EFFECTS OF MEDIA VIOLENCE

advertisement
KAJIAN
DAMPAK
MEDIA
“SOCIAL COGNITIVE
THEORY”
AISYAH PRATIWI
ANI NUR SALIKAH
FITRIA EKA LESTARI
IIS APRIYANTI
KOMUNIKASI MASSA
FISIP UI 2009
1|Halaman
SOSIAL COGNITIVE THEORY
Teori kognitif sosial, yang dikembangkan oleh Albert Bandura (1986),
didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif adalah
sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Teori social kognitif ini memperlajari perilaku manusia dalam konteks interaksi
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh padapola belajar
sosial ini. Misalnya seorang yang hidupnya dan lingkungannya dibesarkan
dilingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau setidaknya
menganggap bahwa judi itu tidak jelek. Teory social kognitif ini ditemukan dalam
perspective individu (Bandura, 1986, 2001a).
Sistem
neural
ini
mengkhususkan
pada
pemrosesan,
menahan,
menggunakan kapasitas kode informasi secara jelasnya benar-benar untuk manusia
– simbolisasi generatif, pemikiran ke masa lampau, evaluatif pengaturan diri, refleksi
kesadaran diri, dan komunikasi simbolis
Bandura (1986) mendefinisikan triadic reciprocality sbb: “Dalam sudut
pandang kognitif, seseorang tidak digerakkan oleh kekuatan dari dalam atau
dibentuk oleh kekuatan dari luar, tapi dibentuk oleh tiga faktor timbal balik yaitu
tingkah laku, kognitif seseorang, dan lingkungan.
2|Halaman
Contoh nyata dalam triadic reciprocality adalah suasana belajar mengajar di
dalam kelas, hal-hal yang saling mempengaruhi ini terjadi pada saat :
1. Guru menerangkan pelajaran pada murid → lingkungan mempengaruhi kognitif.
2. Murid yang tidak mengerti mengangkat tangan untuk bertanya → kognitif
mempengaruhi tingkah laku.
3. Guru menerangkan kembali pelajarannya → tingkah laku mempengaruhi
lingkungan.
4. Guru memberikan tugas untuk diselesaikan oleh murid-murid → lingkungan
mempengaruhi kognitif yang kemudian mempengaruhi tingkah laku.
5. Ketika murid mengerjakan soal, mereka merasa mampu mengerjakannya →
tingkah laku mempengaruhi kognitif.
6. Murid meminta pada guru latihan soal lainnya → kognitif mempengaruhi tingkah
laku.
Berikut ini adalah kemampuan kognitif dasar yang merupakan karakteristik
manusia:
1. Symbolising capability. faktor teori menentukan bagian dari peristiwa
lingkungan akan diamati,yang artinya akan dirundingkan kembali oleh
mereka. Apakah yang mereka tinggalkan menimbulkan efek kekal, apa
dampak emosional dan kekuatan memotivasi yang akan mereka punya dan
bagaimana informasi yang mereka sampaikan akan diorganisisr untuk
penggunaan di masa depan. Melihat symbol, manusia memberikan arti,
format, dan kesinambungan dalam pengalaman mereka. Manusia memiliki
kemampuan untuk mentransformasikan pengalaman-pengalamannya menjadi
simbol-simbol dan kemampuan untuk memproses simbol-simbol ini. Mereka
dapat menciptakan ide-ide yang melampaui pengalaman penginderaannya.
Kenyataan bahwa manusia memiliki kemampuan simbolisasi tersebut tidak
berarti bahwa mereka selalu rasional. Hasil pemikiran itu dapat baik ataupun
buruk, tergantung pada seberapa baik keterampilan berpikir orang itu dan
tergantung pada kelengkapan informasi yang dimilikinya.
2. Self-regulatory capability. Manusia mengembangkan standar internal yang
dipergunakannya untuk mengevaluasi perilakunya sendiri. Kemampuan untuk
mengatur diri sendiri ini mempengaruhi perilaku selanjutnya. pengaturan diri
3|Halaman
manusia bersandar pada reduksi produksi seperti halnya pada reduksi
pengurangan orang-orang memotivasi dan memandu tindakan mereka
sampai kendali proaktif dengan mengatur diri mereka dan menantang tujuan,
kemudian mengerahkan sumber daya mereka, ketrampilan, dan usaha untuk
memenuhinya. Motivasi pengaturan diri dan tindakan melibatkan suatu dualcontrol proses disequilibrating produksi perbedaan (kendali proaktif) yang
diikuti dengan equilibrating pengurangan pertentangan (kendali reaktif).
Setelah mengadopsi standar moral, sanksi dalam diri mereka yang cocok
atau bertentangan dengan standar diri sebagai aturan yang berpengaruh.
Latihan untuk moral individu ada dua aspek – inhibitif dan proaktif. Format
inhibitif mempunyai kuasa untuk menahan diri dari bertindak yang tidak
manusiawi. sedangkan format kesusilaan yang proaktif dinyatakan memiliki
kuasa untuk bertindak yang lebih manusiawi.
3. Self-reflective capability. Kemampuan refleksi diri ini hanya dimiliki oleh
manusia.
Orang
dapat
menganalisis
berbagai
pengalamannya
dan
mengevaluasi apakah proses berpikirnya sudah memadai. Jenis pemikiran
yang paling sentral dan paling mendalam yang terjadi dalam refleksi diri ini
adalah penilaian orang tentang kemampuannya sendiri untuk mengatasi
berbagai macam realitas. 4 macam gaya verifikasi pikiran dapat dibedakan.
mereka meliputi enactive, vicarious, sosial, dan format logis. Verifikasi
enactive bersandar pada ketercukupan yang cocok antara pemikiran
seseorang dan hasil tindakan yang mereka hasilkan. Dalam verifikasi
vicarious, mengamati transaksi masyarakat lainnya dengan lingkungan sekitar
dan efek yang mereka menghasilkan atas ketepatan yang datang dari pikiran
sendiri. Saat evaluasi pengalaman menjadi sulit, verifikasi social digunakna,
dengan evaluasi pandangan orang-orang dengan memeriksa mereka
melawan apa yang orang lain percaya. Dalam verifikasi logis, mereka bisa
memeriksa pemikiran yang salah dalam pikirannya dengan menyimpulkan
dari pengetahuan yang biasa diikuti. Teori social kognitif meluas konsepsi
mengenai individu manusia untuk menjadi agen kolektif (Bandura, 1999a,
2000b)
4|Halaman
4. Vicarious capability. Hampir seluruh kegiatan belajar pada manusia itu
bukan melalui pengalaman langsung, melainkan hasil pengamatannya
terhadap perilaku orang lain beserta konsekuensinya. Belajar melalui
pengamatan ini memperpendek waktu yang dibutuhkan manusia untuk
belajar berbagai keterampilan. Keterampilan tertentu, seperti keterampilan
berbahasa, demikian kompleksnya sehingga tidak mungkin dapat dipelajari
tanpa penggunaan modeling. gagasan baru, nilai-nilai, pola perilaku dan
praktek sosia kini dengan cepat dihamburkan oleh model-model simbolis
yang di seluruh dunia dalam cara-cara yang itu membantu perkembangan
suatu kesadaran terbagi-bagi.
Karena model simbolis merupakan pusat pemahaman penuh mengenai efek
komunikasi massa, maka model aspek teori kognitif sosial dibahas secara agak lebih
rinci.
Beberapa tahapan proses modeling yang dikemukakan oleh Bandura tersebut,
diantaranya :
1. Proses Perhatian (Attentional Processes)
merupakan tahapan awal dari proses peniruan, yaitu saat seseorang
memperhatikan sebuah kejadian atau perilaku secara langsung atau tidak
langsung. Peristiwa itu dapat berupa tindakan tertentu atau gambaran pola
pemikiran. Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang tua kita, teman, guru,
atau sajian media massa. Proses belajar akan semakin efektif jika perhatian
semakin besar. Namun tidak seluruh peristiwa itu kita perhatikan. Manurut
Bandura, peristiwa yang menarik perhatian ialah yang tampak menonjol dan
sederhana,
terjadi
berulang,
dan
menimbulkan
perasaan
positif
pada
pengamatnya.
2. Proses Pengingatan (Retention Processes)
Kemampuan mengingat mengingat seseorang ketika seseorang telah melakukan
perhatian terhadap sebuah perilaku. Di tahap inilah perumpamaan dan bahasa
mulai bermain. Kita menyimpan apa saja yang dilakukan model yang kita lihat
dalam citraan mental atau deskripsi-deskripsi verbal. Ketika ini sudah tersimpan
5|Halaman
maka kita dapat “memanggil kembali” citraan atau deskripsi tadi sehingga anda
dapat memproduksinya melalui periaku.
3. Proses Reproduksi (Production Processes)
Merupakan lanjutan dari tahapan pembelajaran, yaitu menirukan kembali apa
saja yang telah disimpan diotak. Hal yang penting dari tahapan ini adalah
seseorang harus memiliki kemampuan unutk memproduksi perilaku terlabih
dahulu. Dan iprovisasi-improvisasi ketika sebuah prilaku dipraktikkan. meskipun
seseorang menonton pertandingan bola basket seharian penuh, namun dia tidak
akan bisa meniru tembakan basket jika seseorang tersebut dasarnya tidak bisa
bermain basket. Namun jika orang tersebut bisa bermain basket. Maka tembakan
orang tersebut akan semakain baik.
4. Proses Motivasional (Motivational Processes)
Merupakan dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Proses ini bergantung pada peneguhan. Ada 3 macam peneguhan
yang mendorong kita bertindak, yaitu peneguhan eksternal, peneguhan gantian,
dan peneguhan diri.
Misalnya, Pelajaran Bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan
dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan
kawan kita. Kita akan melakukannya hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak
akan mencemoohkan kita, atau bila kita yakin bahwa orang lain akan menghargai
tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Kita akan terdorong
melakukan perilaku teladan bila kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat
ganjaran karena perbuatannya. Inilah yang disebut peneguhan gantian. Akhirnya
tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu.
Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau
dipenuhinya citra diri yang ideal.
 Abstract Modelling
(Peniruan Abstrak)
Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses :
proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan
6|Halaman
proses motivasional. Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang
diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat
berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola
pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai,
atau persepsi realitas sosial). Aturan dalam informasi peniruan melibatkan
setidaknya tiga proses:
a) Mengekstraksi fitur umum dari berbagai contoh-contoh sosial,
b) Mengintegrasikan informasi menjadi aturan pendukung
c) Menggunakan aturan untuk menghasilkan perilaku baru

Motivational Events
Teori kognitif sosial membedakan beberapa diantaranya fungsi peniruan,
masing-masing diatur oleh berbagai faktor penentu dan mekanisme yang
mendasarinya. Sebagai tambahan, efek peniruan memiliki pengaruh motivasional
yang kuat. Motivator yang dialami diri sendiri, bersumber dari hasil ekspektasi yang
dibentuk dari informasi sebagai sebuah penghargaan atau hukuman. Efek motivasi
ini digunakan untuk bisa sama /memenuhi perilaku yang ditiru, persepsi mereka
dalam melakukan tindakan peniruan adalah menguntungkan atau merugikan.
Perilaku Transgressive diatur oleh dua sumber utama, sanksi sosial dan
sanksi diri. Motivasi muncul dari sanksi sosial. Media penggambaran dapat
mengubah sanksi sosial dengan cara yang digambarkan. Sebagai contoh, agresi
televisi sering dicontohkan dengan cara-cara yang cenderung melemahkan
pengendalian atas perilaku agresif (Goranson, 1970; Halloran & Croll, 1972; Larsen,
1968).
Efek disinhibitory berasal dari sanksi diri yang sebagian besar dimediasi
melalui mekanisme regulasi diri. Namun, standar moral tidak berfungsi sebagai
regulator tetap perilaku internal. Tidak beroperasi kecuali mereka diaktifkan, dan ada
banyak proses reaksi moral dapat terlepas dari perilaku yang tidak manusiawi
(Bandura, 1991b, 1992b). Selektif aktivasi dan pelepasan pengendalian internal
memungkinkan melakukan berbagai jenis dengan standar moral yang sama. Fig.6.3
menunjukkan titik-titik dalam proses pengaturan diri di mana kontrol moral yang
dapat terlepas.
Ball-Rokeach (1972) melekatkan arti penting khusus untuk reaksi evaluatif
dan pembenaran sosial yang disajikan dalam media, khususnya dalam konflik
7|Halaman
kekuasaan. Hal ini karena relatif sedikit pengalaman pemirsa yang cukup untuk
menggunakan strategi agresif mereka telah melihat, tetapi yang ditransmisikan
pembenaran dan evaluasi dapat membantu untuk memobilisasi dukungan publik
atau kebijakan yang memihak baik tindakan kontrol sosial atau perubahan sosial.
Perubahan yang membenarkan luas dapat memiliki konsekuensi sosial dan politik.
Media massa, terutama televisi, menyediakan akses yang terbaik kepada publik
melalui kekuatan gambar yang kuat. Untuk alasan ini, televisi semakin digunakan
sebagai prinsip pembenaran (Ball-Rokeach, 1972; Bandura, 1990; Bassiouni, 1981).
Karena pengaruh potensial, sistem komunikasi itu sendiri tunduk pada tekanan
konstan dari faksi yang berbeda dalam masyarakat berusaha untuk mengarah ke
ideologi mereka.
KONSTRUKSI SOSIAL REALITAS
Representasi realita sosial di televisi mengandung ideologi tertentu dalam
penggambarannya mengenai cara manusia berperilaku dan berpikir, hubungan
sosial, dan norma-norma dan struktur masyarakat (Adoni & Mane, 1984; Gerbner,
1972). Eksposur terus-menerus terhadap hal-hal di atas dapat membuat audiens
percaya bahwa hal tersebut adalah masalah wajar yang ada di kehidupan manusia.
Pengaruh televisi dapat dilihat dari tayangan yang ditonton oleh audiens, bukan dari
berapa banyak yang menonton televisi. Menonton televisi secara terus-menerus
(heavy television viewing) membentuk keyakinan audiens konsepsi atas realitas
(Hawkins & Pingree, 1982). Hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik apabila
faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikontrol.
DORONGAN SOSIAL ATAS PERILAKU MANUSIA
Efek dorongan sosial dibedakan menjadi pembelajaran observasi dan
bersikap terbuka belum ada perilaku lain yang dipelajari. Proses bersikap terbuka
dapat diterima secara sosial dan tidak dihalangi oleh kontrol diri. Dengan adanya
contoh, seseorang bisa berperilaku baik, rela membantu, menunjukkan kasih
sayang, memilih jenis makanan atau minuman tertentu, memilih pakaian tertentu,
berdiskusi mengenai suatu topik, menjadi pasif, berpikir secara konvensional atau
kreatif, atau melakukan tindakan-tindakan yang diterima secara sosial.
Industri fashion dan industri rasa sangat bergantung pada kekuatan dorongan
sosial suatu pencitraan (model). Pengaruh yang berdampak besar bisa ditingkatkan
8|Halaman
dengan memperlihatkan pencitraan yang menunjukkan konsekuensi jelas. Hal ini
bisa kita lihat dalam iklan. Contohnya, dengan meminum anggur atau memakai
sampo jenis tertentu, seseorang bisa dikagumi orang lain, meningkatkan performa
kerja, muncul kesan maskulinitas, lebih menonjol dalam lingkungan, dan
sebagainya.
Konsekuensi yang jelas, karakteristik pencitraan dan format-format pencitraan
tergantung dari apa yang sedang tren saat itu atau hal baru apa yang sedang terjadi
saat itu. Karakteristik pencitraan bervariasi untuk meningkatkan efek persuasi dari
pesan-pesan komersial. Singkatnya, pengaruh pencitraan memiliki berbagai fungsi,
sebagai tutor, motivator, penghalang, pembangkit emosi, dan pembentuk nilai-nilai
dan konsepsi atas realitas. Meskipun fungsi-fungsi di atas bisa berjalan terpisah,
sebenarnya mereka bekerja bersama-sama.
DUA-ALIRAN PENGARUH VERSUS MULTIPOLA PENGARUH
Pengaruh pencitraan bekerja melalui proses difusi dua-langkah. Orang yang
berpengaruh mencontoh apa yang ada di media dan orang lain menirunya.
Banyaknya jenis-jenis pengaruh dari manusia mengakibatkan sulitnya untuk
memastikan jalur pengaruh yang pasti. Sebagian besar perilaku adalah hasil dari
berbagai faktor yang bekerja beriringan.
Watt dan van den Berg (1978) menjelaskan beberapa teori mengenai
bagaimana komunikasi media berhubungan dengan sikap dan perilaku publik. Hal
itu termasuk konsepsi bahwa media mempengaruhi orang secara langsung, yaitu
media mempengaruhi opinion leader yang kemudian mempengaruhi orang lain.
Media tidak punya efek yang berdiri sendiri, media membuat agenda publik namun
tidak serta merta mempengaruhi publik. akhirnya, media hanyalah gambaran dari
sikap dan perilaku masyarakat. Dalam pengaruh sosial tidak ada pola tunggal.
Media bisa menanamkan gagasan secara langsung atau melalui adopter.
Dual Paths of Influence
Media Influence
Connections to
Social System
Behavior Change
9|Halaman
DIFUSI SOSIAL MELALUI PENCITRAAN SIMBOLIK
Sebagian besar pencitraan yang telah dibahas sebelumnya bermain pada
level individual. Pencitraan bisa disalurkan dengan bentuk yang berbeda-beda
kepada orang banyak secara simultan melalui pencitraan simbolik. Perkembangan
teknologi komunikasi telah mengubah proses difusi sosial. Media elektronik
mempunyai peran yang sangat penting dalam perubahan transkultural. Pencitraan
lewat televisi sekarang ini digunakan untuk mempengaruhi perubahan sosial pada
level komunitas dan masyarakat.
Terdapat tiga komponen utama dari model sosiokognitif komunikasi.
 Theoritical model, memfokuskan pada faktor pencetus dari perubahan
psikososial dan mekanisme bagaimana efek diproduksi. Komponen ini
menjadi faktor yang menuntun.
 Translational and implementation model, mengubah prinsip-prinsip teoritis
menjadi model operasional inovatif dengan lebih menspesifikkan isi, strategi
perubahan, dan jenis implementasinya.
 Social diffusion model, mengadopsi psikososial program dalam lingkungan
budaya yang beraneka ragam. Hal itu dilakukan dengan membuat adaptasi
fungsional dari program tersebut dalam keadaan sosiostruktural yang
berbeda, menyediakan insentif, tuntunan, dan membuat daftar sumbersumber yang diperlukan untuk meraih kesuksesan.
Aplikasinya antara lain dalam membuat iklan keluarga berencana, persamaan
hak perempuan, konservasi lingkungan, pencegahan AIDS, dan berbagai macam
keahlian yang dibutuhkan dalam hidup. Iklan-iklan tersebut menginformasikan,
menuntun, dan memotivasi masyarakat untuk mengubah gaya hidup mereka. Teori
kognitif sosial menganalisa difusi sosial dari pola perilaku baru dalam konteks tiga
komponen di atas dan juga faktor psikososial.
MODELING DETERMINANTS OF DIFFUSION
Model simbolis biasanya berfungsi sebagai pengantar utama inovasi untuk
yang daerah tersebar luas. Hal ini terutama berlaku dalam tahap-tahap awal difusi.
Surat kabar, majalah, radio, dan televisi menginformasikan masyarakat tentang
praktek-praktek baru dan kemungkinan mereka dalam hal
risiko atau manfaat.
10 | H a l a m a n
Internet menyediakan akses komunikasi cepat di seluruh dunia. Pengadopsi awal,
karena itu, datang dari mereka yang memiliki akses lebih besar kepada sumber
media informasi mengenai inovasi (Robertson, 1971). Penentu psikologis dan
mekanisme observasi pembelajaran, yang ditinjau sebelumnya, mengatur tingkat
inovasi yang diperoleh.
Perbedaan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya memerlukan
inovasi tertentu menghasilkan variasi dalam tingkat akuisisi. Inovasi merupakan
sesuatu yang
sulit untuk dipahami dan enggan menerima hal yang sederhana
(Tornatzky & Klein, 1982). Ketika televisi menampilkan praktek-praktek serta hal-hal
yang baru di layar dan hampir setiap rumah tangga, orang-orang di lokasi yang
tersebar luas bisa mempelajari apa yangditampilakan tv. Namun, tidak semua
inovasi yang dipromosikan melalui media massa. Beberapa mengandalkan saluran
pribadi informal. Dalam hal ini, kedekatan fisik yang menentukan inovasi akan
berulang kali diamati dan dipelajari secara menyeluruh.
Media merupakan satu hal untuk memperoleh keterampilan; media juga
merupakan saluran
lain yang digunakannya secara efektif dalam keadaan sulit.
Kompetensi manusia tidak hanya menuntut keterampilan, tetapi juga kepercayaan
diri dalam kemampuan seseorang untuk menggunakan keterampilan-keterampilan
dengan baik. Modeling Determinants merupakan rancangan yang dibangun untuk
efektivitas diri serta menyampaikan pengetahuan dan aturan-aturan perilaku.
Dirasakan mempengaruhi efektivitas diri pribadi setiap tahap perubahan (Bandura,
1997). Hal ini sebagai pertimbangan apakah mereka bahkan sampai ini berubah
perilaku, apakah mereka dapat meningkatklan
diperlukan
untuk
memperoleh
kesuksesan
motivasi dan ketekunan yang
ketika
mereka
memilih
untuk
melakukannya, dan seberapa baik mereka menjaga perubahan-perubahan yang
telah mereka capai.
Peran yang berpengaruh pada kepercayaan rakyat dalam kemanjuran pribadi
mereka dalam difusi sosial ditunjukkan dengan tanggapan mereka terhadap
komunikasi kesehatan yang bertujuan untuk mengubah kebiasaan yang merusak
kesehatan. Meyerowitz dan Chaiken (1987) memeriksa empat alternatif mekanisme
komunikasi kesehatan yang bisa mengubah kebiasaan-dengan transmisi informasi
faktual, ketakutan gairah, perubahan dalam persepsi risiko, dan peningkatan diri
dirasakan manfaatnya. Mereka menemukan bahwa komunikasi kesehatan diadopsi
oleh praktik kesehatan preventif terutama pada efek anggapan adanya kemanjuran
11 | H a l a m a n
diri. Beck dan Lund (1981) telah juga menunjukkan bahwa praktik-praktik kesehatan
pencegahan lebih baik dipromosikan oleh meningkatnya efektivitas diri daripada
dengan meninggikan rasa takut.
Menganalisis tentang bagaimana suatu komunitas kampanye media dapat
menghasilkan perubahan pada masyarakat luas, media mengungkapkan bahwa baik
yang sudah ada sebelumnya dan dirasakan tingkat efektivitas diri memainkan peran
berpengaruh dalam adopsi dan difusi sosial praktek-praktek kesehatan (Maibach,
Flora & Nass, 1991; Slater, 1989). Semakin kuat dirasakan sudah ada sebelumnya
efektivitas diri dan semakin meningkatkan kampanye media tentang mengubah
kepercayaan dalam diri mereka regulatif kemanjuran, maka semakin besar
kemungkinan
mereka
untuk
mengadopsi
praktek-praktek
yang
disarankan.
Pengetahuan kesehatan akan diterjemahkan ke dalam kebiasaan sehat melalui
mediasi yang dirasakan efektivitas diri (Rimal, 2000).
Proses pemodelan atau modelling theory digunakan untuk menggambarkan
aplikasi dari teori social secara umum yang membentuk perilaku yang baru melalui
penggambaran media. Media memberikan peluang yang membuat daya tarik besar
dari pola-pola perilaku yang dinyatakan dalam media oleh komunikator., dilukiskan
bahwa anak-anak maupun orang-orang menyusun sikapnya apakah itu kesan,
emosi, gaya hidup baru akibat terpaan media dari film dan televisi.
Pembentukan perilaku yang baru akibat terpaan komunikasi massa dalam
proses pemodalan dapat dirumuskan ke dalam beberapa proposisi :
a.
Seorang individu yang menjadi anggota khalayak media massa dapat
mengamati atau membaca perilaku model yang ditunjukkan seseorang melalui
sebagian isi media.
b.
Para pengamatan yang mengidentifikasi model-model itu percaya dan lambat
laun menyukai model, ingin menjadi seperti model itu, atau melihat model
sebagai, daya tarik yang cepat dan patut ditiru.
c.
Pengamat dapat dengan sadar menghubungkan gambaran perilaku yang
diamati dengan fungsi perilakunya. Karena seseorang menjadi lebih percaya
dan yakin bahwa gambaran perilaku melalui media dapat membawa daya tarik
yang lebih besar berhasil diimitasi orang lain dalam sebagian situasi.
d.
Pada waktu individu mengingat kembali aksi-aksi dari suatu individu dari suatu
model yang dilihatnya pada situasi yang relevan maka ia akan mengulangi atau
12 | H a l a m a n
memperbanyak perilaku yang sesuai dengan itu berdasarkan situasi dan
kondisinya.
e.
Penampilan atau pengulangan setiap sikap perilaku dalam suatu situasi
perangsang yang cocok akan membawa seseorang semakin mendekat pada
model karena dorongan, sokongan, ganjaran, atau faktor pemuas yang
diberikan media. Media meneguhkan perilaku seseorang melalui model yang
patut ditiru.
f.
Penguatan yang positif akan meningkatkan peluang bagi seseorang dalam
menggunakan model itu untuk memperbanyak perilaku yang sama pada situasi
yang sama.
Proposisi ini dapat terlihat hasilnya dalam suatu penelitian oleh Prof. George
Comstock yang menunjukkan hubungan antara kekerasan dengan perilaku agresif,
hasilnya adalah:
a.
Film siaran kartun tentang kekerasan seakan-akan hidup sesuai dengan
kejadian aslinya dan dapat mempengaruhi sikap agresif bagi sebagian
penontonnya.
b.
Pengulangan suatu terpaan film kartun tentang kekerasan tidak dapat
menghapuskan kemungkinan terpaan berita yang baru yang juga dapat
mempengaruhi penampilan yang agresif dari seseorang.
c.
Penampilan perilaku yang agresif sama sekali tidak bebas terhadap
bentuk-bentuk frustasi lainnya meskipun peluang untuk menjadi agresif
diabaikan.
d.
Meskipun efek yang diteliti pada setiap eksperimen itu menunjukkan seseorang
“lebih agresif” namun tidak diperoleh kesan bahwa seseorang menjadi anti
Sosial. Kesimpulannya bahwa sebenarnya tidak semua sikap anti sosial
berasal dari siaran kekerasan di televisi.
e.
Secara sederhana sebenarnya faktor-faktor yang memungkinkan semakin
meningkatnya sikap agresif seseorang juga adalah sugesti. Dengan sugesti
dimaksudkan bahwa seseorang semakin agresif karena ia menerima sesuatu
contoh cara dari orang-orang yang lain tanpa bersikap kritis terlebih dahulu.
Perilaku agresif seolah-olah membenarkan suatu kenyataan sosial, suatu
kondisi yang semrawut, atau dimotivasi oleh rasa benci, balas dendam yang
dilakukan seseorang. Perilaku-perilaku ini pada kelompok anak muda lebih
13 | H a l a m a n
mirip dengan apa yang ditontonnya sehingga lingkungan menganggapnya
hanya diakibatkan. oleh pesan media massa.
Namun demikian tidak ada alasan yang mendasar bagi kita bahwa
pengulangan terpaan pesan kekerasan yang pernah dilihat sekelompok remaja bisa
membuat mereka menjadi lebih kebal, yang bisa dicurigai malah akibat terpaan dari
televisi justru merangsang anak-anak itu kembali cepat merasakan kekerasan dalam
lingkungannya.
Dapat disimpulkan babwa kekerasan di televisi membuat kita harus ingat
bahwa sebagian besar issu yang menjadi tema kekerasan itu dapat mempengaruhi
keputusan setiap orang bagi masa depannya melalui pesan-pesan yang
disosialisasikannya.
ADOPTION DETERMINANTS
Akuisisi pengetahuan dan keterampilan mengenai inovasi itu perlu tetapi tidak
cukup untuk praktisi. Sejumlah faktor yang menentukan apakah orang akan
bertindak berdasarkan apa yang telah mereka pelajari. Bujukan lingkungan berfungsi
sebagai satu set regulator. Perilaku angkatnya juga sangat rentan terhadap
pengaruh insentif, yang mungkin mengambil bentuk materi, sosial, atau hasil
evaluatif diri. Beberapa insentif yang memotivasi berasal dari utilitas dari perilaku
angkat. Semakin besar keuntungan relatif yang disediakan oleh sebuah inovasi,
semakin tinggi merupakan insentif untuk mengadopsi itu (Ostlund, 1974; Rogers &
Shoemaker, 1971). Namun, manfaat tidak bisa dialami sampai praktek baru
mencoba. Promotor, oleh karena itu, berusaha untuk membuat orang untuk
mengadopsi praktik-praktik baru dengan mengubah preferensi dan keyakinan
mereka tentang kemungkinan hasil, terutama dengan membuat daftar pengganti
insentif. Pendukung teknologi baru dan ideologi menciptakan harapan bahwa
mereka menawarkan solusi yang lebih baik.
Adoption
Determinants
tentu
saja
dapat
menghambat
serta
mempromosikan proses difusi (Midgley, 1976). Pemodelan reaksi negatif untuk
inovasi tertentu, sebagai akibat dari telah memiliki pengalaman mengecewakan
ketika orang lain mencobanya. Bahkan model ketidakpedulian terhadap suatu
inovasi, dalam hal tidak adanya pengalaman pribadi dengan hal itu, akan
mengurangi kepentingan orang lain
14 | H a l a m a n
Banyak inovasi berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pengakuan dan
status sosial, memang, status sering insentif motivator utama untuk mengadopsi
gaya baru dan selera. Dalam banyak contoh, gaya varian tidak memberikan manfaat
atau alam yang berbeda, dari apa pun, gaya yang paling inovatif adalah yang paling
mahal. Status yang diperoleh pada harga. Orang-orang yang berusaha untuk
membedakan diri dari umum dan biasa dalam mengadopsi pakaian gaya baru,
perawatan, kegiatan rekreasi, dan perilaku, sehingga mencapai kedudukan sosial
yang berbeda. Sebagai popularitas perilaku baru tumbuh, ia akan kehilangan statusnilai berunding sampai pada akhirnya itu juga, menjadi biasa. Hal tersebut akan
dibuang untuk bentuk baru
Orang mengadopsi apa yang mereka nilai, tapi menolak inovasi yang
melanggar standar moral dan sosial atau yang bertentangan dengan konsepsi diri
mereka. Yang lebih kompatibel suatu inovasi adalah dengan norma-norma sosial
yang berlaku dan sistem nilai, semakin besar adoptability (Rogers & Shoemaker,
1971). Namun, kita lihat sebelumnya bahwa sanksi evaluatif diri tidak beroperasi
dalam isolasi dari tekanan pengaruh sosial. Hal ini dilakukan dengan mengubah
makna Penampilan dan praktek-praktek baru untuk membuat mereka terlihat
kompatibel dengan nilai-nilai masyarakat.
Analisis
determinan
dan
mekanisme
difusi
sosial
seharusnya
tidak
menggelapkan kenyataan bahwa tidak semua inovasi yang berguna, juga tidak perlu
perlawanan kepada mereka disfungsional (Zaltman & Wallendorf, 1979). Dalam
aliran yang kontinu inovasi, jumlah yang jauh lebih menguntungkan mereka yang
benar-benar menguntungkan kemungkinan. Baik pribadi dan kesejahteraan
masyarakat dilayani dengan baik oleh kewaspadaan awal untuk praktek-praktek
baru dipromosikan oleh klaim tidak berdasar atau dibesar-besarkan. Ventu resome
yang sebutan untuk pengadopsi awal dan lamban untuk nanti adopters yang tepat
dalam hal inovasi yang menjanjikan. Rogers (1995) telah mengkritik kecenderungan
umum mengonseptualisasikan proses difusi dari perspektif para promotor. Hal ini
cenderung bias mencari penjelasan non perilaku adopsi sifat-sifat negatif tidak
pengadopsi
SOCIAL NETWORKS AND FLOW OF DIFFUSION
Ketiga faktor utama yang mempengaruhi proses difusi keprihatinan struktur
jaringan sosial. Orang-orang yang terlibat dalam jaringan hubungan yang mencakup
15 | H a l a m a n
rekan kerja, organisasi anggota, kinships, dan persahabatan, hanya untuk
menyebutkan beberapa. Mereka tidak hanya dihubungkan langsung oleh hubungan
pribadi. Karena tumpang tindih acquaintanceships jaringan yang berbeda cluster,
banyak orang menjadi terhubung satu sama lain saling berhubungan secara tidak
langsung oleh ikatan. Struktur sosial yang terdiri dari jaringan berkerumun berbagai
ikatan di antara mereka, dan juga oleh orang-orang yang menyediakan koneksi ke
cluster lain melalui kerja keanggotaan atau peran penghubung.
Cluster bervariasi dalam struktur internal mereka, mulai dari merajut yang
longgar kepada mereka yang padat saling berhubungan. Jaringan juga berbeda
dalam jumlah dan pola hubungan antara kelompok struktural. Mereka mungkin
memiliki banyak hubungan atau fungsi umum dengan tingkat tinggi keterpisahan.
Salah satunya adalah lebih cenderung untuk mempelajari tentang ide-ide baru dan
praktek dari kontak singkat dengan kenalan kausal daripada dari kontak intensif
dalam lingkaran yang sama rekan dekat. Jalan ini pengaruh menciptakan efek yang
tampaknya paradoks inovasi yang disebarkan secara luas kepada kelompokkelompok kohesif melalui ikatan sosial yang lemah (Granovetter, 1983).
Informasi mengenai ide-ide baru dan praktek sering disampaikan melalui
hubungan multilinked (Rogers & Kincaid, 1981). Secara tradisional, proses
komunikasi telah dikonseptualisasikan sebagai salah satu persuasi satu arah yang
mengalir dari sumber ke penerima. Rogers menekankan pengaruh timbal balik
dalam komunikasi antarpribadi. Orang-orang berbagi informasi, menaing oleh saling
memberikan umpan balik kepada informasi yang mereka pertukaran, memperoleh
pemahaman satu sama lain pandangan, dan pengaruh satu sama lain. Menentukan
saluran pengaruh melalui inovasi yang tersebar memberikan pemahaman yang lebih
besar dari proses difusi daripada sekadar memplot tingkat adopsi dari waktu ke
waktu.
Tidak ada satu jaringan sosial dalam suatu komunitas yang melayani semua
tujuan. Inovasi yang berbeda terlibat jaringan yang berbeda. Sebagai contoh,
praktek-praktek pengendalian kelahiran dan inovasi pertanian menyebar melalui
jaringan yang berbeda dalam komunitas yang sama (Marshall, 1971). Untuk lebih
memperumit keadaan, jaringan sosial yang datang ke dalam bermain di awal fasefase berikutnya (Coleman, Katz, & Menzel, 1966). Tingkat adopsi diperkirakan lebih
baik dari jaringan yang melayani sub inovasi tertentu daripada dari sebuah jaringan
komunikasi yang lebih umum. Ini bukan untuk mengatakan bahwa tidak ada umum
16 | H a l a m a n
untuk fungsi difusi struktur jaringan. Jika struktur sosial tertentu sub melayani
berbagai kegiatan, dapat membantu untuk menyebarkan adopsi inovasi dalam
masing-masing kegiatan tersebut
Orang dengan banyak ikatan sosial yang lebih cenderung untuk mengadopsi
inovasi daripada mereka yang memiliki sedikit ikatan kepada orang lain (Rogers &
Kincaid, 1981). tingkat adopsi meningkat karena semakin banyak orang dalam
jaringan pribadi seseorang mengadopsi suatu inovasi. Efek dari keterhubungan
sosial pada perilaku angkat dapat ditengahi melalui beberapa proses. Multilinked
relations dapat mendorong adopsi inovasi karena mereka lebih menyampaikan
informasi faktual, mereka memobilisasi lebih kuat transaksi sosial, orang-orang
melihat rekan-rekan mereka mengadopsi inovasi serta berbicara tentang mereka.
Beberapa model angkatnya sendiri dapat meningkatkan perilaku (Bandura, 1986;
Perry & Bussey, 1979)
Jika inovasi sangat mencolok, mereka dapat diadopsi secara langsung tanpa
memerlukan interaksi di antara pengadopsi. Televisi semakin besar digunakan untuk
membentuk struktur link tunggal, di mana banyak orang yang terhubung langsung ke
sumber media, tetapi mereka mungkin hanya memiliki sedikit atau tidak ada
hubungan langsung dengan satu sama lain. Sebagai contoh, penginjil televisi
menarik pengikut setia yang mengadopsi aturan yang ditransmisikan sebagai
panduan untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang melibatkan moral, sosial,
dan isu-isu politik. Walaupun mereka berbagi ikatan umum sumber media, sebagian
besar anggota komunitas elektronik mungkin tidak pernah melihat satu sama lain.
Struktur kekuasaan politik sama-sama sedang diubah oleh penciptaan konstituen
baru terikat pada satu sumber media, tetapi dengan sedikit keterkaitan. Teknik
pemasaran massal, dengan menggunakan identifikasi komputer dan surat massal,
membuat minat khusus konstituen mereka oleh organisasi-organisasi politik
tradisional lulus dalam pelaksanaan pengaruh politik
Teknologi informasi yang berkembang akan semakin berfungsi sebagai
wahana untuk membangun jaringan sosial. Transaksi online mengatasi hambatan
waktu dan ruang (Hiltz & Turoff, 1978; Wellman, 1997). Melalui jaringan elektronik
interaktif orang link bersama dalam tersebar luas lokal, pertukaran informasi, berbagi
ide-ide baru, dan melakukan transaksi sejumlah pursuits. Jaringan virtual
menyediakan cara yang fleksibel untuk menciptakan struktur difusi untuk melayani
17 | H a l a m a n
tujuan tertentu, memperluas keanggotaan mereka, memperluas geografis mereka,
dan membubarkan mereka ketika mereka telah melampaui kegunaannya
Meskipun keterkaitan struktural potensi menyediakan jalur difusi, faktor-faktor
psikologis sangat menentukan nasib dari apa yang berdifusi melalui jalur tersebut.
Kursus difusi paling baik dipahami dengan mempertimbangkan interaksi antara
faktor-faktor penentu adopsi psikologis perilaku, sifat inovasi yang memfasilitasi atau
menghambat adopsi, dan struktur jaringan yang menyediakan jalur-jalur sosial
pengaruh.
APLIKASI DAN CONTOH KASUS
Pengaplikasian Social Cognitive Theory dalam kehidupan sehari-hari sangat
beragam karena proses peniruan Social Cognitive Theory ini sendiri seringkali
secara sadar maupun tak sadar kita lakukan dalam kehidupan kita. Seperti yang
dilakukan Maliki Arbi, bocah berusia 13 tahun ini tewas dengan kepala tertahan tali
ayunan karena meniru adegan bunuh diri dalam di film India yang ditontonnya di
Televisi. 1Ketika adegan yang disajikan di televisi menjadi sebuah realita bagi
individu maka ada banyak kemungkinan bagi si individu ini untuk meniru dan
mempraktekan adegan tersebut dalam kehidupannya nyatanya. Terutama apabila
tidak adanya penjelasan mengenai apa yang sedang ditontonnya.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses peniruan ini yaitu kognitif
seseorang (belief), perilaku individu, serta lingkungan (pengalaman). Dalam taraf
belief, individu telah mempunyai nilai sendiri dalam memahami sesuatu. Taraf
pemahaman ini dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat individu dalam
kehidupannya sehari-hari dan adanya pelaksanaan dari belief itu sendiri ke dalam
perilaku individu itu sehari-hari.2 Ketiga factor inilah yang saling berpengaruh
sehingga individu dapat melakukan proses peniruan yang kemudian dapat
diaplikasikan secara nyaata ke dalam kehidupan reality di individu itu sendiri.
Contoh lainnya terjadi pada tahun 1989 dimana terjadi kasus pembunuhan
dengan cara memutilasi tubuh korban di Jakarta. Saat itu Agus Naser memutilasi
istrinya sendiri, nyonya Diah. Agus mengakui tindakan pemutilasian yang ia lakukan
1
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=201272&kat_id=23
2
Media Effects : Advances in Theory and Research. Jennings Bryant &Dolf Zillman -editors.
2nd ed. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. London. 2002.
18 | H a l a m a n
itu karena terinspirasi peristiwa penemuan mayat di jalan Thamrin, Jakarta yang
terpotong menjadi 13 bagian (tidak terungkap pelakunya) yang dibaca pelaku
melalui berita di koran. “Saya tiba-tiba teringat dengan berita yang saya baca itu,
saya yakin kalau mayat ini dipotong-potong pasti polisi akan sulit melacaknya,”
ungkap Agus dalam sebuah persidangan tanggal 2 Desember tahun 1989. 3
Mengenai mekanisme efek peniruan (imitation effect) melalui media baik yang
dilakukan Yati maupun Agus, Pengajar Mata Kuliah Media Massa dan Kejahatan
dari Universitas Indonesia (UI) Ade Erlangga Masdiana membaginya menjadi dua,
direct effect (imitasi langsung) yang biasa dilakukan anak-anak. Sementara delayed
effect (imitasi tidak langsung) atau tunda kerap dilakukan orang dewasa.4
Selain itu juga ada seorang bocah perempuan berusia empat tahun tewas
tersangkut pita rambutnya sendiri di Inggris, bertepatan pada tahun baru 1 Januari.
Ironisnya, ia tewas karena menirukan adegan kartun Go Diego Go yang bercerita
tentang bocah laki-laki yang senang berpetualang sambil melompat, berayun dan
menyanyi.5 Inilah contoh direct effect atau imitasi langsung yang biasa dilakukan
anak-anak. Mereka terbiasa untuk langsung menirukan apa yang mereka lihat dan
saksikan di media ke dalam kehidupan mereka secara langsung tanpa adanya
penyaringan informasi terlebih dahulu. Sehingga dalam kasus ini yang perlu
diperhatikan adalah adanya pengawasan yang dilakukan oleh orangtua dalam
mengawasi anak-anaknya saat mengkonsumsi media. Hal ini menjadi sorotan yang
sangat penting mengingat anak-anak adalah peniru alami yang biasa mengkonsumsi
media secara langsung.
Anak-anak belajar dengan sangat baik apabila secara alami kita mendorong
mereka untuk melakukan proses belajar sejak mereka dilahirkan. Anak-anak adalah
peniru yang sangat hebat.6 Anak-anak banyak belajar dari mencoba menjadi seperti
orang tua, kakak, adik, teman, dan pahlawan di televisi.
Sedangkan untuk delayed effect dapat terlihat dalam kasus mutilasi bus
Mayasari
dimana
mutilasi
dilakukan
setelah
pelaku
merasa
kekesalannya
memuncak dan kemudian menjadikan kasus-kasus mutilasi yang ada di media
sebagai rujukan untuk mewujudkan agresivitasnya yang sudah memuncak.. Dapat
3
http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/mutilasi-dan-media-massa/
http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/mutilasi-dan-media-massa/
5
www.kompas.com
6
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=61779
4
19 | H a l a m a n
dilihat bahwa pada orang dewasa pun kasus peniruan media ini juga dapat terjadi
namun efeknya tidak secepat pada anak-anak.
BENANG MERAH ANTARA KEDUA TEORI
Benang merah yang terlihat dalam kedua teori ini adalah kedua teori ini
berbicara mengenai proses pembelajaran dari media terutama media siar yaitu
televisi. Saat melihat televisi kita cenderung untuk menerima apa yang ada di media
tersebut sebagai realita sebenarnya, padahal yang disuguhkan televise adalah
realitas semua yang bukalah realitas ebenarnya. Baik secara cepat maupun lambat
individu yang menyaksikan televise tersebut akan mengalami proses pembelajaran
dalam media proses pembelajaran ini sendiri tergantung pada individu itu sendiri
serta lingkungan yang ada di sekitarnya.
Banyak factor yang menyebabkan proses peniruan ini menjadi popular di
antara. Namun peniruan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya belief,
lingkungan dan perilaku. Salah satu tayangan yang dengan sering muncul dimedia
adalah kekerasan dengan segala daya tariknya sehingga kemungkinan individu
untuk meniru dan meningkatkan agresivitas lebih besar apabila hanya disuguhkan
tanpa peringatan apapun.
Terlepas dari latar belakang, contohnya pelaku tindak kejahatan karena sakit
hati, dendam atau mengalami gangguan jiwa, pengaruh media massa baik cetak
maupun elektronik terhadap perilaku sosial di masyarakat memang sudah menjadi
kajian cukup lama. Hal inilah yang menyebabkan adanya kepedulian bagi peneliti
untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek media dan pola peniruan yang terjadi di
masyarakat.
Baik Effects Media of Violence maupun Social Cognitive Theory menyebutkan
bahwa adanya proses peniruan ini dipicu oleh factor-faktor yang sama namun
dengan keadaan yang beda. Maksudnya adalah banyak kasus peniruan media yang
dilakukan individu, namun setiap kasus peniruan ini dilakukan berbeda motif, latar
belakang dan pelaksanaannya karena adanya motif, latar belakang yang berbeda di
antara pelakunya. Proses peniruan ini dapat menjadi positif apabila media yang
dikonsumsi merupakan media yang positif dan disertai dengan penjelasan yang
memang masuk akal.
20 | H a l a m a n
DAFTAR PUSTAKA
Media Effects : Advances in Theory and Research. Jennings Bryant &Dolf Zillman editors. 2nd ed. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. London. 2002.
http://indiwan.blogspot.com/2007/10/sejarah-kontroversi-kekerasan-media.html
http://detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/06/tgl/12/time/084220/id
news/792444/idkanal/10
http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik
.read/tahun/2006/bulan/11/tgl/23/time/153111/idnews/711885/idkanal/10
www.kompas.com
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=201272&kat_id=23
http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/mutilasi-dan-media-massa/
http://www.heroic-cinema.com
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=61779
21 | H a l a m a n
Download