Modul Sosiologi Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Sosiologi
Komunikasi
Teori Peniruan dari Media
Massa
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Periklanan dan
Komunikasi
Pemasaran
09
Abstract
Disusun Oleh
Kode MK
SM Niken Restaty, M.Si
Kompetensi
Pembahasan
meliputi
Kode MK
pada
teroi
modul
imitasi,
ini Dari materi kuliah tersebut di
teori atas,
identifikasi dan teori belajar sosial
diharapkan
mahasiswa
dapat memahami teroi imitasi, teori
identifikasi dan teori belajar sosial
Pembahasan
Dalam bab teori peniruan dari media massa ini akan dibahas 3 konsep teori peniruan yaitu :
1. Teori Imitasi
2. Teori Identifikasi
3. Teori Belajar Sosial
TEORI IMITASI
PENDAHULUAN
Media massa dapat menimbulkan efek peniruan atau imitasi, khususnya yang
menyangkut delinkuesi dan kejahatan, bertolak dari besarnya kemungkinan atau potensi
pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang ia peroleh dari media massa.
Kemudahan isi media massa untuk dipahami memungkinkan khalayak untuk mengetahui isi
media massa dan kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut.
Perilaku khalayak jelas amat dipengaruhi oleh media massa, hal ini dapat kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya isi media massa dapat memberikan dua pengaruh
pada khalayak. Isi media massa yang disukai khalayak cenderung akan ditiru oleh
masyarakat, sebaliknya bila isi media massa itu tidak disukai khalayak, maka khalayak pun
akan cenderung untuk menghindarinya. Sebagai contoh tayangan kriminal di televisi.
Masyarakat yang tidak menyukai tindak kriminal tentu akan menghindari perilaku yang
ditayangkan di televisi seperti membunuh, memperkosa, mencuri dan sebagainya. Tetapi
lain dengan masyarakat yang berdarah kriminal alias penjahat. Mereka tentu akan meniru isi
media massa tersebut dan bahkan “memperbaharui” tindak kejahatan tersebut agar tidak
tertangkap polisi. Bukankah itu suatu kemungkinan yang amat mungkin terjadi pada
manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan apakah kekerasan di televisi
menyebabkan perilaku kekerasan pada khalayak atau tidak. Situasi ini memang kompleks
karena terdapatnya kepentingan yang bertentangan yang menyebabkan metode, hasil dan
interprestasi yang juga saling bertentangan. Kalangan pendidik umumnya berpendapat
bahwa isi yang negatif pada media massa akan berdampak negatif pula pada khalayak.
Sedangkan pihak media cenderung untuk bertahan dan menyatakan bahwa apa-apa yang
mereka siarkan itu tidak berbahaya bagi masyarakat. Mereka bahkan berpendapat bahwa
dengan menyaksikan kekerasan di televisi, kita dapat mensublimasikan tekanan (tension)
dan frustasi yang dialami, jadi mengurangi kemungkinan untuk melakukan tindakan agresif
2016
2
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
atau kekerasan. Jadi khalayak yang melihat kekerasan di televisi pun akan mencoba
menghindari tindakan kekerasan tersebut pada kehidupan sehari-harinya. Usaha-usaha
untuk mengkaji perilaku meniru secara umum dikaitkan dengan adanya dorongan
pembawaan (innate urges) atau kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia. Menurut
pandanga umum ini, manusia cenderung untuk meniru perbuatan orang lain semata-mata
karena hal itu merupakan bagian dari sifat biologis (part of biological “nature”) mereka untuk
melakukan hal tersebut.
Seorang sosiolog bernama Gabriel Tarde (1903) berpendapat bahwa semua orang
memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau bahkan melebihi)
tindakan orang disekitarnya. Ia berpendapat bahwa mustahil bagi dua individu yang
berinteraksi dalam waktu yang cukup panjang untuk tidak menunjukan peningkatan dalam
peniruan perilaku secara timbal balik. Ia juga memandang imitasi memainkan perana yang
sentral dalam tranmisi kebudayaan dan pengetahuan dari suatu generasi ke generasi
selanjutnya. Dengan pengamatannya tersebut, Tarde sampai pada pernyataanya yang
mengatakan bahwa “society is imitation…”. Pernyataan ini didukung oleh Mc Dougal (1908),
pengarang buku teks psikologi yang pertama.
Pandangan Tarde tersebut banyak dikritik belakangan ini kerena kecenderungan
manusia meniru orang lain sebagai suatu bawaan sejak lahir tidaj cocok dengan kenyataan,
karena seringkali pengamatan terhadap orang lain justru membuat kita menghindari untuk
meniru perilaku tersebut. Pandangan ini menganggap bahwa pernyataan Tarde tidak
dipertegas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peniruan, cara seseorang
dalam memilih model tertentu yang akan ditirunya, ataupun jenis perilaku yang akan
disamainya itu.
Hal tersebut membuat teori yang dikemukakan Tarde ditinggalkan secara perlahanlahan di lingkungan psikologi dan digantikan oleh teori yang berpendapat bahwa
kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang dipelajari (learned), atau
diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang melakukan peniruan terhadap
perilaku tertentu.
Kelemahan terbesar dari teori yang mengatakan bahwa tayangan kekerasan di
televisi menimbulkan kekerasan adalah bahwa teori ini diperolah dari studi-studi laboratory
yang bersifat eksperimen. Jadi studi ini tidak berdasarkan studi yang dipelajari dari
kehidupan nyata. Aliran ini dipimpin oleh Seymour Feshbach dan kawan-kawan (1971) yang
menyatakan bahwa daripada memicu perilaku kekerasan, menonton perilaku kekerasan di
televisi justru memberikan efek katarsis bagi khalayak. Menurut mereka, dengan menonton
kekerasan pada televisi, kita justru menjadi frustasi dan itu mengurangi dan memperkecil
kemungkinan kepada khalayak untuk meniru kekerasan yang ditampilkan oleh televisi atau
media lainnya.
2016
3
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PENGERTIAN IMITASI
Manusia cenderung untuk meniru perbuatan orang lain, semata-mata karena hal itu
merupakan bagian dari sifat biologis mereka untuk melakukan hal tersebut. Semua orang
memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau melebihi) tindakan di
sekitarnya (Tarde, 1903). Imitasi memainkan peranan yang sentral dalam transmisi
kebudayaan dan pengetahuan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya (Tarde,
1903).
Teori imitasi yang
alamiah ini dalam
perkembangannya secara bertahap
ditinggallkan oleh para ahli psikologi dan digantikan dengan sejumlah kerangka teoritis yang
mengemukakan bahwa kecenderungan untuk meniru orang lain adalah sesuatu yang
dipelajari (learned) atau diperoleh melalui suatu proses pengkondisian agar orang
melakukan peniruan terhadap perilaku tertentu
Pengertian imitasi secara umum adalah meniru. Dalam kehidupan ini, hewan dan
makhluk lain selain manusia melakukan imitasi secara morfologi penuh apakah itu merubah
warna kulit menyerupai sesuatu hingga membentuk diri seperti sesuatu. Pengertian Imitasi
dalam interaksi sosial adalah tindakan seseorang meniru penampilan, gaya hidup bahkan
sikap dan lebih parah lagi meniru segala hal yang dimiliki oleh orang tersebut.
Imitasi mempunyai peranan dalam interaksi sosial seperti yang dijelaskan
sebelumnya dalam pengertian interaksi sosial dan komunikasi. Imitasi sebagai salah satu
faktor pendorong individu dalam terjadinya interaksi sosial memiliki dua macam dampak
yaitu dampak positif dan negatif. Dampak yang ada tergantung dengan orang atau figur
yang diimitasikan. Akan tetapi, siapa pun figur yang ditiru oleh orang tersebut, akan
menurukan daya kreasi manusia dan bahkan menghilangkan potensi diri berkembang dalam
manusia.
Adapun kelebihan dari imitasi dalam interaksi sosial untuk masyarakat adalah mendorong
terjadinya pemenuhan kaidah-kaidah, norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
TEORI IDENTIFIKASI
Pengertian identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama dengan orang
lain. Identifikasi berbeda dengan imitasi. Jika imitasi bersifat tertutup, atau tidak boleh
berbeda dengan figur yang ada, identifikasi meniru dan mengembangkan hal yang ditiru.
Oleh karena itu identifikasi sifatnya lebih dalam dan bagus dari imitasi. Identifikasi lebih
bagus dari imitasi karenakan membantu dalam proses pembentukan kepribadian.
Kepribadian akan lebih cepat terbentuk dalam proses identifikasi. Figur yang di identifikasi
2016
4
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
akan tidak sepenuhnya ditiru, orang bijak berkata “ambil yang baik, buang yang buruk” itulah
identifikasi.
Teori Identifikasi mengemukakan dua konsep yaitu konsep “tindakan” (action)
dengan “gerak” (motion). Menurutnya, tindakan merupakan perilaku yang sukarela dan
memiliki tujuan. Pandangan Burke terhadap simbol bersifat luas yang mencakup
pembahasan linguistik dan juga unsur-unsur nonverbal. Manusia menyaring realitas diwakili
oleh simbol.
Identifikasi sendiri bukanlah suatu peristiwa tetapi lebih kepada persoalan derajat.
Identifikasi adalah derajat, bisa besar dan bisa kecil serta bisa meningkatkan atau berkurang
tergantung pada tindakan komunikator. Walaupun manusia akan selalu mengalami
identifikasi dan pemisaha, namun keberhasilan komunikasi akan lebih sukses jika identifikasi
lebih besar daripada pemisahan.
Menurut Burke, terdapat tiga sumber identifikasi yang saling tumpang-tindih diantara
manusia, yaitu:
1. Identifikasi Material, yaitu identifikasi yang bersumber dari barang kepemilikan, dan
benda. Misalnya, beberapa orang memiliki mobil yang sama atau memiliki selera
yang sama terhadap pakaian.
2. Identifikasi Idealistis, yaitu identifikasi yang berasal dari gagasan/ide, siakp,
perasaan dan nilai yang sama. Misalnya, beberapa orang sama-sama menjadi
anggota kelompok tertentu seperti partai politik, kelompok pengajian dan
sebagainya.
3. Identifikasi Formal, yaitu identifikasi yang berasal dari pengaturan, bentuk atau
organisasi dari suatu peristiwa dimana sejumlah orang turut serta di dalamnya.
Misalnya, jika dua orang yang diperkenalkan berjabat tangan, bentuk jabatan tangan
itu menjadi identifikasi.
Bahasa memiliki muatan emosi sehingga tidak ada kata-kata yang netral.Sebagai hasilnya
maka sikap, penilaian dan perasaan secara bergantian mucul dalam bahasa yang
digunakannya.
KONSEP :
Pertama, perilaku ketika seseorang bertindak
atau merasa seperti
orang lain (
Bronfernhrenner, 1960)
Kedua, suatu motif dalam bentuk suatu kegiatan umum untuk berbuat atau menjadi seperti
orang lain
2016
5
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ketiga, proses atau mekanisme melalui mana anak-anak menyamai suatu model dan
menjadikan dirinya seperti model itu.
Misal : MENGAPA SEORANG MENGIDENTIFIKASIKAN DIRI PADA SEORANG
TOKOH? Bila anak-anak atau remaja, maka motivasi untuk mengidentifikasi diri adalah :
keinginan untuk memiliki kekuasaan dan penguasaan terhadap lingkungan, kebutuhan akan
asuhan dan perhatian.
TEORI BELAJAR SOSIAL
Bandura menjelaskan
perhatian, proses
proses
belajar sosial
pengingatan
dalam empat tahapan proses: proses
(retention), proses
reproduksi
motoris,
dan proses
motivasional.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung
atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya
menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai
“abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati
peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah dianati, terjadilah tahap
pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata mempelajari sesuatu bila kita
memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani,
namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup
menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika
mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa
yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual
imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan
gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa.
Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya
dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat
menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan
sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reproduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang
kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada
motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong
kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan
2016
6
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah
kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan
dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan
mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang
disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar
berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang
berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang
meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru
berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak
mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain
mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi
motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu.
Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya
citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita
yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
TEORI SOCIAL LEARNING
MISCHEL ( 1971) menjelaskan bahwa teori perilaku memberi peran penting bagi penegakan
dan imbalan.Pentingnya peran tersebut dapat dipahami karena dua alasan :
Pertama,penegakan dan perangsang telah ditunjukkan berulangkali sebagai pengaruh yang
kuat dalam balajar dan dalam pilihan perilaku pada banyak situasi
Kedua, pada umumnya penelitian tentang belajar banyak mengkaji hewan daripada mengkaji
orang. Dan hewan, dianggap memiliki dorongan yang bersifat langsung atas direct
reinforcement dan dipandang sebagai mekanisme belajar yang sama.
TEORI REIFORCEMENT IMITASI
Miller dan Dolland (1941) memerinci kerangka teori tentang instrumental conditioning dan
mengemukakan ada tiga kelas utama perilaku yang seringkali diberi label “imitasi “
Same behavior, dua individu memberi respon masing-masing secara independen, tapi dalam
cara yang sama terhadap stimuli lingkungan yang sama
Copying, seseorang individu berusaha mencocokkan perilakunya sedekar mungkin dengan
perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi respopn terhadap syarat atau
2016
7
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang
yang dijadikannya model
Matched-dependent bahavior , seorang individu belajar untuk menyamai tindakan orang lain
(model atau si pemimpin) karena amat sederhana, ia memperoleh ombalan dari perilaku
tiruan (imitatifnya ) itu.
Bandura ( 1969) mengidentifikasi efek-efek yang ditimbulkan oleh eksposure terhadap
perilaku dan hasil perbuatan orang lain adalah Inhibitory dan Disinhibitory Effect :
Inhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang lain yang menyaksikan perilaku
tertentu menjadi malu atau menahan diri untuk melakukan atau mengulangi perbuatan yang
dilihatnya
Sedangkan efek disinhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang tidak malu atau
untuk melakukan perbuatan yang dilihatnya
Response facilitating effects: bahwa kesempatan untuk melihat kepada tindakan orang lain
dapat berfungsi memudahkan penampilan bermacam-macam perilaku yang menurut biasanya
tidak dilarang
Observational learning: Bila seseorang yang melihat dikenai perilaku dari suatu model
sosial, maka dapat terjadi efek observational learning. Dalam arti yang lebih spesifik observer
tadi dapat memperoleh bentuk perilaku baru semata-mata dengan melihat atau mengamati
tindakan model tanpa secara terbuka menunjukkan response di hadapan model yang
ditirunya.
Observational- leraning ditentukan oleh empat proses pengamatan yang khas tapi saling
berkait:
1. Attention
2. Retention
3. Motoric Reproduction
4. Faktor insentif atau motivasional
2016
8
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Sendjaya, Sasa Djuarsa, Teori Komunikasi, Jakarta, Universitas Terbuka, 1999
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2002
Sosanto, Astrid, Komunikasi Sosial, Jakarta, Binacipta, 1980.
Bungi, Burhan, Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana, 2006
Amri Jhi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga,
(Jakarta: PT. Gramedia, 1988)
Siti Karlinah, Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbitan UT, 1999), H. 8.7
2016
9
Sosiologi Komunikasi
SM Niken Restaty, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download