 2 = 0 = lim 1 / x 2 . (Lihat Gambar
x →∞
x → −∞
4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ≥ 1 maka 0 ≤ 1/x2 ≤
1/x. Mengingat bagian (a), ini mengakibatkan
(
)
lim 1 / x 2 = 0.
x →∞
y
Κ(α)
x
α
GAMBAR 4.3.5
lim f = -∞
x→∞
4.3.13 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R.
(i)
Anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞
[atau, -∞] apabila x→∞, dan ditulis
lim f = ∞
x →∞
[atau lim f = −∞]
x →∞
,
jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
f(x) > α [atau, f(x) < α]. (Lihat Gambar 4.3.5)
Analisis Real I
144
Pendahuluan
(ii)
Anggaplah bahwa (-∞,b)⊆A untuk suatu b∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞
[atau, -∞] apabila x→-∞, dan ditulis
lim f = ∞
x → −∞
[atau
]
lim f = −∞ ,
x → −∞
jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka
f(x) > α [atau, f(x) < α].
Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulasinya apabila x→∞.S
4.3.14 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu
a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :
(i)
lim f = ∞ [atau, lim f = -∞]
(ii)
Untuk sebarang barisan (xn) dalam (a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, maka lim
x →∞
x →∞
(f(xn)) = ∞ [atau lim (f(xn)) = -∞].
Hasil berikut ini analog dengan Teorema 3.6.5.
4.3.15 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A → R, dan anggaplah ahwa (a,∞)⊆A untuk suatu
a∈R. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa
lim
x→∞
f (x )
=L
g (x )
untuk suatu L∈R, L ≠ 0.
(i)
Jika L > 0, maka
lim f = ∞ jika dan hanya jika lim g = ∞.
(ii)
Jika L < 0, maka
lim f = -∞ jika dan hanya jika lim g = -∞.
x →∞
x →∞
x →∞
x →∞
Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian sehingga
0 < ½L <
Analisis Real I
f (x )
<
g (x )
3
2
L untuk x > a1.
145
Aljabar Himpunan
Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 32 L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini dengan mudah kita peroleh kesimpulannya.
Pembuktian bagian (ii) dikerjakan dengan cara serupa.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema
di atas, apabila x→-∞.
4.3.16 Conyoh-contoh (a)
lim x n = ∞ untuk n∈N.
x →∞
Misalkan g(x) = xn untuk x∈(0,∞). Diberikan α∈R, misalkan K = sup{1,α}. Maka untuk semua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ≥ x ≥ α. Karena α∈R sebarang, maka ini berarti
(b)
lim g = ∞.
x→∞
lim x n = ∞ untuk n∈N, n genap, dan lim x n = -∞ untuk n∈N, n ganjil.
x → −∞
x → −∞
Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . Diberikan α∈R,
misalkan K = inf{α,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x2)k ≥ 1, kita mempunyai xn = (x2)kx ≤ x
< α. Karena α∈R sebarang, maka berarti
lim x n = -∞.
x → −∞
(c) Misalkan p : R → R fungsi polinomial
p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x + a0
Maka
lim p = ∞, jika an > 0, dan lim p = -∞ jika an < 0.
x →∞
x →∞
Misalkan g(x) = xn dan gunakan Teorema 4.3.15. Karena
p(x )
1
 1 
 1 
= an + an-1   + … + a1  n −1  + a0  n  ,
g (x )
 x
x 
x 
maka diperoleh
Analisis Real I
p(x )
= an. Karena lim g = ∞, maka menurut Teorema 4.3.15, lim p = ∞.
x→∞ g (x )
x→∞
x→∞
lim
146
Pendahuluan
lim p = ∞ [atau, -∞] jika n
(d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka
x → −∞
genap [atau, ganjil] dan an > 0.
Kita tinggalkan detailnya untuk pemaca kerjakan.
Latihan-latihan
1. Buktikan Teorema 4.3.2.
2. Berikan contoh suatu fungsi yang mempunyai limit-kanan, tetapi tidak mempunyai limitkiri pada suatu titik.
3. Misalkan f(x) = x½ untuk x ≠ 0.. Tunjukkan bahwa lim+ f ( x ) = lim− f ( x ) = +∞.
x→0
x→0
4. Misalkan c∈R dan f didefinisikan untuk x∈(c,∞) dan f(x) > 0 untuk semua x∈(c,∞).
Tunjukkan bahwa lim f = ∞ jika dan hanya jika lim(1 f ) = 0.
x →c
x →c
5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada.
(a)
(c)
lim+
x
(x ≠ 1),
x −1
(b) lim
lim+
x+2
(x > 0),
x
(d) lim
x →1
x →1
x
(x ≠ 1),
x →1 x − 1
x+2
(x > 0),
x→∞
x
(e)
lim
x +1
(x > -1),
x
(f) lim
x +1
(x > 0),
x
(g)
lim
x −5
(x > 0),
x +3
(h) lim
x−x
(x > 0).
x+x
x →0
x →∞
x →∞
x→∞
6. Buktikan Teorema 4.3.11.
7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam R apabila x→∞ dan f(x) ≤ g(x)
untuk semua (α,∞). Buktikan bahwa lim f ≤ lim g .
x →∞
x →∞
8. Misalkan f terdefinisi pada (0,∞) ke R. Buktikan bahwa lim f ( x ) = L jika dan hanya
x→∞
jika lim+ f (1 x ) = L.
x→0
9. Tunjukkan bahwa jika f : (a,∞) → R sedemikian sehingga lim xf ( x ) = L dimana
x →∞
L∈R, maka lim f ( x ) = 0.
x→∞
10. Buktikan Teorema 4.3.14.
Analisis Real I
147
Aljabar Himpunan
11. Lengkapkan bukti dari Teorema 4.3.15.
12. Misalkan lim f ( x ) = L dimana L > 0, dan
x→c
lim g ( x ) = ∞. Tunjukkan bahwa
x→c
lim f ( x )g ( x ) = ∞. Jika L = 0, tunjukkan dengan contoh bahwa konklusi ini gagal.
x→c
13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,∞) sedemikain sehingga lim f
x →∞
= ∞ dan lim g = ∞, akan tetapi lim ( f − g ) = 0. Dapatkan anda menemukan fungsix→∞
x→∞
fungsi demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua x∈(0,∞), sedemikain sehingga lim f g
x→∞
= 0?
14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,∞) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ∞.
x →∞
x→∞
Buktikan bahwa lim f o g = L.
x→∞
Analisis Real I
148
Pendahuluan
BAB
5
FUNGSI-FUNGSI KONTINU
Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsifungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertamatama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada
suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kontinu menghasilkan fungsi kontinu.
Sifat-sifat dasar yang membuat fungsi-fungsi kontinu demikain penting diperlihatkan pada Pasal 5.3. Misalnya, kita akan memuktikan bahwa suatu fungsi kontinu
pada suatu interval tertutup dan terbatas mesti mencapai nilai maksimum dan minimum.Kita juga akan membuktikan bahwa suatu fungsi kontinu mesti selalu memuat
nilai antara untuk sebarang dua nilai yang dicapainya. Sifat-sifat ini dan beberapa
lainnya tidak dimiliki oleh fungsi-fungsi pada umumnya, dan dengan demikian ini
membedakan fungsi-fungsi kontinu sebagai suatu kelas yang sangat khusus dari
fungsi-fungsi.
Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari
kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari
pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar
(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting
dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan
dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mempunyai fungsi invers yang monoton kontinu juga.
Analisis Real I
149
Aljabar Himpunan
PASAL 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu
Dalam Pasal ini, yang mana sangat serupa dengan pasal 4.1, kita akan
mendefinisikan tentang apa yang dimaksudkan dengan fungsi kontinu pada suatu titik,
atau pada suatu himpunan. Pengertian kekontinuan ini adalah salah satu dari pengertian sentral dari analisis matematika dan akan dipergunakan dalam hampir semua
pada pembahasan dalam buku ini. Akibatnya, konsep ini sangat esensial yang pembaca mesti menguasainya.
5.1.1 Definisi Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈A. Kita katakan bahwa f
kontinu pada c jika, diberikan sebarang lingkungan Vε(f(c)) dari f(c) terdapat suatu
lingkungan
Vδ(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A∩Vδ(c), maka f(x) ter-
muat dalam Vε(f(c)). (Lihat Gambar 5.1.1).
GAMBAR 5.1.1 Diberikan Vε(f(c)), lingkungan Vδ(c) ditentukan
Peringatan (1) Jika c∈A merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari
Definisi 4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika
(1)
f(c) = lim f .
x →c
Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus
terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam R
Analisis Real I
150
Pendahuluan
(dengan demikian lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus
x →c
x →c
sama.
(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkungan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga A∩Vδ(c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu
fungsi f kontinu secara otomatis pada c∈A yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik
demikian ini sering disebut “titik-titik terisolasi” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk
kita bahas, karena “far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk
titik-titik terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik
cluster. Jadi kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada
c.
Dalam definisi berikut kita mendefinisikan kekontinuan
dari f pada suatu himpunan.
5.1.2 Definisi
Misalkan A⊆R, f : A → R. Jika
B⊆A, kita katakan bahwa f kontinu pada B jika f kontinu pada setiap titik dalam B.
Sekarang kita berikan suatu formulasi yang setara untuk
Definisi 5.1.1.
5.1.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan c∈A. Maka kondisikondisi berikut ekivalen.
(i) f kontinu pada c; yaitu, diberikan sebarang lingkungan Vε(f(c)) dari f(c)
terdapat suatu lingkungan Vδ(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada
A∩Vδ(c), maka f(x) termuat dalam Vε(f(c))
(ii) Diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ > 0 sedemikian sehingga untuk
semua x∈A dengan x - c < δ, maka f(x) – f(c) < ε.
(iii) Jika (xn) sebarang barisan bilangan real sedemikian sehingga xn∈A untuk
semua n∈N dan (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke f(c).
Pembuktian teorema ini hanya memerlukan sedikit
modifikasi pembuktian dari Teorema 4.1.6 dan 4.1.8. Kita tinggalkan detailnya sebagai suatu latihan penting bagi pembaca.
Kriteria Diskontinu berikut adalah suatu konsekuensi
dari ekuivalensi dari (i) dan (ii) dari teorema sebelumnya; ini akan dibandingkan denAnalisis Real I
151
Aljabar Himpunan
gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan secara detail oleh pembaca.
5.1.4. Kriteria Diskontinu Misalkan A⊆R, f : A →
R, dan c∈A. Maka f diskontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (xn)
dalam A sedemikian sehingga (xn) konvergen ke c, tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke f(c).
5.1.5
Contoh-contoh (a) f(x) = b kontinu pada R
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(a) bahwa jika
c∈R, maka kita mempunyai lim f = b. Karena f(c) = b, maka f kontinu pada setiap
x →c
titik c∈R. Jadi f kontinu pada R.
(b) g(x) = x kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(b) bahwa jika
c∈R, maka kita mempunyai lim g = c. Karena g(c) = c, maka g kontinu pada setiap
x→c
titik c∈R. Jadi g kontinu pada R.
(c) h(x) = x2 kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(c) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai
lim h = c2. Karena h(c) = c2, maka h kontinu pada setiap titik c∈R. Jadi h kontinu
x→c
pada R.
(d) ϕ(x) = 1/x kontinu pada A = {x∈R : x > 0}.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika c∈A, maka kita mempunyai
lim ϕ = 1/c. Karena ϕ(c) = 1/c, maka ϕ kontinu pada setiap titik c∈A. Jadi ϕ kontinu
x →c
pada A.
(e) ϕ(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0
Memang, jika ϕ(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan
demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con-
Analisis Real I
152
Pendahuluan
toh 4.1.10(a) bahwa lim ϕ tidak ada dalam R, dengan demikian ϕ tidak kontinu pada
x →0
x = 0.
(f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0.
Fungsi
signum
telah
didefinisikan
pada
contoh
4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn( x) tidak ada dalam R. Oleh
x →0
karena itu sgn tidak kontinu pada x = 0 meskipun sgn 0 terdefinisi.
(g) Misalkan A = R dan f “fungsi diskontinu” Dirichlet yang didefinisikan
oleh
1 , jika x rasional
f(x) = 
0 , jika x irasional
Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1829 oleh Dirichlet)
Memang, jika c bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan
irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin
adanya barisan seperti ini.) Karena f(xn) = 0 untuk semua n∈N, maka kita mempunyai
lim (f(xn)) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan rasional c.
Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (yn) suatu
barisan bilangan irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(yn) = 1 untuk semua n∈N,
maka kita mempunyai lim (f(yn)) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan irasional b.
Karena setiap bilangan real adalah bilangan rasional
atau irasional, kita simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R.
(h) Misalkan A = {x∈R : x > 0}. Untuk sebarang bilangan irasional x > 0
kita definisikan h(x) = 0. Untuk suatu bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n,
dengan bilangan asli m,n tidak mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisikan h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar 5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bi-
Analisis Real I
153
Aljabar Himpunan
langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.
(Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae)
Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn)
suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0
sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a.
Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan ε > 0,
maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 <
ε. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari
n0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini δ > 0 dapat dipilih sekecil
mungkin yang mana lingkungan (b - δ,b + δ) tidak memuat tidak memuat bilangan
rasional dengan penyebut lebih kecil dari n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b< δ,
x∈A, kita mempunyai h(x) – h(b) = h(x) ≤ 1/n0 < ε. Jadi h kontinu pada bilangan
irasional b.
Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h
kontinu hanya pada titik-titik irasional dalam A.
1
*
1/2
*
*
*
*
*
*
1/7
*
*
*
*
*
*
*
*
1/2
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
1
*
*
*
*
*
3/2
*
*
*
*
*
*
2
GAMBAR 5.1.2 Grafik Fungsi Thomae
5.1.6
Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A → R tidak kontinu pada suatu
titik c, sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L
pada tiitik c dan jika kita definisikan F pada A∪{c} →R dengan
untuk
L
F ( x) = 
f
(
x
)
untuk

Analisis Real I
x=c
x∈ A
154
Pendahuluan
maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa lim F = L, tetapi ini brlaku (menx→ c
gapa?), karena lim f = L
x→ c
(b) Jika fungsi g : A → R tidak mempunyai suatu limit pada c,
maka tidak ada cara untuk memperoleh suatu fungsi G : A∪{c} → R yang kontinu pada c dengan
pendefinisian
untuk
C
G( x) = 
 g ( x) untuk
x=c
x∈ A
Untuk melihatnya, amati bahwa jika lim G ada dan sama dengan C, maka lim g mesti ada juga dan
x→ c
x→ c
sama dengan C.
5.1.7
Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ≠ 0 (lihat Gambar
4.1.3) tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat
nilai yang dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu
dari g pada x = 0.
(b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik
ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa lim( x sin (1 x )) = 0.
x →0
Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : R →
R dengan
untuk
0
F ( x) = 
 x sin (1 x ) untuk
x=0
x≠0
maka F kontinu pada x = 0.
Analisis Real I
155
Aljabar Himpunan
Gambar 5.1.3 Grafik dari f(x) = x sin(1/x) x ≠ 0
Latihan-latihan
1. Buktikan Teorema 5.1.4.
2. Perlihatkan Kriteria Diskontinu 5.1.4.
3. Misalkan a < b < c. Misalkan pula bahwa f kontinu pada [a,b], g kontinu pada [b,c], dan
f(b) = g(b). Definisikan h pada [a,c] dengan h(x) = f(x) untuk x∈[a,b] dan h(x) = g(x) untuk x∈(b,c]. Buktikan bahwa h kontinu pada [a,c].
4. Jika x∈R, kita definisikan ⇓x◊ adalah bilangan bulat terbesar n∈Z sedemikian sehingga
n ≤ x. (Jadi, sebagai contoh, ⇓8,3◊ = 8, ⇓π◊ = 3, ⇓-π◊ = -4.) Fungsi x a ⇓x◊ disebut
fungsi bilangan bulat terbesar. Tentukan titik-titik dimana fungsi-fungsi berikut kontinu :
(a). f(x) = ⇓x◊,
(b) g(x) = x⇓x◊,
(c). h(x) = ⇓sin x◊,
(d) k(x) = ⇓1/x◊ (x ≠ 0).
5. Misalkan f terdefinisi untuk semua x∈R, x ≠ 2, dengan f(x) = (x2 + x – 6)/(x – 2). Dapatkah f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik ini?
Analisis Real I
156
Pendahuluan
6. Misalkan A⊆R dan f : A → R kontinu pada titik c∈A. Tunjukkan bahwa untuk sebarang ε > 0, terdapat lingkungan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga jika x,y∈A∩Vδ(c),
maka f(x) – f(y) < ε.
7. Misalkan f : R → R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat
Vδ(c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang x∈ Vδ(c) maka f(x) >
0.
8. Misalkan f : R → R kontinu pada R dan misalkan S = {x∈R : f(x) = 0} adalah “himpunan nol” dari f. Jika (xn) ⊆ S dan x = lim (xn), tunjukkan bahwa x∈S.
9. Misalkan A⊆B⊆R, f : B → R dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x) untuk x∈A).
(a).
Jika f kontinu pada c∈A, tunjukkan bahwa g kontinu pada c.
(b).
Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku bahwa f
kontinu pada c.
10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = x kontinu pada setiap titik c∈R.
11. Misalkan K > 0 dan f : → R memenuhi syarat f(x) – f(y) ≤ Kx - y untuk semua
x,y∈R. Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik c∈R.
12. Misalkan bahwa f : R → R kontinu pada R dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan rasional
r. Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua x∈R.
13. Definisikan g : R → R dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x
irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu.
14. Misalkan A = (0,∞) dan k : A → R didefinisikan sebagai berikut. Untuk x∈A, x rasional, kita definisikan k(x) = 0; untuk x∈A rasional dan berbentuk x = m/n dengan bilangan asli m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n.
Buktikan bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa
k tidak kontinu pada sebarang titik dari A.
PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu
Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan b∈R.
Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan
fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A → R sedemikian sehingga
Analisis Real I
157
Aljabar Himpunan
h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan
f /h.
Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4.
5.2.1 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A
ke R dan b∈R. Andaikan bahwa c∈A dan f dan g kontinu pada c.
(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c.
(b) Jika h : A → R kontinu pada c∈A dan jika h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A,
maka fungsi f/h kontinu pada c.
Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara
otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.
(a) Karena f dan g kontinu pad
(b) a c, maka
f(c) = lim f
x →c
dan
g(c) = lim g
x →c
Oleh karena itu mengikuti Teorema 4.2.4(a) diperoleh
(f + g)(c) = f(c) + g(c) = lim( f + g )
x →c
Dengan demikian f + g kontinu pada c. Pernyataan-pernyataan lain pada bagian (a)
dibuktikan dengan cara serupa.
(c) Karena c∈A, maka h(c) ≠ 0. Tetapi karena h(c) = lim h , berikut dari Teox→c
rema 4.2.4(b) bahwa
lim f
f
f 
(c ) = f (c ) = x →c = lim
 .
x
→
c
h
h(c )
lim h
h
x →c
Oleh karena itu f/h kontinu pada c.
Hasil berikut merupakan konsekuensi dari Teorema 5.2.1, diterapkan untuk
semua titik dalam A. Akan tetapi, secara ekstrim, ini adalah suatu hasil penting, kita
akan menyatakannya secara formal.
5.2.2 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A
ke R dan b∈R.
Analisis Real I
158
Pendahuluan
(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada A.
(b) Jika h : A → R kontinu pada A dan h(x) ≠ 0 untuk x∈A, maka fungsi
f/h kontinu pada A.
5.2.3
Komentar Untuk mendefinisikan fungsi hasil bagi, kadang-kadang lebih cocok me-
mulainya sebagai berikut : Jika ϕ : → R, misalkan A1 = {x∈A : ϕ(x) ≠ 0}. Kita akan mendefinisikan
fungsi hasil bagi f/ϕ pada himpunan A1 dengan
f

ϕ
(*)

f ( x)
( x) =
ϕ ( x)

untuk x ∈ A1.
Jika ϕ kontinu pada titik c∈A1, maka jelas bahwa pembatasan ϕ1 dari ϕ pada A1 juga kontinu pada c.
Oleh karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk ϕ1 bahwa f/ϕ kontinu pada c∈A1. Serupa juga jika f dan ϕ kontinu pada A, maka fungsi f/ϕ, didefinisikan pada A1 oleh (*), kontinu pada
A1.
5.2.4 Contoh-contoh (a) Fungsi-fungsi polinomial.
Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + …
+ a1x + a0 untuk semua x∈R, maka mengikuti Contoh 4.2.5(f) bahwa p(c) = lim p
x →c
untuk sebarang c∈R. Jadi fungsi polinomial kontinu pada R.
(b) Fungsi-fungsi rasional
Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R, maka terdapat paling banyak
sejumlah hingga α1,α2, … , αn akar-akar real dari q. Jika x∉{α1,α2, … , αn} maka
q(x) ≠ 0 dengan demikian kita dapat mendefinisikan fungsi rasional r dengan
r(x) =
p ( x)
q( x)
untuk
x∉{α1,α2, … , αn}.
Telah diperlihatkan dalam Contoh 4.2.5(g) bahwa jika q(c) ≠ 0, maka
r(c) =
p( x)
p (c) lim
= x →c
= lim r ( x)
x →c
q (c )
lim q ( x)
x→c
Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar
dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan
real dimana fungsi tersebut terdefinisi.
(c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada R.
Analisis Real I
159
Aljabar Himpunan
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai
sin z ≤ z,
cos z ≤ 1,
sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)].
Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai
sin x – sin c ≤ 2(½x – c)(1) = x - c.
Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi sin
kontinu pada R.
(d) Fungsi cosinus kontinu pada R.
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai
sin z ≤ z,
sin z ≤ 1,
cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)].
Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai
cos x – cos c ≤ 2(1)(½c – x) = x - c.
Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi cos
kontinu pada R. (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + π/2).)
(e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terdefinisi.
Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan
Cot x =
cos x
sin x
Asalkan sin x ≠ 0 (yaitu, asalkan x ≠ nπ, n∈Z). Karena sin dan cos kontinu pada R,
maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsifungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.
5.2.5
Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan f didefinisikan untuk
x∈A dengan f(x) = f(x).
Analisis Real I
160
Pendahuluan
(a) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka f kontinu pada c.
(b) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.
Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13.
5.2.6
Teorema
x∈A. Kita misalkan
Misalkan A⊆R, f : A → R dan f(x) ≥ 0 untuk semua
f didefinisikan untuk x∈A dengan
(c) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka
(d) Jika f kontinu pada A, maka
f (x) =
f (x) .
f kontinu pada c.
f kontinu pada A.
Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.14.
Komposisi Fungsi-fungsi Kontinu
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa jika f : A → R kontinu pada suatu
titik c dan jika g : B → R kontinu pada b = f(c), maka komposisi g o f kontinu pada
c. Agar menjamin bahwa g
o
f terdefinisi pada seleruh A, kita perlu menganggap
bahwa f(A) ⊆ B.
5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A → R dan g : B → R fungsifungsi sedemikian sehingga f(A)⊆B. Jika f kontinu pada suatu titik c∈A dan g kontinu pada b = f(c) ∈B, maka komposisi g o f : A → R kontinu pada c.
Bukti. Misalkan W suatu lingkungan-ε dari g(b). Karena g kontinu pada b,
maka terdapat suatu lingkungan-δ V dari b = f(c) sedemikian sehingga jika y∈B∩V
maka g(y)∈W. Karena f kontinu pada c, maka terdapat suatu lingkungan-γ U dari c
sedemikian sehingga jika x∈U∩A, maka f(x)∈V. (Lihat Gambar 5.2.1.) Karena
f(A)⊆B, maka ini berarti jika x∈A∩U, maka f(x)∈B∩V dengan demikian g o f(x) =
g(f(x))∈W. Tetapi karena W suatu lingkungan-ε dari g(b), ini mengakibatkan bahwa g
of
kontinu pada c.
5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A → R kontinu pada A dan g : B
→ R kontinu pada B. Jika f(A)⊆B, maka komposisi g o f : A → R kontinu pada
A.
Analisis Real I
161
Aljabar Himpunan
Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , berturut-turut, f dan g kontinu pada setiap titik A dan B.
Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam berbagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan
secara langsung.
5.2.9
Contoh-contoh
(a) Misalkan g1(x) = x untuk x∈R. Menurut
Ketaksamaan Segitiga (Lihat Akibat 2.3.4) bahwa
g1(x) – g1(c) ≤ x - c
untuk semua x,c∈R. Dari sini g1 kontinu pada c∈R. Jika f : A → R sebarang
fungsi kontinu pada A, maka Teorema 5.2.8 mengakibatkan bahwa g1 o f = f kontinu pada A. Ini memberikan cara lain pembuktian dari Teorema 5.2.5.
(b) Misalkan g2(x) =
x untuk x ≥ 0. Mengikuti Teorema 3.2.10 dan 5.1.3
bahwa g2 kontinu pada sebarang c ≥ 0. Jika f : A → R kontinu pada A dan jika f(x)
≥ 0 untuk semua x∈A, maka menurut Teorema 5.2.8 g2 o f =
f kontinu pada A. Ini
memberikan pembuktian lain dari Teorema 5.2.6.
(c) Misalkan g3(x) = sin x untuk x∈R. Kita telah tunjukkan dalam Contoh
5.2.4(c) bahwa g3 kontinu pada R. Jika f : A → R kontinu pada A, maka mengikuti
Teorema 5.2.8 bahwa g3 o f kontinu pada A.
Khususnya, jika f(x) = 1/x untuk x ≠ 0, maka fungsi g(x) = sin(1/x) kontinu
pada setiap titik c ≠ 0. [Kita telah tunjukkan, dalam Contoh 5.1.7(a), bahwa g tidak
didefinisikan pada 0 agar g menjadi kontinu pada titik itu.]
V
W
b
g(b)
U
c
g
f
Analisis Real I
B
A
GAMBAR 5.2.1
Komposisi dari f dan g
162
C
Pendahuluan
Soal-soal
1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teoremateorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :
(a). f(x) =
x2 + 2 x + 1
(x∈R);
x2 + 1
(c). h(x) =
1 + sin x
x
(b) g(x) =
(x ≠ 0);
x+ x
(x ≥ 0);
(d) k(x) = cos x 2 + 1 (x∈R).
2. Tunjukkan bahwa jika f : A→ R kontinu pada A⊆R dan jika n∈N, maka fungsi fn didefinisikan oleh fn(x) = (f(x))n untuk x∈A, kontinu pada A.
3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam R
sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kontinu pada c.
4. Misalkan x ξ ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, x∈R.
5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ≠ 1, dan misalkan f(x)
= x + 1 untuk semua x∈R. Tunjukkan bahwa lim g o f ≠ g
x→0
o
f(0). Mengapa ini tidak
kontradiksi dengan Teorema 5.2.7?
6. Misalkan f,g didefinisikan pada R dan c∈R. Misalkan juga bahwa lim f = b dan g konx →0
tinu pada b. Tunjukkan bahwa lim g o f = g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema
x→0
5.2.7 dan latihan sebelumnya.)
7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] → R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1]
tetapi sedemikian sehingga f kontinu pada [0,1].
8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk semua bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua x∈R?
9. Misalkan h : R → R kontinu pada R memenuhi h(m/2n) = 0 untuk semua m∈Z, n∈N.
Tunjukkan bahwa h(x) = 0 untuk semua x∈R.
10. Misalkan f : R → R kontinu pada R, dan misalkan pula P = {x∈R : f(x) > 0}. Jika c∈P,
tunjukkan bahwa terdapat suatu lingkungan Vδ(c)⊆P.
Analisis Real I
163
Aljabar Himpunan
11. Jika f dan g kontinu pada R, misalkan pula S = {x∈R : f(x) ≥ g(x)}. Jika (sn)⊆S dan lim
(sn) = s, tunjukkan bahwa s∈S.
12. Suatu fungsi f : R → R dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y∈R.
Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x0, maka fungsi itu kontinu pada setiap titik dalam R. (Lihat Latihan 4.2.12.)
13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada R. Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai
f(x) = cx untuk semua x∈R. [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bilangan rasional, maka f(r) = cr.]
14. Misalkan g : R → R memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,y∈R. Tunjukkan bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam R. Juga
jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ∈R, maka g(x) = 0 untuk semua x∈R.
15. Misalkan f,g : R → R kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk x∈R.
Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½f(x) – g(x) untuk semua x∈R. Gunakan
hasil ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c.
16. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I → R dengan g(x) = sup{f(t) : a ≤ t ≤ b} untuk semua x∈I. Buktikan bahwa g kontinu pada I.
PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval
Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat
penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita
akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang
penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya.
5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A → R dikatakan terbatas pada A, jika terdapat M > 0 sedemikan sehingga f(x) ≤ M untuk semua x∈A.
Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu
himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas.
Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. Akan
tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B
= {x∈R : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C =
{x∈R : 1 ≤ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.
Analisis Real I
164
Pendahuluan
5.3.2 Teorema Keterbatasan Misalkan I = [a,b] suatu interval tertutup dan
terbatas dan misalkan f : I → R kontinu pada I. Maka f terbatas pada I.
Bukti. Andaikan f tidak terbatas pada I. Maka, untuk sebarang n∈N terdapat
suatu bilangan xn∈I sedemikian sehingga f(xn) > n. Karena I terbatas, barisan X =
(xn) terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang konvergen ke x. Karena I tertutup dan unsurunsur X’ masuk kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, x∈I. Karena f kontinu pada
x, dengan demikian barisan (f( xnr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpulkan dari Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( xnr )) mesti terbatas. Tetapi
ini suatu kontradiksi karena
f( xnr ) > nr ≥ r
untuk r∈N
Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertutup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.
5.3.3
Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f mempunyai
suatu maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x*∈A sedemikian sehingga
f(x*) ≥ f(x)
untuk semua x∈A.
Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik
x*∈A sedemikian sehingga
f(x*) ≤ f(x)
untuk semua x∈A.
Kita katakan bahwa x* suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x* suatu
titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.
Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun-
Analisis Real I
165
Aljabar Himpunan
yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh,
f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak
pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum absolut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f
mencapai nilai 0 = inf{f(x) : x∈A}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu maksimum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : 0 < x < 1},
sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila
dibatasi pada himpunan {x∈R : 1 ≤ x ≤ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu
maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan
{x∈R : x ≥ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : x > 1}.
GAMBAR 5.3.1 Grafik fungsi f(x) = 1/x (x > 0)
Jika suatu fungsi mempunyai suatu titik maksimum mutlak, maka titik ini tidak perlu ditentukan secara tunggal. Sebagai contoh, fungsi g(x) = x2 didefinisikan
untuk x∈A = [-1,+1] mempunyai dua titik x = !1 yang memberikan titik maksimum
pada A, dan titik tunggal x = 0 menghasilkan minimum mutlaknya pada A. (Lihat
Gambar 5.3.2.) Untuk memilih suatu contoh ekstrim, fungsi konstan h(x) = 1 untuk
x∈R adalah sedemikian sehingga setiap titik dalam R merupakan titik maksimum
mutlak dan sekaligus titik minimum mutlak untuk f.
5.3.4 Teorema Maksimum-Minimum
Misalkan I = [a,b] interval tertutup
dan terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f mempunyai maksimum mutlak dan
minimum mutlak pada I.
Bukti. Pandang himpunan tak kosong f(I) = {f(x) : x∈I} nilai-nilai dari f pada
I. Dalam Teorema 5.3.2 sebelumnya telah diperlihatkan bahwa f(I) merupakan sub-
Analisis Real I
166
Pendahuluan
himpunan dari R yang terbatas. Misalkan s* = sup f(I) dan s* = inf f(I). Kita claim
bahwa terdapat titik-titik x* dan x* sedemikian sehingga s* = f(x*) dan s* = f(x*). Kita
akan memperlihatkan bahwa keberadaan titik x*, meninggalkan pembuktian eksistensi
dari x* untuk pembaca.
GAMBAR 5.3.2 Grafik fungsi g(x) = x2 (x ≤ 1)
Karena s* = sup f(I), jika n∈N, maka s* - 1/n bukan suatu batas atas dari himpunan f(I). Akibatnya terdapat bilangan real xn∈I sedemikian sehingga
s* -
(#)
1
< f(xn) ≤ s*
n
untuk n∈N.
Karena I terbatas, barisan X = (xn) terbatas. Oleh karena itu, dengan menggunakan
Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7, terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang konvergen ke suatu bilangan x*. Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b],
maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x*∈I. Oleh karena itu f kontinu pada x* dengan
demikian lim (f( xnr )) = f(x*). Karena itu mengikuti (#) bahwa
s* -
1
< f( xnr ) ≤ s*
nr
untuk r∈N,
kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim (f( xnr )) = s*. Oleh karena itu
kita mempunyai
f(x*) = lim (f( xnr )) = s* = sup f(I).
Kita simpulkan bahwa x* adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.
Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kontinu. Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan dapat dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari
teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.
5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I → R fungsi
kontinu pada I. Jika α < β bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(α) < 0 <
f(β) (atau sedemikian sehingga f(α) > 0 > f(β)), maka terdapat bilangan c∈(α,β)
sedemikian sehingga f(c) = 0.
Analisis Real I
167
Aljabar Himpunan
Bukti. Kita asumsikan bahwa f(α) < 0 < f(β). Misalkan I1 = [α,β] dan γ = ½(α
+ β). Jika f(γ) = 0 kita ambil c = γ dan bukti lengkap. Jika f(γ) > 0 kita tetapkan α2 =
α, β2 = γ, sedangkan jika f(γ) < 0 kita tetapkan α2 = γ, β2 = β. Dalam kasus apapun,
kita tetapkan I2 = [α2,β2], dimana f(α2) < 0 dan f(β2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi
ini.
Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I1, I2, …, Ik = [αk,βk]
yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga f(αk) < 0
dan f(βk) > 0. Misalkan γk = ½(αk + βk). Jika f(γk) = 0 kita ambil c = γk dan bukti
lengkap. Jika f(γk) > 0 kita tetapkan αk+1 = αk, βk+1 = γk, sedangkan jika f(γk) < 0 kita
tetapkan αk+1 = γk, βk+1 = βk. Dalam kasus apapun, kita tetapkan Ik+1 = [αk+1,βk+1],
dimana
f(αk+1) < 0 dan f(βk+1) > 0.
Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik γn sedemikian sehingga f(γn) =0,
pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan
nested dari interval-interval tutup In = [αn,βn], n∈N. Karena interval-interval ini
diperoleh dengan biseksi berulang, kita mempunyai βn - αn = (β - α)/2n – 1. Mengikuti
Sifat Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam In untuk semua n∈N.
Karena αn ≤ c ≤ βn untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 ≤ c - αn ≤ βn - αn = (β α)/2n – 1, dan 0 ≤ βn – c ≤ βn - αn = (β - α)/2n – 1. Dari sini diperoleh bahwa c = lim
(αn) dan c = lim (βn). Karena f kontinu pada c, kita mempunyai
lim (f(αn)) = f(c) = lim (f(βn)).
Karena f(βn) ≥ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) = lim
(f(βn)) ≥ 0. Juga Karena f(αn) ≤ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti hasil yang sama
(gunakan –f) bahwa f(c) = lim (f(αn)) ≤ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c) =
0. Akibatnya c merupakan akar dari f.
Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin
bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang masuk diantara dua nilainya.
Analisis Real I
168
Pendahuluan
5.3.6 Teorema Nilai Antara Bolzano
Misalkan I suatu interval dan f : I →
R kontinu pada I. Jika a, b∈I dan jika k∈R memenuhi f(a) < k < f(b), maka terdapat
suatu titik c∈I antara a dan b sedemikian sehingga f(c) = k.
Bukti. Anggaplah a < b dan misalkna g(x) = f(x) – k; maka g(a) < 0 < g(b).
Menurut Teorema Lokasi Akar 5.3.5 terdapat suatu titik c dengan a < c < b
sedemikian sehingga 0 = g(c) = f(c) – k. Oleh karena itu f(c) = k.
Jika b < a, misalkan h(x) = k – f(x) dengan demikian h(b) < 0 < h(a). Oleh
karena itu terdapat titik c dengan b < c < a sedemikian sehingga 0 = h(c) = k – f(c),
dari sini f(c) = k.
5.3.7
Akibat Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan
pula f : I → R kontinu pada I. Jika k∈R sebarang bilangan yang memenuhi
inf f(I) ≤ k ≤ sup f(I)
maka terdapat suatu bilangan c∈I sedemikian sehingga f(c) = k.
Bukti. Ini mengikut pada Teorema MaksimumMinimum 5.3.4 bahwa terdapat titik-titik c* dan c* dalam I sedemikian sehingga
inf f(I) = f(c*) ≤ k ≤ f(c*) = sup f(I).
Sekarang kesimpulan mengikut pada Teorema 5.3.6.
Teorema berikut ini meringkaskan hasil utama dari pasal ini. Teorema ini
menyatakan bahwa peta dari suatu interval tertutup dan terbatas dibawah suatu fungsi
kontinu juga interval tertutup dan terbatas. Titik-titik ujung dari interval peta adalah
nilai maksimum mutlak dan minimum mutlak dari fungsi, dan pernyataan bahwa semua nilai antara nilai maksimum dan nilai minimum masuk dalam interval peta
adalah suatu cara dari pertimbangan Teorema Nilai Antara Bolzano.
5.3.8 Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I
→ R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) = {f(x) : x∈I} adalah interval tutup dan ter-
batas.
Analisis Real I
169
Aljabar Himpunan
Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui
dari Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain
itu, kita mempunyai f(I) ⊆ [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M],
maka menurut Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik c∈I sedemikian
sehingga k = f(c). Dari sini, k∈f(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]⊆f(I). Oleh
M
f(b)
f(a)
m
a
x*
x*
b
karena itu, f(I) adalah interval [m,M].
GAMBAR 5.3.3 f(I) = [m,M]
Catatan. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R kontinu pada I, kita mempunyai bukti bahwa f(I) adalah interval [m,M]. Kita tidak mempunyai bukti (dan itu
tidak selalu benar) bahwa f(I) adalah interval [f(a),f(b)]. (ihat Gambar 5.3.3.)
Teorema sebelumnya adalah suatu teorema “pengawetan” dalam pengertian,
teorema ini menyatakan bahwa peta kontinu dari suatu interval tutup dan terbatas
adalah himpunan yang bertipe sama. Teorema berikut memperluas hasil ini untuk interval secara umum. Akan tetapi, akan dicatat bahwa meskipun peta kontinu dari
suatu interval adalah juga suatu interval, tidak benar bahwa interval peta perlu mempunyai bentuk sama seperti interval domain. Sebagai contoh, peta kontinu dari interAnalisis Real I
170
Pendahuluan
val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup
tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x2 + 1) untuk xεR,
maka f kontinu pada R [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I1 =
(-1,1), maka f(I1) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I2 = [0,∞),
maka f(I2) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.)
Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma
pencirian interval berikut.
GAMBAR 5.3.4 Grafik fungsi f(x) = 1/(x2 + 1) (x∈R)
5.3.9 Lemma Misalkan S⊆R suatu himpunan tak kosong dengan sifat
jika x,y∈S dan x < y, maka [x,y]⊆S.
(*)
Maka S suatu interval.
Bukti. Kita akan menganggap bahwa S mempunyai sekurang-kurangnya dua
titik. Terdapat empat kasus untuk diperhatikan : (i) S terbatas, (ii) S terbatas diatas
tetapi tidak terbatas dibawah, (iii) ) S terbatas dibawah tetapi tidak terbatas diatas, dan
(iv) S tidak terbatas baik diatas maupun dibawah.
(i)
Misalkan a = inf S dan b = sup S. Jika s∈S maka a ≤ s ≤ b dengan
demikian s∈[a,b]; karena s∈S sebarang, kita simpulkan bahwa S⊆[a,b].
Dipihak lain kita claim bahwa (a,b)⊆S. Karena jika z∈(a,b), maka z bukan
suatu batas bawah dari S dengan demikian terdapat x∈S dengan x < z. Juga z ukan
Analisis Real I
171
Aljabar Himpunan
suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat y∈S dengan z < y. Akibatnya,
z∈[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan z∈[x,y]⊆S. Karena z unsur sebarang dalam (a,b),
maka disimpulkan bahwa (a,b) ⊆ S.
Jika a∉S dan b∉S, maka kita mempunyai S = (a,b); jika a∉S dan b∈S kita
mempunyai S = (a,b]; jika a∈S dan b∉S kita mempunyai S = [a,b); dan jika a∈S dan
b∈S kita mempunyai S = [a,b].
(ii) Misalkan b = sup S. Jika s∈S maka s ≤ b dengan demikian kita mesti
mempunyai S⊆(-∞,b]. Kita claim bahwa (-∞,b)⊆S. Karena, jika z∈(-∞,b), argumen
yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,y∈S sedemikian sehingga [x,y]⊆S. Oleh
karena itu (-∞,b)⊆S.
Jika b∉S, maka kita mempunyai S = (-∞,b); jika b∈S, maka kita mempunyai S
= (-∞,b].
(iii)
Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka-
sus ini kita mempunyai S = (a,∞) jika a∉S, dan S = [a,∞) jika a∈S.
(iv)
Jika z∈R, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan
bahwa terdapat x,y∈S sedemikian sehingga z∈[x,y]⊆S. Oleh karena itu R⊆S, dengan
demikian S = (-∞,∞).
Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.
5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I →
R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval.
Bukti.
Misalkan α,β∈f(I) dengan α < β; maka terdapat titik-titik a,b∈I
sedemikian sehingga α = f(a) dan β = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai
Antara Bolzano 5.3.6 bahwa jika k∈(α,β) maka terdapat suatu c∈I dengan k =
f(c)∈f(I). Oleh karena itu [α,β]⊆f(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada
lemma sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval.
Analisis Real I
172
Pendahuluan
Latihan-latihan
1. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk
setiap x∈I. Buktikan bahwa terdapat suatu α > 0 sedemikian sehingga f(x) ≥ α untuk semua x∈I.
2. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R dan g : I → R fungsi kontinu pada I. Tunjukkan bahwa
himpunan E = {x∈I : f(x) = g(x)} mempunyai sifat bahwa jika (xn)⊆E dan xn→ x0, maka
x0∈E.
3. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I sedemikian sehingga untuk setiap
x dalam I terdapat y dalam I sedemikian sehingga f(y) ≤ ½f(x). Buktikan bahwa terdapat suatu titik c dalam I sedemikian sehingga f(c).
4. Tunjukkan bahwa setiap polinomial derajat ganjil dengan koefisien real mempunyai paling sedikit akar real.
5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x4 + 7x3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar real.
Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal.
6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke R dan sedemikian sehingga f(0) = f(1). Buktikan bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c + ½). [Petunjuk : Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu, terdapat titiktitik antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang sama.
7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0,π/2].
Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan kalkulator untuk menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti sampai dua tempat desimal.
8. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) > 0.
Misalkan pula W = {x∈I : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini
memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.)
9. Misalkan I = [0,π/2], dan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk x∈I.
Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x0∈I untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x0
merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x2.
10. Andaikan bahwa f : R → R kontinu pada R dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0.
x → −∞
x→∞
Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R.
Analisis Real I
173
Aljabar Himpunan
Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak
perlu dicapai.
11. Misalkan f : R → R kontinu pada R dan β∈R. Tunjukkan bahwa jika x0∈R sedemikian
sehingga f(x0) < β , maka terdapat suatu lingkungan-δ U dari x0 sedemikian sehingga f(x)
< β untuk semua x∈U.
12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x2 untuk x∈R
pada interval-interval buka [atau, tutup].
13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) =
1/(x2 + 1) dan h(x) = x3 untuk x∈R.
14. Jika f : [0,1] → R kontinu dan hanya mempunyai nilai-nilai rasional [atau, nilai-nilai
irasional], mesti f fungsi konstan.
15. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R suatu fungsi (tidak perlu kontinu) dengan sifat bahwa
untuk setiap x∈I, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan Vδ x ( x ) dari x (dalam pengertian pada Definisi 4.2.1). Buktikan bahwa f terbatas pada I.
16. Misalkan J = (a,b) dan g : J → R fungsi kontinu dengan sifat bahwa untuk setiap x∈J,
fungsi g terbatas pada suatu lingkungan Vδ x ( x ) dari x. Tunjukkan bahwa g tidak perlu
terbatas pada J.
PASAL 5.4 Kekontinuan Seragam
Misalkan A⊆R dan f : A → R. Telah dilihat pada Teorema 5.1.3 bahwa pernyataan-pernyataan berikut ini ekivalen :
(i) f kontinu pada setiap titik u∈A;
(ii) diberikan ε > 0 dan u∈A, terdapat δ(ε,u) > 0 sedemikian sehingga untuk
semua x∈A dan x - u < δ(ε,u), maka f(x) – f(u) < ε.
Suatu hal kita ingin menekankan disini bahwa, secara umum, δ bergantung pada ε >
0 dan u∈A. Fakta bahwa δ bergantung pada u adalah suatu refleksi bahwa fungsi f
dapat diubah nilai-nilainya dengan cepat dekat titik-titik tertentu dan dengan lambat
dekat dengan nilai-nilai lain. [Sebagai contoh, pandang f(x) = sin(1/x) untuk x > 0;
lihat Gambar 4.1.3.]
Analisis Real I
174
Pendahuluan
Sekarang, sering terjadi bahwa fungsi f sedemikian sehingga δ dapat dipilih
tidak bergantung pada titik u∈A dan hanya bergantung pada ε. Sebagai contoh, jika
f(x) = 2x untuk semua x∈R, maka
f(x) – f(u) = 2x - u,
dan dengan demikian kita dapat memilih δ(ε,u) = ε/2 untuk semua ε > 0, u∈R (Mengapa?)
Di pihak lain jika kita memandang g(x) = 1/x unuk x∈A {x∈R : x > 0}, maka
(1)
g(x) – g(u) =
u−x
.
ux
Jika u∈A diberikan dan jika kita memilih
(2)
δ(ε,u) = inf {½u, ½u2ε},
maka jika x - u < δ(ε,u) kita mempunyai x - u < ½u dengan demikian ½u < x <
3
2
u, dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika x - u < ½u, ketaksamaan (1)
menghasilkan ketaksamaan
(3)
g(x) – g(u) ≤ (2/u2)x - u.
Akibatnya, jika x - u < δ(ε,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan
g(x) – g(u) < (2/u2)(½u2ε) = ε
Kita telah melihat bahwa pemilihan δ(ε,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian
bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai δ yang akan menjamin bahwa g(x) – g(u) < ε apabila x - u < δ dan x,u∈A. Kita perhatikan bahwa
nilai δ(ε,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai δ(ε) > 0 yang akan
“work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.
Analisis Real I
175
Aljabar Himpunan
GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)
Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pilihan lain yang dapat dibuat untuk δ. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih δ1(ε,u) =
inf{ 13 u,
2
3
u2ε}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mem-
punyai inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai δ
yang akan “work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat.
Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 dimana, untuk lingkungan-ε yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai dengan nilai maksimum dari δ terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai δ yang
diperbolehkan menuju 0.
5.4.1
Definisi
Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f kontinu
seragam pada A jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika
x,u∈A sebarang bilangan yang memenuhi x - u < δ(ε), maka f(x) – f(u) < ε.
Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada
setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {x∈R : x > 0}.
Pengertian di atas berguna untuk memformulasi syarat ekuivalensi untuk
mengatakan bahwa f tidak kontinu seragam pada A. Kita akan memberikan kriteria
demikian dalam hasil berikut, ditinggalkan pembuktiannya seagai latihan bagi pembaca.
5.4.2 Kriteria Kekontinuan tidak Seragam Misalkan A⊆R dan f : A →
R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :
(i)
f tidak kontinu seragam pada A;
(ii)
Terdapat ε0 > 0 sedemikian sehingga untuk setiap δ > 0 terdapat titik-
titik xδ, uδ dalam A sedemikian sehingga xδ - uδ < δ dan f(xδ) – f(uδ) ≥ ε0.
Analisis Real I
176
Pendahuluan
(iii) Terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga lim (xn – un) = 0 dan f(xn) – f(un) ≥ ε0 untuk semua n∈N.
Kita dapat menggunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa g(x) = 1/x kontinu tidak seragam pada A = {x∈R : x > 0}. Karena, jika xn = 1/n dan un = 1/(n + 1),
maka kita mempunyai lim (xn – un) = 0, tetapi g(x) – g(u) = 1 untuk semua n∈N.
GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)
Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu
fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I.
5.4.3 Teorema Kekontinuan Seragam Misalkan I suatu interval tutup dan
terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f kontinu seragam pada I.
Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya,
terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un <
1/n dan f(xn) – f(un) > ε0 untuk semua n∈N. Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas;
menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( xnk ) dari (xn) yang
konvergen ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teorema 3.2.6. Ini jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( unk ) juga konvergen ke z,
karena
Analisis Real I
177
Aljabar Himpunan
 unk - z ≤  unk - xnk  +  xnk - z.
Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti
konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena
f(xn) – f(un) ≥ ε0
untuk semua n∈N. Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup
dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik z∈I. Akibatnya, jika f
kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I.
Fungsi-fungsi Lipschitz
Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang merupakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menunjukkan kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi
yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam.
5.4.4 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Jika terdapat suatu konstanta
K > 0 sedemikian sehingga
f(x) – f(u) ≤ Kx - u
untuk semua x,u∈A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz (atau memenuhi syarat
Lipschitz) pada A.
Syarat bahwa suatu fungsi f : I → R pada suatu interval I adalah fungsi
Lipschitz dapat diinterpretasi secara geometri sebagai berikut. Jika kita menuliskan
syaratnya sebagai
f ( x ) − f (u )
≤ K,
x−u
x,u∈I, x ≠ u,
maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui titiktitik (x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan
hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada
grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K.
5.4.5 Teorema
Jika f : A → R suatu fungsi Lipschitz, maka f kontinu
seragam pada A.
Analisis Real I
178
Pendahuluan
Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan ε >
0 sebarang, kita dapat memilih δ = ε/K. Jika x,u∈A dan memenuhi x - u < δ, maka
f(x) – f(u) < K(ε/K) = ε
Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.
5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x2 pada A = [0,b], dimana b suatu konstanta positif, maka
f(x) – f(u) = x + ux -u ≤ 2bx - u
untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K =
2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu
pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari
Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi
Lipschitz pada interval [0,∞).)
(b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz.
Misalkan g(x) =
x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g
kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu
seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga
g(x) ≤ Kx untuk semua x∈I. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu
fungsi Lipschitz pada I.
(c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat
dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada
suatu himpunan. Kita pandang g(x) =
x
pada himpunan A = [0,∞). Kekontinuan
seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam
seperti dicatat dalam (b). Jika J = [1,∞), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai
g(x) – g(u) = 
x
-
u
=
x−u
x +
≤ ½x - u
u
Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut
Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,∞). Karena A = I∪J, ini berarti [dengan
pemilihan δ(ε) = inf{1,δI(ε),δJ(ε)}] bahwa g kontinu seragam pada A. Kita tinggalkan
detailnya untuk pembaca.
Analisis Real I
179
Aljabar Himpunan
Teorema Perluasan Kontinu
Kita telah melihat fungsi yang kontinu tapi tidak kontinu seragam pada interval buka; sebagai contoh, fungsi f(x) = 1/x pada interval (0,1). Di pihak lain, dengan
Teorema Kekontinuan Seragam, suatu fungsi yang kontinu pada interval tutup dan
terbatas selalu kontinu seragam. Dengan demikian muncul pertanyaan: Syarat apa
yang diperlukan suatu fungsi untuk kontinu seragam pada suatu interval buka? Jawabannya menampakkan kekuatan dari kekontinuan seragam, karena akan ditunjukkan
bahwa suatu fungsi pada (a,b) kontinu seragam jika dan hanya jika dapat didefinisikan pada titik-titik ujung untuk menghasilkan suatu fungsi yang kontinu pada interval
tertutup. Pertama=tama kita akan menunjukkan suatu hasil sebagai teorema berikut.
5.4.7 Teorema Jika f : A → R kontinu seragam pada suatu A⊆R dan jika
(xn) barisan Cauchy dalam A, maka (f(xn)) barisan Cauchy dalam R.
Bukti. Misalkan (xn) barisan Cauchy dalam A, dan ε > 0 diberikan. Pertamatama pilih δ > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi x - u < δ, maka
f(x) – f(u) < ε. Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H(δ) sedemikian sehingga xn - xm < δ untuk semua n,m > H(δ). Dengan pemilihan δ, ini mengakibatkan bahwa untuk n,m > H(δ), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < ε. Oleh karena itu barisan (f(xn)) barisan Cauchy.
Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =
1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan
oleh xn = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana
f(xn) = n untuk semua n∈N bukan barusan Cauchy.
5.4.8
Teorema Perluasan Kontinu
Suatu fungsi f kontinu seragam pada
interval (a,b) jika dan hanya jika f dapat didefinisikan pada titik-titik ujung a dan b
sedemikian sehingga fungsi perluasannya kontinu pada [a,b].
Bukti. Suatu fungsi yang kontinu seragam pada [a,b] tentu saja kontinu pada
(a,b), dengan demikian kita hanya perlu membuktikan implikasi sebaliknya.
Analisis Real I
180
Pendahuluan
Misalkan f kontinu seragam pada (a,b). Kita akan menunjukkan bagaimana
memperluas f ke a; argumen untuk b dilakukan dengan cara yang sama. Ini dilakukan
dengan menunjukkan bahwa lim f ( x) = L ada, dan ini diselesaikan dengan pengx →c
gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn)
= a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teorema 3.5.4. Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang
konvergen ke a, maka lim (un - xn) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan
seragam dari f kita mempunyai
Lim (f(un)) = lim (f(un) – f(xn)) + lim (f(xn))
= 0 + L = L.
Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen ke
a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai
limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita simpulkan bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b].
Karena lim dari f(x) = sin(1/x) pada 0 tidak ada,
kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini tidak kontinu
seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena lim x sin (1 x ) = 0 ada,
x →0
maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.
Aproksimasi
Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat
mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat
dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata
“aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sangat alami (dan juga salah satu
yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan,
fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih
kecil dari kesalahan yang ditentukan.
Analisis Real I
181
Aljabar Himpunan
5.4.9 Definisi Misalkan I⊆R suatu interval dan s
: I → R. Maka s dinamakan fungsi tangga jika s hanya mempunyai sejumlah hingga
nilai-nilai yang berbeda, setiap nilai diberikan pada satu atau lebih interval dalam I.
Sebagai contoh, fungsi s : [-2,4] → R didefinisikan
oleh
 0, - 2 ≤ x < 1,
 1, - 1 ≤ x < 0,

 12 , 0 < x < 12 ,
s(x) = 
1
 3, 2 ≤ x < 1,
− 2, 1 ≤ x ≤ 3,

 2, 3 < x ≤ 4,
y
(
(
[
(
(
x
[
[
[
(
[
[
[
merupakan fungsi tangga. (Lihat Gambar 5.4.3)
GAMBAR 5.4.3 Grafik y = s(x)
Analisis Real I
182
Pendahuluan
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa suatu
fungsi kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas I dapat diaproksimasi secara
sebarang dengan fungsi tangga.
5.3.10 Teorema Misalkan I interval tertutup dan
terbatas. Misalkan pula f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu
fungsi tangga sε : I → R sedemikian sehingga f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I.
Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam (menurut
Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3), maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,y∈I dan x - y < δ(ε), maka f(x) – f(y) < ε.
Misalkan I = [a,b] dan m∈N cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε).
Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang panjangnya h;
yaitu I1 = [a,a+h], dan Ik = (a+(k-1)h,a+kh] untuk k = 2, … ,m. Karena panjang setiap
subinterval Ik adalah h < δ(ε), maka selisih antara dua nilai dari f dalam Ik lebih kecil
dari ε. Sekarang kita definisikan
(4)
sε(x) = f(a + kh)
untuk x∈Ik, k = 1, … ,m,
dengan demikian sε adalah konstanta pada setiap interval Ik. (Kenyataannya bahwa
nilai dari sε pada Ik adalah nilai dari f pada titik ujung dari Ik, Lihat Gambar 5.4.4.)
Akibatnya jika x∈Ik, maka
f(x) - sε(x) = f(x) - f(a + kh) < ε.
Oleh karena itu kita mempunyai f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I.
Analisis Real I
183
Aljabar Himpunan
GAMBAR 5.4.4 Aproksimasi dengan fungsi tangga
Perhatikan bahwa pembuktian dari teorema sebelumnya agak lebih dibandingkan dengan pernyataan dalam teorema. Pada kenyataannya kita telah membuktikan pernyataan berikut.
5.4.11
Akibat
Misalkan I = [a,b] interval tutup
dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat bilangan asli m
sedemikian sehingga jika kita membagi I dalam m interval saling lepas Ik yang mempunyai panjang h = (b – a)/m, maka fungsi tangga sε didefinisikan pada (4) memenuhi
f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I.
Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki
karakter dasar, akan tetapi tidak kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu sering diperlukan sekali untuk mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi
kontinu sederhana, bagaimana kita akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi linear kontinu piecewise (potong demi
potong).
5.4.12 Definisi Misalkan I = [a,b] suatu interval.
Maka suatu fungsi g : I → R dikatakan linear potong demi potong pada I jika I merupakan gabungan dari sejumlah hingga interval saling lepas I1, … Im, sedemikian sehingga pembatasan dari g untuk setiap interval Ik merupakan fungsi linear.
Remark. Jelas bahwa agar suatu fungsi linear potong demi
potong g kontinu pada I, segmen garis yang membentuk grafik g bertemu pada titik-titik ujung dari
subinterval yang berdekatan Ik dan Ik + 1k + 1 (k = 1, … , m-1)
Teorema 5.4.13
Misalkan I suatu interval tutup
dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu fungsi linear potong-demi-potong kontinu gε : I → R sedemikian sehingga f(x) - gε(x) < ε
untuk semua x∈I.
Analisis Real I
184
Pendahuluan
Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam pada I =
[a,b] maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga
jika x,y∈I dan x - y < δ(ε), maka f(x) – f(y) < ε. Misalkan m∈N cukup besar
dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m
interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a + h], dan Ik = (a + (k-1)h,a +
kh] untuk k = 2, … ,m. Pada setiap interval Ik kita definisikan gε fungsi linear yang
menghubungkan titik-titik
(a + (k – 1)h,f(a + (k – 1)h)
dan
(a + kh,f(a
+ kh)).
Maka gε fungsi linear potong-demi-potong kontinu pada I. Karena, untuk x∈Ik nilai
f(x) tidak lebih dari ε dari f(a + (k –1)h) dan f(a + kh), ditinggalkan sebagai latihan
pembaca untuk menunjukkan bahwa f(x) - gε(x) < ε untuk semua x∈Ik; oleh karena
itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua x∈I. (Lihat Gambar 5.4.5.)
GAMBAR 5.4.5 Aproksimasi oleh fungsi linear potong-demi-potong
Kita akan menutup pasal ini dengan mengemukakan teorema penting dari Weierstrass mengenai aproksimasi fungsi-fungsi kontinu
Analisis Real I
185
Aljabar Himpunan
dengan fungsi polinimial. Seperti diharapkan, agar memperoleh suatu aproksimasi
tidak lebih dari suatu ε > 0 yang ditentukan, kita mesti bersedia untuk menggunakan
polinomial sebarang derajat tinggi.
5.4.14 Teorema Aproksimasi Weierstrass Misalkan I = [a,b] dan misalkan f : I → R kontinu. Jika ε > 0 diberikan, maka terdapat
suatu fungsi polinimial pε sedemikian sehingga f(x) - pε(x) < ε untuk semua x∈I.
Terdapat sejumlah pembuktian dari teorema ini.
Sayangnya, semua pembyktiian itu agak berbelit-belit, atau memakai hasil-hasil yang
belum pada pengerjaan kita. Salah satu pembuktian yang paling elementer berdasarkan pada teorema berikut yang dikemukakan oleh Serge Bernsteîn, untuk fungsi kontinu pada [0,1]. Diberikan f : [0,1] → R, Bernsteîn mendefinisikan barisan polinomial
:
n
(5)
Bn (x) =
 k  n 
  
∑ f  n  k  x k (1 − x )
k =0
n−k
.
Fungsi polinomial Bn, yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn
ke-n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisienkoefisiennya bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik
0,
1 2
k
, , … , , … ,1,
n n
n
dan koefisien-koefisien binomial
n
n!
n(n − k )L(n − k + 1)
  =
=
1 ⋅ 2L k
 k  k! (n − k )!
5.4.15 Teorema Aproksimasi Bernsteîn Misalkan f : [0,1] → R fungsi konttinu dan misalkan ε > 0. Terdapat nε∈N sedemikian sehingga jika n ≥ nε, maka kita mempunyai f(x) – Bn(x) < ε untuk semua x∈[0,1].
Bukti. Pembuktian Teorema ini diberikan dalam
Elements of Analysis Real, H. 169-172. Disana ditunjukkan bahwa jika δ(ε) > 0
Analisis Real I
186
Pendahuluan
sedemikian sehingga f(x) – f(y) < ε untuk semua x,y∈[0,1] dengan x - y < δ(ε),
dan jika M ≥ f(x) untuk semua x∈[0,1], maka kita dapat memilih
nε =sup{(δ(ε/2)-4,M2/ε2}.
(6)
Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih
agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi ε.
Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat
diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan variabel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] → R dengan fungsi F : [0,1] → R yang didefinisikan oleh
F(t) = f(a + (b – a)t)
untuk t∈[0,1].
Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1],
yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [a,b] yang mengaproksimasi f.
Latihan-latihan
1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,∞),
dimana a suatu konstanta positif.
2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x2 kontinu seragam pada A = [1,∞), tetapi tidak
kontinu seragam pada B = (0,∞).
3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.
(a) f(x) = x2
(b) g(x) = sin(1/x)
A =[0,∞);
B = (0,∞).
4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x2) untuk x∈R kontinu seragam pada R
5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R, maka f + g juga kontinu seragam pada A.
6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R dan jika kedua-duanya
terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.
7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R,
tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R.
Analisis Real I
187
Aljabar Himpunan
8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi
komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R.
9. Jika f kontinu seragam pada A⊆R, dan f(x) ≥ k > 0 untuk semua x∈A, tunjukkan bahwa 1/f kontinu seragam pada A.
10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan A⊆R yang terbatas,
maka f terbatas pada A.
11. Jika g(x) =
x untuk x∈[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K
sedemikian sehingga g(x) ≤ Kx untuk semua x∈[0,1]. Berikan kesimpulan
bahwa g kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].
12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,∞) dan kontinu seragam pada [a,∞) untuk
suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,∞).
13. Misalkan A⊆R dan f : A → R memiliki difat: untuk setiap ε > 0 terdapat suatu
fungsi gε : A → R sedemikian sehingga gε kontinu seragam pada A dan f(x) -
gε(x) < ε untuk semua x∈A. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.
14. Suatu fungsi f : R → R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu
bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua x∈R. Buktikan
bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam
pada R.
15. Jika f0(x) = 1 untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema
Binomial menyatakan bahwa (a + b)n =
n
n
k =0
 
∑  k a k b n − k ].
16. Jika f1(x) = x untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1.
17. Jika f2(x) = x2 untuk x∈(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/n)x2 + (1/n)x.
Analisis Real I
188
Pendahuluan
18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian sehingga polinomial Bernsteîn ke-n Bn untuk f2 memenuhi f2(x) – Bn(x) ≤ 0,001
untuk semua x∈[0,1].
Pasal 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers
Ingat kembali bahwa jika A⊆R, maka fungsi f : A → R dikatakan naik pada
A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 ≤ x2 berlaku f(x1) ≤ f(x2). Fungsi f dikatakan
naik secara murni pada A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 < x2 berlaku f(x1) <
f(x2). Demikian juga, g : A → R dikatakan turun pada A jika untuk setiap x1,x2∈A
dengan x1 ≥ x2 berlaku g(x1) ≥ g(x2). Fungsi g dikatakan turun secara murni pada A
jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 > x2 berlaku g(x1) > g(x2).
Jika suatu fungsi naik atau turun pada A, maka kita katakan fungsi tersebut
monoton pada A. Jika f fungsi naimk murni ayau turun murni pada A, kita katakan
bahwa f monoton murni pada A.
Kita perhatikan bahwa jika f : A → R naik pada A maka g = -f turun pada A;
demikian juga jika ϕ : A → R turun pada A, maka ψ = -ϕ naik pada A.
Dalam pasal ini, kita akan bekerja dengan fungsi-fungsi monoton yang didefinisikan pada suatu interval I⊆R. Kita akan mendiskusikan fungsi-fungsi naik secara
eksplisit, tetapi itu jelas bahwa terdapat persesuaian hasil untuk fungsi-fungsi turun.
Hasil-hasil ini dapat diperoleh secara langsung dari hasil-hasil untuk fungsi-fungsi
naik atau dibuktikan dengan argumen yang serupa.
Fungsi monoton tidak perlu kontinu. Sebagai cintoh, jika f(x) = 0 untuk
x∈[0,1] dan f(x) = 1 untuk x∈(1,2], maka f merupakan fungsi naik pada [0,1], tetapi
tidak kontinu pada x = 1. Akan tetapi, hasil berikut ini menunjukkan bahwa suatu
fungsi monoton selalu mempunyai limit-limit sepihak baik limit pihak-kiri maupun
pihak-kanan (lihat Definisi 4.3.1) dalam R pada setiap titik yang bukan titik ujung
dari domainnya.
Analisis Real I
189
Aljabar Himpunan
5.5.1 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Andaikan bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka
lim f = sup{f(x) : x∈I, x < c}
(i)
x →c −
lim f = inf{f(x) : x∈I, x > c}
(ii)
x →c +
Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika x∈I dan x < c, maka f(x) ≤ f(c). Dari
sini himpunan {f(x) : x∈I, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung
dari I, terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita
simbol dengan L. Jika ε > 0 diberikan, maka L - ε bukan suatu batas atas dari himpunan ini. Dari sini, terdapat yε ∈I, yε < c sedemikian sehingga L - ε < f(yε) ≤ L.
Karena f fungsi naik, kita simpulkan bahwa jika δ(ε) = c - yε dan jika 0 < c – y < δ(ε),
maka ), maka yε < y < c dengan demikian
L - ε < f(yε) ≤ f(y) ≤ L
Oleh karena itu f(y) - L < ε bila 0 < c – y < δ(ε). Karena ε > 0 sebarang, kita katakan bahwa (i) berlaku.
Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa.
Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada
suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.
5.5.2
Akibat
Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. An-
daikan bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini
ekuivalen.
(a) f kontinu pada c.
(b) lim f = f(c) = lim f
x →c −
x →c +
(c) sup{f(x) : x∈I, x < c} = f(c) = inf{f(x) : x∈I, x > c}
Pembuktiannya mudah, tinggal mengikuti Teorema 5.5.1 dan 4.3.3. Kita tinggalkan detailnya untuk pembaca.
Analisis Real I
190
Pendahuluan
Misalkan I suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung
kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a
jika dan hanya jika
f(a) = inf{f(x) : x∈I, a < x}
atau jika hanya jika lim f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung
x →a +
kanan dari I, dan untuk fungsi-fungsi turun.
jf(c)
{
c
GAMBAR 5.5.1 Lompatan dari f pada c
Jika f : I → R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita
definisikan lompatan dari f pada c sebagai jf(c) = lim f - lim f . (Lihat Gambar
x →c +
x →c −
5.5.1.) Mengikuti Teorema 5.5.1 bahwa
jf(c) = inf{f(x) : x∈I, x > c} - sup{f(x) : x∈I, x < c}
untuk suatu fungsi naik. Jika titik ujung kiri a dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada a menjadi jf(a) = lim f - f(a). Jika titik ujung kanan b
x →a +
dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi jf(b) =
f(b) - lim f .
x →b −
5.5.3 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Jika
c∈I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika jf(c) = 0
Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat
5.5.2. Jika c∈I titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) =
Analisis Real I
191
Aljabar Himpunan
lim f , yang mana ekuivalen dengan jf(c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh un-
x →c +
tuk kasus c∈I titik ujung kanan dari I.
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa bisa terdapat paling banyak sejumlah terhitung titiktitik dimana fungsi monoton diskontinu.
5.5.4 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi monoton
pada I. Maka himpunan titik-titik D⊆I dimana f diskontinu adalah himpunan terhitung.
Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema
5.5.3 bahwa D = {x∈I : jf(x) ≠ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu
interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca.
Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf(c) ≥ 0 untuk
semua c∈I. Selain itu, jika a ≤ x1 < … < xn ≤ b, maka (mengapa?) kita mempunyai
f(a) ≤ f(a) + jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b),
yang mana berarti bahwa
jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b) – f(a).
(Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I =
[a,b] dimana jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu
titik x∈I dimana jf(x) ≥ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana
jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana jf(x) ≥ (f(b) –
f(a))/3; dan seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung
titik-titik x dimana jf(x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk
dalam himpunan ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.
Teorema 5.5.4 beberapa aplikasi yang berguna. Sebagai contoh, diperlihatkan
dalam Latihan 5.2.12 bahwa jika h : R → R memenuhi identitas
(*)
Analisis Real I
h(x + y) = h(x) + h(y)
untuk semua x,y∈R
192
Pendahuluan
dan jika h kontinu pada satu titik x0, maka h kontinu pada setiap titik dalam R. Ini
berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti
f(b)
{
jf(x4)
{
jf(x3)
f(b) - f(a)
{
jf(x2)
{
jf(x1)
f(a)
a
x1
x2
x3
x4
b
kontinu pada R.
GAMBAR 5.5.2 jf(x1) + … + jf(xn) ≤ f(b) – f(a)
Fungsi-fungsi Invers
Sekarang kita akan memandang keberadaan invers suatu fungsi yang kontinu
pada suatu interval I⊆R. Kita ingat kembali (lihat Pasal 1.2) bahwa suatu fungsi f : I
→ R mempunyai fungsi invers jika dan hanya jika f injektif ( = satu-satu); yaitu x,y∈I
dan x ≠ y mengakibatkan bahwa f(x) ≠ f(y). Kita perhatikan bahwa suatu fungsi
monoton murni adalah injektif dan dengan demikian mempunyai invers. Dalam teorema berikut, kita menunjukkan bahwa jika f : I → R fungsi kontinu monoton murni,
maka f mempunyai suatu fungsi invers g pada J = f(I) yang juga fungsi kontinu
monoton murni pada J. Khususnya, jika f fungsi naik murni maka demikian juga dengan g, dan jika f fungsi turun murni maka demikian juga g.
Analisis Real I
193
Aljabar Himpunan
5.5.5 Teorema Invers Kontinu Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I→ R
monoton murni dan kontinu pada I. Maka fungsi
g invers dari f adalaj fungsi
monoton murni dan kontinu pada J = f(I).
jg(c)
x
{.
o
g(c)
c
J
GAMBAR 5.5.3 g(y) ≠ x
untuk y∈J
Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f
fungsi turun murni untuk pembaca.
Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f
fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J → R invers dari f ada. Kita claim
bahwa g naik murni. Memang, jika y1 < y2, maka y1 = f(x1) dan y2 = f(x2) untuk suatu
x1, x2∈I. Kita mesti mempunyai x1 < x2; untuk hal lain x1 ≥ x2, mengakibatkan y1 =
f(x1) ≥ f(x2) = y2, bertentangan dengan hipotesis bahwa y1 < y2. Oleh karena itu kita
mempunyai
g(y1) = x1 < x2 = g(x2).
Karena y1 dan y2 sebarang unsur dalam J dengan y1 < y2, kita simpulkan bahwa g naik
murni pada J.
Analisis Real I
194
Pendahuluan
Tinggal menunjukkan bahwa g kontinu pada J. Akan tetapi, ini merupakan
konsekuensi dati fakta bahwa g(J) = I suatu interval. Memang, jika g diskontinu pada
suatu titik c∈J, maka lompatan dari g pada c tidak nol dengan demikian
lim g < lim g
x →c −
x →c +
Jika kita memilih sebarang x ≠ g(c) yang memenuhi lim g < x < lim g , maka x
x →c −
x →c +
mempunyai sifat bahwa x ≠ g(y) untuk sebarang y∈J. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini
x∉I, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita
menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.
Fungsi Akar ke-n
Kita kan menggunakan Teorema Invers Kontinu 5.5.5 untuk fungsi pangkat
ke-n. Kita perlu membedakan atas dua kasus: (i) n genap, dan (ii) n ganjil.
GAMBAR 5.5.4 Grafik dari f(x) = xn (x ≥ 0, n genap)
(i)
n genap. Agar diperoleh suatu fungsi yang monoton murni, kita batasi
perhatian kita untuk interval I = [0,∞). Jadi, misalkan f(x) = xn untuk x∈I. (Lihat
Gambar 5.5.4.) Kita telah melihat (dalam Latihan 2.2.17) bahwa jika 0 ≤ x < y, maka
f(x) = xn < yn = f(y); oleh karena itu f monoton murni pada I. Selain itu, mengikuti
Contoh 5.2.4(a) bahwa IfI kontinu pada I. Oleh karena itu, menurut Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Kita akan menunjukkan bahwa J =
Analisis Real I
195
Aljabar Himpunan
[0,∞). Misalkan y ≥ 0 sebarang; menurut Sifat Archimedean, terdapat k∈N
sedemikian sehingga 0 ≤ y < k. Karena (Mengapa?)
f(0) = 0 ≤ y < k ≤ kn = f(k),
mengikuti Teorema Nilai Antara Bolzano 5.3.6 bahwa y∈J. Karena y ≥ 0 sebarang,
kita simpulkan bahwa J = [0,∞).
Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu
invers dari f(x) = xn pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya
menuliskan
g(x) = x1/n
atau
g(x) =
n
x
untuk x ≥ 0 (n genap), dan menyebut x1/n =
n
x akar ke-n dari x ≥ 0 (n genap).
Fungsi g dinamakan fungsi akar ke-n (n genap). (Lihat Gambar 5.5.5.)
GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f(x) = x1/n (x ≥ 0, n genap)
Karena g invers untuk f, kita mempunyai
g(f(x)) = x
dan
f(g(x)) = x
untuk semua x∈[0,∞).
Kita dapat menuliskan persamaan-persamaan ini dalam bentuk berikut:
(xn)1/n = x
dan
(x1/n)n = x
untuk semua x∈[0,∞) dan n genap.
(ii)
n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan F(x) = xn untuk semua x∈R;
menurut 5.3.4(a), F kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa F naik murni pada R dan F(R) =R. (Lihat Gambar 5.5.6.)
Analisis Real I
196
Pendahuluan
Mengikuti Teorema Invers Kontinu 5.5.5, fungsi G yaitu invers dari F(x) = xn
untuk x∈R, adalah fungsi naik murni dan kontinu pada R. Kita lazimnay menuliskan
G(x) = x1/n
atau
G(x) =
n
x
untuk x∈R,
n ganjil
Dan menyebut x1/n sebagai akar ke-n dari x∈R. Fungsi G disebut fungsi akar ke-n
(n ganjil). (Lihat Gambar 5.5.7.) Disini kita mempunyai
(xn)1/n = x
dan
(x1/n)n = x
untuk semua x∈R dan n ganjil.
GAMBAR 5.5.6 Grafik F(x) = xn (x∈R, n ganjil)
Pangkat-pangkat Rasional
Telah didefinisikan fungsi-fungsi akar ke-n untuk n∈N, yang mana hal ini
memudahkan untuk mendefinisikan pangkat-pangkat rasional.
5.5.6 Definisi (i) Jika m,n∈N dan x ≥ 0, kita definisikan xm/n = (x1/n)m. (ii)
Jika m,n∈N dan x > 0, kita definisikan x-m/n = (x1/n)-m.
Dari sini kita telah mendefinisikan xr apabila r bilangan rasional dan x > 0.
Grafik dari x ξ xr bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0. (Lihat Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional r∈Q dapat ditulis dalam bentuk r =
m/n dengan m∈Z, n∈N, dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi 5.5.6
tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,p∈Z dan n,q∈N dan jika x >
Analisis Real I
197
Aljabar Himpunan
0, maka (x1/n)m = (x1/q)p. Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan hubungan ini.
5.5.7 Teorema Jika m∈Z,n∈N, dan x > 0, maka xm/n = (xm)1/n.
Bukti. Jika x > 0 dan m,n∈Z, maka (xm)n = xmn = (xn)m. Sekarang misalkan y
= xm/n = (x1/n)m > 0 dengan demikian yn = ((x1/n)m)n = ((x1/n)n)m = xm. Oleh karena itu
diperoleh bahwa y = (xm)1/n.
GAMBAR 5.5.7 Grafik G(x) = x1/n (x∈R, n ganjil)
Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan
r,s∈Q, maka
xrxs = xr + s =xsxr
dan
(xr)s = xrs = (xs)r.
Latihan-latihan
1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b]
suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f
suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f
pada I.
2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval I⊆R, tunjukkan bahwa f + g juga
suatu fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik
murni pada I.
3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil
kali fg tidak naik pada I.
Analisis Real I
198
Pendahuluan
4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka
fungsi hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.
5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I → R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a
jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : x∈(a,b]}.
GAMBAR 5.5.8 Grafik dari x ξ xr (x > 0)
6. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Misalkan juga c∈I bukan
titik ujung dari I. Tunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu
barisan (xn) dalam I sedemikian sehingga xn < c untuk n = 1,3,5, … ; xn > c untuk n =
2,4,6, … ; dan sedemikian sehingga c = lim (xn) dan f(c) = lim (f(xn)).
7. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Jika c∈I bukan titik ujung
dari I, tunjukkan bahwa lompatan jf(c) dari f pada c diberikan oleh inf{f(y) –f(x) : x < c <
y, x,y∈I}.
8. Misalkan f,g fungsi-fungsi naik pada suatu interrval I⊆R dan f(x) > g(x) untuk semua
x∈I. Jika y∈f(I)∩g(I), tunjukkan bahwa f-1(y) < g-1(y). [Petunjuk: Pertama-tama interpretasi pernyataan ini secara geometri].
9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional,
dan f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk
Analisis Real I
199
Aljabar Himpunan
semua x∈I. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f
kontinu hanya pada x = ½.
10. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mutlak [atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan injektif pada I.
11. Misalkan f(x) = x untuk x∈[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk x∈(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan
f-1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f-1 kontinu pada setiap titik?
12. Misalkan f : [0,1] → R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilainilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].
13. Misalkan h : [0,1] → R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjukkan bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h
mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h
mencapai infimumnya.]
14. Misalkan x∈R, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,p∈Z, n,q∈N, dan mq = np, maka (x1/n)m
= (x1/q)p.
15. Jika x∈R, x > 0, dan jika r,s∈Q, tunjukkan bahwa x x = x
r s
r+s
=xsxr dan (xr)s = xrs =
(xs)r.
Analisis Real I
200
Pendahuluan
11. DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York :
John Wiley & Sons, Inc.
Analisis Real I
201
Download