Catatan Selama Kuliah ANALISIS REAL I DAN II Sebuah terjemahan dari sebagian buku Introductions to Real Analysis karangan Robert G. Bartle Drs. Jafar., M.Si Printed by: Abu Musa Al Khwarizmi KOMUNITAS STUDI AL KHWARIZMI UNAAHA 2012 i KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadlirat Allah Swt. karena atas perkenaannya jualah hand-out ini dapat terselesaikan penyusunannya. Penyusunan handout ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan diskusi Komunitas Studi Al Khwarizmi Sultra dan masyarakat penimat Kajian Matematika pada umumnya. Materi hand-out ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu : Yakni Bab I sampai dengan Bab 3 adalah materi Analisis Real I, sedangkan Bab 4 dan Bab 5 adalah materi Analisis Real II. Tentu saja, hand-out ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan sumbang saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka perbaikan dan penyempurnaannya, sehingga pada akhirnya dapat dijadikan buku standar untuk dijadikan buku ajar Analisis Real I dan II. Surat kritikan dan saran anda dapat anda kirimkan ke: [email protected]; [email protected]; Atau melalui facebook: -Yanto Kendari. Akhirnya, semoga hand-out ini membawa manfaat yang semaksimal mungkin bagi siapa saja yang menggunakannya, dan hanya kepada Alloh SWT segala sesuatunya kita serahkan. Semoga kita termasuk umatNya yang bersyukur dan dimudahkan dalam memahami ilmu. Amien Unaaha, KSA ii Januari 2012 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ Bab I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Aljabar Himpunan ................................................................................... 1.2 Fungsi ...................................................................................................... 1.3 Induksi Matematika ................................................................................. i ii iii 2 2 8 15 Bab II BILANGAN REAL ........................................................................................ 2.1 Sifat Aljabar R ......................................................................................... 2.2 Sifat Urutan dalam R ............................................................................... 2.3 Nilai Mutlak ............................................................................................ 2.4 Sifat Kelengkapan R ................................................................................ 2.5 Aplikasi Sifat Supremum ........................................................................ 22 22 30 40 46 51 Bab III BARISAN BILANGAN REAL .................................................................... 60 3.1 Barisan dan Limit Barisan ....................................................................... 60 3.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 72 3.3 Barisan Monoton ..................................................................................... 82 3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass ......................................... 90 3.5 Kriteria Cauchy ....................................................................................... 97 3.6 Barisan-barisan Divergen Murni ............................................................. 105 Bab IV LIMIT FUNGSI ............................................................................................ 4.1 Limit-limit Fungsi ................................................................................... 4.2 Teorema-teorema Limit ........................................................................... 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit ................................................... 110 110 123 133 Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU ...................................................................... 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu ............................................................................. 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu ................................................... 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval ....................................................... 5.4 Kekontinuan Seragam ............................................................................. 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers ......................................................... 149 150 157 164 174 189 Daftar Pustaka ........................................................................................................... 201 iii Aljabar Himpunan BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas tentang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang matematika. Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini penting dan sering digunakan. 1.1. Aljabar Himpunan Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan dengan x∈A, untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan x∉A. Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu, setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B memuat A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan A ⊆ B atau B ⊇ A. Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhimpunan sejati dari B. Analisis Real I 2 Pendahuluan 1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsurunsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan B ⊆ A. Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan” memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan {xP(x)} untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca dengan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga menuliskannya dengan { x∈SP(x)} untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P. Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut : • Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...} • Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...} • Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n m,n ∈ Z, n≠0} • Himpunan semua bilangan real, R. Contoh-contoh : (a). Himpunan {x ∈ N x2-3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang memenuhi x2 - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}. (b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan himpunan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan {2x x∈ N}, daripada {y∈ N y = 2x, x∈ N}. Analisis Real I 3 Aljabar Himpunan Operasi Himpunan Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari himpunan yang sudah ada. 1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂ B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di B. Dengan kata lain kita mempunyai A∩B = {x x∈A dan x∈B}. (b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsurunsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempunyai A∪B = {x x∈A atau x∈B}. 1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong, dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai unsur bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin. Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan. Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai latihan. 1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka (a). A∩A = A, A∪A = A; (b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A; (c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C); (d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C); Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, komutatif, asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan. Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan cukup ditulis dengan A∩B ∩C, Analisis Real I A∪B∪C. 4 Pendahuluan Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menanggalkan kurung, kita tuliskan dengan A = A1 ∪A2 ∪ ∪ An = {x x∈Aj untuk suatu j}, B = A1 ∩ A2...∩An = {x x∈Aj untuk semua j}. Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan n A= UAj j=1 n B= IAj j=1 Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka U Aj j∈J menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah satu Aj. Sedangkan I A j , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur j∈J semua Aj untuk j∈J. 1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsurunsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis menggunakan notasi A - B atau A ~ B. Dari definisi di atas, kita mempunyai A\B = {x ∈ A x ∉ B}. Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati. Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan C(B). 1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(B∪C) = (A\B)∩(A\C), A\(B∩C) = (A\B) ∪(A\C). Analisis Real I 5 Aljabar Himpunan Bukti : Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di A\(B∪C) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya. Bila x di A\(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ A\B dan x ∈ A\C, yang menunjukkan bahwa x ∈(A\B)∩(A\C). Sebaliknya, bila x ∈(A\B)∩(A\C), maka x ∈(A\B)dan x ∈ (A\C). Jadi x ∈ A tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈ A\(B∪C). Karena himpunan (A\B)∩(A\C) dan A\(B∪C).memuat unsur-unsur yang sama, menurut definisi 1.1.1 A\(B∪C).= (A\B)∩(A\C). Produk (hasil kali) Cartesius Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius. 1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan b ∈ B. Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)} Latihan 1.1. 1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema 1.1.4. 2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4. 3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d). 4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A. Analisis Real I 6 Pendahuluan 5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (A\B) ∪ (B\A). Himpunan D ini sering disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram. 6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh D = (A∪B)\(A∩B). 7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A\(A\B). 8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan A\B saling asing dan bahwa A = (A∩B) ∪ (A\B). 9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A\(A\B). 10. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukn n n n j=1 j=1 j=1 j=1 kan bahwa E ∩ U A j = U (E ∩ A j ), E ∪ U A j = U (E ∪ A j ) 11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukn n n n j=1 j=1 j=1 j =1 kan bahwa E ∩ I A j = I (E ∩ A j ), E ∪ I A j = I (E ∪ A j ) 12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan. Buktikan Hukum De Morgan n n n n j=1 j =1 j=1 j=1 E \ I A j = U (E \ A j ), E \ U A j = I (E \ A j ). Catatan bila E\Aj dituliskan dengan C(Aj), maka kesamaan di atas mempunyai bentuk n n n n C I A j = U C A j , C U A j = I C A j . j =1 j=1 j=1 j=1 ( ) ( ) 13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, Aj termuat di E. Tunjukkan bahwa C I A j = U C A j , C U A j = I C A j . j∈J j∈J j∈J j∈J ( ) ( ) 14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa Analisis Real I 7 Aljabar Himpunan A×B = (A×B1) ∪ (A×B2). 1.2. Fungsi. Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan, walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak dibandingkan bagian ini. Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus tertentu, seperti f(x) = x2 + 3x -5 yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mungkin juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak h(x) = x dari suatu bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi xdiberikan pula dengan x, bila x ≥ 0 x= − x, bila x < 0 Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri dengan nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita lakukan dalam dua tahap. Definisi pertama : Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B. Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase “aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Analisis Real I 8 Pendahuluan De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan. Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi; yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal. 1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari f dan dituliskan dengan R(f). Notasi f:A→B menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu unsur di f, sering ditulis dengan b = f(a) daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f. Pembatasan dan Perluasan Fungsi Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D1 suatu subhimpunan dari D(f), seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f1 dengan domain D1 dan f1(x) = f(x) untuk semua x ∈ D1. Fungsi f1 disebut pembatasan fungsi f pada D1. Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai f1 = { (a,b) ∈ f a ∈ D1} Kadang-kadang kita tuliskan f1 = f D1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada himpunan D1. Analisis Real I 9 Aljabar Himpunan Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain D(g) dan D2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian sehingga g2(x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2. Bayangan Langsung dan Bayangan Invers Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B. 1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh f(E) = {f(x) : x ∈ E}. Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhimpunan f-1(H) dari A, yang diberikan oleh f-1(H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H} Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x1 ∈ E sedemikian sehingga y1 = f(x1). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x2∈A di dalam bayangan invers f1 (H) jika dan hanya jika y2 = f(x2) di H. 1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R → R didefinisikan dengan f(x) = x2. Bayangan langsung himpunan E = {x 0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y 0 ≤ y ≤ 4}. Bila G = {y 0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f-1(G) = {x -2 ≤ x ≤ 2}. Jadi f-1(f(E)) ≠ E. Disatu pihak, kita mempunyai f(f-1(G)) = G. Tetapi bila H = {y -1 ≤ y ≤ 1}, maka kita peroleh f(f-1(H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H. (b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa f-1(G∩H) ⊆ f-1(G)∩ f-1(H) Kenyataannya, bila x ∈ f-1(G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal ini mengakibatkan x ∈ f-1(G) dan x ∈ f-1(H). Karena itu x ∈ f-1(G)∩ f-1(H), bukti selesai. Sebaliknya, f-1(G∩H) ⊇ f-1(G)∩ f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan sebagai latihan. Analisis Real I 10 Pendahuluan Sifat-sifat Fungsi 1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan injektif atau satu-satu bila x1 ≠ x2, mengakibatkan f(x1) ≠ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi. Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 = x2, untuk semua x1,x2 di A. Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R x ≠ 1} dan f : A → R dengan f(x) = x . Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2). x −1 Maka kita mempunyai x1 x2 = x1 − 1 x 2 − 1 yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa x1 x2 = dan dari sini x1 = x2. Karena x1 − 1 x 2 − 1 itu f injektif. 1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi. Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y. Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah fungsi tersebut surjektif atau tidak. 1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi. Fungsi-fungsi Invers Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B), maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar unsur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f. Analisis Real I 11 Aljabar Himpunan 1.2.7. Definisi. Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A (a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan domain D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan dengan f-1. Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1 berelasi dengan f sebagai berikut : y = f-1(y) jika dan hanya jika y = f(x). Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) = x didefinisikan unx −1 tuk x ∈ A = {x x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y = dan diperoleh x = x x −1 y . Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f) y −1 = {y y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ≠ -1} dan f-1(y) = y . y −1 Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu, fungsi invers dari f-1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan. Fungsi Komposisi Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa range dari f termuat di domain g. 1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhatikan urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x)) untuk x ∈ A. 1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh f(x) = 2x, Analisis Real I g(x) = 3x2 - 1 12 Pendahuluan Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi komposisi gof ditentukan oleh gof(x) = 3(2x)2 - 1 = 2x2 - 1 Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita mempunyai fog(x) = 2(3x2 - 1) = 6x2 - 2. Jadi fog ≠ gof. (b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x2 dan y = diberikan oleh gof(x) = x , maka fungsi komposisi yang 1 − x 2 didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka komposisi fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}. Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan. 1.2.10. Teorema. Misalkan f : A → B dan g : B → C fungsi dan H suatu subhimpunan dari C. Maka (fog)-1(H) = g-1 (f-1(H)). Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan. 1.2.11. Teorema. Bila f : A → B dan g : B → C keduanya bersifat injektif, maka komposisi gof juga bersifat injektif. Barisan Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini. 1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domainnya himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S. Untuk barisan X : N → S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan xn daripada (xn), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri sering dituliskan dengan (xn n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai conAnalisis Real I 13 Aljabar Himpunan toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X : N → R dengan X(n) = n. Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn n ∈ N) dengan nilainya {xn n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari barisan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari barisan ((-1)n n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah {-1,1}, memuat dua unsur dari R. Latihan 1.2. 1. Misalkan A = B = {x∈R -1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x2 + y2 = 1} dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ? 2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2, dan E = {x∈R -1 ≤ x ≤ 0} dan F = {x∈R 0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0}, sementara f(E) = f(F) = {y∈R 0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan sejati dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F? 3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f(E)\f(F) dan tunjukkan bahwa f(E\F) ≤ f(E)\f(F) salah. 4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E) ∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F) 5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B, maka f-1(G∪H) = f-1(G) ∪ f-1(H) dan f-1(G ∩ H) ≤ f-1(G) ∩ f-1(H) 6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) = x x +1 2 , x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}.. 7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x a < x < b} pada B = {y 0 < y < 1} Analisis Real I 14 Pendahuluan 8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f-1(f(E)). Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif. 9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f-1(H)). Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjektif. 10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)∈f} suatu fungsi dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1. 11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f) dan fof-1(y) = y untuk semua y ∈ R(f). 12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof 13. Buktikan teorema 1.2.10. 14. Buktikan teorema 1.2.11. 15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f injektif dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g). 16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y di D(g). Buktikan bahwa g = f-1.. 1.3. Induksi Matematika Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terbatas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua cabang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika” dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita membahas prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan bagaimana proses bukti induksi. Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan asli N = {1,2,3,...} Analisis Real I 15 Aljabar Himpunan dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental dari N berikut. 1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mempunyai unsur terkecil. Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk semua k ∈ S. Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N. Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N. 1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempunyai sifat (i).1 ∈ S (ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S. maka S = N. Bukti : Andaikan S ≠ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1 dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka m - 1 haruslah di S. Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan bahwa S = N. Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n) Analisis Real I 16 Pendahuluan benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n) pernyataan “ n2 = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1, n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa (a). P(1) benar (b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar. Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N. Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N P(n) benar}. Maka kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S = N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N. Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita tidak memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi “jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6” juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk menyimpulkan bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N. Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi matematika bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli. 1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh 1 + 2 + ... + n = 1 2 n (n + 1). Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga kesamaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 1 2 .1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai 1+2+...+k = Analisis Real I 1 2 (k+1). (*) 17 Aljabar Himpunan Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh 1+2+...+k+(k+1) = = 1 2 1 2 k(k+1) + (k+1) (k+1) (k+2) Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1 ∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈ N. (b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberikan oleh 12+22+...+n2 = 1 6 n(n+1)(2n+1) Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini benar untuk n = 1, karena 12 = 1 6 .1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k, maka dengan menambahkan (k+1)2 pada kedua ruas, memberikan hasil 12+22+...+k2 + (k+1)2 = 1 6 k(k+1)(2k+1) + (k+1)2 = 1 6 (k+1)(2k2+k+6k+6) = 1 6 (k+1)(k+2)(2k+3) Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N. (c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari an - bn untuk semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari ak - bk, maka kita tuliskan ak+1 - bk+1 = ak+1 - abk + abk - bk+1 = a(ak - bk) + bk(a - b). Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(ak-bk). Disamping itu a-b juga faktor dari bk(a - b). Dari sini a-b adalah dari ak+1 - bk+1. Dengan induksi matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari an - bn untuk semua n∈N. Analisis Real I 18 Pendahuluan (d). Ketaksamaan 2n ≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsikan bahwa 2k ≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh 2k+1 = 2.2k ≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)! Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1. Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈ N. (e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka 1 − r n +1 1 + r + r + ... + r = 1− r 2 n Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi 1 − r2 , jadi formula matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = 1− r tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh k k+1 1+r+ ... +r + r 1 − r k +1 k+1 1 − r k + 2 = +r = 1− r 1− r yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika, maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N. Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila kita misalkan Sn = 1+r+...+rn, maka rSn = r+r2+...+rn+1 Jadi (1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1 Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama. (f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan kesimpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” berikut. Analisis Real I 19 Aljabar Himpunan Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p = q). Bukti : Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈ S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi, k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N. (g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n2 - n + 41 memberikan bilangan prima untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima. Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang sangat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen dengan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekivalensinya dari kedua prinsip ini. 1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S, dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N. Latihan 1.3 Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N, 1. 1 1 1 n + +...+ = 1.2 2.3 n(n + 1) n + 1 2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 21 n(n+1)]2 3. 12-22+32-...+(-1)n+1n(n+1)/2 4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6 5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8 6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16. 7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n + 2 habis dibagi 9 Analisis Real I 20 Pendahuluan 8. Buktikan bahwa n < 2n untuk semua n ∈ N 9. Tentukan suatu formula untuk jumlah 1 1 1 + +...+ 1.3 3.5 (2n − 1)(2n + 1) dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”). 10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama 1 + 3 + ... + (2n - 1) kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika. 11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N sedemikian sehingga untuk suatu n0 ∈ N berlaku (a). n0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n0 dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N n ≥ n0}. 12. Buktikan bahwa 2n < n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11). 13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2n-2 untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11). 14. Untuk bilangan asli yang mana n2 < 2n ? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan 11). 15. Buktikan bahwa 1 1 1 + +...+ > n untuk semua n ∈ N. 1 2 n 16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k ∈ S untuk semua k ∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N. 17. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan xn+2 = 1 2 (xn+1 + xn) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan 1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n ∈ N. Analisis Real I 21 Aljabar Himpunan BAB 2 BILANGAN REAL Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan didasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenalkan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menunjukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih bermanfaat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model untuk R dalam belajar analisis. Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perkenalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian 2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan tentang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat pada bagian 2.3. Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat “kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar (pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R. Analisis Real I 22 Pendahuluan 2.1 Sifat Aljabar R Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real. Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini mendasari semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real merupakan lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”. Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut (a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional a+b dan a.b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian. Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan. 2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi biner, dituliskan dengan “+” dan “.” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut : (A1). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan); (A2). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan); (A3) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (eksistensi unsur nol); (A4). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0 (eksistensi negatif dari unsur); (M1). a.b = b.a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian); (M2). (a.b) . c = a . (b.c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian); (M3). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1.a = a dan a.1 = a untuk semua a di R (eksistensi unsur satuan); (M4). untuk setiap a ≠ 0 di R terdapat unsur 1/a di R sehingga a.1/a = 1 dan (1/a).a = 1 (eksistensi balikan); Analisis Real I 23 Aljabar Himpunan (D). a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (b+c) . a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c di R (sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan); Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan memudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar. Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting). 2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0. (b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u.b = b, maka u = 1. Bukti : (a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksistensinya dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh (z + a) + (-a) = a + (-a) Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z; bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan a + (-a) = 0. Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat penting. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal. 2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a. (b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a.b = 1, maka b = 1/a. Bukti : (a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh (-a) + (a + b) = (-a) + 0. Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b; bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan Analisis Real I 24 Pendahuluan (-a) + 0 = -a. Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat penting. Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh bahwa (A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0 dan a . x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat sebarang unsur di R. 2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka : (a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b; (b). bila a ≠ 0, persamaan a . x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) . b. Bukti : Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b, yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi dari persamaan tersebut, maka a + x1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan -a, kita peroleh (-a) + (a + x1) = (-a) + b. Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh (-a) + (a + x1) = (-a + a) + x1 = 0 + x1 = x1. Dari sini kita simpulkan bahwa x1 = (-a) + b. Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara keduanya, kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema berikut. 2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka : Analisis Real I 25 Aljabar Himpunan (a). a . 0 = 0 (b). (-1) . a = -a (c). -(-a) = a (d). (-1) . (-1) = 1 Bukti : (a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh a+a.0=a.1+a.0 = a. (1 + 0) = a . 1 = a. Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0. (b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh a + (-1) . a = 1 . a + (-1) . a = 0 . a = 0 Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) . a = - a. (c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh bahwa a = - (-a). (d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka (-1) . (-1) = -(-1). Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1. Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan menutupnya dengan hasil-hasil berikut. 2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R. (a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a (b). Bila a . b = a . c dan a ≠ 0, maka b = c (c). Bila a . b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar. Bukti : (a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a . (1/a) = a . 0 = 0, kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) . a = 1, Teorema 2.1.3(b) mengakibatkan 1/(1/a) = a. (b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b = a . c dengan 1/a dan menggunakan sifat asosiatif (M2), kita peroleh ((1/a) . a) . b = ((1/a) . a) . c. Analisis Real I 26 Pendahuluan Jadi 1 . b = 1 . c yang berarti juga b = c (c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?) Karena a . b = 0 = a . 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b = a . 0 yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0. Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat aljabar bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan dan beberapa diberikan dalam latihan. Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Secara sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a.(1/b). Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian. Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menuliskan ab untuk a.b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a2 untuk aa, a3 untuk (a2)a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan an+1 = (an)a. Kita juga menyetujui penulisan a0 = 1dan a1 = a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka am+n = aman untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila n∈N, kita tuliskan a-n untuk (1/a)n, bila memang hal ini memudahkan. Bilangan Rasional dan Irasional Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R. Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R. Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan dengan notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilangan rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal bagian Analisis Real I 27 Aljabar Himpunan ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q. Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali. Pada abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras menemukan bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku, ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (= hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional. Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bilang-an rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n - 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah bersifat keduanya. 2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r2 = 2 Bukti : Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilangan bulat p dan q sehingga (p/q)2 = 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mempunyai faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2 = 2q2, kita peroleh bahwa p2 genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil, maka kuadratnya, p2 = 4n2 - 4n + 1 = 2(2n2 - 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teorema 2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil. Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ N, dan dari sini 4m2 = 2q2, jadi 2m2 = q2. Akibatnya q2 genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada paragraf terdahulu. Analisis Real I 28 Pendahuluan Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang bersifat genap dan ganjil. Latihan 2.1 Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema 1. 2.1.2 2. 2.1.3. 3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda gunakan pada setiap langkahnya. (a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2; 2 (c). x = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0. 4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka -(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a).(-b) = a.b (-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0 5. Bila a,b di R dan memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1 6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a).(1/b) 7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional s, sehingga s2 = 6. 8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3. 9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ irasional. 10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B : (i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R. (ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R. (iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a = B(e,a), untuk semua a di R Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini (a). B1(a,b) = 1 2 (a + b) (c). B3(a,b) = a - b Analisis Real I (b). B2(a,b) = 1 2 (ab) (d). B4(a,b) = 1 + ab 29 Aljabar Himpunan 11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila memenuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?. 12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N, maka am+n = aman dan (am)n = am.n. 13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara bersamaan. 2.2. Sifat Urutan Dalam R Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bilang-an real. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan real, di sini kita utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan menggunakan gagasan “positivitas”. 2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut : (i). Bila a,b di P, maka a + b di P (ii). Bila a,b di P, maka a.b di P (iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi a ∈ P, a = 0, -a ∈ P Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a a ∈ P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R gabungan tiga himpunan yang saling lepas. 2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ≥ 0. Analisis Real I 30 Pendahuluan Bila -a∈P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0. Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R dalam himpunan bilangan positif P. 2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R. (i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a. (ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a. Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya dengan a≤b≤c Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan a≤b<d dan seterusnya. Sifat Urutan Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan pada pembahasan selanjutnya. 2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R. (a). Bila a > b dan b > c, maka a > c (b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b (c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b Bukti : (a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b - c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c. (b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a - b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P. Analisis Real I 31 Aljabar Himpunan (c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b ∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi dengan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b. Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol positif. 2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a2 > 0 (b). 1 > 0 (c). Bila n∈N, maka n > 0 Bukti : (a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka dengan 2.2.1(ii), kita mempunyai a2 = a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1 (ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai (-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a2 = a2, jadi a2 ∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a2 > 0. (b). Karena 1 = (1)2, (a) mengakibatkan 1 > 0. (c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila pernyataan k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P, menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar. Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja dengan ketaksamaan. 2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R (a). bila a > b, maka a + c > b + c (b). bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d (c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb bila a > b dan c < 0, maka ca < cb Analisis Real I 32 Pendahuluan (d). bila a > 0, maka 1/a > 0 bila a < 0, maka 1/a < 0 Bukti : (a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c (b). Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d. (c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0. (d). Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a). Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 = a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0. Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0. Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa 1 dengan n n sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan bentuk m 1 = m , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif. n n 2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 21 (a + b) < b. Bukti : Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b < b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai 2a < a + b < 2b Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 1 2 > 0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan a= Analisis Real I 1 2 (2a) < 1 2 (a + b) < 1 2 (2b) = b 33 Aljabar Himpunan Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilangan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut : 2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1 2 b < b. Bukti : Ambil a = 0 dalam 2.2.7. Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjutnya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0, kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a kurang dari sebarang bilangan positif manapun. 2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0. Bukti : Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 1 2 1 2 a <a. Sekarang tetapkan ε0 = a, maka 0 < ε0 < a. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa 0 < ε untuk setiap ε positif. Jadi a = 0. 2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - ε < b untuk setiap ε >0. Maka a ≤ b. Bukti : Andaikan b < a dan tetapkan ε0 = 21 (a - b). Maka ε0 dan b < a - ε0, kontradiksi dengan hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan). Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, positivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Kenyataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini. 2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka (i). a > 0 dan b > 0 atau (ii). a < 0 dan b < 0 Bukti : Analisis Real I 34 Pendahuluan Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a = 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0, maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0 Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0. 2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka (i). a < 0 dan b > 0 atau (ii). a > 0 dan b < 0 Buktinya sebagai latihan. Ketaksamaan Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan hati-hati setiap langkahnya. 2.2.13 Contoh-contoh. (a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6. Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2. Karenanya, A = {x ∈ R x ≤ 3/2}. (b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R x2 + x > 2} Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x ∈ B ⇔ x2 + x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1 > 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mempunyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii) kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2. Jadi B = {x ∈ R x > 1}∪{x ∈ R x < -2}. (c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔ (2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1 < 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i) kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x Analisis Real I 35 Aljabar Himpunan < 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang tidak akan pernah dipenuhi. Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R -2 < x < 1}. Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertaksamaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap langkah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita terima dalam membicarakan contoh-contoh berikut. (Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5). 2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a2 < b2 ⇔ a< b Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b2 - a2 = (b - a) (b + a), dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a )2 dan b = ( b )2, maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan kan bukti di atas diperoleh a < b ⇔ a dan b , dan kita guna- a< b Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0 dan b ≥ 0, maka a ≤ b ⇔ a2 ≤ b2 ⇔ a ≤ b (b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah dan rata-rata geometrisnya adalah 1 2 (a + b) ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris diberikan oleh ab ≤ 1 2 (a + b) (2) dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b. Analisis Real I 36 Pendahuluan Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b, maka a > 0, b > 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh bahwa ( a - b )2 > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh a - 2 ab + b > 0, yang diikuti oleh ab < 1 2 (a + b). Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b (> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0. Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 1 2 (a + b). Maka dengan meng- kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh 4ab = (a + b)2 = a2 + 2ab + b2, yang diikuti oleh 0 = a2 - 2ab + b2 = (a - b)2. Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) mengakibatkan a = b. Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a1, a2,...,an adalah (a1 a2 ... an)1/n ≤ a1 + a2 +...+ an n (3) dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an. (c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka (1 + x)n ≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N. (4) Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan kesamaan sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsikan bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x)n ≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan bahwa Analisis Real I 37 Aljabar Himpunan (1 + x)n+1 = (1 + x)n (1 + x) ≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2 ≥ 1 + (n + 1)x Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4) valid untuk semua bilangan asli. (d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real maka (a1b1+ ... + anbn)2 ≤ (a12 + ... + an2) (b12 + ... + bn2). (5) Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn. Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R → R, untuk t∈R de-ngan F(t) = (a1 - tb1)2 + ... + (an - tbn)2. Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya diekspansikan diperoleh F(t) = A - 2Bt + Ct2 ≥ 0, dengan A,B,C sebagai berikut A = a12 + ... + an2; B = a1b1 + ... + anbn; C = b12 + ... + bn2. Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin mempunyai dua akar real yang berbeda. Karenanya diskriminannya ∆ = (-2B)2 - 4AC = 4(B2 - AC) harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah (5). Bila bj = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk sebarang aj. Misalkan sekarang tidak semua bj = 0. Maka, bila aj = sbj untuk suatu Analisis Real I 38 Pendahuluan s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s2(b12 + ... +bn2)2. Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, sehingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini mengakibatkan (mengapa?) bahwa a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0 yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n. (e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real maka [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 ≤ [a12 + ... + an2]1/2 + [b12 + ... + bn2]1/2 (6) lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn. Karena (aj + bj)2 = aj2 + 2ajbj + bj2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai (a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2 = A + 2B + C ≤ A + 2 AC + C = ( A + C )2 Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?) [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 ≤ A+ C, yang tidak lain adalah (b). Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B = AC , yang mengakibatkan ke- samaan dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi. Latihan 2.2 1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d. (b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d. 2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd (b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi. 3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd. 4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga (i). ac < bd, atau (ii). bd < ac. 5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0. Analisis Real I 39 Aljabar Himpunan 6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a2 ≤ ab < b2. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2. 7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a. 8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n2 ≥ n dan dari sini 1/n2 ≤ 1/n. 9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi (a). x2 > 3x + 4; (c). 1/x < x; (b). 1 < x2 < 4; (d). 1/x < x2. 10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε. (a). Tunjukkan bahwa a ≤ b. (b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b. 11. Buktikan bahwa ( 21 (a + b))2 ≤ 1 2 (a2 + b2) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b. 12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1 (b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2 13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn ≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan Bernoulli dengan c = 1 + x). 14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm > cn jika dan hanya jika m > n. 15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa cn ≤ c untuk semua n ∈ N. 16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n. 17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika an < bn. 18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa n2 ≤ (c1 + c2 + ... + cn) ( 1 c1 + 1 c2 +...+ 1 cn ) 19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa 1/ 2 c1 + c2 +...+ cn ≤ c12 + c2 2 +...+ cn 2 ≤ c1 + c2 + ... + cn n [ ] 20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m < c1/n jika dan hanya jika m > n. 2.3. Nilai Mutlak Analisis Real I 40 Pendahuluan Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bilangan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0. 2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan dengan a , bila a > 0 a = 0 , bila a = 0 − a , bila a < 0 Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa a ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga a = a bila a ≥ 0, dan a = -a bila a < 0. 2.3.2 Teorema. (a). a = 0 jika dan hanya jika a = 0 (b). -a = a, untuk semua a ∈ R. (c). ab = ab, untuk semua a,b ∈ R. (d). Bila c ≥ 0, maka a ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c. (e). - a ≤ a ≤ a untuk semua a ∈ R. Bukti : (a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi a ≠ 0. Jadi bila a = 0, maka a = 0. (b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a) = -a. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a. (c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan ab sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka ab > 0, sehingga ab = ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, sehingga ab = -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain. (d). Misalkan a ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Sebalik-nya, bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), sehingga a ≤ c. (e). Tetapkan c = a pada (d). Analisis Real I 41 Aljabar Himpunan Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan. 2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai a+b ≤ a + b Bukti : Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -a ≤ a ≤ a dan -b ≤ b ≤ b. Kemudian dengan menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh −( a + b ) ≤ a + b ≤ a + b Dari sini, kita mempunyai a + b ≤ a + b dengan menggunakan 2.3.2(d). Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di antaranya. 2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai (a). a − b ≤ a − b (b). a − b ≤ a + b Bukti : (a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh a = a − b + b ≤ a − b + b. Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a − b ≤ a − b . Secara sama, dari b = b − a + a ≤ b − a + a dan 2.3.2(b), kita peroleh − a − b = − b − a ≤ a − b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan 2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a). (b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a − b ≤ a+-b Karena − b = b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b). Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga untuk sejumlah hingga bilangan real. 2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a1, a2,...,an ∈ R, kita mempunyai a1 + a2 +...+ an ≤ a1 + a2 +...+ an Analisis Real I 42 Pendahuluan Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak terdahulu dapat digunakan. 2.3.6 Contoh-contoh. (a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x + 3 < 6 Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh A = {x ∈ R -9/2 < x < 3/2}. (b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R x − 1 < x }. Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan. Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita menjadi x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan real x. Akibatnya semua x ≥ 1 termuat di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan 1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini diperoleh bahwa B = {x ∈ R x > 1/2}. (c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x) = 2x 2 − 3x + 1 2x − 1 untuk 2 ≤ x ≤ 3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) ≤ M untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤ 3. Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari f (x) = Analisis Real I 2x 2 − 3x + 1 2x − 1 43 Aljabar Himpunan Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x 2 − 3x + 1 ≤ 2 x + 3x +1 2 ≤ 2 ⋅ 32 + 3 ⋅ 3 + 1 = 28, karena x ≤ 3 untuk semua x yang kita bicarakan. Juga, 2x − 1 ≥ 2 x − 1 ≥ 2 ⋅ 2 − 1 = 3, karena x ≥ 2 untuk semua x yang kita bicarakan. (Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x) ≤ 28 . Dari 3 sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah konstanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi f (x) ≤ M . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M). Garis Bilangan Real Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan real adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak a dari unsur a di R dianggap sebagai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah a−b . Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bilangan real “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, maka bilangan real x dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a “kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang sebentar lagi akan kita definisikan. 2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan Vε(a) = {x ∈ R x − a < ε}. Untuk a ∈ R, pernyataan x termuat di Vε(a) ekivalen dengan pernyataan -ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε 2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan Vε(a) untuk setiap ε > 0, maka x = a. Bukti : Analisis Real I 44 Pendahuluan Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa x − a = 0, dan dari sini x = a. 2.3.9. Contoh-contoh. (a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau 1 - a. Maka Vε(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang termuat di U. (b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε Vε(0) memuat titik di luar I, sehingga Vε(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xε = -ε/2 unsur di Vε(0) tetapi bukan unsur di I. (c). Bila x − a < ε dan y − b < ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan bahwa ( x + y) − ( a + b) = ( x − a ) + ( y − b) = x − a + y − b < 2 ε. Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y termuat di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)). Latihan 2.3. 1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa (a). a = a2 (b). a 2 = a 2 2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a / b = a / b . 3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a + b = a + b .jika dan hanya jika ab > 0. 4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x − y + y − z = x − z Interpretasikan secara geometris. 5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut : (a). 4x − 3 ≤ 13 ; (b). x 2 − 1 ≤ 3 ; (c). x − 1 > x + 1 ; (d). x + x + 1 < 2 . 6. Tunjukkan bahwa x − a < ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε. Analisis Real I 45 Aljabar Himpunan 7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x − y < b − a . Interpretasikan secara geometris. 8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi (a x = y ; (b). x + y = 1 ; (c xy = 2 ; (d). x − y = 2 . 9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi (a). x ≤ y ; (b). x + y ≤ 1 ; (c). xy ≤ 2 ; (d). x − y ≥ 2 . 10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa Vε(a) ∩ Vδ(a) dan Vε(a) ∪ Vδ(a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ. 11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅. 2.4. Sifat Kelengkapan R Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sistem bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang sering disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat sentasikan sebagai bilangan rasional, karena itu 2 tidak dapat direpre- 2 tidak termuat di Q. Observasi ini menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R. Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supremum. Supremum dan Infimum Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan bilangan real. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya. 2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R. (i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S. Analisis Real I 46 Pendahuluan (ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pembaca seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z). Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku untuk batas bawah). Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan himpunan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S2 = {x ∈ R : x < 0} Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada kesimpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan real merupakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi logis dari definisi. Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempunyai batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah. 2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R, (i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u. Analisis Real I 47 Aljabar Himpunan (ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang dari w. Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari suatu himpunan. 2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut : (1). s ≤ u untuk semua s ∈ S. (2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’. Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang serupa untuk infimum. Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersifat tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas atas dari S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1 bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supremum menga-kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2. (Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari suatu himpunan di R bersifat tunggal). Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menuliskan-nya dengan sup S dan inf S Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’. Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup S merupakan batas atas terkecil dari S. Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut. 2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supremum dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat sε ∈ S sehingga u - ε < sε. Analisis Real I 48 Pendahuluan Bukti : Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat sε ∈ S sehingga v = u - ε < sε. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku untuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S. Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur sε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε < sε. Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat merupakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut. 2.4.5 Contoh-contoh (a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mempunyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1 keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1). (b). Himpunan S2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan buktikan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2 sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v sebarang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0. Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2. (c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan menggunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, himpunan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3. (d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama himpunan kosong juga tidak mempunyai infimum. Sifat Supremum dari R Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut dengan Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu medan terurut yang lengkap. Analisis Real I 49 Aljabar Himpunan 2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mempunyai batas atas mempunyai supremum di R. Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s ∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus buktikan. 2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mempunyai batas bawah mempunyai infimum di R. Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya. Latihan 2.4 1. Misalkan S1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0. 2. Misalkan S2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2 mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan. 3. Misalkan S3 = {1/n n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ≥ 0. (Hal ini akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau 2.5.3 (b)). 4. Misalkan S4 = {1 - (-1)n/n : n ∈ N}.Tentukan inf S4 dan sup S4. 5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}. 6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan supremum dari S. 7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S. 8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebaliknya juga benar ; lihat latihan 2.5.3). Analisis Real I 50 Pendahuluan 9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}. 10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa inf S ≤ inf S0 ≤ sup S0 ≤ sup S. 11.Misalkan S ⊆ R dan s* = sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup (S∪{u}) = sup {s*,u}. 12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat supremumnya. (Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11). 2.5 Aplikasi Sifat Supremum Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan. Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini untuk menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan real yang akan sering digunakan. 2.5.1 Contoh-contoh (a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ; yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan. Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan a + S = {a + x : x ∈ S}. Kita akan tunjukkan bahwa sup (a + S) = a + sup S. Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a + S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v - a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v Analisis Real I 51 Aljabar Himpunan dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan ketaksamaan di atas diperoleh bahwa sup (a + S) = a + u = a + sup S. (b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D ⊆ R. Kita asumsikan rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R. (i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D). Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D). Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D). (ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D). Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Akibatnya sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D, maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf g(D). (c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x2 dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan (ii) tidak. Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai fungsi diberikan sebagai latihan. Sifat Archimedes Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan Analisis Real I 52 Pendahuluan urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R. 2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat nx ∈ N sehingga x < nx. Bukti : Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menurut sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m. Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi dengan u batas atas dari N. Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan tiga variasi diantaranya. 2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan real positif. Maka : (a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny. (b). Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y. (c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n. Bukti : (a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diperoleh z < ny. (b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y. (c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong. Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n. Eksistensi 2 Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini beberapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membuktikan eksistensi bilangan positif x sehingga x2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema Analisis Real I 53 Aljabar Himpunan 2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional. 2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan real positif x sehingga x2 = 2. Bukti : Misalkan S = {s ∈ R 0 ≤ s, s2 < 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t2 > 4 sehingga t ∉ S. Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup S. Catatan : x > 1. Kita akan buktikan bahwa x2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x2 < 2 dan x2 > 2. Pertama andaikan x2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S, yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n2 ≤ 1/n, sehingga (x + ) 1 2 n = x2 + 2x n + 1 n2 ≤ x2 + 1 n ( 2x + 1) Dari sini kita dapat memilih n sehingga 1 n (2x + 1) < 2 - x2, maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 x2 > 0, sehingga (2 - x2)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan untuk memperoleh n ∈ N sehingga 1 2 − x2 < n 2x + 1 Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini kita mempunyai x + 1 n ∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S. Karenanya, haruslah x2 ≥ 2. Sekarang andaikan x2 > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk menemukan m ∈ N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang mengkontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa Analisis Real I 54 Pendahuluan (x + ) 1 2 m = x2 + 2x m + 1 m2 > x 2 − 2x m Dari sini kita dapat memilih m sehingga 2x < x2 − 2 , m maka (x - 1/m)2 > x2 - (x2 - 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x2 - 2 > 0, maka x2 − 2 > 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga 2x 1 x2 − 2 < m 2x Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita mempunyai (x - 1/m)2 > 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s2 < 2 < (x - 1/m)2, yang mana menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m merupakan batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak mungkin x2 > 2. Karena tidak mungkin dipenuhi x2 > 2 atau x2 < 2, haruslah x2 = 2. (*) Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0, maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a1/2. Dengan cara sedikit lebih rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan n a atau a1/n, untuk n ∈ N. Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional, yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bi- langan rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan diantara sebarang dua bilangan real yang berbeda. Analisis Real I 55 Aljabar Himpunan 2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan rasional r sehingga x < r < y. Bukti : Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?). Dengan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Akibat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y. Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan irasional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional. 2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilangan irasional z sehingga x < z < y. Bukti : Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan real x y 2 dan 2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga x Maka z = r 2 <r< y 2. 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y. Latihan 2.5 1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan bahwa inf {1/n n ∈ N} = 0. 2. Bila S = {1/n - 1/m n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S. 3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i). untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u + 1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema 2.4.8). 4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R. Analisis Real I 56 Pendahuluan (a). Misalkan a > 0, dan aS = {as s ∈ S}. Tunjukkan bahwa inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S. (b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs s ∈ S}. Tunjukkan bahwa inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S. 5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X →R mempunyai range yang terbatas di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa sup {a + f(x) x ∈ X} = a + sup {f(x) x ∈ X}. Tunjukkan pula bahwa inf {a + f(x) x ∈ X} = a + inf {f(x) x ∈ X}. 6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b a ∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf A + inf B. 7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempunyai range yang terbatas di R. Tunjukkan bahwa sup{f(x) + g(x) x ∈ X} ≤ sup{f(x) x ∈ X} + sup{g(x) x ∈ X} dan inf{f(x) x ∈ X} + inf {g(x) x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x) x ∈ X} Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan murni. 8. Misalkan X = Y = {x∈R 0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y →R dan h(x,y) = 2x + y. (a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y} Kemudian tentukan inf {f(x) x ∈ X}. (b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X} Kemudian tentukan sup {g(y) y ∈ Y}. Bandingkan hasilnya dengan bagian (a). 9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y → R yang didefinisikan dengan Analisis Real I 57 Aljabar Himpunan 0 , bila x < y h( x,y) = 1 , bila x ≥ y 10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range terbatas di R. Misalkan f : X → R dan g : Y → R didefinisikan dengan f(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, g(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}. Tunjukkan bahwa sup{g(y) y ∈ Y} ≤ inf {f(x) x ∈ X} Kita akan menuliskannya dengan sup inf h ( x,y ) ≤ sup inf h ( x,y ) y x x y Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni. 11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y → R yang mempunyai range terbatas di R. Misalkan F : X → R dan G : Y → R didefinisikan dengan F(x) = sup {h(x,y) y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) x ∈ X}. Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum : sup{h(x,y) x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x) x ∈ X} = sup {G(y) y ∈ Y}. Hal ini sering dituliskan dengan sup h ( x, y ) = sup sup h ( x, y ) = sup sup h ( x, y ) x,y x y y x 12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n 1 ≤ x < n. 13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2n < y. 14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan real positif y sehingga y2 = 3. 15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0, maka terdapat bilangan real positif z sehingga z2 = a. 16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan real positif u sehingga u3 = 2. Analisis Real I 58 Pendahuluan 17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0. 18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru < y. (Dari sini himpunan {ru r ∈ Q} padat di R). Analisis Real I 59 Aljabar Himpunan BAB 3 BARISAN BILANGAN REAL 3.1. Barisan dan Limit Barisan Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3, ...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan barisan di R. 3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan real (atau suatu barisan di R) adalah suatu fungsi pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R. Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan real. Bilangan real yang diperoleh tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan n∈N, dengan suatu simbol seperti xn (atau an, atau zn). Jadi bila X : N → R suatu barisan, kita akan biasa menuliskan nilai X di n dengan Xn, dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini dengan notasi X, Xn , (Xn : n ∈ N), Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (Xn : n∈N), yang suku-sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { Xn : n∈N} yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1)n : n∈N) yang berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1)n: n∈N } sama dengan {-1, 1}. Analisis Real I 60 Pendahuluan Dalam mendefinisikan barisan sering lebih mudah dengan menulis secara berurutan suku-sukunya, dan berhenti setelah aturan formasinya kelihatan. Jadi kita boleh menulis X = (2, 4, 6, 8, ...) untuk barisan bilangan genap positif, atau Y= ( 1 1 , 1 2 , 1 3 , 1 4 , ...) untuk barisan kebalikan dari bilangan asli, atau Z= ( 1 1 , 1 2 , 1 3 , 1 4 , ...) untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti X = (2n : n∈N), Y = ( m1 : m∈N), Z=( 1 : s∈N) s2 Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x1 dan suatu formula untuk mendapatkan xn + 1 (n ≥ 1) bila xn diketahui dan formula xn+1 (n ≥ 1) dari x1, x2, ... xn. Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita definisikan dengan x1 = 2 xn+1 = xn + 2 (n ≥ 1); atau dengan definisi x1 = 2 xn+1 = x1 + xn (n ≥ 1). Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khususnya, barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x1 = diberikan, xn+1 = f(xn) untuk n∈N dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan yang didefinisikan dengan proses : y1 = diberikan, yn = .gn(y1,y2, ... ,yn) untuk n∈N juga dapat dikerjakan (secara sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang besar, karena kita harus menyimpan masing-masing nilai y1, ..., yn dalam urutan untuk menghitung yn+1. 3.1.2. Contoh-contoh. Analisis Real I 61 Aljabar Himpunan (a). Bila b ∈ R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan kon- stan b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan barisan konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...). (b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (12, 22, 32, ...) = (n2 : n∈N), yang tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n2, ...). (c). Bila a∈R, maka barisan A = (an : n∈N) adalah barisan (a1, a2, a3, ..., an, ...). Khususnya bila a = 1 , maka kita peroleh barisan 2 1 n : n ∈N 2 (d). Barisan Fibonacci F = (fn : n ∈ N) diberikan secara induktif sebagai berikut : f1 = 1, f2 = 1, (n ≥ 2) f2+1 = fn-1 + fn Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, ...) Sekarang akan kita kenalkan cara-cara penting dalam mengkonstruksi barisan baru dari barisan-barisan yang diberikan. 3.1.3. Definisi. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real, kita definisikan jumlah X + Y = (xn + yn : n∈N), selisih X - Y = (xn - yn : n∈N), dan hasil kali XY = (xnyn : n∈N). Bila c ∈ R, kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cxn : n∈N). Akhirnya, bila Z = (zn) suatu barisan dengan zn ≠ 0 untuk semua n∈N, maka hasil bagi X oleh Z adalah X/Z = (xn/ zn : n∈N). Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan X = (2, 4, 6, ..., 2n, ...), Y= ( 1 1 , 1 2 , 1 3 , ..., 1 n , ...) , maka kita mempunyai (, X-Y= ( , X+Y= 3 1 1 1 9 2 7 2 , , 19 3 17 3 , ..., , ..., ) , ...), 2n 2 + 1 n 2n 2 − 1 n , ... XY = (2, 2, 2, ...,2, ...), 3X Analisis Real I = (6, 12, 18, ..., 6n, ...), 62 Pendahuluan X = 2, 8, 18, ...,2n2, ...). Y Kita catat bahwa bila z menyatakan barisan Z = (0, 2, 0, ..., 1 + (-1)n, ...), maka kita dapat mendefinisikan X + Z, X-Z, dan X.Z; tetapi tidak dengan X/Z, karena Z mempunyai suku 0. Limit suatu barisan Terdapat beberapa konsep limit dalam analisa real. Pemikiran limit barisan merupakan yang paling mendasar dan merupakan fokus kita dalam bab ini. 3.1.4. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikatakan limit dari (xn), bila untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli K(ε), sedemikian sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn terletak dalam lingkungan-ε, Vε(x). Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X = (xn) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit, kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen. Penulisan K(ε) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemilihan K bergantung pada ε; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya dengan K, dari pada K(ε). Dalam banyak hal nilai ε yang “kecil” biasanya akan memerlukan nilai K yang “besar” untuk menjamin bahwa xn terletak di dalam lingkungan Vε(x) untuk semua n ≥ K = K(ε). Kita juga dapat mendefinisikan kekonvergenan X = (xn) ke x dengan mengatakan : untuk setiap lingkungan-ε Vε(x) dari x, semua (kecuali sejumlah hingga) sukusuku dari x terletak di dalam Vε(x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin tidak terletak di dalam Vε(x) yaitu x1, x2, ..., xK(ε)-1. Bila suatu barisan x = (xn) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan notasi. lim X = x Analisis Real I atau lim (xn) = x. 63 Aljabar Himpunan Kita juga akan menggunakan simbol xn → x, yang menyatakan bahwa nilai xn “mendekati” x bila n menuju 0. 3.1.5. Ketunggalan limit. Suatu barisan bilangan real hanya dapat mempunyai satu limit. Bukti : Andaikan sebaliknya, yaitu x′ dan x′′ keduanya limit dari X = (xn) dan x’≠x”. Kita pilih ε > 0 sehingga Vε(x’) dan Vε(x”) saling asing (yaitu, ε < ½x” - x’). Sekarang misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka xn∈Vε(x’) dan bila n > K” maka xn∈Vε(x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa Vε(x’) dan Vε(x”) saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”. 3.1.6. Teorema. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real dan misalkan pula x∈R. Maka pernyataan berikut ekivalen. (a). X konvergen ke x. (b). untuk setiap lingkungan-ε Vε(x), terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn∈Vε(x). (c). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn memenuhi xn - x<ε. (d). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku xn memenuhi x-ε < xn< + ε, ∀ n ≥ K(ε) Bukti : Ekivalensi dari (a) dan (b) merupakan definisi. Sedangkan ekivalensi dari (b), (c), dan (d) mengikuti implikasi berikut : xn∈Vε(x) ⇔ xn - x < ε. ⇔ -ε < xn - x < ε ⇔ x- ε < xn < x + ε Catatan : Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang telah ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga diperlukan latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung suku-suku barisan tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena Analisis Real I 64 Pendahuluan komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian bukanlah bukti. Untuk menunjukkan bahwa suatu barisan X = (xn) tidak konvergen ke x, cukup dengan memilih εo > 0 sehingga berapapun nilai K yang diambil, diperoleh suatu nk > K sehingga x n k tidak terletak dalam Vε(x), (Perubahan lebih detail pada 3.4). 3.1.7. Contoh-contoh 1 (a). lim = 0 . n Misalkan diberikan sebarang ε > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat K∈N sehingga sehingga 1 < ε . Akibatnya untuk semua n ≥ K dipenuhi K 1 1 1 - 0 = ≤ < ε n n K 1 n Ini membuktikan lim = 0 1 (b). lim 2 = 0 n Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, sehingga 1 < ε . Karena itu unK tuk semua n ≥ K dipenuhi 1 1 1 −0 = 2 ≤ 2 < 2 n n K ( ε) 2 =ε 1 Ini membuktikan lim 2 = 0 n ( ( ) ) (c). Barisan 0,2,0,2,L, 1 + ( −1) ,L , tidak konvergen ke 0. n Pilih ε0 = 1, sehingga untuk sebarang K∈N, jika n ≥ K dan n bilangan ganjil, maka xn - 0 = 2 - 0 = 2 > 1. ( Ini mengatakan bahwa barisan 1 + ( −1) Analisis Real I n ) tidak konvergen ke 0. 65 Aljabar Himpunan 3n + 2 (d). lim =3 n -1 Perhatikan kesamaan berikut 5 3n + 2 −3= n −1 n −1 Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, K>1, sehingga 1 ε < . AkiK −1 5 batnya untuk semua n ≥ K > 1 dipenuhi 3n + 2 5 ε < 5 = ε −3 = 5 n −1 n −1 3n + 2 Ini membuktikan bahwa lim = 3. n -1 Ekor Barisan Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan bergantung hanya pada prilaku suku-suku “terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m suku pertama suatu barisan yang menghasilkan Xm konvergen jika hanya jika barisan asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama. 3.1.8. Definisi. Bila X = (x1, x2, ..., xn, ...) suatu barisan bilangan real dan m selalu bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan X = (xm+n : n∈N) = (xm+1,xm+2, ...). Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah barisan X3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...). 3.1.9. Teorema. Misalkan X = (xn : n∈N) suatu barisan bilangan real dan m∈N. Maka ekor-m adalah Xm = (xm+n : n∈N) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen, dalam hal ini, lim Xm = lim X. Bukti : Dapat kita catat untuk sebarang p∈N, suku ke-p dari Xm merupakan suku ke-(m+p) dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari Xm . Analisis Real I 66 Pendahuluan Misalkan X konvergen ke x. Maka untuk sebarang ε > 0, bila untuk n ≥ K(ε) suku-suku dari X memenuhi xn -x < ε, maka suku-suku dari Xm dengan k ≥ Km(ε) m memenuhi xn -x < ε. Jadi kita dapat memilih Km(ε) = Km(ε) - m, sehingga Xm juga konvergen ke x. Sebaliknya, bila suku-suku dari Xm untuk k ≥ Km(ε) memenuhi xn -x < ε maka suku-suku dari X dengan n ≥ Km(ε) + m memenuhi xn -x < ε. Jadi kita dapat memilih K(ε) = Km(ε) + m. Karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika Xm konvergen ke x. Kadang-kadang kita akan mengatakan suatu barisan X pada akhirnya mempunyai sifat tertentu, bila beberapa akar x mempunyai sifat tersebut. Sebagai contoh, kita katakan bahwa barisan (3, 4, 5, 5, 5, ...,5, ...) pada akhirnya konstan. Di lain pihak, barisan 3, 5, 3, 5, ..., 5, 5, ...) tidaklah pada akhirnya konstan. Gagasan kekonvergenan dapat pula dinyatakan dengan begini : suatu barisan X konvergen ke x jika dan hanya jika suku-suku dari X pada akhirnya terletak di dalam lingkungan-ε ke x. 3.1.10. Teorema. Misalkan A = (an) dan X = (xn) barisan bilangan real dan x∈R. Bila untuk suatu C > 0 dan suatu m∈N, kita mempunyai xn -x ≤ Can untuk semua n∈N dengan n ≥ m, dan lim (an) = 0, maka lim (xn) = x. Bukti : Misalkan diberikanε > 0. Karena lim (an) = 0, maka terdapat bilangan asli KA(ε/C), sehingga bila n ≥ KA(ε/C) maka an = an - 0 < ε/C. Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ≥ KA(ε/C) dan n ≥ m, maka xn -x ≤ C xn - x < C ( ) = ε. ε C Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan x = lim (xn). 3.1.11. Contoh-contoh. 1 (a). Bila a > 0, maka lim = 0. 1 + na Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 < 1 1 < , yang selanjutnya na + 1 na mengakibatkan 1 1 1 − 0 ≤ untuk semua n∈N. a n 1 + na Analisis Real I 67 Aljabar Himpunan Karena lim 1 = 0 , menurut Teorema 3.1.10 dengan C = n 1 a dan m = 1 diperoleh bahwa 1 lim = 0. 1 + na 1 (b). lim n = 0 2 Karena 0 < n < 2n (buktikan !) untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 < 1 1 < yang n 2 n mengakibatkan 1 1 −0 ≤ n 2 n Tetapi lim untuk semua n∈N. 1 1 = 0 , dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim n = 0 2 n (c). Bila 0 < b < 1, maka lim (bn) = 0. Karena 0 < b < 1, kita dapat menuliskan b = 1 1 , dimana a = − 1 sehingga a > b (1 + a ) 0. Dengan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14 kita mempunyai (1 + a)n ≥ 1 + na. Dari sini 0 < bn = 1 1 1 ≤ < , n 1 + na na (1 + a ) sehingga dengan menggunakan Teorema 3.1.10, diperoleh lim (bn) = 0. ( ) = 1. Untuk kasus C = 1 mudah, karena ( C ) merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang (d). Bila C > 0, maka lim C 1 n 1 n jelas konvergen ke 1. Bila C > 1, maka 1 Cn = 1 + d n untuk suatu dn > 0. Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c), C = (1 + d n ) ≥ 1 + nd n , untuk semua n∈N. n Analisis Real I 68 Pendahuluan C −1 1 1 . Akibatnya C n − 1 = d n ≤ ( C − 1) unn n Karenanya C - 1 ≥ ndn, sehingga dn ≤ tuk semua n∈N. ( ) = 1. Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C Sedangkan bila 0 < C < 1; maka C 1 n 1 n = 1/(1 + hn) untuk suatu hn > 0. Dengan meng- gunakan kesamaan Bernoulli diperoleh C= 1 (1 + h n ) yang diikuti oleh 0 < hn < n ≤ 1 1 < 1 + nh n nh n 1 untuk semua n∈N. nC Karenanya kita mempunyai 0 < 1− C n = 1 hn 1 < hn < 1 + hn nC 1 1 1 sehingga C n − 1 < untuk semua n∈N. C n ( ) = 1 untuk 0 < C < 1. Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim C ( ) = 1. Karena ( n ) > 1 untuk n > 1, maka n (e). lim n 1 1 1 n n n 1 n = 1 + k n untuk suatu kn > 0 bila n > 1. Aki- batnya n = (1 + kn)n untuk n > 1. Dengan teorema Binomial, bila n > 1 kita mempunyai n = 1 + nk n + 21 n( n − 1) k 2n + ... ≥ 1 + 21 n( n − 1) k 2n , yang diikuti oleh n − 1 ≥ 12 n ( n − 1) k 2n . Analisis Real I 69 Aljabar Himpunan Dari sini k n ≤ 2 untuk n > 1. Sekarang bila ε > 0 diberikan, maka menurut sifat Arn chimedes terdapat bilangan asli Nε sehingga 2 < ε 2 . Hal ini akan diikuti oleh bila n Nε 2 < ε 2 , karena barisan itu n ≥ sup{2, Nε} maka 2 0 < n − 1 = kn ≤ n 1 n 1 2 < ε. ( ) = 1. Karena ε > 0 sebarang, maka lim n 1 n Latihan 3.1 1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima suku pertama dari masing-masing barisan tersebut (a) x n = 1 + ( −1) n (b). x n 1 n( n + 1) (c). x n = n −1) ( = (d). x n = n , 1 n +2 2 2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola da- sarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, xn, , - 14 , , - 116 , ... (a). 5, 7, 9, 11, ... (b). (c). (d). 1, 4, 9, 16, ... 1 2 , 2 3 , 3 4 , 4 5 , ... 1 2 1 8 3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut (a). x1 = 1, xn+1 = 3xn + 1; (b). y1 = 2, yn+1 = (c). z1 = 1, z2 = 2, zn+2 = (zn+1 +zn)/zn+1 - zn); (d). s1 = 3, s2 = 5, sn+2 = sn + sn+1. 1 2 (y n ) + y2 ; n b 4. Untuk sebarang b∈R, buktikan lim = 0 n 5. Gunakan definisi limit untuk membuktikan limit barisan berikut. Analisis Real I 70 Pendahuluan 1 (a). lim 2 = 0 n + 1 2n (b). lim =0 n + 1 3n + 1 3 (c). lim = 2n + 5 2 n2 − 1 (d). lim 2 =0 2n + 3 6. Tunjukkan bahwa 1 (a). lim =0 n + 7 2n (b). lim =2 n + 2 n (c). lim =0 n + 1 ( −1) n n =0 (c). lim 2 n +1 7. Buktikan bahwa lim (xn) = 0 jika dan hanya jika lim yang menunjukkan bahwa kekonvergenan dari (x ) n (x ) n = 0. Berikan contoh tidak perlu mengakibatkan kekonvergenan dari (xn). 8. Tunjukkan bahwa bila xn≥0 ∀ n∈N dan lim (xn) = 0, maka lim ( x ) = 0. n 9. Tunjukkan bahwa bila lim (xn) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan M∈N sehingga xn > 0 untuk semua n ≥ M. 1 1 10. Tunjukkan bahwa lim − =0 n n + 1 1 11. Tunjukkan lim n = 0 3 12. Misalkan b∈R memenuhi 0 < b < 1. Tunjukkan bahwa lim(nbn) ( 13. Tunjukkan bahwa lim ( 2n) 1 n )=1 n2 14. Tunjukkan bahwa lim = 0 n! 2n 2n 15. Tunjukkan bahwa lim = 0. Bila n ≥ 3, maka 0 < ≤2 n! n! ( 23 ) Analisis Real I n−2 71 Aljabar Himpunan 3.2. Teorema-teorema Limit Dalam bagian ini kita akan memperoleh beberapa hal yang memungkinkan kita mengevaluasi limit dari barisan bilangan real yang tertentu. Hasil ini memungkinkan kita menambah koleksi barisan konvergen. 3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X = (xn) dikatakan terbatas bila terdapat bilangan real M > 0 sehingga xn ≤ M; untuk semua n∈N. Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan hanya jika himpunan {xn : n∈N} terbatas di R, 3.2.2. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang konvergen tarbatas. Bukti : Misalkan lim (xn) = x dan ε = 1. Dengan menggunakan teorema 3.1.6(c), terdapat bilangan asli K = K(1) sehingga bila n ≥ K maka x n − x < 1. Dari sini, dengan menggunakan akibat 2.3.4(a) tentang ketaksamaan segitiga, bila n ≥ K, maka x n < x + 1 . Dengan menetapkan M = sup { x1 , x 2 , ..., x K-1 , x + 1}, maka diperoleh x n ≤ M untuk semua n∈M. Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan pembagian barisan bilangan real. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan limit barisan barunya dapat diprediksi. 3.2.3. Teorema. (a). Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real yang berturut-turut konvergen ke x dan y, serta c∈R. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturutturut konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx. (b). . Bila X = (xn) konvergen ke x dan Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen ke z, dan z ≠ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z. Bukti : Analisis Real I 72 Pendahuluan (a). Untuk membuktikan lim (xn + yn) = x + y kita akan menaksir (xn + yn) - (x + y) = (xn + x) + (yn + y) ≤ xn − x + yn − y . Dari hipotesis, untuk sebarang ε > 0 terdapat K∈N sehingga bila n ≥ K1, maka xn − x < ε 2 , juga terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2, maka x n − x < ε 2 . Bila K(ε) = sup{K1, K2}, maka untuk semua n ≥ K(ε) ( xn + yn ) − ( x + y) ≤ xn − x + yn − y < 12 ε + 12 ε = ε Karena ε > 0 sebarang, kita peroleh bahwa X + Y = (xn + yn) konvergen ke x + y. Argumen serupa dapat digunakan untuk membuktikan bahwa X - Y = (xn - yn) konvergen ke x - y. Untuk membuktikan bahwa XY = (xnyn) konvergen ke xy, kita akan mengestimasi xn yn − xy = ( xn yn − xn y) + ( xn y − xy) ≤ xn ( yn − y) + ( xn − x) y = xn yn − y + xn − x y Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan real M1 > 0 sehingga x n ≤ M 1 untuk semua n∈N dan tetapkan M = sup { M 1 , y } . Selanjutnya kita mempunyai x n y n − xy ≤ M y n − y + M x n − x Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K1, K2,∈N sehingga bila n ≥ K1 maka x n − x < ε 2M , dan bila n ≥ K2 maka y n − y < ε 2M . Sekarang tetapkan K(ε) = sup {K1, K2}, maka untuk semua n ≥ K(ε) diperoleh xnyn - xy ≤ Myn - y + xn - x <M ( 2εM ) + M( 2εM ) = ε . Karena ε > 0 sebarang, hal ini membuktikan bahwa barisan XY = (xnyn) konvergen ke xy. Analisis Real I 73 Aljabar Himpunan Bukti untuk barisan cX= (cxn) konvergen ke cx ditinggalkan sebagai latihan. (b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen 1 1 1 ke z, maka barisan konvergen ke (karena z ≠ 0). Pertama misalkan α = z 2 z zn maka α > 0. Karena lim (zn) = z, maka terdapat K1∈N, sehingga bila n ≥ K1 maka z n − z <α. Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga diperoleh -α ≤ -zn - z ≤ zn - z untuk n ≥ K1. Karena itu 1 2 ≤ untuk n ≥ K1, jadi kita mempunyai zn z 1 1 z − zn 1 − = = z − zn zn z zn z zn z ≤ 2 zn 2 z − z n untuk semua n > K(ε). Sekarang kita berikan ε > 0, mak terdapat K2∈N sehingga bila n ≥ K2 maka 1 1 − ≤ε zn z untuk semua n > K(ε). 1 1 Karena ε > 0 sebarang, jadi lim = . zn z 1 Dengan mendefinisikan Y barisan dalam menggunakan XY = yn xn konvergen zn 1 ke x = x , bukti (b) telah selesai. z z Beberapa hasil Teorema 3.2.3 dapat diperluas, dengan induksi matematika, untuk sejumlah hingga barisan konvergen. Sebagai contoh, bila A = (an), B = (bn), ..., Z = (zn) barisan konvergen, maka jumlahnya A + B + ... + Z = ( an + bn + ... + zn) juga merupakan barisan konvergen dan (1) lim(an + bn + ... + zn) = lim(an) + lim(bn) + ... + lim(zn) Hasil kalinya juga konvergen dan (2) Analisis Real I [ ][ ] lim (anbn ...zn) = lim( a n ) lim( b n ) ... lim( zn ). 74 Pendahuluan Dan bila b∈N dan A = (an) barisan konvergen, maka [ ] lim (ank) = lim( a n ) . (3) k Buktinya ditingggalkan sebagai latihan. 3.2.4. Teorema. Bila X = (xn) barisan konvergen dan xn ≥ 0, untuk semua n∈N, maka x = lim (xn) ≥ 0. Bukti : Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat K∈N, sehingga x - ε < xn < + ε untuk semua n ≥ Κ. Khususnya, kita mempunyai xK < x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa xn ≥ 0 untuk semua n∈N. Jadi haruslah x ≥ 0. 3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan xn ≤ yn untuk semua n∈N, maka lim (xn) ≤ lim (yn). Bukti : Misalkan zn = yn - xn sehingga Z = (zn) = Y - X dan zn ≥ 0 untuk semua n∈N. Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 ≤ lim Z = lim (yn) - lim (xn). Jadi lim (xn) ≤ lim (yn). Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen memenuhi ketaksamaan a ≤ xn ≤ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama. 3.2.6. Teorema. Bila x = (xn) suatu barisan konvergen dan a ≤ xn ≤ b untuk semua n∈N, maka a ≤ lim (xn) ≤ b. Bukti : Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X ≤ lim Y = b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a ≤ lim X. Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua barisan konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit dari kedua barisan yang mengapitnya. Analisis Real I 75 Aljabar Himpunan 3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang memenuhi xn ≤ yn ≤ zn untuk semua n∈N, dan lim (xn) = lim (zn) maka (yn) konvergen dan lim (xn) = lim (yn) = lim (xn). Bukti : Misalkan w = lim (xn) = lim (zn). Bila ε > 0 diberikan, maka karena X dan Z konvergen ke w, terdapat K∈N sehingga untuk semua n∈N dengan n ≥ K dipenuhi x n − w < ε dan x n − w < ε Dari hipotesis diperoleh bahwa xn - w ≤ yn - w ≤ zn -w, untuk semua n∈N, yang diikuti oleh (mengapa ?) -ε < yn - w < ε untuk semua n ≥ K. Karena ε > 0 sebarang, jadi lim (yn) = w. Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5, 3.2.6, dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada Teorema 3.2.4, bila X = (xn) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat m∈N sehingga xn ≥ 0 untuk semua n ≥ m, maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ≥ 0. Modifikasi yang sama juga berlaku untuk Teorema yang lain, yang pembaca perlu buktikan. 3.2.8. Beberapa Contoh (a). Barisan (n) divergen. Mengikuti Teorema 3.2.2, andaikan barisan X = (n) konvergen, maka terdapat bilangan real M > 0 sehingga n = n < M untuk semua n∈N. Tetapi hal ini melanggar sifat Archimedes. (b). Barisan ((-1)n) divergen Barisan ini terbatas (ambil M = 2), sehingga kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.2. Karena itu, andaikan X = ((-1)n) konvergen dan a = lim X. Misalkan ε = 1, maka terdapat K∈N sehingga (-1) n − a < 1, untuk semua n ≥ K. Tetapi bila n ganjil dan n ≥ K, hal ini memberikan -1 − a < 1 , sehingga -2 < a < 0 (Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ≥ K, hal ini memberikan 1 − a < 1, seAnalisis Real I 76 Pendahuluan hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut, maka pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah X divergen. 2n + 1 (c). lim =2 n 1 2n + 1 Misalkan X = (2) dan Y = , maka = X + Y, n n Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(a) diperoleh bahwa lim (X + Y) = lim X + lim Y = 2 + 0 = 2. 2n + 1 (d). lim = 2. n+5 Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut 2n + 1 2 + 1 n = , n + 5 1 + 5n 1 yang memberikan X = 2 + dan Z = 1 + n 5 sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat n digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya diperoleh 2 + 1 n lim( 2 + 1n) 2 2n + 1 lim = =2 = lim = n+5 1 + 5 n lim(1 + 5 n) 1 2n (e) lim 2 = 0 n + 1 Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada 2n 2 = , n + 1 n + 1n 2 (mengapa ?). Tetapi karena 2 2n n = , 2 n + 1 n + 1n 2 dan Analisis Real I 77 Aljabar Himpunan 1 2 2n 0 lim = 0 dan lim 1 + 2 = 1, maka lim 2 = = 0 , n n n + 1 1 dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b). (f) lim sin n =0 n Di sini kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi perlu dicatat bahwa -1 ≤ sin n ≤ 1, maka - 1 sinn 1 ≤ ≤ , untuk semua n∈N. n n n Karena lim ( − 1 n) = lim( 1 n) = 0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa sin n lim = 0. n (g). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan p polinomial, sebagai contoh p(t) = a0 + a1t + a2t2 + ... + aktk dengan k∈N dan aj∈R untuk j = 0, 1, ..., k, ak ≠ 0. Dengan menggunakan Teorema 3.2.3 barisan (p(xn)) konvergen ke p(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan. (h). Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan r(t) = p( t ) dengan p q( t ) dan q polinomial. Misalkan juga q(xn) ≠ 0 untuk semua n∈N dan q(x) = 0. Maka barisan r(xn) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan. Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut. 3.2.4. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x, maka barisan ( x n ) konvergen ke x , yaitu bila x = lim (xn), maka x = lim( x n ). Bukti : Mengikuti sifat segitiga diperoleh x n − x ≤ x n − x untuk semua n∈N. Analisis Real I 78 Pendahuluan Selanjutnya kekonvergenan dari (x ) n ke x suatu akibat langsung dari kekonver- genan dari (xn) ke x. 3.2.10. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x dan xn ≥ 0 , untuk semua n∈N. Maka barisan ( x ) konvergen dan lim ( x ) = n n x. Bukti : Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (xn) ≥ 0. Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0. (i). Misalkan x = 0, dan ε > 0 sebarang diberikan. Karena x n → 0 maka terdapat K∈N sehingga 0 ≤ xn = xn - 0 < ε2. Karena itu [lihat contoh 2.2.14(a)], 0 ≤ Karena ε > 0 sebarang, maka (ii). Bila x > 0, maka ( x ) → 0. n x > 0 dan kita mempunyai xn − x = Karena x n ≤ ε untuk n ≥ K. ( xn − x )( xn + x xn + x )= xn − x xn + x x n + x ≥ x > 0 , maka 1 xn − x ≤ x −x. x n Kekonvergenan dari x n → x merupakan akibat yang mudah dari x n → x . Untuk jenis-jenis barisan tertentu, yang berikut menyajikan “uji rasio” yang mudah dan cepat untuk kekonvergenan. x 3.2.11. Teorema. Misalkan (xn) barisan bilangan real positif sehingga L = lim n +1 xn ada. Bila L < 1, maka (xn) konvergen dan lim (xn) = 0. Bukti : Menurut 3.2.4 diperoleh bahwa L ≥ 0. Misalkan r bilangan dengan L < r < 1, dan ε = r - L > 0. Maka terdapat n∈K. dipenuhi Analisis Real I 79 Aljabar Himpunan x n +1 − L < ε. xn Akibatnya (mengapa ?) untuk bila n ≥ K, maka x n +1 < L + ε = L + ( r − L) = r . xn Karena itu, bila n ≥ K diperoleh 0 < xn+1 < xnr < xn-1r2 < ... < xKrn-K+1 Bila kita tetapkan C = xK/rK, kita peroleh 0 < xn+1 < Crn+1 untuk semua n ≥ K. Karena 0 < r <1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim (rn) = 0 dan karenanya menurut Teorema 3.1.10 lim (xn) = 0. Latihan 3.2 1. Untuk xn yang diberikan berikut, tunjukkan kekonvergenan atau kedivergenan dari X = (xn) n (a). x n = , n +1 (-1) n n (b). x n = , n +1 n2 (c). x n = , n +1 2n 2 + 3 (d). x n = 2 n +1 2. Berikan contoh barisan X.Y yang divergen, tetapi jumlahnya X + Y konvergen. 3. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X dan X + Y konvergen, maka Y konvergen. 4. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X konvergen ke x dan xy konvergen, maka Y konvergen. 5. Tunjukkan bahwa barisan (2n) tidak konvergen. 6. Tunjukkan bahwa barisan ((-1)nn2) tidak konvergen. 7. Tentukan limit dari barisan-barisan berikut : n 1 (a). lim 2 + n Analisis Real I ( −1) n (b). lim n+2 80 Pendahuluan n − 1 (d). lim n + 1 n + 1 (d). lim n n 8. Misalkan y n = n + 1 − n , untuk n∈N. Tunjukkan bahwa (yn) dan ( ) ny n kon- vergen. ( 9. Misalkan zn = a n + b n ) 1 n dengan 0 < a < b, maka lim (zn) = b. 10. Gunakan Teorema 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan b > 1. (a). (a ) b2 (b). n 2 n (c). n b 3n (d). 2 n ( 32n ) 11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga x lim n +1 = 1 xn (b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak dapat digunakan untuk uji konvergensi). x 12. Misalkan X = (xn) barisan bilangan positif sehingga lim n +1 = L > 1 . Tunjuk xn kan bahwa X barisan tak terbatas, karenanya X tidak konvergen. 13. Selidiki konvergensi barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan b>1 (a). (n2an), bn (b). 2 n bn (c). n! n! (d). n n Analisis Real I 81 Aljabar Himpunan ( ) = L < 1. Tunjukkan 14. Misalkan (xn) barisan bilangan positif dengan lim x n 1 n bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < xn < rn untuk suatu n∈N yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (xn) = 0. 15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga lim (x ) = 1. 1 n n ( )= (b). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang divergen sehingga lim x n 1 n 1. (Jadi , sifat ini tidak dapat digunakan untuk uji konvergensi). 16. Misalkan (xn) barisan konvergen dan (yn) barisan sehingga untuk sebarang ε > 0 terdapat M sehingga x n − y n < ε untuk semua n ≥ M. Apakah hal ini mengakibatkan (yn) konvergen ? 3.3. Barisan Monoton Sampai saat ini, kita telah mempunyai beberapa metode untuk menunjukkan bahwa barisan X = (xn) konvergen : (i). Kita dapat menggunakan defenisi 3.1.4. atau Teorema 3.1.6. secara langsung. Tetapi ini sering (tetapi tidak selalu) sukar dikerjakan. (ii). Kita dapat mendominasi xn - x dengan perkalian dari suku-suku dalam barisan (an) yang diketahui konvergen ke 0, kemudian menggunakan Teorema 3.1.10. (iii). Kita dapat mengidentifikasi barisan X diperoleh dari barisan-barisan yang diketahui konvergennya dari lebar barisannya, kombinasi aljabar, nilai mutlak atau datar dengan menggunakan Teorema 3.1.9, 3.2.3, 3.2.9, atau 3.2.10. (iv). Kita dapat mengapit X dengan dua barisan yang konvergen ke limit yang sama dengan menggunakan Teorema 3.2.7. (v). Kita dapat menggunakan “Uji rasio” dari Teorema 3.2.4. Kecuali (iii), semua metode ini mengharuskan kita terlebih dahulu mengetahui (atau paling tidak dugaan) nilai limitnya yang benar, dan kemudian membuktikan bahwa dugaan kita benar. Analisis Real I 82 Pendahuluan Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari suatu barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen. Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk memperkenalkan konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah. 3.3.1 Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila memenuhi ketaksamaan : x1 ≤ x2 .... ≤ xn ≤ xn + 1 ≤ ..... Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan x1 ≥ x2 ≥ .... ≥ xn ≥ xn+1 ≥ ...... Kita katakan X monoton bila X tak naik, atau tak turun. Berikut ini barisan-barisan tak turun (1,2,3,4,.....,n,.....); (1,2,2,3,3,3, .......); (a,a2,a3,.....,an,......) bila a > 1 Berikut ini barisan-barisan tak naik (1,1/2,1/3,.....,1/n,...), (1,1/2,1/23,.......,1/2n-1,......), (b,b2,b3,.......,bn,....), bila 0 < b < 1. Barisan-barisan berikut tak monoton (+1, -1, +1, ......, (-1)n+1,....), (-1, +2, -3, ....., (-1)nn, ....) Berisan-barisan berikut tak monoton, tetapi pada akhirnya monoton (7,6,2,1,2,3,4,......), (-2,0,1,1/2,1/3,1/4,.....). 3.3.2 Teorema Konvergensi Monoton. Barisan bilangan real monoton konvergen jika dan hanya jika barisan ini terbatas. Lebih dari itu : (a). Bila X = (xn) barisan tak turun yang terbatas, maka lim (xn) = sup{xn} (b). Bila Y = (yn) barisan tak naik yang terbatas, maka lim (yn) = inf{yn}. Bukti : Dari teorema 3.2.2 diketahui bahwa barisan konvergen pasti terbatas. Analisis Real I 83 Aljabar Himpunan Sekarang kita akan buktikan sebaliknya, misalkan X barisan monoton yang terbatas. Maka X tak turun atau tak naik. (a). Pertama misalkan X barisan tak turun dan terbatas.Dari hipotesis terdapat Μ∈R, sehingga Rn ≤ M untuk semua n∈N. Menurut prinsip supremum terdapat x* = sup{xn : n∈N.}; kita akan tunjukkan bahwa x* = lim (xn). Bila ε > 0 diberikan, maka x* - ε bukanlah batas atas dari {xn : n∈N}; dari sini terdapat K∈N sehingga x* - ε < xk. Tetapi karena (xn) tak turun maka hal ini diikuti x* - ε < xk ≤ xn ≤ x* untuk semua n ≥ Κ. Akibatnya x n − x* < ε untuk semua n ≥ Κ. Karena ε > 0 sebarang, jadi (xn) konvergen ke x*. (b). Bila Y = (yn) barisan terbatas tak naik, maka jelaslah bahwa X = -Y= (-yn) barisan terbatas tak turun. Dari (a) diperoleh lim X = sup{-yn : n∈N}. Di lain pihak, dengan Teorema 3.2.3 (a) lim X = - lim Y, sedangkan dari latihan 2.5.4(b), kita mempunyai sup{-yn ; n∈N} = - inf {yn ; n∈N }. Karenanya lim Y = -lim X = inf{yn ; n∈N } Teorema konvergensi monoton memperkenalkan eksistensi limit dari barisan monoton terbatas. Hal ini juga memberikan cara perhitungan limit yang menyajikan kita dapat memperoleh supremum (a), infimum (b). Sering kali sukar untuk mengevaluasi supremum (atau infimum), tetapi kita ketahui bahwa hal ini ada, sering pula mungkin mengevaluasi limit ini dengan metode lain. 3.3.3. Beberapa contoh 1 (a). lim = 0. n Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan { 1 n : n∈N}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini 1 0 = lim . n Analisis Real I 84 Pendahuluan 1 Di lain pihak, kita ketahui bahwa X = .terbatas dan tak naik, yang men n 1 gakibatkan X konvergen ke bilangan real x. Karena X = .konvergen ke x, n menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x2. Karena itu x2 = 0, akibatnya x = 0. (b). Misalkan x n = 1 + Karena x n + 1 = x n + 1 1 1 + +...+ untuk n∈N. 2 3 n 1 > x n , kita melihat bahwa (xn) suatu barisan naik. Dengan n +1 menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (xn) mengarah pada frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan nilai aproksiasi xn ≈ 11,4 untuk n = 50.000 dan xn ≈ 12,1 untuk n = 100.000. Fakta numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperlihatkan oleh X2 n = 1 + 1 1 1 1 1 + + +...+ n −1 +....+ n 2 +1 2 3 4 2 > 1+ 1 1 + + 2 4 1 1 1 +...+ n +...+ n 2 4 2 = 1+ 1 1 1 n + + ...+ = 1 + 2 2 2 2 Dari sini barisan (xn) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2). (c) Misalkan Y = (yn) didefenisikan secara induktif oleh Y1 = 1, Yn+1 = untuk n ≥ 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y = Analisis Real I 3 2 1 4 ( 2y n + 3) . 85 Aljabar Himpunan Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 = 5 4 . Dari sini kita mempunyai y1 < y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua n∈N. Ini benar untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu k∈N, maka yk+1 = 1 4 ( 2y k + 3) < 14 ( 4 + 3) = 1 + 43 < 2 Dengan demikian yk+1 < 2. Oleh karena itu yn < 2 untuk semua n∈N. Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < yn+1 untuk semua n∈N. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa yk < yk+1 untuk suatu k∈N; yk+1 = 1 4 ( 2y k + 3) < 14 ( 2y k +1 + 3) < y k + 2 Jadi yk < yk+1 mengakibatkan yk+1 < yk+2. Oleh karena itu yn < yn+1 untuk semua n∈N. Kita telah menunjukkan bahwa Y = (yn) adalah barisan naik dan terbatas di atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk mengevaluasi lim(yn) dengan menghitung sup{yn : n∈N}. Tetapi terdapat cara lain untuk mengevaluasi limitnya. Karena yn+1 = 41 ( 2y n + 3) untuk semua n∈N, maka suku ke n dari 1-ekor Y1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana. Dengan Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y1 = lim Y yang diikuti dengan Teorema 3.2.3 diperoleh y = 1 4 ( 2y + 3) yang selanjutnya mengakibatkan y = (d). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 = 3 2 . 2zn untuk semua n∈N, kita akan lan- jutkan lim (zn) = 2. Catatan bahwa z1 = 1 dan z2 = 2 ; Dari sini 1 ≤ z1 ≤ z2 < 2. Kita klaim bahwa Z tak turun dan terbatas di atas oleh 2. Untuk membuktikannya kita akan lakukan secara induksi, yaitu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk semua n∈N. Faktor ini dipenuhi untuk n = 1. Misalkan hal ini juga dipenuhi untuk n = K, maka 2 ≤ 2zK < 2zK+1 < 4, yang diikuti oleh 1< 2 ≤ zK+1 = 2zK < zK+2 = 2zK +1 < 4 = 2. [Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1 ≤ zK < zK+1 < 2 mengakibatkan 1 ≤ zK+1 < zK+2 < 2. Karena itu 1 ≤ zn < zn+1 < 2 untuk semua n∈N. Analisis Real I 86 Pendahuluan Karena Z = (zn) terbatas dan tak turun, menurut Teorema Konvergensi Monoton Z konvergen ke z = sup {zn}. Akan ditunjukkan secara langsung bahwa sup{zn}= 2, jadi z = 2. Atau kita dapat menggunakan cara bagian (c). Relasi zn+1 = 2z n memberikan relasi antara suku ke n dari Z1 dan suku ke n dari Z. Dengan Teorema 3.1.9,kita mempunyai lim Z1 = z = lim Z. Lebih dari itu, menurut Teorema 3.2.3 dan 3.2.10, z harus memenuhi z = 2z . Ini menghasilkan z = 0, 2. Karena 1 ≤ z ≤ 2. Jadi z = 2 Perhitungan akar kuadrat 3.3.4. Contoh Misalkan a > 0, kita akan mengkonstruksi barisan (sn) yang konvergen ke a. a Misalkan s1 > 0 sebarang dan didefinisikan sn+1 = 21 sn + untuk semua sn n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa (sn) konvergen ke a . (Proses ini untuk menghi- tung akar kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.). Pertama kita tunjukkan bahwa s2n +1 ≥ a untuk semua n ≥ 2. Karena sn2 - 2sn+1 sn + a = 0, persamaan ini mempunyai akar real. Dari sini diskriminannya 4s2n +1 − 4 a harus tak negatif, yaitu s2n +1 ≥ a untuk n ≥ 1. Untuk melihat (sn) Pada akhirnya tak naik, kita catat bahwa untuk n ≥ 2 kita mempunyai sn − sn + 1 = s n − 1 s 2 n a + = sn (s ) ≥ 0 2 1 2 n sn Dari sini, sn+1 ≤ sn untuk semua n ≥ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn) = s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi a s = 21 s + , s yang mengakibatkan s = Analisis Real I a atau s2 = a. Jadi s = s a. 87 Aljabar Himpunan Untuk perhitungan, sering penting untuk mengestimasi bagaimana cepatnya a . Dari di atas, kita mempunyai ba-risan (sn) konvergen ke a ≥ sn untuk semua n ≥ 2. Dengan menggunakan ketaksamaan ini kita dapat menghitung a dengan dera- jat akurasi yang diinginkan. Bilangan Euler 3.3.5 Contoh. Misal en = (1 + 1/n)n untuk n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa Ε = (en) terbatas atau tak turun, karenanya Ε konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya didekati dengan e ≈ 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan dasar logaritma natural. Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai en = (1 + ) 1 n n =1+ n 1 ⋅ 1n + n ( n -1) 2! ⋅ n12 + n ( n -1)( n -2 ) 3! ⋅ n13 + ... + n ( n -1)K2⋅1 n! ⋅ n1n Ini dapat ditulis menjadi en = 1 + 1 + 1 2! (1 − ) + (1 − )(1 − ) + ... + (1 − )(1 − )K(1 − ) 1 n 1 3! 1 n 2 n 1 n! 1 n 2 n n -1 n Dengan cara serupa kita mempunyai : en+1 = 1 + 1 + + 1 n! 1 2! (1 − ) + (1 − )(1 − ) + ... 1 n +1 1 3! 1 n +1 2 n +1 n-1 (1 − n1+1)(1 − n+12 )K(1 − n+1 ) + ( n +11)! (1 − n1+1)(1 − n2+1 )...(1 − n+1n ) Perhatikan bahwa ekspresi untuk en menurut n + 1 suku, sedangkan untuk en+1 menurut n+2 suku. Selain itu, masing-masing suku dalam en adalah lebih kecil atau sama dengan suku yang bersesuaian dalam en+1 dan en+1 mengandung lebih satu suku positif. Oleh karena itu, kita mempunyai 2 ≤ e1≤ e2 < ... < en < en+1 < ..., dengan demikian suku-suku dari E naik. Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan p bahwa jika p = 1 , 2 , ... , n, maka 1 − < 1 . Selain itu 2p-1 ≤ p! [lihat 1.3.3 (d)] n dengan demikian 1 1 ≤ p −1 Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai p! 2 2 < en < 1 + 1 + Analisis Real I 1 1 1 + 2 +...+ n −1 2 2 2 88 Pendahuluan Karena dapat dibuktikan bahwa [lihat 1.3.3 (b)] 1 1 1 1 + 2 + ...+ n −1 = 1 − n −1 < 1, 2 2 2 2 kita simpulkan bukan 2 ≤ en < 3 untuk semua n∈N. Menurut Teorema Konvergensi Monoton, kita peroleh bahwa barisan E konvergen ke suatu bilangan real antara 2 dan 3. Kita definisikan bilangan e merupakan limit dari barisan ini. Dengan penghalusan estimasi kita dapat menemukan bilangan yang dekat sekali ke e, tetapi kita tidak dapat menghitungnya secara eksak, karena e adalah suatu bilangan irasional. Akan tetapi mungkin untuk menghitung e sampai beberapa tempat desimal yang diinginkan. Pembaca boleh menggunakan kalkulator (atau komputer) untuk menghitung en dengan mengambil nilai n yang “besar” Latihan 3.3. 1. Misalkan x1 > 1 dan x n + 1 = 2 − 1 untuk n ≥ 2. Tunjukkan bahwa (xn) terbatas xn dan menoton. Tentukan limitnya. 2. Misalkan y1 = 1 dan yn+1 = 2 + y n . Tunjukkan bahwa (yn) konvergen dan tentu- kan limitnya. 3. Misalkan a > 0 dan z1 > 0, Definisikan zn+1 = (a + zn)1/2 untuk n∈N. Tunjukkan bahwa (zn) konvergen dan tentukan limitnya. 4. Misalkan x1 = a > 0 dan xn+1 = xn + 1/xn. Tentukan apakah (xn) konvergen atau divergen. 5. Misalkan (xn) barisan terbatas dan, untuk masing-masing n∈N, sn = sup{xk : k ≥ n} dan tn = inf{xk : k ≥ n}. Buktikan bahwa (sn) dan (tn) konvergen,. Juga buktikan bahwa bila lim (sn) = lim (tn), maka (xn) konvergen. [ lim (sn) disebut limit supe- rior dari (xn), dan lim (tn) disebut limit inferior dari (xn) ] 6. Misalkan (an) barisan tak turun, (bn) barisan tak naik dan misalkan an ≤ bn untuk semua n∈N. Tunjukkan bahwa lim (an) ≤ lim (bn), dan dari sini buktikan Teorema Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2. Analisis Real I 89 Aljabar Himpunan 7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A. Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (xn) dengan xn ∈ A untuk semua n∈N sehingga u = lim (xn). 8. Tentukan apakah barisan (yn) konvergen atau divergen, bila yn = 1 n +1 + 1 n+ 2 + ...+ 2n1 untuk n∈N. 9. Misalkan xn = 1 1 1 + 2 + L + 2 untuk n∈N. Buktikan bahwa (xn) tak turun dan 2 1 2 n terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ≥ 2, maka 1 1 1 1 ≤ = − ] 2 k( k - 1) k - 1 k k 10. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya. ( (a). 1 + ( (c). (1 + ) 1 n +1 n ; ) ); 1 n n +1 ( (b). 1 + ( (d). 1 − ) 1 2n n ) 1 n n ; . 11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 2 , dengan benar sampai 4 desimal. 12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 5 , dengan benar sampai 5 desimal. 13. Hitung en pada contoh 3.3.5 untuk n = 2, 4, 8, 16. 14. Gunakan kalkulator untuk menghitung en untuk n = 50 dan n = 100. 15. Gunakan Komputer untuk menghitung en untuk n = 1000. 3.4. Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass Dalam bagian ini kita akan memperkenalkan gagasan subbarisan dari barisan yang diberikan. Gagasan ini agak lebih umum daripada ekor barisan (yaitu dibahas pada 3.1.8) sering bermanfaat dalam membuktikan divergensi barisan. Kita juga akan membuktikan Teorema Bolzano-Weistrass, yang akan digunakan untuk memperkenalkan sejumlah hasil akibatnya. 3.4.1. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan dan r1 < r2 < ... < rn < ..., barisan bilangan asli yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh Analisis Real I 90 Pendahuluan (x r1 ) ,x r2 ,x r3 ,L ,x rn ,L disebut subbarisan dari X. 1 1 1 1 Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X = , , ,L , ,L . 1 2 3 n 1 1 1 1 ,L , , , ,L , 3 4 5 n+2 1 1 1 1 1 1 1 1 ,L , , , ,L , ,L . , , ,L , 1 3 5 2n -1 2 ! 4! 6! ( 2n)! 1 Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X = : n 1 1 1 1 1 1 1 1 1 , , , , , ,L , ,0, ,0, ,0,L . 2 1 4 3 6 5 1 3 5 Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan barisan yang ditentukan dengan r1 = m + 1, r2 = m + 2, ..., rn = m + n1... Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan. Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti yang akan kita tunjukkan berikut. 3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan real X = (xn) konvergen ke x, maka sebarang subbarisan dari X juga konvergen ke x. Bukti : Misalkan ε > 0 diberikan dan pilih bilangan asli Κ(ε) sedemikian sehingga jika n ≥ Κ(ε), maka x n − x < ε. Karena r1 < r2 <...< rn < ... adalah barisan bilangan real naik maka dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa rn ≥ n .Dari sini, bila n ≥ Κ(ε) kita juga mempunyai rn ≥ n ≥ Κ(ε) dengan demikian x rn − x < ε. Oleh karena itu su- ( ) barisan x rn juga konvergen ke x. 3.4.3 Beberapa contoh (a). lim (bn) = 0 bila 0 < b < 1. Analisis Real I 91 Aljabar Himpunan Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila xn = bn, maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(xn) = 0. Cara lain, kita melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka xn+1 = bn+1 < bn = xn dengan demikian (xn) adalah barisan turun. Jelas juga bahwa 0 ≤ xn ≤ 1, sehingga menurut Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (xn). Karena (x2n) subbarisan dari (xn) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x2n). Di lain pihak, karena x2n = b2n = (bn)2 = (xn)2, menurut Teorema 3.2.3 diperoleh x = lim (x2n) = [lim (xn)]2 = x2 Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (xn) barisan turun dan terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0. ( ) = 1 untuk c > 1. (b). lim c 1 n Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika zn = c1/n, maka zn > 1 dan zn+1 < zn untuk semua n∈N. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Zn) ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z2n). Di lain pihak, karena z2n = c 1 2n ( ) = c 1 n 1 2 = z n2 1 dan Teorema 3.2.10,maka z = lim( Z2n ) = ( lim( Z n )) 1 2 = z 2. 1 Karena itu z2 = z yang menghasilkan z = 0 atau z = 1. Karena Zn > 1 untuk semua n∈N, maka haruslah z = 1. Untuk kasus 0 < c < 1, kita tinggalkan sebagai latihan. Kegunaan subbarisan membuatnya mudah untuk menyajikan uji divergensi suatu barisan. 3.4.4. Kriterian Divergensi. Misalkan X = (xn) suatu barisan. maka pernyataan berikut ekivalen : (i) Barisan X = (xn) tidak konvergen ke x∈R. Analisis Real I 92 Pendahuluan (ii) Terdapat ε0 > 0 sehingga untuk sebarang k∈N, terdapat rk∈N sehingga rk ≥ k dan x rk − x ≥ ε0 ( ) (iii) Terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X = x rn dari X sehingga x rn − x ≥ 0 untuk semua n∈N. Bukti : (i) ⇒ (ii). Bila X = (xn) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε0 > 0 tidak mungkin memperoleh bilangan Κ(ε) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang k∈N tidak benar bahwa untuk semua n ≥ k sehingga x rk − x ≥ ε 0 . (ii) ⇒ (iii). Misalkan ε0 seperti pada (ii) dan misalkan r1∈N sehingga r1 ≥1 dan x r1 − x ≥ ε 0 . Sekarang misalkan r2∈N sehingga r2 > r1 dan x r2 − x ≥ ε 0 ; misalkan r3 > r2 dan x r3 − x ≥ ε0. dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X’ = ( x ) (x rn rn) dari X sehingga x rn − x ≥ ε0. ( ) (iii) ⇒ (i) Misalkan X = (xn) mempunyai subbarisan X’ = x rn memenuhi kondisi (iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menurut Teorema 3.4.2 subbarisan X’ juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin suku dari x’ termuat dilingkungan x0 dari x. 3.4.5. Beberapa contoh. ( (−1) ) divergen . Bila barisan X = (( −1) ) konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap sub(a). Barisan n n barisan dari X harus konvergen ke x. Karena terdapat subbarisan yang konvergen ke +1 dan sub-barisan yang lain konvergen ke -1, maka haruslah X divergen. (b). Barisan (1, 21 ,3, 14 ,...) divergen. [Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (yn), yang mana yn = n bila n ganjil, dan yn = Analisis Real I 1 bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak n 93 Aljabar Himpunan terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Secara alternatif, walaupun sub-barisan ( 12 , 1 4 , 1 6 ,...) dari Y konvergen ke 0, keseluru- han barisan Y tidak konvergen ke 0. Yaitu, terdapat subbarisan (3,5,7,...) dari Y yang berada di luar lingkungan -1 dari 0; karena itu Y tidak konvergen ke 0. Eksistensi Subbarisan Monoton Sementara tidak setiap barisan monoton, kita sekarang akan menunjukkan bahwa setiap barisan mempunyai sub-barisan monoton. 3.4.6. Teorema Subbarisan Monoton. Setiap barisan X = (xn) mempunyai subbarisan monoton. Bukti Untuk tujuan ini kita akan menyatakan suku ke-m xm merupakan puncak bila xm ≥ xn untuk semua n ≥ m. Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dua kasus. Kasus 1. X mempunyai sejumlah tak hingga puncak. Dalam kasus ini, kita mengururt puncak-puncak tersebut dengan indeks naik. Jad kita mempunyai puncak-puncak x m1 , x m 2 ,..., x m k ,... dengan m1 < m2 < ... < mk < ...,.Karena masing-masing suku tersebut puncak, kita mempunyai x m1 ≥ x m2 ≥ x m 3 ≥...≥ x m k ≥... ( ) Karenanya subbarisan x m k merupakan subbarisan tak naik dari X. Kasus 2. X mempunyai sejumlah hingga (mungkin nol) puncak. Misalkan puncakpuncak ini x m1 ,x m2 ,...,x m r ,... . Misalkan s1 = mr + 1 (indeks pertama setelah puncak terakhir) Karena x s1 bukan puncak, maka terdapat s2 > s1 sehingga x s2 > x s1 . Karena x s2 bukan puncak, maka terdapat s3 > s2, sehingga x s3 > x s2 . Bila kita ( ) meneruskan proses ini, kita peroleh subbarisan tak turun (bukan naik) x sn dari X. Teorema Bolzana Weierstrass 3.4.7. Teorema Bolzana-Weierstrass. Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan konvergen. Bukti Analisis Real I 94 Pendahuluan Mengikuti Teorema Subbarisan Monoton, maka barisan terbatas X = (xn) ( ) mempu-nyai subbarisan X’ = x sn monoton. Subbarisan inipun juga terbatas, se- ( ) hingga menururt Teorema Konvergensi Monoton X’ = x sn konvergen. Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan ((−1) ) n mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke +1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen. Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan barisan, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X”. Di sini dapat kita catat bahawa X” juga merupakan subbarisan dari X. 3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan x∈R yang mempunyai sifat bahwa setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke x. Bukti Misalkan M > 0, sehingga x n ≤ M untuk semua n∈N. Andaikan X tidak konvergen ( ) ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat ε0 > 0 dan subbarisan X’ = x rn dari X sehingga (#) x rn − x ≥ ε 0 , untuk semua n∈N. Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teorema Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen. Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menurut hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X” terletak di dalam lingkungan-ε0 dari x. Karena setiap suku dari X” juga merupakan suku dari X’, hal ini membawa kita ke suatu yang kontradiksi dengan (#) Latihan 3.4 1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen. Analisis Real I 95 Aljabar Himpunan 2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1, ( ) = 1. maka lim c 1 n 3. Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) dan barisan Z = (zn) didefenisikan dengan z1 = x1, z2 = y1, ... z2n-1 = xn, z2n = yn,.... Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya jika X dan Y konvergen dan lim X = lim Y. 4. Misalkan x n = n 1 n untuk n∈N. (a). Tunjukkan bahwa xn+1 < xn ekivalen dengan (1 + 1 n) < n, dan diduga bahwa n ketaksamaan ini benar untuk n ≥ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (xn) pada akhirnya tak naik dan η = lim (xn) ada. (b) Gunakan fakta subbarisan (x2n) juga konvergen ke x untuk menunjukkan bahwa x = x . Simpulkan x = 1 5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (xn) mempunyai subbarisan lagi yang konvergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0. 6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut : ( (a). (1 + 1 2n) (c). (1 + 1 n 2 ) 2 ) n2 ( ) (d). ((1 + ) ) (b). (1 + 1 2n) 2 n n n 7. Misalkan (xn) barisan terbatas dan untuk masing-masing n∈N sn = sup{xk: k ≥ n} dan s = inf{ sn : n∈N}. Tunjukkan bahwa terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s. 8. Misalkan bahwa xn ≥ 0 untuk semua n∈N dan lim ((−1) x ) n n ada. Tunjukkan bahwa (xn) konvergen. ( ) 9. Tunjukkan bahwa bila (xn) tak terbatas, maka terdapat subbarisan x n k sehingga 1 =0 lim xnk Analisis Real I 96 Pendahuluan 10. Bila xn = ( −1) n n , tentukan subbarisan (xn) yang dikonstruksi pada bukti kedua Teorema Bolzano-Weierstrass. 11. Misalkan (xn) barisan terbatas dan s = sup{ xn : n∈N }. Tunjukkan bahwa bila s ∉ {xn : n∈N}, maka terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s. 12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihilangkan. 3.5 Kriteria Cauchy Teorema Konvergensi Monoton sangat penting dan berguna, tetapi sayangnya hanya dapat diterapkan pada barisan monoton. Padahal sangat penting untuk memperkenalkan kriteria konvergensi yang tidak bergantung pada barisan monoton maupun nilai limitnya,seperti yang akan kita bahas berikut ini. 3.5.1 Definis.i Barisan X = (xn) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap ε > 0 terdapat H(ε)∈N sehingga bila m,n ≥ H(ε), maka xm dan xn memenuhi x n − x m < ε . Pembaca sebaiknya membandingkan definisi ini dekat dengan Teorema 3.1.6 (c) yang menyinggung konvergensi barisan x. Akan kita lihat bahwa barisan Cauchy ekivalen dengan barisan konvergen. Untuk membuktikannya kita akan tunjukkan terlebih dahulu bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy. 3.5.2. Lemma. Bila X = (xn) barisan konvergen, maka X barisan Cauchy. Bukti : Misalkan x = lim X, maka menurut Teorema 3.1.6(c) untuk sebarang ε > 0, terdapat Κ( 2ε )∈N sehingga x n − x < ε 2 untuk semua n ≥ Κ( 2ε ). Jadi, bila m,n ≥ Κ( 2ε ) maka xn − xm = ( xn − xm ) + ( x − xm ) ≤ xn − x + xm − x < ε 2 + ε 2 =ε Karena ε > 0 sebarang, maka (xn) barisan Cauchy. Analisis Real I 97 Aljabar Himpunan Untuk menunjukkan bahwa barisan Cauchy konvergen kita akan menggunakan hasil berikut. 3.5.3. Lemma. Barisan Cauchy terbatas. Bukti : Misalkan x barisan Cauchy dan ε = 1. Bila H = H(1) dan n ≥ H, maka x n − x H ≤ 1 . Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga kita mempunyai x n ≤ x H + 1 untuk n ≥ Η. Bila kita definisikan M = sup{ x1 , x 2 ,..., x H −1 , x H + 1 }, maka x n ≤ M untuk semua n∈N. 3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya jika merupakan barisan cauchy. Bukti : Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terbatas. Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ = ( x ) dari X yang konvergen ke x nk * suatu bilangan real. Kita akan melengkapi bukti dengan menunjukkan bahwa X konvergen ke x*. Karena X = (xn) barisan Cauchy, untuk sebarang ε > 0 terdapat H( 2ε )∈N sehingga bila m,n ≥ H( 2ε ) maka xn − xm < (*) Karena subbarisan X’ = ε 2 (x ) nk konvergen ke x*, maka terdapat bilangan asli K ≥ H( 2ε ) unsur dari {n1,n2,...} sehingga x K − x* < 2ε . Karena K ≥ H( 2ε ), dari (*) dengan m = K diperoleh x n − x k < 2ε , untuk n ≥ H( 2ε ) Analisis Real I 98 Pendahuluan Karena itu, bila n ≥ H( 2ε ), kita mempunyai ( x n − x * = ( x n − x K ) + x K − x* ) ≤ xn − xK + xK − x * < ε 2 + 2ε = ε Karena ε > 0 sebarang, maka lim (xn) = x*. Berikut kita lihat beberapa contoh aplikasi dari Kriteria Cauchy. 3.5.5. Beberapa Contoh 1 (a) Barisan konvergen. n Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada 3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita catat bahwa bila diberikan sebarang ε > 0. maka terdapat H = H(ε)∈N, sehingga H > ( 2ε ) (Mengapa?). Dari sini, bila m,n ≥ H, maka 1 1 1 1 2 − ≤ + ≤ <ε n m n m H 1 Karena ε > 0 sebarang, maka barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi n Cauchy barisan ini konvergen. (b). Misalkan X = (xn) didefinisikan dengan x1 = 1, x2 = 2 dan x n = 1 2 ( x n − 2 + x n −1 ) untuk n > 2. Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa 1 ≤ xn ≤ 2 untuk semua n∈N. Beberapa perhitungan menunjukkan bahwa barisan x tidak menoton. Tetapi, karena sukusukunya diperoleh dari rata-rata, mudah dilihat bahwa x n − x n +1 = 1 2 n −1 untuk n∈N (Buktikan dengan induksi) Jadi, bila m > n, kita dapat menggunakan ketaksamaan segitiga untuk memperoleh Analisis Real I 99 Aljabar Himpunan x n − x m ≤ x n − x n +1 + x n +1 − x n + 2 + ...+ x m −1 − x m = = 1 2 n −1 + 1 1 + ...+ m − 2 n 2 2 1 1 1 1 1 + +...+ m − n −1 < n − 2 n −1 2 2 2 2 Karena itu, bila diberikan ε > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga 1 ε < dan bila M ≥ n, maka x n − x m < ε . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan n 4 2 menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan x. Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi xn = 1 2 ( x n −1 + x n − 2 ) yang akan sampai pada kesimpulan x = 1 2 ( x + x) , yang memang benar, tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain. Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)] x 2n +1 = 1 + 1 1 1 + 3 +...+ 2n −1 2 2 2 2 1 =1 + 1 − n 3 4 Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X’ = 1 + 2 5 = . 3 3 (c) Misalkan Y = (yn) barisan dengan 1 1 1 1 1 ( −1) , y 2 = − ,L , y n = − + L + 1! 1! 2! 1! 2! n! n +1 y1 = ,L Jelaslah, Y bukan barisan monoton. Tetapi, bila m > n, maka n+2 n+ 3 m+1 −1) −1) −1) ( ( ( ym − yn = + +...+ . m! ( n + 1)! ( n + 2)! Karena 2r-1 ≤ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?) Analisis Real I 100 Pendahuluan ym − yn ≤ ≤ 1 1 1 + +...+ m! ( n + 1)! ( n + 2)! 1 1 1 1 + n +1 +...+ m −1 < n −1 . n 2 2 2 2 Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai y n − y ≤ 1 2 n-2 . dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- 1e ) 1 1 1 1 (d) Barisan + + +...+ divergen. 1 2 3 n Misalkan H = (hn) barisan yang didefinisikan dengan h n = tuk n∈N, hm − hn = yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila 1 1 1 + + L+ un1 2 n m > n, maka 1 1 + ...+ . n+1 m Karena masing-masing suku m-n ini melebihi 1 m-n n , maka h m − h n . > = 1− . m n m Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h2n − h n > 21 . Hal ini menunjukkan bahwa H bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen. 3.5.6. Definisi. Barisan X = (xn) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 < C < 1, sehingga x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n untuk semua n∈N. Bilangan C disebut konstanta barisan kontraktif tersebut. 3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya konvergen. Bukti : Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik langkah kerja kita untuk memperoleh : Analisis Real I 101 Aljabar Himpunan x n + 2 − x n +1 ≤ C x n +1 − x n ≤ C 2 x n − x n −1 ≤ C3 x n −1 − x n − 2 ≤ L ≤ C n x2 − x1 untuk m > n, kita mempunyai x m − x n ≤ x m − x m −1 + x m −1 − x m − 2 + ... + x n +1 − x n ≤ (Cm-2 + Cm-3 + ... + Cn-1)x2-x1 = Cn-1(Cm-n-1 + Cm-n-2 + ... + 1)x2 - x1 =C n-1 1 − Cm-1 x 2 − x1 1− C 1 ≤ Cn-1 x − x1 1 − C 2 Karena 0 < C < 1, maka lim(Cn) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (xn) barisan Cauchy, sehingga (xn) konvergen. Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua estimasi; pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan selisih xn-xn-1. 3.5.8. Akibat. Bila x = (xn) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x* = lim X, maka : C n −1 x 2 − x1 1− C C (ii). x* − x n ≤ x n − x n-1 1− C (i). x* − x n ≤ Bukti : Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka xm − xn ≤ C n-1 x 2 − x1 . Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita 1-C peroleh (i). Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n, maka x m − x n .≤ x m − x m −1 + ... + x n +1 − x n Analisis Real I 102 Pendahuluan Dengan induksi diperoleh x n + k − x n + k −1 ≤ C k x n − x n − 1 karenanya ( ) x m − x n ≤ Cm − n +...+ C2 + C x n − x n −1 Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii). 3.5.9. Contoh. Diketahui solusi dari x3 - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur iterasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x = 1 7 (x3 + 2) dan gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1, kemudian definisikan xn+1 = 1 7 (x 3 n ) + 2 , n∈N Karena 0< x1 < 1, maka 0< xn <1 untuk semua n∈N. (Mengapa?) lebih dari itu kita mempunyai (x ) (x 1 7 = 1 7 x 3n +1 − x 3n = 1 7 x 2n +1 + x n +1x n + x 2n x n +1 − x n ≤ 3 7 x n +1 − x n 3 n +1 +2 − 1 7 3 n +2 ) x n + 2 − x n +1 = Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (xn) = r. Bila kita menggunakan limit pada kedua sisi (terhadap n) pada xn+1 = 1 7 (r 3 1 7 ( x ) , diperoleh r = 3 n ) + 2 atau r 3 - 7r + 2 = 0. Jadi r merupakan solusi dari persamaan tersebut. Kita dapat mendekati nilai r dengan memilih x1 kemudian menghitung x2, x3, ..., secara berturut-turut. Sebagai contoh, bila kita memilih x1 = 0,5 kita peroleh (sampai sembilan tempat desimal) x2 = 0,303571429, x3 = 0,289710830, x4 = 0,289188016, x5 = 0,289169244, x6 = 0,289 168 571, dan seterusnya. Untuk mengesAnalisis Real I 103 Aljabar Himpunan timasi akurasi, kita catat bahwa x 2 − x1 < 0,2. Jadi, setelah langkah ke n menurut Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa x − x 6 * 35 243 ≤ 4 = < 0,0051 . Sebenarnya 7 (20) 48020 pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x 6 − x5 < 0,000005, menurut 3.5.8 (ii) maka x* − x 6 ≤ 3 4 x6 − x5 < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per- tama benar. Latihan 3.5 1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy. 2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy n + 1 (a). ; n 1 1 (b) 1 + +...+ . 2! n! 3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan Cauchy (a). ( (−1)n ) ; ( −1) n (b) n + n 4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn + yn) dan (xn yn) juga barisan Cauchy. 5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua n∈N. Tunjukkan bahwa (xn) pada akhirnya konstan. 6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan Cauchy. 7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n = 1 2 ( x n − 2 + x n −1 ) untuk n > 2, tunjuk- kan bahwa (xn) konvergen. Hitunglah limitnya. 8. Bila y1 < y2 sebarang bilangan real dan y n = 13 y n −1 + 23 y n − 2 untuk n > 2, hitunglah limitnya. 9. Bila 0 < r < 1 dan x n +1 − x n < r n untuk semua n∈N, tunjukkan bahwa (xn) barisan Cauchy. Analisis Real I 104 Pendahuluan 10. Bila x1 > 0 dan x n +1 = ( 2 + x n ) −1 untuk n ≥ 1, tunjukkan bahwa (xn) barisan kon- traktif. Tentukan limitnya. 11. Persamaan x3 - 5x + 1 = 0 mempunyai akar r antara 0 dan 1. Gunakan barisan kontraktif yang bersesuaian untuk menghitung r sampai 10-4. 3.6. Barisan-barisan Divergen Murni Untuk tujuan-tujuan tertentu dipandang baik sekali untuk mendefinisikan atau yang dimaksudkan dengan suatu barisan bilangan real (xn) yang “menuju ke ± ∞“. 3.6.1. Definisi. Misalkan (xn) suatu barisan bilangan real. (i). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke + ∞, dan ditulis lim (xn) = +∞, jika untuk setiap α∈R terdapat bilangan asli K(α) sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka xn > α. (ii). Kita katakan bahwa (xn) menuju ke - ∞, dan ditulis lim (xn) = - ∞, jika untuk setiap β∈R terdapat bilangan asli K(β) sedemikian sehingga jika n ≥ K(β), maka xn < β. Kita katakan bahwa (xn) divergen murni dalam hal kita mempunyai lim (xn) = +∞ dan (xn) = - ∞. 3.6.2. Contoh-contoh (a). lim (n) = + ∞. Kenyataannya, jika diberikan α∈R, misal K(α) sebarang bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α. (b). lim (n2) = + ∞. Jika K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α, dan jika n ≥ K(α) maka kita mempunyai n2 ≥ n > α. (c). Jika c > 1, maka lim (cn) = + ∞ Misalkan c = 1 + b, dimana b > α, Jika diberikan α∈R, misal K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α . Jika n ≥ K(α) maka menurut ketaksamab an Bernoulli Analisis Real I 105 Aljabar Himpunan cn = (1 + b)n ≥ 1 + nb > 1+ α > α. Oleh karena itu lim (cn) = + ∞. Barisan-barisan monoton khususnya adalah sederhana dalam memandang konvergennya. Kita telah melihat dalam Teorema Konvergensi Monoton 3.2.2 bahwa suatu barisan monoton adalah konvergen jika dan hanya jika terbatas. Hasil berikut adalah suatu reformulasi dari hasil tersebut di atas. 3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan hanya jika barisan tersebut tidak terbatas. (a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = +∞ (b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = -∞ Bukti : (a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (xn) terbatas, maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang α∈R terdapat n(α)∈N sedemikian sehingga α < xn(α). Tetapi karena (xn), kita mempunyai α < xn untuk semua n ≥ n(α). Karena α sebarang, maka berarti lim (n) = + ∞. Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa. “Teorema perbandingan” berikut senantiasa akan dipergunakan dalam menunjukkan bahwa suatu barisan divergen murni. [Pada kenyataannya, tidak digunakan secara implisit dalam contoh 3.6.2 (c)]. 3.6.4. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real dan anggaplah bahwa (*) xn ≤ yn untuk semua n∈N. (a). Jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞. (b). Jika lim (yn) = - ∞, maka lim (xn) = - ∞. Bukti : (a) Jika lim (xn) = + ∞, dan jika diberikan α∈R, maka terdapat bilangan asli K(α) sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka α < xn. Mengingat (*), berarti α < yn untuk semua n ≥ K(α). Karena α sebarang, maka ini menyatakan bahwa lim (yn) = + ∞. Analisis Real I 106 Pendahuluan Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara yang serupa. Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika terdapat m ∈ Ν sedemikian sehingga xn ≤ yn untuk semua n ≥ m. (b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (yn) = + ∞, tidak mesti berlaku bukan lim (xn) = + ∞. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (xn) = - ∞, belum tentu berlaku lim (yn) = - ∞. Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ∞ [atau ke -∞] kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari [atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita ketahui bahwa menuju ke + ∞ [atau ke - ∞]. Karena kadang-kadang sangat sulit untuk memperlihatkan ketaksamaan sebagaimana (*), maka “Teorema Perbandingan Limit” berikut masing-masing lebih tepat untuk digunakan daripada Teorema 3.6.4. 3.6.5. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan anggaplah bahwa untuk suatu L∈R, L > 0, kita mempunyai x lim n = L yn (#) Maka lim (xn) = + ∞ jika dan hanya jika lim (yn) = + ∞ Bukti : Jika (#) berlaku, maka terdapat K∈N sedemikian sehingga 1 2 L < xn < yn Dari sini kita mempunyai 3 2 L untuk semua n ≥ K ( 21 L)y n < x n < ( 23 L)y n untuk semua n ≥ K. Sekarang ke- simpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan untuk dikerjakan oleh pembaca. Pembaca dapat menunjukkan bahwa konklusi tidak perlu berlaku jika L = 0 atau L = + ∞. Akan tetapi ada suatu hasil parsial belum dapat ditunjukkan dalam kasus-kasus ini, seperti telah diperlihatkan dalam latihan. Latihan 3.6. 1. Tunjukkan bahwa jika (xn) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem barisannya yang divergen murni. Analisis Real I 107 Aljabar Himpunan 2. Berikan contoh dari barisan-barisan (xn) dan (yn) yang divergen murni dengan yn ≠ 0 untuk semua n∈N sedemikian sehingga x (a) n konvergen yn x (b) n divergen murni yn 3. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua n∈N, maka lim (xn) = 0 jika dan hanya 1 jika lim = + ∞ xn 4. Perlihatkan kedivergenan murni dari barisan-barisan berikut : ( n) (c). ( n − 1) (a). (b). ( n +1 ) n (d). n +1 5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ? 6. Misalkan (xn) divergen murni dan misalkan (yn) barisan sedemikian sehingga lim (xnyn) masuk ke R. Tunjukkan bahwa (yn) konvergen ke 0. 7. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim xn =0 yn (a) Tunjukkan bahwa jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞ (b) Tunjukkan bahwa jika (yn) terbatas, maka lim (xn) = 0 8. Selidikilah bahwa kekonvergenan atau kedivergenan dari barisan-barisan berikut : (a). ( n2 −2 ) n2 + 1 (c). n n (b) 2 n +1 ( (d) sin n ) 9. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim 1 =+∞ xn (a) Tunjukkan bahwa jika lim (yn) = + ∞, maka lim (yn) = + ∞ Analisis Real I 108 Pendahuluan (b) Tunjukkan bahwa jika (xn) terbatas, maka lim (xn) = 0 a 10. Tunjukkan bahwa jika lim n = L , dimana l > 0, maka lim ( a n ) = + ∞. n Analisis Real I 109 Aljabar Himpunan BAB 4 LIMIT-LIMIT Secara umum, “Analisis secara matematika” merupakan dasar matematika yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari suatu barisan bilangan real. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya pengertian limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal 4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering dipergunakan. 4.1. Limit-limit Fungsi Pada pasal ini kita akan mendefinisikan pengertian penting dari limit suatu fungsi. Pembaca akan memperoleh pengertian yang paralel dengan definisi limit suatu barisan. Gagasan secara intuisi dari suatu fungsi yang mempunyai limit L pada c adalah bahwa nilai f(x) sangat dekat dengan L untuk x yang sangat dekat dengan c. Akan tetapi kita perlu mempunyai teknik-teknik pengerjaan dengan gagasan “dekat sekali”, dan ini memerlukan penggunaan pengertian lingkungan dari suatu titik. Jadi pernyataan: “fungsi f mendekati L pada c” berarti bahwa nilai f(x) akan terletak dalam sebarang lingkungan-ε yang diberikan dari L, asalkan kita mengambil x dalam lingkungan-δ dari c yang cukup kecil, dimana x ≠ c. Pemilihan δ akan bergantung pada ε yang diberikan. Kita tidak ingin terpengaruh dengan nilai dari f(c) pada c, karena Analisis Real I 110 Pendahuluan kita hanya ingin memandang “kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titiktitik yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c. Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan alasan untuk definisi berikut. 4.1.1. Definisi. Misalkan A⊆R. Suatu titik c∈R adalah titik cluster dari A jika setiap lingkungan-δ Vδ(c) = (c-δ,c+δ) dari c memuat aling kurang satu titik dari A yang berbeda dengan c. Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan adalah bahwa adanya titik-titik dalam Vδ(c)∩A yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari A. 4.1.2. Teorema. Suatu bilangan c∈R merupakan titik cluster dari A⊆R jika dan hanya jika terdapat barisan bilangan real (an) dalam A dengan an ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga lim (an) = c. Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n) V1/n(c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik yang dimaksud adalah an, maka an∈A, an ≠ c, dan lim (an) = c. Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an) dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka untuk sebarang δ>0 terdapat bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n≥K(δ), maka an∈Vδ(c). Oleh karena itu lingkungan-δ dari c Vδ(c) memuat titik-titik an, n≥K(δ), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c. Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu, suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster. Analisis Real I 111 Aljabar Himpunan 4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tutup [0,1] merupakan titik cluster dari A1. Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster dari A1, messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A1. Semua titik dalam A1 adalah titik cluster dari A1 (mengapa ?) (b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?) (c) Himpunan tak berhingga N tidak mempunyai titik cluster. (d) Himpunan A4 = {1/n : n∈N} hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya. Tidak satu pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A4. (e) Himpunan A5 = I∩Q yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam interval tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I merupakan titik cluster dari A5. Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik cluster domainnya. Definisi Limit Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu titik. y f ( Lo ( Diberikan Vε(L) o c ( ( x Ada V δ(c) Gambar 4.1 1. Limit dari f pada c adalah L Analisis Real I 112 Pendahuluan 4.1.4 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A → R, dan c suatu titik cluster dari A. Kita katakan bahwa suatu bilangan real L merupakan limit dari f pada c jika diberikan sebarang lingkungan-ε dari L Vε(L), terdapat lingkungan-δ dari c Vδ(c) sedemikian sehingga jika x ≠ c sebarang titik dari Vδ(c)∩A, maka f(x) termasuk dalam Vε(L). (Lihat Gambar 4.1.1) Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa f konvergen ke L pada c. Sering dituliskan L = lim f x→ c atau L = lim f ( x ) x→ c Kita juga mengatakan bahwa “f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau “f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol F(x) → L sebagaimana x→c juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f diver- gen pada c. Teorema berikut memberikan jaminan kepada kita akan ketunggalan limit suatu fungsi, jika limit dimaksud ada. Ketunggalan limit ini bukan merupakan bagian dari definisi limit, akan tetapi merupakan fakta yang harus dibuktikan. 4.1.5. Teorema. Jika f : A → R dan c suatu titik cluster dari A, maka f hanya dapat mempunyai satu limit pada c. Bukti. Andaikan kontradiksi, yaitu terdapat bilangan real L’ ≠ L” yang memenuhi definisi 4.1.4. Kita pilih ε>0 sedemikain sehingga lingkungan-ε Vε(L’) dan Vε(L”) saling lepas. Sebagai contoh, kita dapat mengambil sebarang ε yang lebih kecil dari ½L’ – L”. Maka menurut definisi 4.1.4, terdapat δ’ > 0 sedemikian sehingga jika x sebarang titik dalam A∩Vδ’(c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam Vε(L’). Secara serupa, terdapat δ” > 0 sedemikain sehingga jika x sebarang titik dalam A∩Vδ”(c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam Vε(L”). Sekarang ambil δ = min {δ’,δ”}, dan misalkan Vδ(c) lingkungan-δ dari c. Karena c titik cluster dar A, maka Analisis Real I 113 Aljabar Himpunan terdapat paling sedikit satu titik x0 ≠ c sedemikian sehingga x0∈A∩Vδ(c). Akibatnya, f(x0) mesti termasuk dalam Vε(L’) dan Vε(L”), yang mana kontradiksi dengan fakta bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’ ≠ L” merupakan limitlimit f pada c menimbulkan kontradiksi. Kriteria ε-δ δ untuk Limit Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4 dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi. 4.1.6 Teorema. Misalkan f : A → R dan c suatu titik cluster dari A; maka (i) lim f = L jika dan hanya jika (ii) untuk sebarang ε > 0 terdapat suatu δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x∈A x→ c dan 0 < x - c < δ(ε), maka f(x) - L < ε. Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberikan ε > 0 sebarang, terdapat δ = δ(ε) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A yang merupakan unsur dalam lingkungan-δ dari c Vδc), x ≠ c, nilai f(x) termasuk dalam lingkungan-ε dari L Vε(L). Akan tetapi, x∈Vδ(c) dan x≠c jika dan hanya jika 0 < x - c < δ. (Perhatikan bahwa 0 < x - c adalah cara lain untuk menyatakan bahwa x ≠ c). Juga, f(x) termasuk dalam Vε(L) jika dan hanya jika f(x) – L < ε. Jadi jika x∈A memenuhi 0 < x - c< δ, maka f(x) memenuhi f(x) - L <ε. (ii) ⇒ (i) Jika syarat yang dinyatakan dalam (ii) berlaku, maka kita ambil lingkunganδ Vδ(c) = (c - δ,c + δ) dan lingkungan-ε Vε(L) = (L - ε,L + ε). Maka syarat (ii) berakibat jika x masuk dalam Vδ(c), dimana x∈A dan x≠c, maka f(x) termasuk dalam Vε(L). Oleh karena itu, menurut definisi 4.1.4, f mempunyai limit L pada c. Sekarang akan memberikan beberapa contoh untuk menunjukkan bagaimana Teorema 4.1.6. sering dipergunakan. Analisis Real I 114 Pendahuluan 4.1.7. Contoh-contoh.. (a) lim b = b. x→ c Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua x∈R; kita claim bahwa lim f = b. Memang, diberikan ε > 0, misalkan δ = 1. Maka jika 0 <x - c< 1, x→ c kita mem[unyai f(x) - b = b - b = 0 < ε. Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan dari 4.1.6(ii) bahwa lim f = b. x→ c (b). lim x = c. x →c Misalkan g(x) = x untuk semua x∈R. Jika ε > 0 misalkan δ(ε) = ε. Maka jika 0 <x - c < δ(ε), maka secara triviaal kita mempunyai g(x) - c = x - c < ε. Karena ε > 0 sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa lim g = c. x→ c (c). lim x 2 = c2. x→ c Misalkan h(x) = x2 untuk semua x∈R. Kita ingin membuat selisih h(x) – c2 = x2 – c2 lebih kecil dari suatu ε > 0 yang diberikan dengan pengambilan x yang cukup dekat dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x2 – c2 = (x – c)(x + c). Selain itu, jka x c < 1, makaa x ≤ c + 1 dengan demikian x + c ≤ x + c ≤ 2c + 1. Oleh karena itu, jika x - c < 1, kita mempunyai (*) x2 – c2 = x – cx + c ≤ (2c + 1)x - c Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari ε asalkan kita mengambil x - c < ε/(2c + 1). Akibatnya, jika kita memilih ε δ(ε) = inf 1, , 2 c + 1 maka jika 0 <x - c < δ(ε), pertama akan berlaku bahwa x - c < 1 dengan demikian (*) valid, dan oleh karena itu, karena x - c < ε/(2c + 1) maka x2 – c2 < ε/(2c + 1)x - c < ε. Analisis Real I 115 Aljabar Himpunan Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim h(x) = lim x 2 = c2. x→ c (d) lim x →c x→ c 1 1 = , jika c > 0. x c Misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan bahwa lim ϕ = 1/c kita ingin membuat selisih x →c ϕ (x ) − 1 1 1 = − x c c lebih kecil dar ε >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0. Pertama kita perhatikan bahwa 1 1 1 (c − x ) = 1 x − c − = x c cx cx untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala suatu lingkungan c. Khususnya, jika x - c < 1 2 c, maka 1 2 c<x< 3 2 c (mengapa?), dengan demikian 0< 1 2 < 2 untuk x - c < cx c 1 2 c. Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai (#) ϕ (x ) − 2 1 < 2 x−c . c c Agar suku terakhir lebih kecil dar ε, maka cukup mengambil x – c < 1 2 c2ε. Akibatnya, jika kita memilih δ(ε) = inf{ 12 c, 1 2 c2ε}, maka jika 0 < x - c < δ(ε), pertama yang berlaku bahwa x - c < demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena x – c < ϕ (x ) − Analisis Real I 1 2 1 2 c dengan c2ε maka berlaku 1 1 1 = − < ε. x c c 116 Pendahuluan Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim ϕ (x) = lim x →c (e). lim x →c x →c 1 1 = . x c x3 − 4 4 = x2 + 1 5 Misalkan ψ(x) = (x3 – 4)/(x2 + 1) untuk x∈R. Maka sedikit manipulasi secara aljabar memberikan 5 x3 − 4 x 2 − 24 4 = ψ (x ) − 5 5 x2 + 1 ( = ) 5 x 2 + 6 x − 12 ( ) 5 x2 + 1 x - 2 Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien x - 2, kita membatasi x dengan syarat 1 < x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x2 + 6x + 12 ≤ 5(32) + 6(3) + 12 =75 dan 5(x2 + 1) ≥ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian ψ (x ) − 75 15 4 ≤ x - 2 = x - 2. 10 2 5 Sekarang diberikan ε > 0, kita pilih 2 δ(ε) = inf 1, ε . 15 Maka jika 0 <x - 2 < δ(ε), kita mempunyai ψ(x) – (4/5) ≤ (15/2)x - 2 ≤ ε. Karena ε > 0 sebarang, maka contoh (e) terbukti. Kriteria Barisan Untuk Limit Berikut ini merupakan formulasi penting dari limit suatu fungsi dalam kaitannya dengan limir suatu barisan. Karakterisasi ini memungkinkan teori-teori pada bab3 dapat dipergunakan untuk mempelajari limit-limit fungsi. 4.1.8. Teorema. (Kriteria Barisan) Misalkan f : A → R dan c suatu titik cluster dari A; maka : (i) lim f = L x →c Analisis Real I jika dan hanya jika 117 Aljabar Himpunan (ii) untuk sebarang barisan (xn) dalam A yang konvergen ke c sedemikian sehingga x ≠ c untuk semua n∈N, barisan (f(xn)) konvergen ke L. Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (xn) barisan dalam A dengan lim( xn ) = c dan xn ≠ c untuk semua n∈N. Kita mesti memx →c buktikan bahwa barisan (f(xn)) konvergen ke L. Misalkan diberikan ε > 0 sebarang. Maka dengan kriteria ε-δ 4.1.6, terdapat δ > 0 sedemikian sehingga jika x memenuhi 0 <x - c < δ, dimana x∈A maka f(x) memenuhi f(x) - L < ε. Sekarang kita akan menggunakan definisi kekonvergenan barisan untuk δ yang diberikan untuk memperoleh bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n > K(δ) maka xn – c < δ. Akan tetapi untuk setiap xn yang demikian kita mempunyai f(xn) - L < ε. Jadi, jika n > K(δ), maka f(xn) - L < ε. Oleh karena itu, barisan (f(xn)) konvergen ke L. (ii) ⇒ (i). [Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar, maka terdapat suatu lingkungan-ε0 dari L, Vε 0 (L ) , sedemikian sehingga lingkunga-δ apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu xδ dalam A∩Vδ(c) dengan xδ ≠ c sedemikian sehingga f(xδ)∉ Vε 0 (L ) . Dari sini untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n) dari c memuat suatu bilangan xn sedemikian sehingga 0 <xn - c < 1/n dan xn∈A, tetapi sedemikian sehingga f(xn) - L ≥ ε0 untuk semua n∈N. Kita menyimpulkan bahwa barisan (xn) dalam A\{c} konvergen ke c, tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke L. Oleh karena itu kita telah menunjukkan bahwa jika (i) tidak benar, maka (ii) juga tidak benar. Kita simpulkan bahwa (ii) menyebabkan (i). Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit fungsi dapat diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan barisan yang bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika (xn) sebarang barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn2) konvergen ke c2. Oleh Analisis Real I 118 Pendahuluan karena itu dengan kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x2 mempuntai limit lim h( x) = c2. x →c Kriteria Kedivergenan Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan tertentu bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi dari pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk dikerjakan oleh pembaca. 4.1.9. Kriteria Divergensi. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. (a). Jika L∈R, maka f tidak mempunyai limit L pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (xn) dalam A dengan xn ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga barisan (xn) konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke L. (b). Fungsi f tidak mempunyai limit pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (xn) dalam A dengan xn ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga barisan (xn) konvergen ke c tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen dalam R. Berikut ini diberikan beberapa aplikasi dari kriteria divergensi untuk menunjukkan bagaimana kriteria itu dapat dipergunakan. 4.1.10. Contoh-contoh. (a). lim (1 / x ) tidak ada dalam R. x →0 Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi, disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) gagal berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (xn) dengan xn = 1/n untuk n∈N, maka lim (xn) = 0, tetapi ϕ(xn) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa barisan (ϕ(xn)) = (n) tidak konvergen dalam R, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini, dengan teorema 4.1.9(b), lim (1 / x ) tidak ada dalam R. [Akan tetapi, lihat contoh x →0 4.3.9(a).] Analisis Real I 119 Aljabar Himpunan (b) lim sgn ( x ) tidak ada. x →0 1 ( . 0 ) -1 Gambar 4.1.2 Fungsi Signum Misalkan fungsi signum didefinisikan dengan + 1, untuk x > 0 sgn (x) = 0, untuk x = 0 − 1, untuk x < 0 Perhatikan bahwa sgn(x) = x/x untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.2) Kita akan menunjukkan bahwa sgn tidak mempunyai limit pada x = 0. Kita akan mengerjakan ini dengan menunjukkan bahwa terdapat barisan (xn) sedemikian sehingga lim(xn) = 0, tetapi sedemikian sehingga (sgn(xn)) tidak konvergen. Misalkan xn = (-1)n/n untuk n∈N dengan demikian lim(xn) = 0. Akan tetapi , karena sgn (xn) = (-1)n untuk n∈N, maka dari Contoh 3.4.5(a), (sgn(xn)) tidak konvergen. Oleh karena itu lim (1 / x ) tidak x →0 ada. (c) lim sin (1 / x ) tidak ada dalam R. x →0 Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan (xn) dan (yn) dengan xn ≠ 0 dan yn ≠ 0 untuk semua n∈N dan sedemikian sehingga lim Analisis Real I 120 Pendahuluan (xn) = 0 = lim (yn), tetapi sedemikian sehingga lim (g(xn)) ≠ lim (g(yn)). Mengingat Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan lim g tidak ada. (Jelaskan mengapa.) x →0 Gambar 4.1 3. Grafik f(x) = sin(1/x), x ≠ 0 Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa sin t = 0 jika t = nπ untuk n∈Z, dan sin t = +1 jika t = ½π + 2πn untuk n∈Z. Sekarang missalkan xn = 1/nπ untuk n∈N; maka lim (xn) = 0 dan g(xn) = 0 untuk semua n∈N, dengan demikian lim (g(xn)) = 0. Di pihak lain, misalkan yn = (½π + 2πn)-1 untuk n∈N; maka lim (yn) = 0 dan g(yn) = sin (½π + 2πn) = 1 untuk semua n∈N, dengan demikian lim (g(yn)) = 1. Kita simpulkan bahwa lim sin (1 / x ) tidak ada. x →0 Soal-soal Latihan 1. Tentukan suatu syarat pada x - 1 yang akan menjamin bahhwa : (a) x2 - 1 < ½, (b) x2 - 1 < 1/103 (c) x2 - 1 < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan, (d) x3 - 1 < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan. Analisis Real I 121 Aljabar Himpunan 2. Misalkan c suatu titik cluster dari A⊆R dan f : A → R. Buktikan bahwa lim f (x ) = x →0 L jika dan hanya jika lim f (x ) − L = 0. x →0 3. Misalkan f : R → R, dan c∈ R. Tunjukkan bahwa lim f (x ) = L jika dan hanya jika x →c lim f (x + c ) = L. x →0 4. Misalkan f : R → R, I⊆ R suatu interval buka, dan c∈I. Jika f1 merupakan pembatasan dari f pada I, tunjukkan bahwa f1 mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c dan tunjukkan pula bahwa lim f = lim f1 . x →c x →c 5. Misalkan f : R → R, J⊆ R suatu interval tutup, dan c∈J. Jika f2 merupakan pembatasan dari f pada I, tunjukkan bahwa jika f mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f2 mempunyai suatu limit pada c. Tunjukkan bahwa tidak berlaku bahwa jika f2 mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c. 6. Misalkan I = (0,a), a > 0, dan misalkan g(x) = x2 untuk x∈I. Untuk sebarang x,c dalam I, tunjukkan bahwa g(x) – c2 ≤ 2ax - c. Gunakan ketaksamaan ini untuk membuktikan bahwa lim x 2 = c2 untuk sebarang c∈I. x →c 7. Misalkan I⊆ R suatu interval, f : I → R, dan c∈I. Misalkan pula terdapat K dan L sedemikian sehingga f(x) - L≤Kx - c untuk x∈I. Tunjukkan bahwa lim f = L. x →c 8. Tunjukkan bahwa lim x 3 = c3 untuk sebarang c∈ R. x →c 9. Tunjukkan bahwa lim x →c x = c untuk sebatang c ≥ 0. 10. Gunakan formulasi ε-δ dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk memperlihatkan berikut : (a) lim 1 x→2 1 − x = -1 (x > 1), x2 (c) lim = 0 (x ≠ 0), x →0 x (b) lim x x →1 1 + x = 1 (x > 0), 2 x2 − x + 1 1 (d) lim = (x > 0). x →1 x +1 2 11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam R: Analisis Real I 122 Pendahuluan (a) lim x→ 0 1 (x > 0), x2 (c) . lim ( x + sgn ( x )) , x →0 (b) lim x →0 1 (x > 0), x 1 (x ≠ 0). 2 x (d) lim sin x →1 12. Misalkan fungsi f : R → R mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika g : R → R didefinisikan oleh g(x) = f(ax) untuk x∈R, tunjukkan bahwa lim g = L. x →0 13. Misalkan c titik cluster dari A⊆ R dan f : A → R sedemikian sehingga lim x→ c ( f ( x ))2 = L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f ( x ) = 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa x →c jika L ≠ 0, maka f bisa mungkin tidak mempunyai suatu limit pada c. 14. Misalkna f : R → R didefinisikan oleh f(x) = x jika x rasional, dan f(x) = 0 jika x irasional. Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan untuk menunjukkan bahwa jika c ≠ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c. 4.2. Teorema-teorema Limit Sekarang kita akan memperlihatkan hasil-hasil yang dipergunakan dalam menentukan limit fungsi. Hasil-hasil ini serupa dengan teorema-teorema limit untuk barisan.yang telah diperlihatkan pada Pasal 3.2. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus hasil-hasil ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.1.8 dan hasil-hasil dari Pasal 3.2. Secara alternatif, hasil-hasil dalam Pasal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan argumen ε-δ yang sangat serupa untuk hal yang sama dalam Pasal 3.2. 4.2.1 Definisi. Misalkan A⊆ R, f : R → R, dan c∈R suatu titik cluster dari A. Kita mengatakan bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c jika terdapat lingkungan-δ dari c Vδ(c) dan suatu konstanta M > 0 sedemikian sehingga kita mempunyai f(x) ≤ M untuk semua x ∈ A∩Vδ(c). 4.2.2 Teorema Jika A⊆ R dan f : A → R mempunyai suatu limit pada c∈ R, maka f terbatas pada suatu lingkungan dar c. Analisis Real I 123 Aljabar Himpunan Bukti. Jika L = lim f ( x) , maka oleh Teorema 4.1.6, dengan ε = 1, terdapat δ x→ c > 0 sedemikian sehingga jika 0 <x - c < δ, maka f(x) - L < 1; dari sini (oleh Teorema Akibat 2.3.4(a)), f(x) - L ≤ f(x) - L < 1. Oleh karena itu, jika x∈A∩Vδ(c), x≠c, maka f(x) ≤ L + 1. Jika c∉A, kita ambil M = L+ 1, sedangkan jika c∈A kita ambil M = sup{f(c),L+1}. Ini berarti bahwa jika c∈A∩Vδ(c), maka f(x) ≤ M. Ini menunjukkan bahwa f terbatas pada Vδ(c) suatu lingkungan-δ dari c. Definisi berikut serupa dengan definisi 3.1.3 untuk jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi barisan-barisan. 4.2.3 Definisi Misalkan A⊆R dan misalkan pula f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R. Kita mendefinisikan jumlah f + g, selisih f – g, dan ha- sil kali fg pada A ke R sebagai fungsi-fungsi yang diberikan oleh (f + g)(x) = f(x) + g(x), (f - g)(x) = f(x) - g(x), (fg)(x) = f(x)g(x), untuk semua x∈A. Selanjutnya, jika b∈R, kita definisikan kelipatan bf sebagai fungsi yang diberikan oleh (bf)(x) = bf(x) untuk semua x∈A. Akhirnya, jika h(x) ≠ 0 untuk x∈A, kita definisikan hasil bagi f/h adalah fungsi yang didefinisikan sebagai f (x ) f ( x ) = h( x ) h untuk semua x∈A. 4.2.4 Teorema. Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi pada A ke R, dan c∈R titik cluster dari A. Selanjutnya, misalkan b∈R. (a) Jika lim f = L dan lim g = M, maka x→ c x→ c lim( f + g ) = L + M, lim ( f − g ) = L x →c x →c M, Analisis Real I 124 Pendahuluan lim ( fg ) = LM, x→c lim (bf ) = bL. x→ c (b) Jika h : A → R, h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, dan jika lim h = H x→ c ≠ 0, maka f L lim = . x → c h H Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat serupa dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misalkan (xn) sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga xn ≠ c untuk semua n∈N,dan c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa Lim (f(xn)) = L, lim (g(xn)) = M. Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan (fg)(xn) = f(xn)g(xn) untuk semua n∈N. Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan Lim ((fg)(xn)) = lim (f(xn)g(xn)) = (lim f(xn)) (lim (g(xn))) = LM. Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca. Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat bahwa H = lim h ≠ 0. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka x→ c lim x →c f (x ) h( x ) tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitungnya. (2) Misalkan A∈R, dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk cluster dari A. Jika Lk = Analisis Real I lim f k untuk k = 1,2, …, n, x→ c 125 Aljabar Himpunan maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa L1 + L2 + … + Ln = lim ( f1 + f 2 + L + f n ) x →c dan L1 · L2 · … · Ln = lim ( f1 ⋅ f 2 ⋅ L ⋅ f n ) x →c (3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L = lim f dan n∈N, maka x→ c Ln = lim ( f ( x ))n x →c 4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini bahwa karena lim x = c, maka lim x 2 = c2, dan jika c > 0, maka x→c lim x →c x→ c 1 1 = . x c (b) lim (x2 + 1)(x3 – 4) = 20 x→2 Berdasarkan Teorema 4.2.4, kita peroleh bahwa lim (x2 + 1)(x3 – 4) = ( lim (x2 + 1))( lim (x3 – 4)) x→2 x→2 x→2 = 5(4) = 20. x3 − 4 4 = . (c) lim 2 x→2 x + 1 5 Jika kita menggunakan Teorema 4.2.4(b), maka kita mempunyai ( ( ) ) x3 − 4 4 x3 − 4 lim x → 2 = = . lim 2 x →2 x + 1 lim x 2 + 1 5 x→2 ( ) Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim x 2 + 1 = 5] tidak sama denx →2 gan 0, maka Teorema 4.2.4(b) dapat dipergunakan. x2 − 4 4 = . (d) lim x →2 3x − 6 3 Analisis Real I 126 Pendahuluan Jika kita misalkan f(x) = x2 – 4 dan h(x) = 3x – 6 untuk x∈R, maka kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk meneghitung lim (f(x)/h(x)) sebab x →2 H = lim h( x ) = lim (3 x − 6 ) x →2 x→2 = 3 lim x - 6 = 3(2) – 6 = 0 x→2 Akan tetapi, jika x ≠ 2, maka berarti bahwa x 2 − 4 ( x − 2 )( x + 2 ) 1 = = 3 (x + 2). 3x − 6 3( x − 2 ) Oleh karena itu kita mempunyai x2 − 4 = lim 1 ( x + 2 ) = lim 3 x →2 3x − 6 x →2 = 13 (2 + 2) = 1 3 lim x + 2 x →2 4 3 Perhatikan bahwa fungsi g(x) = (x2 – 4)/(3x – 6) mempunyai limit pada x = 2 meskipun tidak terdefinisi pada titik tersebut. (e) lim x →0 1 tidak ada dalam R. x Tentu saja lim 1 = 1 dan H = lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak x →0 x →0 dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim x →0 1 . Kenyataannya, x seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi ϕ(x) = 1/x tidak mempunyai limit pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi ϕ(x) = 1/x tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?) (f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p ( x) = p(c). x→ c Misalkan p fungsi polinimial pada R dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x + a0 untuk semua x∈R. Menurut Teorema 4.2.4 dan fakta bahwa lim x k = x→ c ck, maka [ lim p ( x) = lim an x n + an −1x n −1 + L + a1x + a0 x→ c Analisis Real I x →c ] 127 Aljabar Himpunan = lim (an x n ) + lim (an −1x n −1 ) + … + lim (a1x) + lim a0 x →c x →c x→ c x→ c = ancn + an-1cn-1 + … + a1c + a0 = p(c). Dari sini lim p ( x) = p(c) untuk ssebarang fungsi polinomial p. x→ c (g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q(c) ≠ 0, maka lim x →c p ( x) p (c ) . = q ( x ) q (c ) Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan real α1, α2, … ,αm [pembuat nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(αj) = 0 dan sedemikian sehingga jika x∉{α1, α2, …, αm} maka q(x) ≠ 0. Dari sini, jika x∉{α1, α2, …, αm} kita dapat mendefinisikan r(x) = p(x ) . q(x ) Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ≠ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa lim q ( x ) = q(c). ≠ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk x →c menyimpulkan bahwa lim x →c p ( x) p (c ) p ( x) lim = x→c = . q ( x ) lim q ( x ) q (c ) x →c Hasil berikut adalah suatu analog langsung dari Teorema 3.2.6. 4.2.6 Teorema Misalkan A⊆R. f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. Jika a ≤ f(x) ≤ b untuk semua x∈A, x ≠ c, dan jika lim f ada, maka a ≤ lim f ≤ b. x →c x →c Bukti. Jika L = lim f , maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (xn) sebarang x →c barisan bilangan real sedemikain sehingga c≠ xn∈A untuk semua n∈N dan jika bari- Analisis Real I 128 Pendahuluan san (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke L. Karena a ≤ f(xn) ≤ b untuk semua n∈N, berarti menurut Teorema 3.2.6 bahwa a ≤ L ≤ b. Sekarang kita akan menyatakan suatu hasil yang analog dengan Teorema Apit 3.2.7. Kita akan tinggalkan pembuktiannya untuk dicoba oleh pembaca. 4.2.7 Teorema Apit. Misalkan A⊆R, f,g,h : A → R, dan c∈R suatu titik cluster dari A. Jika f(x) ≤ g(x) ≤ h(x) untuk semua x∈A, x ≠ c, dan jika lim f = L = lim h , maka lim g = L. x →c x →c x →c 4.2.8 Contoh-contoh (a) lim x3 / 2 = 0 (x > 0). x→ 0 Misalkan f(x) = x3/2 untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x1/2 ≤ 1 berlaku untuk 0 < x ≤ 1, maka berarti bahwa x2 < f(x) = x3/2 ≤ x untuk 0 < x ≤ 1. Karena lim x 2 = 0 dan lim x = 0, x →0 x→ 0 maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh lim x3 / 2 = 0. x→ 0 (b) lim sin x = 0. x →0 Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa -x ≤ sin x ≤ x untuk semua x ≥ 0. Karena lim (± x ) = 0, maka menurut Teorema Apit bahwa lim sin x = 0. x →0 x →0 (c) lim cos x = 1. x →0 Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa (*) ( 1 - ½x2 ≤ cos x ≤ 1 untuk semua x ∈ R. ) Karena lim 1 − 12 x 2 = 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1. x →0 x →0 cos x − 1 (d) lim = 0. x →0 x Analisis Real I 129 Aljabar Himpunan Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk menghitung limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c) bahwa -½x ≤ (cos x – 1)/x ≤ 0 untuk x > 0 dan juga bahwa 0 ≤ (cos x – 1)/x ≤ ½x untuk x < 0. Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ≥ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan pula h(x) = 0 untuk x ≥ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai f(x) ≤ (cos x – 1)/x ≤ h(x) untuk x ≠ 0. Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa lim f = lim h , maka menurut Teorema x →0 x →0 cos x − 1 = 0. x →0 x Apit bahwa lim sin x (e) lim = 1. x →0 x Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa x- 1 6 x3 ≤ sin x ≤ x untuk x ≥ 0 dan bahwa x ≤ sin x ≤ x - 1 6 x3 untuk x ≤ 0. Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa 1- 1 6 x2 ≤ (sin x)/x ≤ 1 untuk semua x ≠ 0. ( ) Tetapi karena lim 1 − 16 x 2 = 1 x →0 1 lim 6 x→ 0 x 2 = 1, kita simpulkan dari Teorema Apit sin x bahwa lim = 1. x → 0 x (f) lim ( x sin (1 / x )) = 0. x →0 Misalkan f(x) = x sin (1/x) untuk x ≠ 0. Karena –1 ≤ sin z ≤ 1 untuk semua z ∈ R, kita mempunyai ketaksamaan Analisis Real I 130 Pendahuluan -x ≤ f(x) = x sin(1/x) ≤ x untuk semua x ∈ R, x ≠ 0. Karena lim x = 0, maka dari Teorema Apit diperoleh x →0 bahwa lim f = 0. x →0 Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6. 4.2.9 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. Jika lim f > 0 [ atau, lim f < 0], x→ c x→ c maka terdapat suatu lingkungan dari c Vδ(c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) < 0] untuk semua x∈A∩Vδ(c), x ≠ c. Bukti. Misalkan L = lim f and anggaplah L > 0. Kita ambil ε = ½L > 0 x→ c dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan δ > 0 sedemikain sehingga jika 0 <x - c< δ dan x∈A, maka f(x) - L < ½L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti bbahwa jika x∈A∩Vδ(c), x ≠ c, maka f(x) > ½L > 0. Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa. Latihan 4.2 1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut : x2 + 2 (x > 0), x →1 x 2 − 2 (a) lim (x + 1)(2x + 3) (x∈R), (b) lim 1 1 − (x > 0), x → 2 x + 1 2 x (d) lim x →1 (c) lim x →0 x +1 (x∈R) x2 + 2 2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.) 2x +1 (a) lim (x > 0), x→2 x+3 Analisis Real I x2 − 4 (b) lim (x > 0), x→2 x − 2 131 Aljabar Himpunan (c) 2 ( x + 1) − 1 lim x →0 x (d) lim (x > 0), x →1 x −1 (x > 0) x −1 1 + 2 x − 1 + 3x dimana x > 0. x + 2 x2 3. Carilah lim x →0 4. Buktikan bahwa lim cos(1 / x ) tidak ada, akan tetapi lim x cos(1 / x ) = 0. x →0 x →0 5. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan lim g x→ c = 0. Buktikan bahwa lim fg = 0. x→ c 6. Gunakanlah formuasi ε-δ dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama dalam Teorema 4.2.4(a). 7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema 4.2.4(b). 8. Misalkan n∈N sedemikian sehingga n ≥ 3. Buktikan ketaksamaan –x2 ≤ xn ≤ x2 untuk –1 < x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x 2 = 0 untuk menunjukkan bahwa x→ 0 lim x n = 0. x →0 9. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu titik cluster dari A. (a) Tunjukkan bahwa jika lim f dan lim ( f + g ) ada, tunjukkanlah bahwa lim f ada. x→ c x →c x→ c (b) Jika lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ? x→ c x→ c x→ c 10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit pada c. 11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R. ( (a) lim sin 1 / x 2 x→ 0 ) (x ≠ 0), (c) lim sgn sin (1 / x ) (x ≠ 0), x →0 Analisis Real I ( (b) lim x sin 1 / x 2 x→ 0 ( ) (x ≠ 0), (d) lim x sin 1 / x 2 x→ 0 ) (x > 0) 132 Pendahuluan 12. Misalkan f : R → R sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam R. Anggaplah lim f = L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f x →0 mempunyai suatu limit pada setiap titik c∈R. [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua x∈R. Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c) untuk semua x,c dalam R.] 13. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f ada, dan jika x →0 f menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk x∈A dengan f(x) = f(x), buktikan bahwa lim f = lim f . x →0 x →0 14. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah bahwa f(x) ≥ 0 untuk semua x ∈ A, dan misalkan A dengan lim x →0 f = f (x) = f suatu fungsi yang terdefinisi pada f ( x ) untuk semua x∈A. Jika lim f ada, buktikan bahwa x →0 lim f . x →0 Pasal 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit Pada pasal ini kita akan menyajikan tiga macam perluasan dari pengertian limit fungsi yang sering terjadi. Limit-limit Sepihak Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval se- pihak dari titik cluster c. Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperlihatkan pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (0,∞), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-∞,0), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-kanan dari sutu fungsi pada suatu titik c = 0. Analisis Real I 133 Aljabar Himpunan Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4. Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(c,∞) menghasilkan definisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(c,∞). Demikian juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(-∞,c) menghasilkan definisi limitkiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(-∞,c). Untuk lebih mudahnya, definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk ε-δ, analog dengan Teorema 4.1.6 seperti berikut ini. 4.3.1 Definisi. Misalkan A⊆R dan f : A → R (i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) = {x∈A:x > c}, maka kita mengatakan bahwa L∈R adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan lim f = L x →c + jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ, maka f(x) - L < ε. (ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) = {x∈A : x < c}, maka kita mengatakan bahwa L∈R adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan lim f = L x →c − jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ, maka f(x) - L < ε. Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L adalah limit dari kanan pada c. Kita menggunakan notasi lim f ( x ) = L. x →c + Terminologi dan notasi yang serupa digunakan juga untuk limit-kiri. Analisis Real I 134 Pendahuluan (2) Limit-limit lim f dan lim f disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimungx→c + x →c - kinkan kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda. (3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A → R mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu, dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku x→ c x→c + untuk limit-kiri suatu interval dengan titik ujung kanan adalah c. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limitkanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang diperlihatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-pihak dapat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya. 4.3.2 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c suatu titik cluster dari A∩(c,∞). Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen. (i) (ii) lim f = L∈R; x→c + Untuk sebarang barisan (xn) yang konvergen ke c sedemikian sehingga xn∈A dan xn > c untuk semua n∈N, barisan (f(xn)) konvergen ke L∈R. Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema yang analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca. Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi dengan limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik. 4.3.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik Cluster dari A∩(c,∞) dan A∩(-∞,c). Maka lim f = L∈R jika dan hanya jika lim+ f = L = lim− f . x→c x→ c x →c 4.3.4 Contoh-contoh (a) Misalkan f(x) = sgn(x). Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas bahwa lim sgn( x) = +1 dan bahwa lim− sgn( x) = -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda, x →0 + x→0 maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0. Analisis Real I 135 Aljabar Himpunan (b) Misalkan g(x) = e1/x untuk x ≠ 0. (Lihat gambar 4.3.1) Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g tidak terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,∞) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan 0 < t < et untuk t > 0 (*) yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1 Grafik dari g(x) = e1 / x (x ≠ 0) 0 maka 0 < 1/x < e1/x. Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(xn) > n untuk semua n∈N. Oleh karena itu lim+ e1 / x tidak ada dalam R. x→0 Akan tetapi, lim e1 / x = 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita men- x→0 − gambil t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e-1/x. Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e1/x < -x untuk semua x < 0. Mengikuti ketaksamaan ini diperoleh lim e1 / x = 0. x→0 − (c) Misalkan h(x) = 1/(e1/x + 1) untuk x ≠ 0. (lihat gambar 4.3.2). Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e1/x untuk x > 0, dengan demikian Analisis Real I 136 Pendahuluan 0< yang mengakibatkan bahwa 1 1/ x e +1 < 1 e 1/ x <x lim h = 0. x→0 + GAMBAR 4.3.2. Grafik dari h(x) = 1/(e1/x+1) (x ≠ 0) Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa lim e1/x = 0, maka dari x→0 + analog Teorema 4.2.4(b) untuk untuk limit-kiri, kita peroleh 1 1 1 = =1 lim− 1 / x = 1/ x x→0 e 0 +1 + 1 lim− e + 1 x→0 ( ) Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama. Limit-limit Tak Hingga Analisis Real I 137 Aljabar Himpunan Fungsi f(x) = 1/x2 untuk x ≠ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ∞ (= +∞) dan -∞ tidak menyatakan suatu bilangan real, ini kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “f(x) = 1/x2 cenderung ke ∞ apabila x → 0”. Analisis Real I 138 Pendahuluan 4.3.5 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. (i) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis lim f = ∞ x →c jika untuk setiap α∈R terdapat δ = δ(α) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua x∈A dengan 0 < x - c < δ, maka f(x) > α. (ii) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis lim f = −∞ x →c jika untuk setiap β∈R terdapat δ = δ(β) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x - c < δ, maka f(x) < β. 4.3.6 Contoh-contoh (a) ( ) lim 1 / x 2 = −∞ . x →0 Karena, jika α > 0 diberikan, misalkan δ = 1 / α . Ini erarti bahwa jika 0 <x<δ, maka x2 < 1/α dengan demikian 1/x2 > α. (b) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.3.4) Fungsi g tidak menuju ke ∞ atau ke -∞ sebagaimana x→0. Karena, jika α > 0 maka g(x) < α untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ∞ apabila x→0. Serupa juga, jika β < 0 maka g(x) > β untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -∞ apabila x→0. Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4). 4.3.7 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A → R dan c∈R suatu titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A, x ≠ c. (a) Jika lim f = ∞ , maka lim g = ∞ . (b) Jika lim g = −∞ , maka lim f = −∞ . Analisis Real I x→c x→c x→c x →c 139 Aljabar Himpunan Analisis Real I 140 Pendahuluan GAMBAR 4.3.3 Grafik dari f(x) = 1/x2 (x ≠ 0) GAMBAR 4.3.4 Grafik dari g(x) = 1/x (x ≠ 0) Bukti. (a) Jika lim f = ∞ dan α∈R diberikan, maka terdapat δ(α) > 0 sedemikian sehingga x→c jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka f(x) > α. Akan tetapi, jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A x ≠ c, maka berarti jika 0 <x - c < δ(α) dan x∈A, maka g(x) > 0. Oleh karena itu lim g = ∞ . x→c Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara serupa. Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk memandang limit-limit sepihaknya. 4.3.8 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Analisis Real I 141 Aljabar Himpunan (i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) ={x∈A: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f menuju ∞ [atau -∞ ∞] apabila x→ →c+, dan ditulis lim f = ∞ x→c + [atau , lim f = −∞] , x→c + jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ, maka f(x) > α [atau, f(x) < α]. (ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) ={x∈A: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f menuju ∞ [atau -∞ ∞] apabila x→ →c-, dan ditulis lim f = ∞ x→c − [atau , lim f = −∞] x→c − , jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ, maka f(x) > α [atau, f(x) < α]. 4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh 4.3.6(b) bahwa lim g tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa x →0 lim (1 / x ) = ∞ dan lim− (1 / x ) = −∞ x →0 + (b) x→c Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e1/x untuk x ≠ 0 tidak terba- tas pada sebarang interval (0,δ), δ > 0. Dari sini limit-kanan dari e1/x apabila x→0+ tidak ada dalam pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena 1/x < e1/x untuk x > 0, maka secara mudah kita melihat bahwa ( ) lim e1 / x = ∞ dalam pengertian dari Definisi 4.3.8. x →0 + Limit-limit pada Ketakhinggaan Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi apabila x→∞ [atau, x→-∞]. 4.3.10 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Analisis Real I 142 Pendahuluan (i) Anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan limit dari f apabila x→ →∞, dan ditulis lim f = L , x →∞ jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka f(x) - L < ε. (ii) Anggaplah bahwa (-∞,b) ⊆ A untuk suatu b∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan limit dari f apabila x→ →-∞ ∞, dan ditulis lim f = L , x → −∞ jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka f(x) - L < ε. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x→±∞ adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan menyatakan kriteria apabila x→∞. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen murni (lihat Definisi 3.6.1) 4.3.11 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen : lim f ; (i) L= (ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam A∩(a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, barisan x →∞ (f(xn)) konvergen ke L. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta membuktikan teorema serupa dengannya untuk limit dimana x→-∞. 4.3.12 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Analisis Real I 143 Aljabar Himpunan Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa lim (1 / x ) = 0 = lim (1 / x ) . x→∞ x → −∞ (Lihat Gambar 4.3.4) (b) Misalkan f(x) = 1/x2 untuk x ≠ 0. Pembaca dapat menunjukkan bahwa bahwa ( ) ( ) lim 1 / x 2 = 0 = lim 1 / x 2 . (Lihat Gambar x →∞ x → −∞ 4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ≥ 1 maka 0 ≤ 1/x2 ≤ 1/x. Mengingat bagian (a), ini mengakibatkan ( ) lim 1 / x 2 = 0. x →∞ y Κ(α) x α GAMBAR 4.3.5 lim f = -∞ x→∞ 4.3.13 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. (i) Anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞ [atau, -∞] apabila x→∞, dan ditulis lim f = ∞ x →∞ [atau lim f = −∞] x →∞ , jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka f(x) > α [atau, f(x) < α]. (Lihat Gambar 4.3.5) Analisis Real I 144 Pendahuluan (ii) Anggaplah bahwa (-∞,b)⊆A untuk suatu b∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞ [atau, -∞] apabila x→-∞, dan ditulis lim f = ∞ x → −∞ [atau ] lim f = −∞ , x → −∞ jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka f(x) > α [atau, f(x) < α]. Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulasinya apabila x→∞.S 4.3.14 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen : (i) lim f = ∞ [atau, lim f = -∞] (ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam (a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, maka lim x →∞ x →∞ (f(xn)) = ∞ [atau lim (f(xn)) = -∞]. Hasil berikut ini analog dengan Teorema 3.6.5. 4.3.15 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A → R, dan anggaplah ahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈R. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa lim x→∞ f (x ) =L g (x ) untuk suatu L∈R, L ≠ 0. (i) Jika L > 0, maka lim f = ∞ jika dan hanya jika lim g = ∞. (ii) Jika L < 0, maka lim f = -∞ jika dan hanya jika lim g = -∞. x →∞ x →∞ x →∞ x →∞ Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian sehingga 0 < ½L < Analisis Real I f (x ) < g (x ) 3 2 L untuk x > a1. 145 Aljabar Himpunan Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 32 L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini dengan mudah kita peroleh kesimpulannya. Pembuktian bagian (ii) dikerjakan dengan cara serupa. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema di atas, apabila x→-∞. 4.3.16 Conyoh-contoh (a) lim x n = ∞ untuk n∈N. x →∞ Misalkan g(x) = xn untuk x∈(0,∞). Diberikan α∈R, misalkan K = sup{1,α}. Maka untuk semua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ≥ x ≥ α. Karena α∈R sebarang, maka ini berarti (b) lim g = ∞. x→∞ lim x n = ∞ untuk n∈N, n genap, dan lim x n = -∞ untuk n∈N, n ganjil. x → −∞ x → −∞ Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . Diberikan α∈R, misalkan K = inf{α,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x2)k ≥ 1, kita mempunyai xn = (x2)kx ≤ x < α. Karena α∈R sebarang, maka berarti lim x n = -∞. x → −∞ (c) Misalkan p : R → R fungsi polinomial p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x + a0 Maka lim p = ∞, jika an > 0, dan lim p = -∞ jika an < 0. x →∞ x →∞ Misalkan g(x) = xn dan gunakan Teorema 4.3.15. Karena p(x ) 1 1 1 = an + an-1 + … + a1 n −1 + a0 n , g (x ) x x x maka diperoleh Analisis Real I p(x ) = an. Karena lim g = ∞, maka menurut Teorema 4.3.15, lim p = ∞. x→∞ g (x ) x→∞ x→∞ lim 146 Pendahuluan lim p = ∞ [atau, -∞] jika n (d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka x → −∞ genap [atau, ganjil] dan an > 0. Kita tinggalkan detailnya untuk pemaca kerjakan. Latihan-latihan 1. Buktikan Teorema 4.3.2. 2. Berikan contoh suatu fungsi yang mempunyai limit-kanan, tetapi tidak mempunyai limitkiri pada suatu titik. 3. Misalkan f(x) = x½ untuk x ≠ 0.. Tunjukkan bahwa lim+ f ( x ) = lim− f ( x ) = +∞. x→0 x→0 4. Misalkan c∈R dan f didefinisikan untuk x∈(c,∞) dan f(x) > 0 untuk semua x∈(c,∞). Tunjukkan bahwa lim f = ∞ jika dan hanya jika lim(1 f ) = 0. x →c x →c 5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada. (a) (c) lim+ x (x ≠ 1), x −1 (b) lim lim+ x+2 (x > 0), x (d) lim x →1 x →1 x (x ≠ 1), x →1 x − 1 x+2 (x > 0), x→∞ x (e) lim x +1 (x > -1), x (f) lim x +1 (x > 0), x (g) lim x −5 (x > 0), x +3 (h) lim x−x (x > 0). x+x x →0 x →∞ x →∞ x→∞ 6. Buktikan Teorema 4.3.11. 7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam R apabila x→∞ dan f(x) ≤ g(x) untuk semua (α,∞). Buktikan bahwa lim f ≤ lim g . x →∞ x →∞ 8. Misalkan f terdefinisi pada (0,∞) ke R. Buktikan bahwa lim f ( x ) = L jika dan hanya x→∞ jika lim+ f (1 x ) = L. x→0 9. Tunjukkan bahwa jika f : (a,∞) → R sedemikian sehingga lim xf ( x ) = L dimana x →∞ L∈R, maka lim f ( x ) = 0. x→∞ 10. Buktikan Teorema 4.3.14. Analisis Real I 147 Aljabar Himpunan 11. Lengkapkan bukti dari Teorema 4.3.15. 12. Misalkan lim f ( x ) = L dimana L > 0, dan x→c lim g ( x ) = ∞. Tunjukkan bahwa x→c lim f ( x )g ( x ) = ∞. Jika L = 0, tunjukkan dengan contoh bahwa konklusi ini gagal. x→c 13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,∞) sedemikain sehingga lim f x →∞ = ∞ dan lim g = ∞, akan tetapi lim ( f − g ) = 0. Dapatkan anda menemukan fungsix→∞ x→∞ fungsi demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua x∈(0,∞), sedemikain sehingga lim f g x→∞ = 0? 14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,∞) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ∞. x →∞ x→∞ Buktikan bahwa lim f o g = L. x→∞ Analisis Real I 148 Pendahuluan BAB 5 FUNGSI-FUNGSI KONTINU Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsifungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertamatama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kontinu menghasilkan fungsi kontinu. Sifat-sifat dasar yang membuat fungsi-fungsi kontinu demikain penting diperlihatkan pada Pasal 5.3. Misalnya, kita akan memuktikan bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas mesti mencapai nilai maksimum dan minimum.Kita juga akan membuktikan bahwa suatu fungsi kontinu mesti selalu memuat nilai antara untuk sebarang dua nilai yang dicapainya. Sifat-sifat ini dan beberapa lainnya tidak dimiliki oleh fungsi-fungsi pada umumnya, dan dengan demikian ini membedakan fungsi-fungsi kontinu sebagai suatu kelas yang sangat khusus dari fungsi-fungsi. Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar (elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mempunyai fungsi invers yang monoton kontinu juga. Analisis Real I 149 Aljabar Himpunan PASAL 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu Dalam Pasal ini, yang mana sangat serupa dengan pasal 4.1, kita akan mendefinisikan tentang apa yang dimaksudkan dengan fungsi kontinu pada suatu titik, atau pada suatu himpunan. Pengertian kekontinuan ini adalah salah satu dari pengertian sentral dari analisis matematika dan akan dipergunakan dalam hampir semua pada pembahasan dalam buku ini. Akibatnya, konsep ini sangat esensial yang pembaca mesti menguasainya. 5.1.1 Definisi Misalkan A⊆R, f : A → R dan c∈A. Kita katakan bahwa f kontinu pada c jika, diberikan sebarang lingkungan Vε(f(c)) dari f(c) terdapat suatu lingkungan Vδ(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A∩Vδ(c), maka f(x) ter- muat dalam Vε(f(c)). (Lihat Gambar 5.1.1). GAMBAR 5.1.1 Diberikan Vε(f(c)), lingkungan Vδ(c) ditentukan Peringatan (1) Jika c∈A merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari Definisi 4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika (1) f(c) = lim f . x →c Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam R Analisis Real I 150 Pendahuluan (dengan demikian lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus x →c x →c sama. (2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkungan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga A∩Vδ(c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu fungsi f kontinu secara otomatis pada c∈A yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik demikian ini sering disebut “titik-titik terisolasi” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk kita bahas, karena “far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk titik-titik terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik cluster. Jadi kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada c. Dalam definisi berikut kita mendefinisikan kekontinuan dari f pada suatu himpunan. 5.1.2 Definisi Misalkan A⊆R, f : A → R. Jika B⊆A, kita katakan bahwa f kontinu pada B jika f kontinu pada setiap titik dalam B. Sekarang kita berikan suatu formulasi yang setara untuk Definisi 5.1.1. 5.1.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan c∈A. Maka kondisikondisi berikut ekivalen. (i) f kontinu pada c; yaitu, diberikan sebarang lingkungan Vε(f(c)) dari f(c) terdapat suatu lingkungan Vδ(c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A∩Vδ(c), maka f(x) termuat dalam Vε(f(c)) (ii) Diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan x - c < δ, maka f(x) – f(c) < ε. (iii) Jika (xn) sebarang barisan bilangan real sedemikian sehingga xn∈A untuk semua n∈N dan (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke f(c). Pembuktian teorema ini hanya memerlukan sedikit modifikasi pembuktian dari Teorema 4.1.6 dan 4.1.8. Kita tinggalkan detailnya sebagai suatu latihan penting bagi pembaca. Kriteria Diskontinu berikut adalah suatu konsekuensi dari ekuivalensi dari (i) dan (ii) dari teorema sebelumnya; ini akan dibandingkan denAnalisis Real I 151 Aljabar Himpunan gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan secara detail oleh pembaca. 5.1.4. Kriteria Diskontinu Misalkan A⊆R, f : A → R, dan c∈A. Maka f diskontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (xn) dalam A sedemikian sehingga (xn) konvergen ke c, tetapi barisan (f(xn)) tidak konvergen ke f(c). 5.1.5 Contoh-contoh (a) f(x) = b kontinu pada R Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(a) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai lim f = b. Karena f(c) = b, maka f kontinu pada setiap x →c titik c∈R. Jadi f kontinu pada R. (b) g(x) = x kontinu pada R. Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(b) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai lim g = c. Karena g(c) = c, maka g kontinu pada setiap x→c titik c∈R. Jadi g kontinu pada R. (c) h(x) = x2 kontinu pada R. Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(c) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai lim h = c2. Karena h(c) = c2, maka h kontinu pada setiap titik c∈R. Jadi h kontinu x→c pada R. (d) ϕ(x) = 1/x kontinu pada A = {x∈R : x > 0}. Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika c∈A, maka kita mempunyai lim ϕ = 1/c. Karena ϕ(c) = 1/c, maka ϕ kontinu pada setiap titik c∈A. Jadi ϕ kontinu x →c pada A. (e) ϕ(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0 Memang, jika ϕ(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con- Analisis Real I 152 Pendahuluan toh 4.1.10(a) bahwa lim ϕ tidak ada dalam R, dengan demikian ϕ tidak kontinu pada x →0 x = 0. (f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0. Fungsi signum telah didefinisikan pada contoh 4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn( x) tidak ada dalam R. Oleh x →0 karena itu sgn tidak kontinu pada x = 0 meskipun sgn 0 terdefinisi. (g) Misalkan A = R dan f “fungsi diskontinu” Dirichlet yang didefinisikan oleh 1 , jika x rasional f(x) = 0 , jika x irasional Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1829 oleh Dirichlet) Memang, jika c bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(xn) = 0 untuk semua n∈N, maka kita mempunyai lim (f(xn)) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan rasional c. Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (yn) suatu barisan bilangan irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(yn) = 1 untuk semua n∈N, maka kita mempunyai lim (f(yn)) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan irasional b. Karena setiap bilangan real adalah bilangan rasional atau irasional, kita simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R. (h) Misalkan A = {x∈R : x > 0}. Untuk sebarang bilangan irasional x > 0 kita definisikan h(x) = 0. Untuk suatu bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n, dengan bilangan asli m,n tidak mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisikan h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar 5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bi- Analisis Real I 153 Aljabar Himpunan langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A. (Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae) Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0 sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a. Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan ε > 0, maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 < ε. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari n0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini δ > 0 dapat dipilih sekecil mungkin yang mana lingkungan (b - δ,b + δ) tidak memuat tidak memuat bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b< δ, x∈A, kita mempunyai h(x) – h(b) = h(x) ≤ 1/n0 < ε. Jadi h kontinu pada bilangan irasional b. Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h kontinu hanya pada titik-titik irasional dalam A. 1 * 1/2 * * * * * * 1/7 * * * * * * * * 1/2 * * * * * * * * * * 1 * * * * * 3/2 * * * * * * 2 GAMBAR 5.1.2 Grafik Fungsi Thomae 5.1.6 Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A → R tidak kontinu pada suatu titik c, sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L pada tiitik c dan jika kita definisikan F pada A∪{c} →R dengan untuk L F ( x) = f ( x ) untuk Analisis Real I x=c x∈ A 154 Pendahuluan maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa lim F = L, tetapi ini brlaku (menx→ c gapa?), karena lim f = L x→ c (b) Jika fungsi g : A → R tidak mempunyai suatu limit pada c, maka tidak ada cara untuk memperoleh suatu fungsi G : A∪{c} → R yang kontinu pada c dengan pendefinisian untuk C G( x) = g ( x) untuk x=c x∈ A Untuk melihatnya, amati bahwa jika lim G ada dan sama dengan C, maka lim g mesti ada juga dan x→ c x→ c sama dengan C. 5.1.7 Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ≠ 0 (lihat Gambar 4.1.3) tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat nilai yang dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu dari g pada x = 0. (b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa lim( x sin (1 x )) = 0. x →0 Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : R → R dengan untuk 0 F ( x) = x sin (1 x ) untuk x=0 x≠0 maka F kontinu pada x = 0. Analisis Real I 155 Aljabar Himpunan Gambar 5.1.3 Grafik dari f(x) = x sin(1/x) x ≠ 0 Latihan-latihan 1. Buktikan Teorema 5.1.4. 2. Perlihatkan Kriteria Diskontinu 5.1.4. 3. Misalkan a < b < c. Misalkan pula bahwa f kontinu pada [a,b], g kontinu pada [b,c], dan f(b) = g(b). Definisikan h pada [a,c] dengan h(x) = f(x) untuk x∈[a,b] dan h(x) = g(x) untuk x∈(b,c]. Buktikan bahwa h kontinu pada [a,c]. 4. Jika x∈R, kita definisikan ⇓x◊ adalah bilangan bulat terbesar n∈Z sedemikian sehingga n ≤ x. (Jadi, sebagai contoh, ⇓8,3◊ = 8, ⇓π◊ = 3, ⇓-π◊ = -4.) Fungsi x a ⇓x◊ disebut fungsi bilangan bulat terbesar. Tentukan titik-titik dimana fungsi-fungsi berikut kontinu : (a). f(x) = ⇓x◊, (b) g(x) = x⇓x◊, (c). h(x) = ⇓sin x◊, (d) k(x) = ⇓1/x◊ (x ≠ 0). 5. Misalkan f terdefinisi untuk semua x∈R, x ≠ 2, dengan f(x) = (x2 + x – 6)/(x – 2). Dapatkah f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik ini? Analisis Real I 156 Pendahuluan 6. Misalkan A⊆R dan f : A → R kontinu pada titik c∈A. Tunjukkan bahwa untuk sebarang ε > 0, terdapat lingkungan Vδ(c) dari c sedemikian sehingga jika x,y∈A∩Vδ(c), maka f(x) – f(y) < ε. 7. Misalkan f : R → R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat Vδ(c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang x∈ Vδ(c) maka f(x) > 0. 8. Misalkan f : R → R kontinu pada R dan misalkan S = {x∈R : f(x) = 0} adalah “himpunan nol” dari f. Jika (xn) ⊆ S dan x = lim (xn), tunjukkan bahwa x∈S. 9. Misalkan A⊆B⊆R, f : B → R dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x) untuk x∈A). (a). Jika f kontinu pada c∈A, tunjukkan bahwa g kontinu pada c. (b). Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku bahwa f kontinu pada c. 10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = x kontinu pada setiap titik c∈R. 11. Misalkan K > 0 dan f : → R memenuhi syarat f(x) – f(y) ≤ Kx - y untuk semua x,y∈R. Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik c∈R. 12. Misalkan bahwa f : R → R kontinu pada R dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan rasional r. Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua x∈R. 13. Definisikan g : R → R dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu. 14. Misalkan A = (0,∞) dan k : A → R didefinisikan sebagai berikut. Untuk x∈A, x rasional, kita definisikan k(x) = 0; untuk x∈A rasional dan berbentuk x = m/n dengan bilangan asli m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n. Buktikan bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa k tidak kontinu pada sebarang titik dari A. PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan b∈R. Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A → R sedemikian sehingga Analisis Real I 157 Aljabar Himpunan h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan f /h. Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4. 5.2.1 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan b∈R. Andaikan bahwa c∈A dan f dan g kontinu pada c. (a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c. (b) Jika h : A → R kontinu pada c∈A dan jika h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, maka fungsi f/h kontinu pada c. Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A. (a) Karena f dan g kontinu pad (b) a c, maka f(c) = lim f x →c dan g(c) = lim g x →c Oleh karena itu mengikuti Teorema 4.2.4(a) diperoleh (f + g)(c) = f(c) + g(c) = lim( f + g ) x →c Dengan demikian f + g kontinu pada c. Pernyataan-pernyataan lain pada bagian (a) dibuktikan dengan cara serupa. (c) Karena c∈A, maka h(c) ≠ 0. Tetapi karena h(c) = lim h , berikut dari Teox→c rema 4.2.4(b) bahwa lim f f f (c ) = f (c ) = x →c = lim . x → c h h(c ) lim h h x →c Oleh karena itu f/h kontinu pada c. Hasil berikut merupakan konsekuensi dari Teorema 5.2.1, diterapkan untuk semua titik dalam A. Akan tetapi, secara ekstrim, ini adalah suatu hasil penting, kita akan menyatakannya secara formal. 5.2.2 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan b∈R. Analisis Real I 158 Pendahuluan (a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada A. (b) Jika h : A → R kontinu pada A dan h(x) ≠ 0 untuk x∈A, maka fungsi f/h kontinu pada A. 5.2.3 Komentar Untuk mendefinisikan fungsi hasil bagi, kadang-kadang lebih cocok me- mulainya sebagai berikut : Jika ϕ : → R, misalkan A1 = {x∈A : ϕ(x) ≠ 0}. Kita akan mendefinisikan fungsi hasil bagi f/ϕ pada himpunan A1 dengan f ϕ (*) f ( x) ( x) = ϕ ( x) untuk x ∈ A1. Jika ϕ kontinu pada titik c∈A1, maka jelas bahwa pembatasan ϕ1 dari ϕ pada A1 juga kontinu pada c. Oleh karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk ϕ1 bahwa f/ϕ kontinu pada c∈A1. Serupa juga jika f dan ϕ kontinu pada A, maka fungsi f/ϕ, didefinisikan pada A1 oleh (*), kontinu pada A1. 5.2.4 Contoh-contoh (a) Fungsi-fungsi polinomial. Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x + a0 untuk semua x∈R, maka mengikuti Contoh 4.2.5(f) bahwa p(c) = lim p x →c untuk sebarang c∈R. Jadi fungsi polinomial kontinu pada R. (b) Fungsi-fungsi rasional Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R, maka terdapat paling banyak sejumlah hingga α1,α2, … , αn akar-akar real dari q. Jika x∉{α1,α2, … , αn} maka q(x) ≠ 0 dengan demikian kita dapat mendefinisikan fungsi rasional r dengan r(x) = p ( x) q( x) untuk x∉{α1,α2, … , αn}. Telah diperlihatkan dalam Contoh 4.2.5(g) bahwa jika q(c) ≠ 0, maka r(c) = p( x) p (c) lim = x →c = lim r ( x) x →c q (c ) lim q ( x) x→c Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan real dimana fungsi tersebut terdefinisi. (c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada R. Analisis Real I 159 Aljabar Himpunan Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai sin z ≤ z, cos z ≤ 1, sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)]. Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai sin x – sin c ≤ 2(½x – c)(1) = x - c. Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi sin kontinu pada R. (d) Fungsi cosinus kontinu pada R. Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai sin z ≤ z, sin z ≤ 1, cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)]. Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai cos x – cos c ≤ 2(1)(½c – x) = x - c. Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi cos kontinu pada R. (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + π/2).) (e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terdefinisi. Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan Cot x = cos x sin x Asalkan sin x ≠ 0 (yaitu, asalkan x ≠ nπ, n∈Z). Karena sin dan cos kontinu pada R, maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsifungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa. 5.2.5 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R dan f didefinisikan untuk x∈A dengan f(x) = f(x). Analisis Real I 160 Pendahuluan (a) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka f kontinu pada c. (b) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A. Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13. 5.2.6 Teorema x∈A. Kita misalkan Misalkan A⊆R, f : A → R dan f(x) ≥ 0 untuk semua f didefinisikan untuk x∈A dengan (c) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka (d) Jika f kontinu pada A, maka f (x) = f (x) . f kontinu pada c. f kontinu pada A. Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.14. Komposisi Fungsi-fungsi Kontinu Sekarang kita akan menunjukkan bahwa jika f : A → R kontinu pada suatu titik c dan jika g : B → R kontinu pada b = f(c), maka komposisi g o f kontinu pada c. Agar menjamin bahwa g o f terdefinisi pada seleruh A, kita perlu menganggap bahwa f(A) ⊆ B. 5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A → R dan g : B → R fungsifungsi sedemikian sehingga f(A)⊆B. Jika f kontinu pada suatu titik c∈A dan g kontinu pada b = f(c) ∈B, maka komposisi g o f : A → R kontinu pada c. Bukti. Misalkan W suatu lingkungan-ε dari g(b). Karena g kontinu pada b, maka terdapat suatu lingkungan-δ V dari b = f(c) sedemikian sehingga jika y∈B∩V maka g(y)∈W. Karena f kontinu pada c, maka terdapat suatu lingkungan-γ U dari c sedemikian sehingga jika x∈U∩A, maka f(x)∈V. (Lihat Gambar 5.2.1.) Karena f(A)⊆B, maka ini berarti jika x∈A∩U, maka f(x)∈B∩V dengan demikian g o f(x) = g(f(x))∈W. Tetapi karena W suatu lingkungan-ε dari g(b), ini mengakibatkan bahwa g of kontinu pada c. 5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A → R kontinu pada A dan g : B → R kontinu pada B. Jika f(A)⊆B, maka komposisi g o f : A → R kontinu pada A. Analisis Real I 161 Aljabar Himpunan Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , berturut-turut, f dan g kontinu pada setiap titik A dan B. Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam berbagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan secara langsung. 5.2.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g1(x) = x untuk x∈R. Menurut Ketaksamaan Segitiga (Lihat Akibat 2.3.4) bahwa g1(x) – g1(c) ≤ x - c untuk semua x,c∈R. Dari sini g1 kontinu pada c∈R. Jika f : A → R sebarang fungsi kontinu pada A, maka Teorema 5.2.8 mengakibatkan bahwa g1 o f = f kontinu pada A. Ini memberikan cara lain pembuktian dari Teorema 5.2.5. (b) Misalkan g2(x) = x untuk x ≥ 0. Mengikuti Teorema 3.2.10 dan 5.1.3 bahwa g2 kontinu pada sebarang c ≥ 0. Jika f : A → R kontinu pada A dan jika f(x) ≥ 0 untuk semua x∈A, maka menurut Teorema 5.2.8 g2 o f = f kontinu pada A. Ini memberikan pembuktian lain dari Teorema 5.2.6. (c) Misalkan g3(x) = sin x untuk x∈R. Kita telah tunjukkan dalam Contoh 5.2.4(c) bahwa g3 kontinu pada R. Jika f : A → R kontinu pada A, maka mengikuti Teorema 5.2.8 bahwa g3 o f kontinu pada A. Khususnya, jika f(x) = 1/x untuk x ≠ 0, maka fungsi g(x) = sin(1/x) kontinu pada setiap titik c ≠ 0. [Kita telah tunjukkan, dalam Contoh 5.1.7(a), bahwa g tidak didefinisikan pada 0 agar g menjadi kontinu pada titik itu.] V W b g(b) U c g f Analisis Real I B A GAMBAR 5.2.1 Komposisi dari f dan g 162 C Pendahuluan Soal-soal 1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teoremateorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus : (a). f(x) = x2 + 2 x + 1 (x∈R); x2 + 1 (c). h(x) = 1 + sin x x (b) g(x) = (x ≠ 0); x+ x (x ≥ 0); (d) k(x) = cos x 2 + 1 (x∈R). 2. Tunjukkan bahwa jika f : A→ R kontinu pada A⊆R dan jika n∈N, maka fungsi fn didefinisikan oleh fn(x) = (f(x))n untuk x∈A, kontinu pada A. 3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam R sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kontinu pada c. 4. Misalkan x ξ ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, x∈R. 5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ≠ 1, dan misalkan f(x) = x + 1 untuk semua x∈R. Tunjukkan bahwa lim g o f ≠ g x→0 o f(0). Mengapa ini tidak kontradiksi dengan Teorema 5.2.7? 6. Misalkan f,g didefinisikan pada R dan c∈R. Misalkan juga bahwa lim f = b dan g konx →0 tinu pada b. Tunjukkan bahwa lim g o f = g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema x→0 5.2.7 dan latihan sebelumnya.) 7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] → R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1] tetapi sedemikian sehingga f kontinu pada [0,1]. 8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk semua bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua x∈R? 9. Misalkan h : R → R kontinu pada R memenuhi h(m/2n) = 0 untuk semua m∈Z, n∈N. Tunjukkan bahwa h(x) = 0 untuk semua x∈R. 10. Misalkan f : R → R kontinu pada R, dan misalkan pula P = {x∈R : f(x) > 0}. Jika c∈P, tunjukkan bahwa terdapat suatu lingkungan Vδ(c)⊆P. Analisis Real I 163 Aljabar Himpunan 11. Jika f dan g kontinu pada R, misalkan pula S = {x∈R : f(x) ≥ g(x)}. Jika (sn)⊆S dan lim (sn) = s, tunjukkan bahwa s∈S. 12. Suatu fungsi f : R → R dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y∈R. Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x0, maka fungsi itu kontinu pada setiap titik dalam R. (Lihat Latihan 4.2.12.) 13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada R. Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai f(x) = cx untuk semua x∈R. [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bilangan rasional, maka f(r) = cr.] 14. Misalkan g : R → R memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,y∈R. Tunjukkan bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam R. Juga jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ∈R, maka g(x) = 0 untuk semua x∈R. 15. Misalkan f,g : R → R kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk x∈R. Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½f(x) – g(x) untuk semua x∈R. Gunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c. 16. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I → R dengan g(x) = sup{f(t) : a ≤ t ≤ b} untuk semua x∈I. Buktikan bahwa g kontinu pada I. PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya. 5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A → R dikatakan terbatas pada A, jika terdapat M > 0 sedemikan sehingga f(x) ≤ M untuk semua x∈A. Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas. Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. Akan tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B = {x∈R : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C = {x∈R : 1 ≤ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas. Analisis Real I 164 Pendahuluan 5.3.2 Teorema Keterbatasan Misalkan I = [a,b] suatu interval tertutup dan terbatas dan misalkan f : I → R kontinu pada I. Maka f terbatas pada I. Bukti. Andaikan f tidak terbatas pada I. Maka, untuk sebarang n∈N terdapat suatu bilangan xn∈I sedemikian sehingga f(xn) > n. Karena I terbatas, barisan X = (xn) terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang konvergen ke x. Karena I tertutup dan unsurunsur X’ masuk kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, x∈I. Karena f kontinu pada x, dengan demikian barisan (f( xnr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpulkan dari Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( xnr )) mesti terbatas. Tetapi ini suatu kontradiksi karena f( xnr ) > nr ≥ r untuk r∈N Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertutup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi. 5.3.3 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f mempunyai suatu maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x*∈A sedemikian sehingga f(x*) ≥ f(x) untuk semua x∈A. Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x*∈A sedemikian sehingga f(x*) ≤ f(x) untuk semua x∈A. Kita katakan bahwa x* suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x* suatu titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada. Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun- Analisis Real I 165 Aljabar Himpunan yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh, f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum absolut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f mencapai nilai 0 = inf{f(x) : x∈A}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu maksimum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : 0 < x < 1}, sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : 1 ≤ x ≤ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : x ≥ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : x > 1}. GAMBAR 5.3.1 Grafik fungsi f(x) = 1/x (x > 0) Jika suatu fungsi mempunyai suatu titik maksimum mutlak, maka titik ini tidak perlu ditentukan secara tunggal. Sebagai contoh, fungsi g(x) = x2 didefinisikan untuk x∈A = [-1,+1] mempunyai dua titik x = !1 yang memberikan titik maksimum pada A, dan titik tunggal x = 0 menghasilkan minimum mutlaknya pada A. (Lihat Gambar 5.3.2.) Untuk memilih suatu contoh ekstrim, fungsi konstan h(x) = 1 untuk x∈R adalah sedemikian sehingga setiap titik dalam R merupakan titik maksimum mutlak dan sekaligus titik minimum mutlak untuk f. 5.3.4 Teorema Maksimum-Minimum Misalkan I = [a,b] interval tertutup dan terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f mempunyai maksimum mutlak dan minimum mutlak pada I. Bukti. Pandang himpunan tak kosong f(I) = {f(x) : x∈I} nilai-nilai dari f pada I. Dalam Teorema 5.3.2 sebelumnya telah diperlihatkan bahwa f(I) merupakan sub- Analisis Real I 166 Pendahuluan himpunan dari R yang terbatas. Misalkan s* = sup f(I) dan s* = inf f(I). Kita claim bahwa terdapat titik-titik x* dan x* sedemikian sehingga s* = f(x*) dan s* = f(x*). Kita akan memperlihatkan bahwa keberadaan titik x*, meninggalkan pembuktian eksistensi dari x* untuk pembaca. GAMBAR 5.3.2 Grafik fungsi g(x) = x2 (x ≤ 1) Karena s* = sup f(I), jika n∈N, maka s* - 1/n bukan suatu batas atas dari himpunan f(I). Akibatnya terdapat bilangan real xn∈I sedemikian sehingga s* - (#) 1 < f(xn) ≤ s* n untuk n∈N. Karena I terbatas, barisan X = (xn) terbatas. Oleh karena itu, dengan menggunakan Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7, terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang konvergen ke suatu bilangan x*. Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b], maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x*∈I. Oleh karena itu f kontinu pada x* dengan demikian lim (f( xnr )) = f(x*). Karena itu mengikuti (#) bahwa s* - 1 < f( xnr ) ≤ s* nr untuk r∈N, kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim (f( xnr )) = s*. Oleh karena itu kita mempunyai f(x*) = lim (f( xnr )) = s* = sup f(I). Kita simpulkan bahwa x* adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I. Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kontinu. Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan dapat dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8. 5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I → R fungsi kontinu pada I. Jika α < β bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(α) < 0 < f(β) (atau sedemikian sehingga f(α) > 0 > f(β)), maka terdapat bilangan c∈(α,β) sedemikian sehingga f(c) = 0. Analisis Real I 167 Aljabar Himpunan Bukti. Kita asumsikan bahwa f(α) < 0 < f(β). Misalkan I1 = [α,β] dan γ = ½(α + β). Jika f(γ) = 0 kita ambil c = γ dan bukti lengkap. Jika f(γ) > 0 kita tetapkan α2 = α, β2 = γ, sedangkan jika f(γ) < 0 kita tetapkan α2 = γ, β2 = β. Dalam kasus apapun, kita tetapkan I2 = [α2,β2], dimana f(α2) < 0 dan f(β2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi ini. Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I1, I2, …, Ik = [αk,βk] yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga f(αk) < 0 dan f(βk) > 0. Misalkan γk = ½(αk + βk). Jika f(γk) = 0 kita ambil c = γk dan bukti lengkap. Jika f(γk) > 0 kita tetapkan αk+1 = αk, βk+1 = γk, sedangkan jika f(γk) < 0 kita tetapkan αk+1 = γk, βk+1 = βk. Dalam kasus apapun, kita tetapkan Ik+1 = [αk+1,βk+1], dimana f(αk+1) < 0 dan f(βk+1) > 0. Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik γn sedemikian sehingga f(γn) =0, pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan nested dari interval-interval tutup In = [αn,βn], n∈N. Karena interval-interval ini diperoleh dengan biseksi berulang, kita mempunyai βn - αn = (β - α)/2n – 1. Mengikuti Sifat Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam In untuk semua n∈N. Karena αn ≤ c ≤ βn untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 ≤ c - αn ≤ βn - αn = (β α)/2n – 1, dan 0 ≤ βn – c ≤ βn - αn = (β - α)/2n – 1. Dari sini diperoleh bahwa c = lim (αn) dan c = lim (βn). Karena f kontinu pada c, kita mempunyai lim (f(αn)) = f(c) = lim (f(βn)). Karena f(βn) ≥ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) = lim (f(βn)) ≥ 0. Juga Karena f(αn) ≤ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti hasil yang sama (gunakan –f) bahwa f(c) = lim (f(αn)) ≤ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c) = 0. Akibatnya c merupakan akar dari f. Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang masuk diantara dua nilainya. Analisis Real I 168 Pendahuluan 5.3.6 Teorema Nilai Antara Bolzano Misalkan I suatu interval dan f : I → R kontinu pada I. Jika a, b∈I dan jika k∈R memenuhi f(a) < k < f(b), maka terdapat suatu titik c∈I antara a dan b sedemikian sehingga f(c) = k. Bukti. Anggaplah a < b dan misalkna g(x) = f(x) – k; maka g(a) < 0 < g(b). Menurut Teorema Lokasi Akar 5.3.5 terdapat suatu titik c dengan a < c < b sedemikian sehingga 0 = g(c) = f(c) – k. Oleh karena itu f(c) = k. Jika b < a, misalkan h(x) = k – f(x) dengan demikian h(b) < 0 < h(a). Oleh karena itu terdapat titik c dengan b < c < a sedemikian sehingga 0 = h(c) = k – f(c), dari sini f(c) = k. 5.3.7 Akibat Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I → R kontinu pada I. Jika k∈R sebarang bilangan yang memenuhi inf f(I) ≤ k ≤ sup f(I) maka terdapat suatu bilangan c∈I sedemikian sehingga f(c) = k. Bukti. Ini mengikut pada Teorema MaksimumMinimum 5.3.4 bahwa terdapat titik-titik c* dan c* dalam I sedemikian sehingga inf f(I) = f(c*) ≤ k ≤ f(c*) = sup f(I). Sekarang kesimpulan mengikut pada Teorema 5.3.6. Teorema berikut ini meringkaskan hasil utama dari pasal ini. Teorema ini menyatakan bahwa peta dari suatu interval tertutup dan terbatas dibawah suatu fungsi kontinu juga interval tertutup dan terbatas. Titik-titik ujung dari interval peta adalah nilai maksimum mutlak dan minimum mutlak dari fungsi, dan pernyataan bahwa semua nilai antara nilai maksimum dan nilai minimum masuk dalam interval peta adalah suatu cara dari pertimbangan Teorema Nilai Antara Bolzano. 5.3.8 Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I → R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) = {f(x) : x∈I} adalah interval tutup dan ter- batas. Analisis Real I 169 Aljabar Himpunan Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui dari Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain itu, kita mempunyai f(I) ⊆ [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M], maka menurut Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik c∈I sedemikian sehingga k = f(c). Dari sini, k∈f(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]⊆f(I). Oleh M f(b) f(a) m a x* x* b karena itu, f(I) adalah interval [m,M]. GAMBAR 5.3.3 f(I) = [m,M] Catatan. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R kontinu pada I, kita mempunyai bukti bahwa f(I) adalah interval [m,M]. Kita tidak mempunyai bukti (dan itu tidak selalu benar) bahwa f(I) adalah interval [f(a),f(b)]. (ihat Gambar 5.3.3.) Teorema sebelumnya adalah suatu teorema “pengawetan” dalam pengertian, teorema ini menyatakan bahwa peta kontinu dari suatu interval tutup dan terbatas adalah himpunan yang bertipe sama. Teorema berikut memperluas hasil ini untuk interval secara umum. Akan tetapi, akan dicatat bahwa meskipun peta kontinu dari suatu interval adalah juga suatu interval, tidak benar bahwa interval peta perlu mempunyai bentuk sama seperti interval domain. Sebagai contoh, peta kontinu dari interAnalisis Real I 170 Pendahuluan val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x2 + 1) untuk xεR, maka f kontinu pada R [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I1 = (-1,1), maka f(I1) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I2 = [0,∞), maka f(I2) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.) Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma pencirian interval berikut. GAMBAR 5.3.4 Grafik fungsi f(x) = 1/(x2 + 1) (x∈R) 5.3.9 Lemma Misalkan S⊆R suatu himpunan tak kosong dengan sifat jika x,y∈S dan x < y, maka [x,y]⊆S. (*) Maka S suatu interval. Bukti. Kita akan menganggap bahwa S mempunyai sekurang-kurangnya dua titik. Terdapat empat kasus untuk diperhatikan : (i) S terbatas, (ii) S terbatas diatas tetapi tidak terbatas dibawah, (iii) ) S terbatas dibawah tetapi tidak terbatas diatas, dan (iv) S tidak terbatas baik diatas maupun dibawah. (i) Misalkan a = inf S dan b = sup S. Jika s∈S maka a ≤ s ≤ b dengan demikian s∈[a,b]; karena s∈S sebarang, kita simpulkan bahwa S⊆[a,b]. Dipihak lain kita claim bahwa (a,b)⊆S. Karena jika z∈(a,b), maka z bukan suatu batas bawah dari S dengan demikian terdapat x∈S dengan x < z. Juga z ukan Analisis Real I 171 Aljabar Himpunan suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat y∈S dengan z < y. Akibatnya, z∈[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan z∈[x,y]⊆S. Karena z unsur sebarang dalam (a,b), maka disimpulkan bahwa (a,b) ⊆ S. Jika a∉S dan b∉S, maka kita mempunyai S = (a,b); jika a∉S dan b∈S kita mempunyai S = (a,b]; jika a∈S dan b∉S kita mempunyai S = [a,b); dan jika a∈S dan b∈S kita mempunyai S = [a,b]. (ii) Misalkan b = sup S. Jika s∈S maka s ≤ b dengan demikian kita mesti mempunyai S⊆(-∞,b]. Kita claim bahwa (-∞,b)⊆S. Karena, jika z∈(-∞,b), argumen yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,y∈S sedemikian sehingga [x,y]⊆S. Oleh karena itu (-∞,b)⊆S. Jika b∉S, maka kita mempunyai S = (-∞,b); jika b∈S, maka kita mempunyai S = (-∞,b]. (iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka- sus ini kita mempunyai S = (a,∞) jika a∉S, dan S = [a,∞) jika a∈S. (iv) Jika z∈R, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan bahwa terdapat x,y∈S sedemikian sehingga z∈[x,y]⊆S. Oleh karena itu R⊆S, dengan demikian S = (-∞,∞). Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval. 5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I → R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval. Bukti. Misalkan α,β∈f(I) dengan α < β; maka terdapat titik-titik a,b∈I sedemikian sehingga α = f(a) dan β = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai Antara Bolzano 5.3.6 bahwa jika k∈(α,β) maka terdapat suatu c∈I dengan k = f(c)∈f(I). Oleh karena itu [α,β]⊆f(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada lemma sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval. Analisis Real I 172 Pendahuluan Latihan-latihan 1. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk setiap x∈I. Buktikan bahwa terdapat suatu α > 0 sedemikian sehingga f(x) ≥ α untuk semua x∈I. 2. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R dan g : I → R fungsi kontinu pada I. Tunjukkan bahwa himpunan E = {x∈I : f(x) = g(x)} mempunyai sifat bahwa jika (xn)⊆E dan xn→ x0, maka x0∈E. 3. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I sedemikian sehingga untuk setiap x dalam I terdapat y dalam I sedemikian sehingga f(y) ≤ ½f(x). Buktikan bahwa terdapat suatu titik c dalam I sedemikian sehingga f(c). 4. Tunjukkan bahwa setiap polinomial derajat ganjil dengan koefisien real mempunyai paling sedikit akar real. 5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x4 + 7x3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar real. Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal. 6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke R dan sedemikian sehingga f(0) = f(1). Buktikan bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c + ½). [Petunjuk : Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu, terdapat titiktitik antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang sama. 7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0,π/2]. Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan kalkulator untuk menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti sampai dua tempat desimal. 8. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) > 0. Misalkan pula W = {x∈I : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.) 9. Misalkan I = [0,π/2], dan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk x∈I. Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x0∈I untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x0 merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x2. 10. Andaikan bahwa f : R → R kontinu pada R dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0. x → −∞ x→∞ Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R. Analisis Real I 173 Aljabar Himpunan Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak perlu dicapai. 11. Misalkan f : R → R kontinu pada R dan β∈R. Tunjukkan bahwa jika x0∈R sedemikian sehingga f(x0) < β , maka terdapat suatu lingkungan-δ U dari x0 sedemikian sehingga f(x) < β untuk semua x∈U. 12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x2 untuk x∈R pada interval-interval buka [atau, tutup]. 13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) = 1/(x2 + 1) dan h(x) = x3 untuk x∈R. 14. Jika f : [0,1] → R kontinu dan hanya mempunyai nilai-nilai rasional [atau, nilai-nilai irasional], mesti f fungsi konstan. 15. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R suatu fungsi (tidak perlu kontinu) dengan sifat bahwa untuk setiap x∈I, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan Vδ x ( x ) dari x (dalam pengertian pada Definisi 4.2.1). Buktikan bahwa f terbatas pada I. 16. Misalkan J = (a,b) dan g : J → R fungsi kontinu dengan sifat bahwa untuk setiap x∈J, fungsi g terbatas pada suatu lingkungan Vδ x ( x ) dari x. Tunjukkan bahwa g tidak perlu terbatas pada J. PASAL 5.4 Kekontinuan Seragam Misalkan A⊆R dan f : A → R. Telah dilihat pada Teorema 5.1.3 bahwa pernyataan-pernyataan berikut ini ekivalen : (i) f kontinu pada setiap titik u∈A; (ii) diberikan ε > 0 dan u∈A, terdapat δ(ε,u) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dan x - u < δ(ε,u), maka f(x) – f(u) < ε. Suatu hal kita ingin menekankan disini bahwa, secara umum, δ bergantung pada ε > 0 dan u∈A. Fakta bahwa δ bergantung pada u adalah suatu refleksi bahwa fungsi f dapat diubah nilai-nilainya dengan cepat dekat titik-titik tertentu dan dengan lambat dekat dengan nilai-nilai lain. [Sebagai contoh, pandang f(x) = sin(1/x) untuk x > 0; lihat Gambar 4.1.3.] Analisis Real I 174 Pendahuluan Sekarang, sering terjadi bahwa fungsi f sedemikian sehingga δ dapat dipilih tidak bergantung pada titik u∈A dan hanya bergantung pada ε. Sebagai contoh, jika f(x) = 2x untuk semua x∈R, maka f(x) – f(u) = 2x - u, dan dengan demikian kita dapat memilih δ(ε,u) = ε/2 untuk semua ε > 0, u∈R (Mengapa?) Di pihak lain jika kita memandang g(x) = 1/x unuk x∈A {x∈R : x > 0}, maka (1) g(x) – g(u) = u−x . ux Jika u∈A diberikan dan jika kita memilih (2) δ(ε,u) = inf {½u, ½u2ε}, maka jika x - u < δ(ε,u) kita mempunyai x - u < ½u dengan demikian ½u < x < 3 2 u, dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika x - u < ½u, ketaksamaan (1) menghasilkan ketaksamaan (3) g(x) – g(u) ≤ (2/u2)x - u. Akibatnya, jika x - u < δ(ε,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan g(x) – g(u) < (2/u2)(½u2ε) = ε Kita telah melihat bahwa pemilihan δ(ε,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai δ yang akan menjamin bahwa g(x) – g(u) < ε apabila x - u < δ dan x,u∈A. Kita perhatikan bahwa nilai δ(ε,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai δ(ε) > 0 yang akan “work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0. Analisis Real I 175 Aljabar Himpunan GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0) Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pilihan lain yang dapat dibuat untuk δ. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih δ1(ε,u) = inf{ 13 u, 2 3 u2ε}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mem- punyai inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai δ yang akan “work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat. Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 dimana, untuk lingkungan-ε yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai dengan nilai maksimum dari δ terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai δ yang diperbolehkan menuju 0. 5.4.1 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f kontinu seragam pada A jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,u∈A sebarang bilangan yang memenuhi x - u < δ(ε), maka f(x) – f(u) < ε. Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. Pengertian di atas berguna untuk memformulasi syarat ekuivalensi untuk mengatakan bahwa f tidak kontinu seragam pada A. Kita akan memberikan kriteria demikian dalam hasil berikut, ditinggalkan pembuktiannya seagai latihan bagi pembaca. 5.4.2 Kriteria Kekontinuan tidak Seragam Misalkan A⊆R dan f : A → R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen : (i) f tidak kontinu seragam pada A; (ii) Terdapat ε0 > 0 sedemikian sehingga untuk setiap δ > 0 terdapat titik- titik xδ, uδ dalam A sedemikian sehingga xδ - uδ < δ dan f(xδ) – f(uδ) ≥ ε0. Analisis Real I 176 Pendahuluan (iii) Terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga lim (xn – un) = 0 dan f(xn) – f(un) ≥ ε0 untuk semua n∈N. Kita dapat menggunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa g(x) = 1/x kontinu tidak seragam pada A = {x∈R : x > 0}. Karena, jika xn = 1/n dan un = 1/(n + 1), maka kita mempunyai lim (xn – un) = 0, tetapi g(x) – g(u) = 1 untuk semua n∈N. GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0) Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I. 5.4.3 Teorema Kekontinuan Seragam Misalkan I suatu interval tutup dan terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f kontinu seragam pada I. Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya, terdapat ε0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un < 1/n dan f(xn) – f(un) > ε0 untuk semua n∈N. Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas; menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( xnk ) dari (xn) yang konvergen ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teorema 3.2.6. Ini jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( unk ) juga konvergen ke z, karena Analisis Real I 177 Aljabar Himpunan unk - z ≤ unk - xnk + xnk - z. Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena f(xn) – f(un) ≥ ε0 untuk semua n∈N. Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik z∈I. Akibatnya, jika f kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I. Fungsi-fungsi Lipschitz Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang merupakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menunjukkan kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam. 5.4.4 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Jika terdapat suatu konstanta K > 0 sedemikian sehingga f(x) – f(u) ≤ Kx - u untuk semua x,u∈A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz (atau memenuhi syarat Lipschitz) pada A. Syarat bahwa suatu fungsi f : I → R pada suatu interval I adalah fungsi Lipschitz dapat diinterpretasi secara geometri sebagai berikut. Jika kita menuliskan syaratnya sebagai f ( x ) − f (u ) ≤ K, x−u x,u∈I, x ≠ u, maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui titiktitik (x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K. 5.4.5 Teorema Jika f : A → R suatu fungsi Lipschitz, maka f kontinu seragam pada A. Analisis Real I 178 Pendahuluan Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan ε > 0 sebarang, kita dapat memilih δ = ε/K. Jika x,u∈A dan memenuhi x - u < δ, maka f(x) – f(u) < K(ε/K) = ε Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A. 5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x2 pada A = [0,b], dimana b suatu konstanta positif, maka f(x) – f(u) = x + ux -u ≤ 2bx - u untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K = 2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi Lipschitz pada interval [0,∞).) (b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz. Misalkan g(x) = x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga g(x) ≤ Kx untuk semua x∈I. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu fungsi Lipschitz pada I. (c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0,∞). Kekontinuan seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam seperti dicatat dalam (b). Jika J = [1,∞), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai g(x) – g(u) = x - u = x−u x + ≤ ½x - u u Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,∞). Karena A = I∪J, ini berarti [dengan pemilihan δ(ε) = inf{1,δI(ε),δJ(ε)}] bahwa g kontinu seragam pada A. Kita tinggalkan detailnya untuk pembaca. Analisis Real I 179 Aljabar Himpunan Teorema Perluasan Kontinu Kita telah melihat fungsi yang kontinu tapi tidak kontinu seragam pada interval buka; sebagai contoh, fungsi f(x) = 1/x pada interval (0,1). Di pihak lain, dengan Teorema Kekontinuan Seragam, suatu fungsi yang kontinu pada interval tutup dan terbatas selalu kontinu seragam. Dengan demikian muncul pertanyaan: Syarat apa yang diperlukan suatu fungsi untuk kontinu seragam pada suatu interval buka? Jawabannya menampakkan kekuatan dari kekontinuan seragam, karena akan ditunjukkan bahwa suatu fungsi pada (a,b) kontinu seragam jika dan hanya jika dapat didefinisikan pada titik-titik ujung untuk menghasilkan suatu fungsi yang kontinu pada interval tertutup. Pertama=tama kita akan menunjukkan suatu hasil sebagai teorema berikut. 5.4.7 Teorema Jika f : A → R kontinu seragam pada suatu A⊆R dan jika (xn) barisan Cauchy dalam A, maka (f(xn)) barisan Cauchy dalam R. Bukti. Misalkan (xn) barisan Cauchy dalam A, dan ε > 0 diberikan. Pertamatama pilih δ > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi x - u < δ, maka f(x) – f(u) < ε. Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H(δ) sedemikian sehingga xn - xm < δ untuk semua n,m > H(δ). Dengan pemilihan δ, ini mengakibatkan bahwa untuk n,m > H(δ), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < ε. Oleh karena itu barisan (f(xn)) barisan Cauchy. Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) = 1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan oleh xn = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana f(xn) = n untuk semua n∈N bukan barusan Cauchy. 5.4.8 Teorema Perluasan Kontinu Suatu fungsi f kontinu seragam pada interval (a,b) jika dan hanya jika f dapat didefinisikan pada titik-titik ujung a dan b sedemikian sehingga fungsi perluasannya kontinu pada [a,b]. Bukti. Suatu fungsi yang kontinu seragam pada [a,b] tentu saja kontinu pada (a,b), dengan demikian kita hanya perlu membuktikan implikasi sebaliknya. Analisis Real I 180 Pendahuluan Misalkan f kontinu seragam pada (a,b). Kita akan menunjukkan bagaimana memperluas f ke a; argumen untuk b dilakukan dengan cara yang sama. Ini dilakukan dengan menunjukkan bahwa lim f ( x) = L ada, dan ini diselesaikan dengan pengx →c gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn) = a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teorema 3.5.4. Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang konvergen ke a, maka lim (un - xn) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan seragam dari f kita mempunyai Lim (f(un)) = lim (f(un) – f(xn)) + lim (f(xn)) = 0 + L = L. Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen ke a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita simpulkan bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b]. Karena lim dari f(x) = sin(1/x) pada 0 tidak ada, kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini tidak kontinu seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena lim x sin (1 x ) = 0 ada, x →0 maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0. Aproksimasi Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata “aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sangat alami (dan juga salah satu yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan, fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih kecil dari kesalahan yang ditentukan. Analisis Real I 181 Aljabar Himpunan 5.4.9 Definisi Misalkan I⊆R suatu interval dan s : I → R. Maka s dinamakan fungsi tangga jika s hanya mempunyai sejumlah hingga nilai-nilai yang berbeda, setiap nilai diberikan pada satu atau lebih interval dalam I. Sebagai contoh, fungsi s : [-2,4] → R didefinisikan oleh 0, - 2 ≤ x < 1, 1, - 1 ≤ x < 0, 12 , 0 < x < 12 , s(x) = 1 3, 2 ≤ x < 1, − 2, 1 ≤ x ≤ 3, 2, 3 < x ≤ 4, y ( ( [ ( ( x [ [ [ ( [ [ [ merupakan fungsi tangga. (Lihat Gambar 5.4.3) GAMBAR 5.4.3 Grafik y = s(x) Analisis Real I 182 Pendahuluan Sekarang kita akan menunjukkan bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas I dapat diaproksimasi secara sebarang dengan fungsi tangga. 5.3.10 Teorema Misalkan I interval tertutup dan terbatas. Misalkan pula f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu fungsi tangga sε : I → R sedemikian sehingga f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I. Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam (menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3), maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,y∈I dan x - y < δ(ε), maka f(x) – f(y) < ε. Misalkan I = [a,b] dan m∈N cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a+h], dan Ik = (a+(k-1)h,a+kh] untuk k = 2, … ,m. Karena panjang setiap subinterval Ik adalah h < δ(ε), maka selisih antara dua nilai dari f dalam Ik lebih kecil dari ε. Sekarang kita definisikan (4) sε(x) = f(a + kh) untuk x∈Ik, k = 1, … ,m, dengan demikian sε adalah konstanta pada setiap interval Ik. (Kenyataannya bahwa nilai dari sε pada Ik adalah nilai dari f pada titik ujung dari Ik, Lihat Gambar 5.4.4.) Akibatnya jika x∈Ik, maka f(x) - sε(x) = f(x) - f(a + kh) < ε. Oleh karena itu kita mempunyai f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I. Analisis Real I 183 Aljabar Himpunan GAMBAR 5.4.4 Aproksimasi dengan fungsi tangga Perhatikan bahwa pembuktian dari teorema sebelumnya agak lebih dibandingkan dengan pernyataan dalam teorema. Pada kenyataannya kita telah membuktikan pernyataan berikut. 5.4.11 Akibat Misalkan I = [a,b] interval tutup dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat bilangan asli m sedemikian sehingga jika kita membagi I dalam m interval saling lepas Ik yang mempunyai panjang h = (b – a)/m, maka fungsi tangga sε didefinisikan pada (4) memenuhi f(x) - sε(x) < ε untuk semua x∈I. Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki karakter dasar, akan tetapi tidak kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu sering diperlukan sekali untuk mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi kontinu sederhana, bagaimana kita akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi linear kontinu piecewise (potong demi potong). 5.4.12 Definisi Misalkan I = [a,b] suatu interval. Maka suatu fungsi g : I → R dikatakan linear potong demi potong pada I jika I merupakan gabungan dari sejumlah hingga interval saling lepas I1, … Im, sedemikian sehingga pembatasan dari g untuk setiap interval Ik merupakan fungsi linear. Remark. Jelas bahwa agar suatu fungsi linear potong demi potong g kontinu pada I, segmen garis yang membentuk grafik g bertemu pada titik-titik ujung dari subinterval yang berdekatan Ik dan Ik + 1k + 1 (k = 1, … , m-1) Teorema 5.4.13 Misalkan I suatu interval tutup dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu fungsi linear potong-demi-potong kontinu gε : I → R sedemikian sehingga f(x) - gε(x) < ε untuk semua x∈I. Analisis Real I 184 Pendahuluan Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam pada I = [a,b] maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,y∈I dan x - y < δ(ε), maka f(x) – f(y) < ε. Misalkan m∈N cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a + h], dan Ik = (a + (k-1)h,a + kh] untuk k = 2, … ,m. Pada setiap interval Ik kita definisikan gε fungsi linear yang menghubungkan titik-titik (a + (k – 1)h,f(a + (k – 1)h) dan (a + kh,f(a + kh)). Maka gε fungsi linear potong-demi-potong kontinu pada I. Karena, untuk x∈Ik nilai f(x) tidak lebih dari ε dari f(a + (k –1)h) dan f(a + kh), ditinggalkan sebagai latihan pembaca untuk menunjukkan bahwa f(x) - gε(x) < ε untuk semua x∈Ik; oleh karena itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua x∈I. (Lihat Gambar 5.4.5.) GAMBAR 5.4.5 Aproksimasi oleh fungsi linear potong-demi-potong Kita akan menutup pasal ini dengan mengemukakan teorema penting dari Weierstrass mengenai aproksimasi fungsi-fungsi kontinu Analisis Real I 185 Aljabar Himpunan dengan fungsi polinimial. Seperti diharapkan, agar memperoleh suatu aproksimasi tidak lebih dari suatu ε > 0 yang ditentukan, kita mesti bersedia untuk menggunakan polinomial sebarang derajat tinggi. 5.4.14 Teorema Aproksimasi Weierstrass Misalkan I = [a,b] dan misalkan f : I → R kontinu. Jika ε > 0 diberikan, maka terdapat suatu fungsi polinimial pε sedemikian sehingga f(x) - pε(x) < ε untuk semua x∈I. Terdapat sejumlah pembuktian dari teorema ini. Sayangnya, semua pembyktiian itu agak berbelit-belit, atau memakai hasil-hasil yang belum pada pengerjaan kita. Salah satu pembuktian yang paling elementer berdasarkan pada teorema berikut yang dikemukakan oleh Serge Bernsteîn, untuk fungsi kontinu pada [0,1]. Diberikan f : [0,1] → R, Bernsteîn mendefinisikan barisan polinomial : n (5) Bn (x) = k n ∑ f n k x k (1 − x ) k =0 n−k . Fungsi polinomial Bn, yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn ke-n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisienkoefisiennya bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik 0, 1 2 k , , … , , … ,1, n n n dan koefisien-koefisien binomial n n! n(n − k )L(n − k + 1) = = 1 ⋅ 2L k k k! (n − k )! 5.4.15 Teorema Aproksimasi Bernsteîn Misalkan f : [0,1] → R fungsi konttinu dan misalkan ε > 0. Terdapat nε∈N sedemikian sehingga jika n ≥ nε, maka kita mempunyai f(x) – Bn(x) < ε untuk semua x∈[0,1]. Bukti. Pembuktian Teorema ini diberikan dalam Elements of Analysis Real, H. 169-172. Disana ditunjukkan bahwa jika δ(ε) > 0 Analisis Real I 186 Pendahuluan sedemikian sehingga f(x) – f(y) < ε untuk semua x,y∈[0,1] dengan x - y < δ(ε), dan jika M ≥ f(x) untuk semua x∈[0,1], maka kita dapat memilih nε =sup{(δ(ε/2)-4,M2/ε2}. (6) Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi ε. Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan variabel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] → R dengan fungsi F : [0,1] → R yang didefinisikan oleh F(t) = f(a + (b – a)t) untuk t∈[0,1]. Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1], yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [a,b] yang mengaproksimasi f. Latihan-latihan 1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,∞), dimana a suatu konstanta positif. 2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x2 kontinu seragam pada A = [1,∞), tetapi tidak kontinu seragam pada B = (0,∞). 3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan. (a) f(x) = x2 (b) g(x) = sin(1/x) A =[0,∞); B = (0,∞). 4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x2) untuk x∈R kontinu seragam pada R 5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R, maka f + g juga kontinu seragam pada A. 6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R dan jika kedua-duanya terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam. 7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R, tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R. Analisis Real I 187 Aljabar Himpunan 8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R. 9. Jika f kontinu seragam pada A⊆R, dan f(x) ≥ k > 0 untuk semua x∈A, tunjukkan bahwa 1/f kontinu seragam pada A. 10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan A⊆R yang terbatas, maka f terbatas pada A. 11. Jika g(x) = x untuk x∈[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K sedemikian sehingga g(x) ≤ Kx untuk semua x∈[0,1]. Berikan kesimpulan bahwa g kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1]. 12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,∞) dan kontinu seragam pada [a,∞) untuk suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,∞). 13. Misalkan A⊆R dan f : A → R memiliki difat: untuk setiap ε > 0 terdapat suatu fungsi gε : A → R sedemikian sehingga gε kontinu seragam pada A dan f(x) - gε(x) < ε untuk semua x∈A. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A. 14. Suatu fungsi f : R → R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua x∈R. Buktikan bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam pada R. 15. Jika f0(x) = 1 untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema Binomial menyatakan bahwa (a + b)n = n n k =0 ∑ k a k b n − k ]. 16. Jika f1(x) = x untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1. 17. Jika f2(x) = x2 untuk x∈(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/n)x2 + (1/n)x. Analisis Real I 188 Pendahuluan 18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian sehingga polinomial Bernsteîn ke-n Bn untuk f2 memenuhi f2(x) – Bn(x) ≤ 0,001 untuk semua x∈[0,1]. Pasal 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers Ingat kembali bahwa jika A⊆R, maka fungsi f : A → R dikatakan naik pada A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 ≤ x2 berlaku f(x1) ≤ f(x2). Fungsi f dikatakan naik secara murni pada A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 < x2 berlaku f(x1) < f(x2). Demikian juga, g : A → R dikatakan turun pada A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 ≥ x2 berlaku g(x1) ≥ g(x2). Fungsi g dikatakan turun secara murni pada A jika untuk setiap x1,x2∈A dengan x1 > x2 berlaku g(x1) > g(x2). Jika suatu fungsi naik atau turun pada A, maka kita katakan fungsi tersebut monoton pada A. Jika f fungsi naimk murni ayau turun murni pada A, kita katakan bahwa f monoton murni pada A. Kita perhatikan bahwa jika f : A → R naik pada A maka g = -f turun pada A; demikian juga jika ϕ : A → R turun pada A, maka ψ = -ϕ naik pada A. Dalam pasal ini, kita akan bekerja dengan fungsi-fungsi monoton yang didefinisikan pada suatu interval I⊆R. Kita akan mendiskusikan fungsi-fungsi naik secara eksplisit, tetapi itu jelas bahwa terdapat persesuaian hasil untuk fungsi-fungsi turun. Hasil-hasil ini dapat diperoleh secara langsung dari hasil-hasil untuk fungsi-fungsi naik atau dibuktikan dengan argumen yang serupa. Fungsi monoton tidak perlu kontinu. Sebagai cintoh, jika f(x) = 0 untuk x∈[0,1] dan f(x) = 1 untuk x∈(1,2], maka f merupakan fungsi naik pada [0,1], tetapi tidak kontinu pada x = 1. Akan tetapi, hasil berikut ini menunjukkan bahwa suatu fungsi monoton selalu mempunyai limit-limit sepihak baik limit pihak-kiri maupun pihak-kanan (lihat Definisi 4.3.1) dalam R pada setiap titik yang bukan titik ujung dari domainnya. Analisis Real I 189 Aljabar Himpunan 5.5.1 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Andaikan bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka lim f = sup{f(x) : x∈I, x < c} (i) x →c − lim f = inf{f(x) : x∈I, x > c} (ii) x →c + Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika x∈I dan x < c, maka f(x) ≤ f(c). Dari sini himpunan {f(x) : x∈I, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung dari I, terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita simbol dengan L. Jika ε > 0 diberikan, maka L - ε bukan suatu batas atas dari himpunan ini. Dari sini, terdapat yε ∈I, yε < c sedemikian sehingga L - ε < f(yε) ≤ L. Karena f fungsi naik, kita simpulkan bahwa jika δ(ε) = c - yε dan jika 0 < c – y < δ(ε), maka ), maka yε < y < c dengan demikian L - ε < f(yε) ≤ f(y) ≤ L Oleh karena itu f(y) - L < ε bila 0 < c – y < δ(ε). Karena ε > 0 sebarang, kita katakan bahwa (i) berlaku. Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa. Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan. 5.5.2 Akibat Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. An- daikan bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen. (a) f kontinu pada c. (b) lim f = f(c) = lim f x →c − x →c + (c) sup{f(x) : x∈I, x < c} = f(c) = inf{f(x) : x∈I, x > c} Pembuktiannya mudah, tinggal mengikuti Teorema 5.5.1 dan 4.3.3. Kita tinggalkan detailnya untuk pembaca. Analisis Real I 190 Pendahuluan Misalkan I suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : x∈I, a < x} atau jika hanya jika lim f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung x →a + kanan dari I, dan untuk fungsi-fungsi turun. jf(c) { c GAMBAR 5.5.1 Lompatan dari f pada c Jika f : I → R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita definisikan lompatan dari f pada c sebagai jf(c) = lim f - lim f . (Lihat Gambar x →c + x →c − 5.5.1.) Mengikuti Teorema 5.5.1 bahwa jf(c) = inf{f(x) : x∈I, x > c} - sup{f(x) : x∈I, x < c} untuk suatu fungsi naik. Jika titik ujung kiri a dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada a menjadi jf(a) = lim f - f(a). Jika titik ujung kanan b x →a + dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi jf(b) = f(b) - lim f . x →b − 5.5.3 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Jika c∈I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika jf(c) = 0 Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat 5.5.2. Jika c∈I titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) = Analisis Real I 191 Aljabar Himpunan lim f , yang mana ekuivalen dengan jf(c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh un- x →c + tuk kasus c∈I titik ujung kanan dari I. Sekarang kita akan menunjukkan bahwa bisa terdapat paling banyak sejumlah terhitung titiktitik dimana fungsi monoton diskontinu. 5.5.4 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi monoton pada I. Maka himpunan titik-titik D⊆I dimana f diskontinu adalah himpunan terhitung. Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema 5.5.3 bahwa D = {x∈I : jf(x) ≠ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca. Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf(c) ≥ 0 untuk semua c∈I. Selain itu, jika a ≤ x1 < … < xn ≤ b, maka (mengapa?) kita mempunyai f(a) ≤ f(a) + jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b), yang mana berarti bahwa jf(x1) < … < jf(xn) ≤ f(b) – f(a). (Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I = [a,b] dimana jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu titik x∈I dimana jf(x) ≥ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana jf(x) ≥ (f(b) – f(a))/3; dan seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung titik-titik x dimana jf(x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk dalam himpunan ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung. Teorema 5.5.4 beberapa aplikasi yang berguna. Sebagai contoh, diperlihatkan dalam Latihan 5.2.12 bahwa jika h : R → R memenuhi identitas (*) Analisis Real I h(x + y) = h(x) + h(y) untuk semua x,y∈R 192 Pendahuluan dan jika h kontinu pada satu titik x0, maka h kontinu pada setiap titik dalam R. Ini berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti f(b) { jf(x4) { jf(x3) f(b) - f(a) { jf(x2) { jf(x1) f(a) a x1 x2 x3 x4 b kontinu pada R. GAMBAR 5.5.2 jf(x1) + … + jf(xn) ≤ f(b) – f(a) Fungsi-fungsi Invers Sekarang kita akan memandang keberadaan invers suatu fungsi yang kontinu pada suatu interval I⊆R. Kita ingat kembali (lihat Pasal 1.2) bahwa suatu fungsi f : I → R mempunyai fungsi invers jika dan hanya jika f injektif ( = satu-satu); yaitu x,y∈I dan x ≠ y mengakibatkan bahwa f(x) ≠ f(y). Kita perhatikan bahwa suatu fungsi monoton murni adalah injektif dan dengan demikian mempunyai invers. Dalam teorema berikut, kita menunjukkan bahwa jika f : I → R fungsi kontinu monoton murni, maka f mempunyai suatu fungsi invers g pada J = f(I) yang juga fungsi kontinu monoton murni pada J. Khususnya, jika f fungsi naik murni maka demikian juga dengan g, dan jika f fungsi turun murni maka demikian juga g. Analisis Real I 193 Aljabar Himpunan 5.5.5 Teorema Invers Kontinu Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I→ R monoton murni dan kontinu pada I. Maka fungsi g invers dari f adalaj fungsi monoton murni dan kontinu pada J = f(I). jg(c) x {. o g(c) c J GAMBAR 5.5.3 g(y) ≠ x untuk y∈J Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f fungsi turun murni untuk pembaca. Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J → R invers dari f ada. Kita claim bahwa g naik murni. Memang, jika y1 < y2, maka y1 = f(x1) dan y2 = f(x2) untuk suatu x1, x2∈I. Kita mesti mempunyai x1 < x2; untuk hal lain x1 ≥ x2, mengakibatkan y1 = f(x1) ≥ f(x2) = y2, bertentangan dengan hipotesis bahwa y1 < y2. Oleh karena itu kita mempunyai g(y1) = x1 < x2 = g(x2). Karena y1 dan y2 sebarang unsur dalam J dengan y1 < y2, kita simpulkan bahwa g naik murni pada J. Analisis Real I 194 Pendahuluan Tinggal menunjukkan bahwa g kontinu pada J. Akan tetapi, ini merupakan konsekuensi dati fakta bahwa g(J) = I suatu interval. Memang, jika g diskontinu pada suatu titik c∈J, maka lompatan dari g pada c tidak nol dengan demikian lim g < lim g x →c − x →c + Jika kita memilih sebarang x ≠ g(c) yang memenuhi lim g < x < lim g , maka x x →c − x →c + mempunyai sifat bahwa x ≠ g(y) untuk sebarang y∈J. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini x∉I, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita menyimpulkan bahwa g kontinu pada J. Fungsi Akar ke-n Kita kan menggunakan Teorema Invers Kontinu 5.5.5 untuk fungsi pangkat ke-n. Kita perlu membedakan atas dua kasus: (i) n genap, dan (ii) n ganjil. GAMBAR 5.5.4 Grafik dari f(x) = xn (x ≥ 0, n genap) (i) n genap. Agar diperoleh suatu fungsi yang monoton murni, kita batasi perhatian kita untuk interval I = [0,∞). Jadi, misalkan f(x) = xn untuk x∈I. (Lihat Gambar 5.5.4.) Kita telah melihat (dalam Latihan 2.2.17) bahwa jika 0 ≤ x < y, maka f(x) = xn < yn = f(y); oleh karena itu f monoton murni pada I. Selain itu, mengikuti Contoh 5.2.4(a) bahwa IfI kontinu pada I. Oleh karena itu, menurut Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Kita akan menunjukkan bahwa J = Analisis Real I 195 Aljabar Himpunan [0,∞). Misalkan y ≥ 0 sebarang; menurut Sifat Archimedean, terdapat k∈N sedemikian sehingga 0 ≤ y < k. Karena (Mengapa?) f(0) = 0 ≤ y < k ≤ kn = f(k), mengikuti Teorema Nilai Antara Bolzano 5.3.6 bahwa y∈J. Karena y ≥ 0 sebarang, kita simpulkan bahwa J = [0,∞). Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu invers dari f(x) = xn pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya menuliskan g(x) = x1/n atau g(x) = n x untuk x ≥ 0 (n genap), dan menyebut x1/n = n x akar ke-n dari x ≥ 0 (n genap). Fungsi g dinamakan fungsi akar ke-n (n genap). (Lihat Gambar 5.5.5.) GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f(x) = x1/n (x ≥ 0, n genap) Karena g invers untuk f, kita mempunyai g(f(x)) = x dan f(g(x)) = x untuk semua x∈[0,∞). Kita dapat menuliskan persamaan-persamaan ini dalam bentuk berikut: (xn)1/n = x dan (x1/n)n = x untuk semua x∈[0,∞) dan n genap. (ii) n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan F(x) = xn untuk semua x∈R; menurut 5.3.4(a), F kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa F naik murni pada R dan F(R) =R. (Lihat Gambar 5.5.6.) Analisis Real I 196 Pendahuluan Mengikuti Teorema Invers Kontinu 5.5.5, fungsi G yaitu invers dari F(x) = xn untuk x∈R, adalah fungsi naik murni dan kontinu pada R. Kita lazimnay menuliskan G(x) = x1/n atau G(x) = n x untuk x∈R, n ganjil Dan menyebut x1/n sebagai akar ke-n dari x∈R. Fungsi G disebut fungsi akar ke-n (n ganjil). (Lihat Gambar 5.5.7.) Disini kita mempunyai (xn)1/n = x dan (x1/n)n = x untuk semua x∈R dan n ganjil. GAMBAR 5.5.6 Grafik F(x) = xn (x∈R, n ganjil) Pangkat-pangkat Rasional Telah didefinisikan fungsi-fungsi akar ke-n untuk n∈N, yang mana hal ini memudahkan untuk mendefinisikan pangkat-pangkat rasional. 5.5.6 Definisi (i) Jika m,n∈N dan x ≥ 0, kita definisikan xm/n = (x1/n)m. (ii) Jika m,n∈N dan x > 0, kita definisikan x-m/n = (x1/n)-m. Dari sini kita telah mendefinisikan xr apabila r bilangan rasional dan x > 0. Grafik dari x ξ xr bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0. (Lihat Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional r∈Q dapat ditulis dalam bentuk r = m/n dengan m∈Z, n∈N, dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi 5.5.6 tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,p∈Z dan n,q∈N dan jika x > Analisis Real I 197 Aljabar Himpunan 0, maka (x1/n)m = (x1/q)p. Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan hubungan ini. 5.5.7 Teorema Jika m∈Z,n∈N, dan x > 0, maka xm/n = (xm)1/n. Bukti. Jika x > 0 dan m,n∈Z, maka (xm)n = xmn = (xn)m. Sekarang misalkan y = xm/n = (x1/n)m > 0 dengan demikian yn = ((x1/n)m)n = ((x1/n)n)m = xm. Oleh karena itu diperoleh bahwa y = (xm)1/n. GAMBAR 5.5.7 Grafik G(x) = x1/n (x∈R, n ganjil) Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan r,s∈Q, maka xrxs = xr + s =xsxr dan (xr)s = xrs = (xs)r. Latihan-latihan 1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b] suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f pada I. 2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval I⊆R, tunjukkan bahwa f + g juga suatu fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik murni pada I. 3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil kali fg tidak naik pada I. Analisis Real I 198 Pendahuluan 4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka fungsi hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I. 5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I → R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : x∈(a,b]}. GAMBAR 5.5.8 Grafik dari x ξ xr (x > 0) 6. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Misalkan juga c∈I bukan titik ujung dari I. Tunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (xn) dalam I sedemikian sehingga xn < c untuk n = 1,3,5, … ; xn > c untuk n = 2,4,6, … ; dan sedemikian sehingga c = lim (xn) dan f(c) = lim (f(xn)). 7. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Jika c∈I bukan titik ujung dari I, tunjukkan bahwa lompatan jf(c) dari f pada c diberikan oleh inf{f(y) –f(x) : x < c < y, x,y∈I}. 8. Misalkan f,g fungsi-fungsi naik pada suatu interrval I⊆R dan f(x) > g(x) untuk semua x∈I. Jika y∈f(I)∩g(I), tunjukkan bahwa f-1(y) < g-1(y). [Petunjuk: Pertama-tama interpretasi pernyataan ini secara geometri]. 9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional, dan f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk Analisis Real I 199 Aljabar Himpunan semua x∈I. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f kontinu hanya pada x = ½. 10. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mutlak [atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan injektif pada I. 11. Misalkan f(x) = x untuk x∈[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk x∈(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan f-1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f-1 kontinu pada setiap titik? 12. Misalkan f : [0,1] → R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilainilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1]. 13. Misalkan h : [0,1] → R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjukkan bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h mencapai infimumnya.] 14. Misalkan x∈R, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,p∈Z, n,q∈N, dan mq = np, maka (x1/n)m = (x1/q)p. 15. Jika x∈R, x > 0, dan jika r,s∈Q, tunjukkan bahwa x x = x r s r+s =xsxr dan (xr)s = xrs = (xs)r. Analisis Real I 200 Pendahuluan 11. DAFTAR PUSTAKA Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York : John Wiley & Sons, Inc. Analisis Real I 201