MODUL PERKULIAHAN Sosiologi Komunikasi Teori Peniruan Media Massa Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Periklanan Tatap Muka 09 Kode MK Disusun Oleh 85005 Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Abstract Kompetensi Komunikasi massa mentransformasikan suatu pesan yang dapat digunakan audience-nya sebagai acuan peniruan, pengidentifikasian, sekaligus media pembelajaran sosial. Ketiga aktifitas sosialisasi ini menjadi pedoman bagi masyarakat tentang perilaku ideal sebagai hasil kontruksi lembaga media terhadap khalayaknya. Mahasiswa dapat memahami pengertian Teori-Teori Imitasi, Identifikasi, dan Belajar Sosial. Melalui ketiga teori ini, Mahasiswa diharapkan dapat mengenali efek yang ditimbulkan media massa terhadap masyarakat yang memungkinkan bagi munculnya peniruan, identifikasi, maupun belajar sosial. . Teori Peniruan dari Media Massa Dikaji Dalam Beberapa Bagian Pendahuluan Media massa menumbuhkan efek peniruan, identifikasi, dan belajar sosial bagi anggota masyarakat. Seseorang cenderung terinternalisasi isi pesan media massa ketika nilai-nilai yang ditawarkan memenuhi kepentingannya dan mengabaikan ketika dianggap tidak mewakili kebutuhannya. Dua kenyataan efek komunikasi massa tersebut merupakan pengalaman keseharian kita. Program hiburan melalui kategorinya berupa drama sinetron dengan suguhan gaya hidup hedonis mungkin tidak akan disimak audience dengan pandangan hidup rasional. Berbeda halnya pada individu lain, tayangan ini bisa jadi digemari sebagai media penghibur tanpa terganggu dengan pragmatisme alur ceritanya. Pada individu pertama, sinetron tidak memberikan efek peniruan terhadap praktik berkehidupannya. Menjadi berbeda pada individu kedua, kemungkinannnya sinetron berdampak pada dimilikinya need for achievment yang mendorong pelaku bekerja giat memenuhi harapan hidup yang distandarisasi nilai-nilai hedonis dalam sinetron. Media massa berkontribusi menyalurkan nilai-nilai kehidupan pada masyarakat luas. Norma sosial ini dibutuhkan oleh setiap orang sebagaimana kecenderungan manusia asalinya ingin tahu, ingin mempelajari sesuatu, dan meniru berbagai hal. Melalui Modul Kesembilan ini, akan dibahas teori-teori efek komunikasi massa yang menimbulkan aktifitas peniruan, identifikasi, dan belajar sosial dari individu selaku khalayak pengkonsumsi isi pesan media. Pengertian Teori Imitasi, Teori Identifikasi, dan Teori Belajar Sosial Teori Imitasi. Keinginan meniru tingkah laku sesama adalah salah satu dorongan (drive) naluri yang dimiliki manusia – selain dorongan mempertahankan hidup, dorongan seks, dorongan mencari makan, dorongan berinteraksi, dorongan berbakti, dan dorongan keindahan (Koentjaraningrat, 1990:109). Dikatakan sebagai dorongan sebabnya sudah tertanam dalam gen sebagai bagian dari naluri. Setiap orang diyakini G. Tarde memiliki dorongan meniru tingkah laku. Upaya peniruan diperoleh melalui berbagai sarana sosialisasi, salah satu agen potensial adalah melalui media massa. Saluran ini menginternalisasi manusia tentang pola-pola tingkah laku yang mantap hingga dapat 2012 2 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id digunakan untuk berhubungan dengan manusia lain. Stimulus berulang-ulang menghasilkan respon tertentu bergantung kebutuhan dari audience menanggapi keperluannya (G. Tarde dalam Les Lois de I’Imitation, 1890, dalam Koentjaraningrat, 1990:110). Melalui eksperimen, Tarde menguji teori positivistisnya untuk menemukan kecenderungan perilaku peniruan diakibatkan terpaan pesan yang secara intensif diarahkan pada responden hingga pelaku memiliki perangkat konsep meniru perilaku model. Pandangan ini determinan sebab teorinya dinilai lemah untuk menjelaskan bahwa perilaku imitasi didapat seseorang melalui proses belajar (learned action) dengan meniru berbagai macam tindakan dari berbagai sumber. Studi Seymour Feshbach, mengkaji ulang pandangan Tarde. Menurutnya, tidak semua sosialisasi pesan media dapat dijadikan model imitasi, hanya perilaku tertentu yang ditiru seseorang untuk dijadikan pola perilakunya. Aksi kekerasan dalam tayangan televisi tidak selalu memberikan efek kekerasan pada audience-nya, justru sebaliknya suguhan kekerasan menumbuhkan frustasi – hal ini memperkecil kemungkinan khalayak meniru adegan kekerasan dalam dunia nyata (Feshbach, Personality, 1995). Annisa penyuka fanatik “Pesbuker” dan tayangan situation comedies lainnya semacam “RT Sukowi” atau “Opera van Java”. Berbeda halnya dengan Latifah, ia lebih menyukai tayangan televisi yang dianggapnya lebih berbobot seperti “Apa kabar Indonesia Malam”, “Bedah Editorial Indonesia” hingga “Dialog TVRI”. Bang Amri jarang menonton televisi yang dianggapnya sebagai media yang isinya monoton berita atau sinetron, ia memilih menyetel radionya keras-keras untuk memenuhi kecintaannya terhadap musik dangdut. Setiap orang mengkonsumsi media massa didorong beragam motivasi. Perbedaan motiv mengkonsumsi media mengakibatkan reaksi yang berbeda terhadap setiap media. Jelasnya komunikasi massa menyediakan berbagai model yang dapat ditiru khalayaknya. Media cetak menyediakan gagasan yang lebih jelas dan mudah dipahami dibandingkan penjelasan yang diberikan oleh seseorang. Media piktorial seperti televisi, film, buku bergambar menyediakan alat peniruan berupa gambaran fisik yang lebih mudah ditiru. Melalui mediamedia inilah, setiap orang mendapatkan pengetahuan tentang berbagai hal. Teori Peniruan atau Imitasi adalah, suatu teori yang menjelaskan jika media berkontribusi mengembangkan kemampuan afektif manusia. Dalam upaya pengembangan kemampuan ini, manusia menekankan orientasi eksternalnya untuk mencari gratifikasi (pemuasan kebutuhan psikologi dan sosial) (Rakhmat, 2004:216) 2012 3 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penjelasan teori ini dapat disimpulkan, jika setiap orang memiliki instingtif berempati meniru perilaku orang lain. Media massa menyediakan beragam model untuk dijadikan contoh perilaku ideal oleh setiap orang hanya saja tidak setiap pesan dapat dijadikan model acuan berperilaku. Model-model ini dipelajari untuk dijadikan milik keperibadian seseorang hanya ketika contoh imitasi sesuai nilai-nilai kebudayaan yang menjadi rujukan peniruan. Hingga menjadi masuk akal bagi kita, tidak semua pesan-pesan bermuatan kekerasan menimbulkan efek perilaku kekerasan pada masyarakat pengkonsumsi media. Teori Identifikasi. Anas Urbaningrum figur populer yang dijadikan tokoh hero pada Era Reformasi hingga menjelang masa kejatuhannya akibat issue Korupsi Hambalang di akhir Tahun 2012. Remaja atau ABG (Anak Baru Gede) mendapatkan model kepahlawanan melalui kelompok vokal “Coboy Junior”. Setiap orang pastinya memiliki figur selaku tokoh panutan. Ada yang menjadikan ayah-ibunya atau kakak kandungnya, guru, ataupun politisi sebagai tokoh yang perlu dicontoh, apakah perilaku positip maupun negatip. Setiap sosok yang diwakili melalui berbagai tokoh hero ini dianggap menjadi model bagi setiap orang, di mana seseorang berupaya mengikuti apapun yang dilakukan oleh tokoh idolanya. Konsep identifikasi merupakan kenyataan yang berbeda dengan imitiasi. Pada perilaku peniruan, seseorang berupaya mengimitasi dengan mengambil sebagian dari cara berpikir dan berperilaku tokoh yang diidolakan – sementara pada perilaku identifikasi, individu mengambil seluruh figur fisik maupun non-fisik dari tokoh yang diidolakan hingga pelaku seolah-olah mirip atau identik dengan tokoh pahlawannya. Media massa menyediakan bahan bagi proyek identifikasi individu. Media massa dalam hal ini berfungsi sebagai agen pembentukan identitas yang menawarkan beragam status dan peran yang dapat dikonsumsi khalayak. Selaku agen sosialisasi skunder, media massa menyajikan informasi fiktif maupun faktual seorang tokoh dengan peranan dan gaya tertentu sesuai agenda setting yang ditetapkan lembaga media. Pembentukan peranan yang bersifat fiktif eksplisitnya menampilkan tokoh yang dirancang untuk dikagumi oleh penampilan serba trendi, kaya, cantik dan tampan, awet muda, dan glamour serta gagasan-gagasannya yang utopis. Media pun merancang tokoh faktual yang dideskripsikan menjalankan peranan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Teori Identifikasi adalah, suatu metode yang dipergunakan orang dalam menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian daripada keperibadiannya (Sigmund Freud dalam The Ego and The Id, 1950, dalam Suryabrata, 1995:141) 2012 4 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Freud memisahkan pengertian imitasi dengan identifikasi. Peniruan dangkal lekat sebagai imitasi sedangkan identifikasi dimaknai sebagai upaya peniruan yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari keperibadiannya. Identifikasi satu gejala primer bagi manusia melalui aktifitas ini memungkinkan seseorang mereduksi ketegangan dengan cara bertingkahlaku seperti perilaku orang lain. Aktifitas identifikasi dimulai sejak seseorang mulai mengenal dunia hingga ia meninggal, di awali ketika masa kanak-kanak, seseorang mulai diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan panutan mulai dari lingkup keluarga inti, keluarga luas, teman bermain, institusi pendidikan formal, hingga figur kepahlawanan yang ditawarkan media massa. Agen-agen sosialisasi ini sebagai sumber rujukan seseorang yang tanpa disadari dijadikan figur ideal yang dapat membantunya mencapai maksud tertentu. Proses trial dan eror mewarnai aktifitas penemuan jati diri, hingga seseorang dapat menemukan pola identifikasi yang sesuai keperluannya. Teori Belajar Sosial. Ilmu Komunikasi sebagai kajian multidispliner melibatkan konsep Psikologi dalam kaitannya menerangkan efek komunikasi massa memberikan dampak pada perilaku individu. Teori Belajar sebagai turunan Teori Psikologi, berpijak pada aliran Behaviorisme yang menganggap konsepsi manusia sebagai Homo Mechanicus atau Manusia Mesin. Kita dapat mengartikan Teori Belajar sebagai : Seluruh perilaku manusia (kecuali insting) adalah hasil dari belajar. Belajar dimaknai sebagai perubahan perilaku organisme yang dikendalikan oleh faktorfaktor lingkungan hingga dalam hal ini, manusia berupaya mengembangkan kelakuannya hingga sesuai tuntutan lingkungannya (Rakhmat, 2004:21) Media massa dalam konteks Teori Belajar diasumsikan memberikan efek prososial maupun anti-sosial bagi seseorang, dengan mana kita dapat belajar melalui gambaran pengalaman yang ditawarkan media hingga kita dapat melakukan peniruan (modelling). Bandura dan rekan sejawatnya - Byrne, mengidentifikasi kegiatan belajar sosial ke dalam empat tahapan proses : (1). Proses Perhatian Proses belajar diawali manakala seseorang mengamati peristiwa yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa yang diamati dapat berwujud tindakan maupun abstract modelling seperti sikap, pandangan, persepsi realitas sosial. Hanya peristiwa yang dianggap bermakna yang dapat dijadikan pusat perhatian untuk 2012 5 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id diteladani. Peristiwa ini biasanya terjadi berulang-ulang dan mendatangkan perasaan positip atau memuaskan kebutuhan psikologis. (2). Proses Pengingatan Efek prososial atau anti-sosial perlu diperkuat lagi melalui penyimpanan setiap peristiwa yang dianggap penting melalui visual imagery dan verbal. Penyimpanan dalam memori perlu dikuatkan dengan keterampilan membayangkan secara mental dalam bentuk imajinal dan bahasa. Kita dapat memfantasikan diri seolah-olah sesuai dengan gambaran imajiner terhadap sesuatu yang dipanuti atau merekamnya dalam kalimat pengingat. (3). Proses Reproduksi Motoris Setiap memori yang telah kita simpan dapat kita keluarkan pada saat diperlukan. Setiap perilaku maupun sikap dapat kita modifikasi sedemikian rupa hingga sesuai dengan kebutuhan kita. (4). Proses Motivasional Proses reproduksi perilaku, sikap, gagasan bergantung pada kekuatan motivasi atau peneguhan. Motiv ini dapat berlatar sifat peneguhan yang beragam, terdapat motiv eksternal, motiv gantian (vicarious reinforcement), dan motiv diri (self reinforcement). Pada motiv pertama, dapat dicontohkan melalui peneguhan profesional bekerja bebas korupsi. Seseorang akan melakukan perilaku ini ketika sistem sosialnya mendukung anti korupsi, sebaliknya kita menyembunyikan sifat kejujuran ketika anggota lingkungan sebagian besarnya melakukan praktek korupsi. Pada motiv kedua, kita dapat saja bersikap anti-korupsi atau menjadi koruptor ketika terdapat figur menteladani perilaku korupsi. Ganjaran yang diperoleh seorang hero seperti penghargaan, cacian, status sosial positip atau negatip secara tidak langsung merupakan ganjaran yang kita peroleh jika kita berperilaku sama. Pada motiv ketiga, tindakan korupsi atau anti-korupsi akan kita lakukan ketika diri (self) merealisasikan perilaku tersebut. Dorongan tentang rasa puas, senang, atau terpenuhi citra ideal menjadi fakta penyebab seseorang mengeksekusi tindakannya. (Bandura dan Byrne, Social Psyschology: Understanding Human Interaction, 1977 dalam Rakhmat, 2004:240) Kita dapat ambilkan contoh efek media massa yang mengeksposur adegan kekerasan dalam tayangan film atau tontonan televisi. Termuat lebih seratus bukti penelitian menyangkut riset ini jika merujuk pada Jalaludin Rakhmat. Namun secara general kita dapat simpulkan proses belajar yang ditimbulkan dari dampak adegan kekerasan : 2012 6 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (1). Penonton mempelajari adegan agregasi setelah melihat model (observational learning) (2). Kemampuan diri penonton berkurang pasca menonton adegan kekerasan (disinhibitation) (3). Penonton pada akhirnya tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization) Dalam uraian proses belajar tindak kekerasan melalui televisi, kita beroleh gambaran jika tayangan bernuansa agresi mengajarkan masyarakat tentang perilaku agresi, mengurangi kendali moral, dan menumpulkan perasaan. Agresi dalam hal ini dapat kita definisikan sebagai : Setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain yang menghindari perlakuan seperti itu (Baron dan Byrne, Social Psychology: Understanding Human Interaction, 1979, dalam Rakhmat, 2004:243) Pada kesimpulannya, Teori Belajar menjelaskan jika media massa menjalankan fungsi strategis dalam proses sosialisasi berbagai nilai-nilai sosial dan kebudayaan. Sebagai agen sosialisasi skunder, media massa mentransmisikan pengetahuan yang pada gilirannya memberikan pembaca, pendengar, pirsawan role model bagi perilaku prososial dan juga anti-sosial. Kesimpulan Melalui Teori Imitasi, Teori Identifikasi, dan Teori Belajar Sosial kita dapat memahami jika komunikasi massa melalui beragam saluran massanya memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang gagasan-gagasan yang diidealisasikan oleh lembaga media massa. Tokoh rekaan dalam wujud fiktif dan faktualnya memberikan pedoman bagi orang banyak tentang perilaku, sikap, dan cara berpikir yang sedianya dapat dijadikan alternatif suri tauladan. Proyek pembentukan tokoh panutan sebenarnya merupakan wujud konversi komunikasi massa antara infrastruktur komunikasi atau khalayak dengan suprastruktur komunikasi atau dalam hal ini terdiri dari lembaga media massa dan pemerintah yang membentuk output berupa Kebijakan Komunikasi Nasional. Melalui penjelasan Teori Peniruan kita dapat menguraikan realitas menyangkut posisi media massa selaku agen pembentuk citra diri bagi konsumen media. Adapun Teori Identifikasi 2012 7 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menerangkan kenyataan menyangkut upaya peniruan secara menyeluruh individu terhadap tokoh rekaan yang dirancang media. Namun kegiatan imitasi maupun identifikasi menjadi citra diri bagi seseorang memerlukan penjelasan Teori Belajar Sosial. Sebagai konsep yang menerangkan jika seseorang tidak serta merta meniru dan mengindentifikasi dirinya merujuk pada sosok hero yang ditawarkan media – namun individu akan melakukan proses penyeleksian sumber pengetahuan ataupun perilaku panutan yang dapat dijadikan identitas dirinya. Daftar Pustaka Bandura dan Byrne 1977 Social Psyschology: Understanding Human Interaction, dalam Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Cetakan Keduapuluhsatu, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Feshbach, Seymour & Weiner, Bernard & Bohart, Arthur 1995 Personality, 4 Edition, Wadswort Publising. Freud, Sigmund 1950 The Ego and The Id, dalam Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Edisi 1 Cetakan 7, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995. G. Tarde Les Lois de I’Imitation, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 1890 Cetakan Kedelapan, Jakarta: PT Rineka Cipta., 1990. Koentjaraningrat. 1990 Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: PT Rineka Cipta. Rakhmat, Jajaluddin 2004 Psikologi Komunikasi, Cetakan Keduapuluhsatu, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suryabrata, Sumadi 1995 2012 Psikologi Kepribadian, Edisi 1 Cetakan 7, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 8 Nama Mata Kuliah dari Modul Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id