PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal tanaman jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan), kemudian dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7.000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru 4.000 tahun yang lalu. Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina dan Thailand (Iriany et al, 2008). Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan dan bahan baku industri. Pada tahun 2005, Indonesia mengimpor jagung 1,80 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,20 juta ton (Deptan, 2007). Badan Pusat Statistik (2008) mengumumkan, Angka Tetap (ATAP) produksi jagung tahun 2007 sebesar 13,29 juta ton pipilan kering. Dewasa ini produktivitas jagung di tingkat petani baru menyentuh angka 3,4 t/ha. Di tingkat penelitian hasil jagung berkisar antara 5,0-9,0 t/ha, bergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat dan teknologi yang diterapkan (Deptan, 2008). Benih jagung hibrida yang dikembangkan petani mampu memberi hasil 6-7 t/ha. Hal ini berarti peningkatan produksi jagung Indonesia lebih banyak ditentukan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan perluasan areal tanam (Deptan 2007). Varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produktivitas jagung. Peranannya menonjol baik dalam potensi hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen 22 Universitas Sumatera Utara pengendalian penyakit (Balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2008). Dibandingkan dengan jagung bersari bebas, jagung hibrida berpotensi hasil lebih tinggi karena memiliki gen-gen dominan untuk berproduksi tinggi. Hibrida dikembangkan berdasarkan gejala hybrid vigor atau heterosis dengan menggunakan populasi generasi F1 (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2008). Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik untuk mendapatkan kultivar unggul baru yang berdaya hasil tinggi pada kondisi lingkungan tertentu (Azrai, 2008). Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur dan hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot (Takdir et al, 2008). Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman. Pelaksanaanya adalah dengan cara melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga. Tujuan penyerbukan sendiri adalah untuk mengatur karakter-karakter yang diinginkan dalam kondisi homozigot sehingga genotipe tersebut dapat dipelihara tanpa perubahan genetik. Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri diperoleh kembali pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan galur murni lain yang tidak berhubungan (Suwarno, 2008). 23 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil pengamatan tetua selfing diperoleh bahwa tinggi tanaman 7 MST (203,494-224,363 cm), jumlah daun (11,750-13,688 helai), kelengkungan daun (0,454-0,557), jumlah daun di atas tongkol (5,125-6,250 helai), umur keluar bunga jantan (50,13-53,88 hari), umur keluar bunga betina (52,56-57,44 hari), umur panen (88,38-91,56 hari), laju pengisian biji (2,024-3435 gram/hari), jumlah baris per tongkol (12,750-14,688 baris), jumlah biji per tongkol (264,75-440,13 biji), bobot biji per tongkol (69,330-123,069 gram), bobot 100 biji (23,101-30,229 gram), produksi pipilan kering per plot (405,999-696,569 gram) (Sihombing, 2008). Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian karakter vegetatif, generatif dan nilai heritabilitas keturunan pertama dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.) Tujuan Penelitian Untuk mengetahui karakter fenotip, genotip dan nilai heritabilitas keturunan pertama dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.). 24 Universitas Sumatera Utara Hipotesis Penelitian - Adanya perbedaan karakter fenotip dan genotip tetua dengan keturunan pertamanya dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.). - Adanya perbedaan nilai heritabilitas tetua dengan keturunan pertamanya dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.). Kegunaan Penelitian - Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. - Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan. 25 Universitas Sumatera Utara