Uploaded by Ainun Mardiah

Ladang Jagung R-WPS Office

advertisement
Ladang Jagung Rambah Hutan NTB Picu Bencana
SAPARIAH SATURI
11 JAN 2019
Pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB) menggalakkan program penananam jagung dalam 10 tahun
terakhir. Harga jagung bagus, diikuti muncul gudang-gudang pembelian, bantuan bibit dan bantuan
pupuk membuat petani berlomba tanam jagung. Produksi jagung meningkat, lahan produksi bertambah
setiap tahun. Peningkatan produksi beriringan dengan perluasan lahan itu sebagian merambah kawasan
hutan, sebagai daerah-daerah tangkapan air. Alhasil, hutan di hulu hilang, membuahkan banjir di hilir.
***
Duka gempa belum reda, sejumlah daerah di NTB, terendam banjir. Di Kabupaten Dompu, banjir di Desa
Songgajah dan Desa Tolokalo 9 November 2018. Ratusan rumah terendam. Sekolah, kantor desa, mesjid,
dan fasilitas umum lain juga terendam. Tak ada korban jiwa, tetapi banjir sempat mamacetkan lalu lintas
dari Kecamatan Pekat menuju Kempo.
Warga baru saja selesai membersihkan sisa-sisa lumpur, tiba-tiba banjir bandang kembali datang. Pada 6
Desember 2018, banjir bercampur lumpur menggenangi puluhan rumah di Desa Soro Kecamatan Kempo.
Dua rumah panggung rusak dan terancam hanyut. Satu rumah permanen nyaris ambruk.
Masyarakat Dompu, was-was. Pengalaman beberapa kali banjir bandang dengan volume air dan lumpur
besar, diawali banjir kecil. Dompu pernah banjir bandang sampai merusak jembatan, memutuskan jalan
utama, menjebol bendungan, dan merusak puluhan rumah.
Banjir juga terjadi di Bima. Sama seperti di Dompu, banjir merendam puluhan rumah di beberapa desa.
Sungai meluap membawa material lumpur, ranting kayu, dahan pepohonan, dan beberapa batang
jagung. Melihat batang jagung itulah warga kembali was-was. Ingatan mereka kembali pada banjir
bandang akhir 2016 berlanjut awal 2017.
Banjir bandang menenggelamkan hampir seluruh Kota Bima dan beberapa wilayah Kabupaten Bima.
Kerugian banjir itu mencapai triliunan rupiah. Sampai awal 2019, perbaikan infrastruktur yang rusak
karena banjir bandang itu belum tuntas.
Belum usai banjir di Dompu dan Bima, banjir “pindah” ke Kabupaten Sumbawa. Luapan air sungai
membawa material lumpur. Seribuan rumah terendam, puluhan rumah rusak, banyak fasilitas umum
terendam, dan pemerintah mengeluarkan uang tak sedikit untuk perbaikan fasilitas rusak maupun
relokasi warga. Tanda-tanda akan banjir pun mulai terlihat akhir 2018. Beberapa daerah yang langganan
banjir mulai tegenangi air kecoklatan.
Awal 2019, Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, disambut banjir. Air berwarna kecoklatan. Air turun
dari bukit-bukit menggenani ruas jalan. Rumah-rumah sementara warga korban gempa sebagian rusak,
tak bisa ditinggali karena terendam banjir. Banjir kecil seperti ini selalu terjadi sebelum bandang yang
pernah menerjang Sambelia, 10 tahun terakhir.
Faisal, Kepala Desa Dara Kunci, Kecamatan Sambelia, pun meningkatkan kewaspadaan. Begitu intensitas
hujan makin tinggi, mendapat laporan ada kejadian banjir di beberapa desa, saban hari dia bolak balik ke
ujung kampung di Dusun Menanga Reak. Di dusun dengan 90% rumah warga rusak karena gempa ini
mengalir sungai cukup lebar. Air tidak deras. Luapan air sungai inilah yang pernah menggelamkan desa.
Air banjir dari bagian hulu masuk ke perkampungan. Faisal, selalu was-was ketika hujan makin deras.
“Kami dari desa membuat bronjong,’’ katanya.
Pemandangan “hutan jagung” di sepanjang jalur Sumbawa menuju Dompu. Daerah perbatasan dua
kabupaten ini merupakan daerah sentra jagung sekaligus rutin langganan banjir bandang. Foto: Fathul
Rakhman/ Mongabay Indonesia
***
Zulkieflimansyah, Gubernur NTB adalah pejabat publik yang rajin menyapa warga melalui media sosial.
Hampir setiap hari dia memposting kegiatannya, program pemerintah provinsi.
Awal 2019, gubernur yang akrab disapa Bang Zul ini memposting foto bersama Kepala Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Madani Mukarom dengan latar hamparan ladang jagung.
Gubernur kaget ketika diberitahu Madani kalau sebagian kebun jagung yang mereka kunjungi hari itu
adalah kawasan hutan.
Empang, Plampang, Tarano, adalah kecamatan di ujung timur Kabupaten Sumbawa, berbatasan dengan
Dompu, kabupaten yang menahbiskan diri sebagai “kabupaten jagung.” Empang, Plampang, dan Tarano,
adalah daerah-daerah yang setiap musim hujan jadi langganan banjir. Ketiga daerah ini pernah
merasakan banjir bandang.
Pada 2013-2014, saya berkesempatan mendokumentasikan program jagung, unggulan Pemerintah NTB
ini. Lewat jargon “PIJAR,” akronim dari sapi, jagung, dan rumput laut, pemerintah provinsi menggenjot
sektor ini.
Setelah program jagung, seluruh kabupaten, termasuk Kota Bima, menanam jagung. Areal penanaman
bertambah. Di Dompu, muncul perusahaan-perusahaan yang membeli dan mengolah jagung. Berbagai
penghargaan nasional disematkan pada Dompu, bahkan sang bupati dijuluki “profesor jagung.”
Gairah menanam jagung tak diikuti pengawasan ketat. Sebagian petani, masuk ke hutan, taman nasional,
taman wisata alam. Sepanjang jalan dari perbatasan Sumbawa hingga Bima, kini mudah melihat jagung.
Di Pulau Lombok, pun kondisi sama. Taman nasional jadi lahan jagung.
Dari data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, pada 2014, areal jagung 126.577 hektar. Dari luas tanam
ini produksi jagung NTB mencapai 785.864 ton. Pada 2015, areal tanam naik jadi 143.117 hektar, dan
produksi jadi 959.972 ton. Pada 2016, areal tanam meningkat jadi 206.997 hektar, dan produksi jagung
naik jadi 1.101.244 ton.
Pada 2017, jadi 310.990 hektar, produksi mencapai 2.127.324 ton. Pada 2018, capaian produksi
2.959.222 ton.
Pemerintah seakan menutup mata dengan kerusakan lingkungan buntut lahan jagung ini. Dinas
Pertanian dan Perkebunan tak mau disalahkan jika para petani merambah hutan.
Petani menanam jagung persis di sebelah pos pejaga kehutanan yang tidak terawat di kawasan hutan
lindung Sekaroh, Lombok Timur. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia
Husnul Fauzi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan bilang, peningkatan areal tanam itu dampak dari
program cetak sawah baru beberapa tahun sebelumnya. Masyarakat, katanya, secara swadaya
membuka lahan-lahan tak produktif.
“Dulu, lahan semak-semak sekarang dibersihkan untuk jadi penanaman jagung,’’ katanya.
Era kejayaan jagung ini, banyak petani sejahtera. Lahan yang dulu hanya ditanami sekali setahun,
mereka bisa menanam jagung di sela-selanya. Dulu, tanah tandus terlantar, kini dibersihkan dan tanam
jagung.
Pemerintah pun tidak perlu susah payah memberikan penyuluhan. Para petani cepat belajar, mereka
melihat keberhasilan rekan mereka, dan mengikuti menanam jagung. Harga jual jagung juga cukup tinggi.
Husnul membanggakan, NTB sudah bisa langsung ekspor jagung ke Filipina. Beberapa kali kapal dari
Pelabuhan Badas, Sumbawa berangkat dengan berton-ton jagung.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memandang beda. Peningkatan produksi jagung memperluas
kawasan hutan terambah. Luas lahan kritis di NTB 578.000 hektar. Dari luas ini, 316.364,2 hektar, ada di
kawasan hutan. Selain pembalakan liar,, lahan kritis di kawasan hutan berupa ladang jagung.
“Malahan, dulu HKm (Hutan Kemasyarakatan-red) bagus kini pohon ditebang, ganti jagung,’’kata
Madani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB.
Madani menunjukkan foto-foto di Desa Bebidas, Lombok Timur. Foto pertama diambil beberapa tahun
lalu ketika masih banyak pohon. Kala itu, petani menanam sayuran di sela-sela pohon besar.
Berikutnya, Madani menunjukkan kondisi terbaru. Tidak ada lagi pohon besar. Yang tampak, hamparan
luas ladang jagung.
“Masyarakat yang sekarang konflik dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) itu juga lahan
ditanami jagung,’’ katanya.
Sebelum 2018 berakhir, Tim Penyelaras Kebijakan Pemerintah NTB memanggil khusus Kepala Dinas
Pertanian dan Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tim penyelaras ini adalah staf
khusus gubernur terdiri dari para akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat yang bertugas sebagai
wadah aspirasi masyarakat untuk langsung bersentuhan dengan kebijakan tingkat dinas.
Tim ini membantu mengawasi dan mengevaluasi kerja-kerja staf gubernur. Pemanggilan dalam satu
meja kedua kepala dinas ini memang sengaja lantaran banyak laporan banjir bandang di Lombok dan
Sumbawa. Dari laporan tim penyelaras, lokasi-lokasi banjir itu sama : daerah ditanami jagung atau
daerah hilir dengan bagian hulu jadi hutan jagung.
Hingga akhir pertemuan, rencana aksi melawan penjarahan hutan untuk jagung ini belum menemukan
titik temu.
Dengan luas kawasan hutan mencapai 1 juta hektar lebih, petugas pengamanan hutan hanya 430 orang,
DLHK kesulitan memantau. Satu petugas pengamanan hutan mengawasi 2.200 hektar. Belum lagi, usia
petugas sudah tidak muda lagi. Pengamanan kehutanan itu sepenuhnya jadi tanggung jawab DLHK NTB.
Setelah kelembagaan kehutanan di kabupaten ditiadakan, kabupaten seperti lepas tangan terhadap
aksi-aksi perambahan hutan. Padahal, yang merambah warga mereka.
“Masyarakat juga harus terlibat aktif dalam menjaga,’’ kata Madani.
Ladang sudah siap ditanami jagung, menunggu hujan pertama. Masalahnya, ladang jagung itu adalah
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Bangko-Bangko. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia
***
Amaq Sudir, seorang petani pernah jadi buruh migran di Malaysia. Kerja di negeri orang perkebunan tak
membuat hidup Sudir lebih baik. Kiriman duit hanya cukup memenuhi keperluan hidup sehari-hari
keluarga di kampung halaman.
Akhirnya, Sudir kembali ke kampung halaman di Dusun Ujung Gon, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru,
Lombok Timur. Dia balik jadi petani lagi.
Ketika ramai jagung, Sudir ikut menanam jagung. Dia merasa jagung ini penyelamat. Dengan luas lahan
garapan dua hektar, dia mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Garapan Sudir di lahan kering, hanya
mampu sekali setahun. Kalau dibandingkan dengan tanaman lain, jagung yang terbaik. Tidak repot
perawatan, mudah mendapatkan bibit dan pupuk, harga jual lumayan. Itulah yang membuat warga di
Desa Sekaroh, termasuk Sudir, banyak menanam jagung.
Masalahnya, dua hektar lahan garapan Sudir adalah kawasan hutan. Lahan itu masuk hutan lindung
Sekaroh. Luas hutan Sekaroh 2.834,20 hektar. Kawasan hutan ini berbatasan dengan pantai, antara lain
yang terkenal adalah Pantai Pink dan Tanjung Ringgit.
Sebagian kawasan ini untuk pariwisata, sebagian besar ladang jagung.
Konflik antara KLHK dengan petani berlangsung lama di kawasan hutan ini. Warga bersikukuh mereka
juga berhak mengelola kawasan. Pemerintah berulang kali menertibkan, tetapi tidak berhasil. Program
HKm jalan tetapi tanaman semusim di antara pohon tak berlangsung lama. Sejak jagung primadona,
pohon besar ditumbangkan. Pohon-pohon kecil dan semak belukar dibakar kemudian diganti jagung.
“Jagung ini yang membuat kami bisa makan,’’ kata Sudir.
Beri pilihan
WWF termasuk aktif menyuarakan melawan “perjagungan” merambah hutan. Tak sekadar lantang
bersuara di media, WWF pun banyak pemberdayaan ke masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung
Rinjani (TNGR).
WWF juga aktif sosialisasi, termasuk penghutanan kembali kawasan yang jadi ladang jagung. Salah satu
daerah sasaran WWF adalah Desa Mekar Sari, Kecamatan Suela, Lombok Timur. Daerah ini berbatasan
langsung dengan TNGR. Sekitar 400-an hektar lahan di tempat ini kritis. Warga memanfaatkan untuk
berladang.
WWF mengajak mereka menanam pohon. Tidak semua berhasil, tetapi cukup menggembirakan.
“Di Lombok Utara, kami juga dampingi untuk pengolahan kemiri,’’ kata Ridha Hakim, Direktur WWF
Nusa Tenggara.
Ancaman bagi hutan, ada jagung selain pembalakan liar. Keduanya kadang ‘berkoalisi.’ Setelah kawasan
terjarah pembalak liar, lahan gundul itu ditanami jagung. Tak heran, dalam hutan bagian luar tampak
rimbun, di dalam ada ladang pisang dan jagung.
WWF melatih masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, termasuk selain jagung
dan pisang. Di Desa Selengen, Desa Santong, Desa Gumantar Kabupaten Lombok Utara, WWF melatih
budidaya madu dan pengolahan minyak kemiri.
Pengalaman WWF, hasil ini bisa meningkatkan pendapatan petani dan bisa mencegah petani membuka
lahan untuk jagung.
“Kemarin sempat terhenti karena gempa. Rumah produksi kami juga rusak akibat gempa,’’ katanya.
Ridha bilang, kampanye pemerintah menggalakkan jagung tak diikuti pengawasan ketat. Di lapangan,
petani membuka hutan. Lahan-lahan bukan kawasan hutan tetapi bertutupan pohon dan penyangga air
juga turut terbabat. Bukit-bukit dengan kemiringan tinggi habis ditanami jagung.
Kala hujan, kawasan inilah yang menjadi sumber petaka baru. Banjir bandang yang pernah menjerjang
Kota Bima, Kabupaten Bima, Dompu, dan Sumbawa, mengakibatkan kerugian sampai triliunan rupiah.
“Tidak sebanding dengan PAD (pendapatan daerah-red) dari jagung.”
Keterangan foto utama: Jagung di kawasan hutan lindung Sekaroh, Lombok Timur. Petani menanam
jagung persis di bawah papan pengumuman larangan beraktivitas di dalam kawasan hutan. Foto: Fathul
Rakhman/ Mongabay Indonesia
Kawasan hutan lindung Sekaroh yang dulu rimbun dengan pepohonan kini habis ditebang untuk
keperluan ladang jagung. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia
(Visited 1 times, 1 visits today)
Download