Uploaded by thirdvaa

TEORI IMITASI

advertisement
TEORI IMITASI
Teori Peniruan atau Imitasi (Imitation Theory)
Media massa dapat menimbulkan efek peniruan atau imitasi, khususnya yang
menyangkut delinkuesi dan kejahatan, bertolak dari besarnya kemungkinan atau
potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang ia peroleh dari
media massa. Kemudahan isi media massa untuk dipahami memungkinkan
khalayak untuk mengetahui isi media massa dan kemudian dipengaruhi oleh isi
media tersebut.
Perilaku khalayak jelas amat dipengaruhi oleh media massa, hal ini dapat kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya isi media massa dapat memberikan dua
pengaruh pada khalayak. Isi media massa yang disukai khalayak cenderung akan
ditiru oleh masyarakat, sebaliknya bila isi media massa itu tidak disukai khalayak,
maka khalayak pun akan cenderung untuk menghindarinya. Sebagai contoh
tayangan kriminal di televisi. Masyarakat yang tidak menyukai tindak kriminal tentu
akan menghindari perilaku yang ditayangkan di televisi seperti membunuh,
memperkosa, mencuri dan sebagainya. Tetapi lain dengan masyarakat yang
berdarah kriminal alias penjahat. Mereka tentu akan meniru isi media massa
tersebut dan bahkan “memperbaharui” tindak kejahatan tersebut agar tidak
tertangkap polisi. . Bukankah itu suatu kemungkinan yang amat mungkin terjadi
pada manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan apakah kekerasan di televisi
menyebabkan perilaku kekerasan pada khalayak atau tidak. Situasi ini memang
kompleks karena terdapatnya kepentingan yang bertentangan yang menyebabkan
metode, hasil dan interprestasi yang juga saling bertentangan. Kalangan pendidik
umumnya berpendapat bahwa isi yang negatif pada media massa akan berdampak
negatif pula pada khalayak. Sedangkan pihak media cenderung untuk bertahan dan
menyatakan bahwa apa-apa yang mereka siarkan itu tidak berbahaya bagi
masyarakat. Mereka bahkan berpendapat bahwa dengan menyaksikan kekerasan di
televisi, kita dapat mensublimasikan tekanan (tension) dan frustasi yang dialami, jadi
mengurangi kemungkinan untuk melakukan tindakan agresif atau kekerasan. Jadi
khalayak yang melihat kekerasan di televisi pun akan mencoba menghindari
tindakan kekerasan tersebut pada kehidupan sehari-harinya. Usaha-usaha untuk
mengkaji perilaku meniru secara umum dikaitkan dengan adanya dorongan
pembawaan (innate urges) atau kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Menurut pandanga umum ini, manusia cenderung untuk meniru perbuatan orang lain
semata-mata karena hal itu merupakan bagian dari sifat biologis (part of biological
“nature”) mereka untuk melakukan hal tersebut.
Seorang sosiolog bernama Gabriel Tarde (1903) berpendapat bahwa semua orang
memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau bahkan
melebihi) tindakan orang disekitarnya. Ia berpendapat bahwa mustahil bagi dua
individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak menunjukan
peningkatan dalam peniruan perilaku secara timbal balik. Ia juga memandang imitasi
memainkan perana yang sentral dalam tranmisi kebudayaan dan pengetahuan dari
suatu generasi ke generasi selanjutnya.
Dengan pengamatannya tersebut, Tarde sampai pada pernyataanya yang
mengatakan bahwa “society is imitation…”. Pernyataan ini didukung oleh Mc Dougal
(1908), pengarang buku teks psikologi yang pertama. Pandangan Tarde tersebut
banyak dikritik belakangan ini kerena kecenderungan manusia meniru orang lain
sebagai suatu bawaan sejak lahir tidaj cocok dengan kenyataan, karena seringkali
pengamatan terhadap orang lain justru membuat kita menghindari untuk meniru
perilaku tersebut. Pandangan ini menganggap bahwa pernyataan Tarde tidak
dipertegas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peniruan, cara
seseorang dalam memilih model tertentu yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku
yang akan disamainya itu.
Hal tersebut membuat teori yang dikemukakan Tarde ditinggalkan secara perlahanlahan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh teori yang berpendapat bahwa
kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang dipelajari (learned),
atau diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang melakukan peniruan
terhadap perilaku tertentu.
Kelemahan terbesar dari teori yang mengatakan bahwa tayangan kekerasan di
televisi menimbulkan kekerasan adalah bahwa teori ini diperolah dari studi-studi
laboratory yang bersifat eksperimen. Jadi studi ini tidak berdasarkan studi yang
dipelajari dari kehidupan nyata. Aliran ini dipimpin oleh Seymour Feshbach dan
kawan-kawan (1971) yang menyatakan bahwa daripada memicu perilaku kekerasan,
menonton perilaku kekerasan di televisi justru memberikan efek katarsis bagi
khalayak. Menurut mereka, dengan menonton kekerasan pada televisi, kita justru
menjadi frustasi dan itu mengurangi dan memperkecil kemungkinan kepada
khalayak untuk meniru kekerasan yang ditampilkan oleh televisi atau media lainnya.
http://denontarr.blogspot.com/2008/11/teori-peniruan-atau-imitasi.html
TEORI IDENTIFIKASI
Teori Identifikasi (Identification Theory)
Menurut analisis Bronfenbrenner (1960), identifikasi menunjuk kepada perilaku
ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain (yang disebut “model”).
Kemiripan perilaku diantara dua orang bukan berarti bahwa ia telah identik dengan
orang lain. Seorang anak misalnya yang identik dengan ayahnya, ketika ayahnya
sedang merasa senang, dan si anak merasa senang pada waktu yang bersamaan.
Keduanya independen satu sama lain dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya
amat berbeda. Si ayah senang karena pangkatnya naik, sedangkan si anak senang
karena ia mendapat pacar baru. Hal itu memperlihatkan bahwa kemiripan seseorang
dengan
orang
lain
bukan
membuat
ia
menjadi
orang
lain.
• Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum untuk
berbuat atau menjadi seperti orang lain. Seseorang harus memiliki motif untuk
menyamai atau menyerupai model. Besar sekali kemungkinan bahwa kebanyakan
anak memiliki motif yang kuat untuk menyamai atau menyerupai orang tuanya.
• Identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui mana anak-anak
menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model itu. Dengan teori ini dapat
dipahami bahwa bagaimana seorang anak membiasakan standar-standar orang tua
dan sosial untuk diidentifikasi perilakunya sesuai dengan jenis kelamin dan tindakan
moral yang tepat, dan bagaimana mereka menjadikan atribut dan karakter
orangtuanya menjadi bagian dari diri mereka, khususnya yang sama jenis
kelaminnya. Anak laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya sementara anak
perempuan
dengan
ibunya.
Walaupun identifikasi melibatkan peniruan terhadap suatu model (misalnya seorang
pemuda berpenampilan mirip Damon Albarn), namun istilah identifikasi dan peniruan
(imitasi) tidaklah sinonim. Suatu proses peniruan semata-mata menyangkut tidak
lebih sekedar emulasi dari perilaku tertentu dari suatu model. Sedangkan identifikasi
merupakan proses yang jauh lebih kompleks, hingga tingkat yang bermacammacam, membuat seseorang seolah-olah dia adalah orang lain, yaitu tokoh yang
dijadikannya modelitu.
Bagi anak-anak remaja dua
mengidentifikasi diri adalah:
motivasi
penting
yang
mendorong
mereka
1. Keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan
terhadap lingkungan (mastery over the environment) dan,
2. kebutuhan akan asuhan dan perhatian (affection)
Konsep identifikasi ini membantu kita untuk memahami tentang mengapa anggota
masyarakat berusaha menyerupai tokoh-tokoh ideal yang mereka temukan melalui
sajian media massa. Begitu banyak orang yang menjadikan bintang film, artis
sinetron, musisi, atau pribadi menarik lainnya sebagai idola mereka, sehingga
mereka berusaha menyamai gerak-gerik, penampilan dan tingkah laku idolanya
tersebut. Khalayak yang seperti ini berpakaian, memilih mode, berdandan daan
berbicara seperti tokoh yang diidentifikasinya.
TEORI BELAJAR SOSIAL
Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Prinsip belajar
menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Adapun
pengertian dari teori pembelajaran sosial (social learning theory) atau pembelajaran
observasional (observational learning) yaitu :
Pembelajaran observasional merupakan pembelajaran yang dilakukan ketika
seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain (John W.Santrock : 2008).
Pembelajaran observasional merupakan proses dimana informasi diperoleh dengan
memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan (B.R.Hergenhahn dan Matthew
HOlson : 2008). 1
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social ( Social
Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan
pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi
yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri.
Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan
anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert
Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku
memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/
penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan
siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu
peracang teori kognitif social. Meourut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat
merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif.
Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor
utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling
berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku,
perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku.
Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan
personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan,
strategi pemikiran dan kecerdasan.
Gambar 2.1 : Hubungan antara tingkah laku (behavioristic), person/kognitif, dan
Lingkungan belajar (Learning environment) menurut Bandura
Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa
kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada
diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu
diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan
oleh individu – individu lain yang menjadi model.
Bandura menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku melalui peniruan,
bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterima. Kita bisa
meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan
akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut
"observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan.
Selama jalannya Observational Learning, seseorang mencoba melakukan tingkah
laku yang dilihatnya dan reinforcement/ punishment berfungsi sebagai sumber
informasi bagi seseorang mengenai tingkah laku mereka.2
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang
berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi
atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang
dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori
belajar sosial adalah modeling (peniruan). Modeling lebih dari sekedar peniruan atau
mengulangi perilaku model tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau
pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan
sekaligus melibatkan proses kognitif.
Menurut Bandura (1986) mengemukakan empat komponen dalam proses
belajar meniru (modeling) melalui pengamatan, yaitu:3
1.
Atensi/ Memperhatikan
Sebelum melakukan peniruan terlebih dahulu, orang menaruh perhatian
terhadap model yang akan ditiru. Keinginan untuk meniru model karena model
tersebut memperlihatkan atau mempunyai sifat dan kualitas yang hebat, yang
berhasilk, anggun, berkuasa dan sifat-sifat lain.
Dalam hubungan ini Bandura memberikan contoh mengenai pengaruh
televisi dengan model-modelnya terhadap kehidupan dalam masyarakat, terutama
dalam dunia anak-anak.
Keinginan memperhatikan dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan dan
minat-minat pribadi. Semakin ada hubungannya dengan kebutuhan dan minatnya,
semakin mudah tertarik perhatiannya; sebaliknya tidak adanya kebutuhan dan minat,
menyebabkan seseorang tidak tertarik perhatiannya.
2.
Retensi/ Mengingat
Setelah memperhatikan dan mengamati suatu model, maka pada saat lain
anak memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan model tersebut. Anak
melakukan proses retensi atau mengingat dengan menyimpan memori mengenai
model yang dia lihat dalam bentuk simbol-simbol. Bandura mengemukakan
kedekatan dalam rangsang sebagai faktor terjadinya asosiasi antara rangsang yang
satu dengan rangsang yang lain bersama-sama. Timbulnya satu ingatan karena ada
rangsang yang menarik ingatan lain untuk disadari karena kualitas rangsangrangsang tersebut kira-kira sama atau hampir sama dan ada hubungan yang dekat.
Bentuk simbol-simbol yang diingat ini tidak hanya diperoleh berdasarkan
pengamatan visual, melainkan juga melalui verbalisasi. Ada simbol-simbol verbal
yang nantinya bisa dtampilkan dalam tingkah laku yang berwujud. Pada anak-anak
yang kekayaan verbalnya masih terbatas, maka kemampuan meniru hanya terbatas
pada kemampuan mensimbolisasikan melalui pengamatan visual.
3.
Memproduksi gerak motorik
Supaya bisa mereproduksikan tingkah laku secara tepat, seseorang harus
sudah bisa memperlihatkan kemampuan – kemampuan motorik. Kemampuan
motorik ini juga meliputi kekuatan fisik. Misalnya seorang anak mengamati ayahnya
mencangkul di ladang. Agar anak ini dapat meniru apa yang dilakukan ayahnya,
anak ini harus sudah cukup kuat untuk mengangkat cangkul dan melakukan gerak
terarah seperti ayahnya.
4.
Ulangan – penguatan dan motivasi
Setelah seseorang melakukan pengamatan terhadap suatu model, ia akan
mengingatnya. Diperlihatkan atau tidaknya hasil pengamatan dalam tingkah laku
yang nyata, bergantung pada kemauan atau motivasi yang ada. Apabila motivasi
kuat untuk memperlihatkannya, misalnya karena ada hadiah atau keuntungan, maka
ia akan melakukan hal itu, begitu juga sebaliknya. Mengulang suatu perbuatan untuk
memperkuat perbuatan yang sudah ada, agar tidak hilang, disebut ulangan –
penguatan.Dalam tumbuh kembang anak, teori ini sangat berguna sebagai bentuk
acuan pembelajaran yang tepat untuk anak. Orang tua, guru, atau pihak-pihak lain
dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan menerapkan teori ini. mereka
dapat lebih memahami tindakan apa yang pantas atau tidak untuk ditunjukkan
kepada anak sebagai bentuk pembelajaran dan pembentukan pola tingkah laku diri.
Download