22 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan bukti genetik

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa
daerah asal tanaman jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan),
kemudian dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7.000 tahun yang lalu,
dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru 4.000 tahun yang lalu. Jagung
mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada
awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia, Filipina dan Thailand (Iriany et al, 2008).
Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan dan
bahan baku industri. Pada tahun 2005, Indonesia mengimpor jagung 1,80 juta ton
dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,20 juta ton (Deptan, 2007). Badan
Pusat Statistik (2008) mengumumkan, Angka Tetap (ATAP) produksi jagung
tahun 2007 sebesar 13,29 juta ton pipilan kering. Dewasa ini produktivitas jagung
di tingkat petani baru menyentuh angka 3,4 t/ha. Di tingkat penelitian hasil jagung
berkisar antara 5,0-9,0 t/ha, bergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat
dan teknologi yang diterapkan (Deptan, 2008). Benih jagung hibrida yang
dikembangkan petani mampu memberi hasil 6-7 t/ha. Hal ini berarti peningkatan
produksi
jagung
Indonesia
lebih
banyak
ditentukan
oleh
peningkatan
produktivitas dibandingkan dengan perluasan areal tanam (Deptan 2007).
Varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan
penting dalam upaya meningkatkan produktivitas jagung. Peranannya menonjol
baik dalam potensi hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen
22
Universitas Sumatera Utara
pengendalian penyakit (Balitsereal.litbang.deptan.go.id, 2008). Dibandingkan
dengan jagung bersari bebas, jagung hibrida berpotensi hasil lebih tinggi karena
memiliki gen-gen dominan untuk berproduksi tinggi. Hibrida dikembangkan
berdasarkan gejala hybrid vigor atau heterosis dengan menggunakan populasi
generasi F1 (http://www.pustaka-deptan.go.id, 2008).
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik
untuk mendapatkan kultivar unggul baru yang berdaya hasil tinggi pada kondisi
lingkungan tertentu (Azrai, 2008). Tanaman jagung mempunyai komposisi
genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang.
Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru
akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya
hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur dan hasilnya tinggi
justru
diperoleh
dari
tanaman
yang
komposisi
genetiknya
heterozigot
(Takdir et al, 2008).
Selfing (silang dalam) adalah suatu metode dalam pemuliaan tanaman.
Pelaksanaanya adalah dengan cara melakukan penyerbukan sendiri. Penyerbukan
sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga.
Tujuan penyerbukan sendiri adalah untuk mengatur karakter-karakter yang
diinginkan dalam kondisi homozigot sehingga genotipe tersebut dapat dipelihara
tanpa perubahan genetik. Vigor yang hilang selama periode penyerbukan sendiri
diperoleh kembali pada progeni F1 ketika galur murni tersebut disilangkan dengan
galur murni lain yang tidak berhubungan (Suwarno, 2008).
23
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil pengamatan tetua selfing diperoleh bahwa tinggi
tanaman 7 MST (203,494-224,363 cm), jumlah daun (11,750-13,688 helai),
kelengkungan
daun
(0,454-0,557),
jumlah
daun
di
atas
tongkol
(5,125-6,250 helai), umur keluar bunga jantan (50,13-53,88 hari), umur keluar
bunga betina (52,56-57,44 hari), umur panen (88,38-91,56 hari), laju pengisian
biji (2,024-3435 gram/hari), jumlah baris per tongkol (12,750-14,688 baris),
jumlah biji per tongkol (264,75-440,13 biji), bobot biji per tongkol
(69,330-123,069 gram), bobot 100 biji (23,101-30,229 gram), produksi pipilan
kering per plot (405,999-696,569 gram) (Sihombing, 2008).
Melalui heritabilitas dapat diketahui apakah keragaman yang timbul oleh
suatu karakter didominasi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Dengan
demikian pemulia tanaman dapat memperkirakan karakter yang akan memberikan
respon terhadap usaha perbaikan yang dilakukan, yaitu karakter yang memiliki
nilai heritabilitas tinggi (Sjamsudin, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
karakter vegetatif, generatif dan nilai heritabilitas keturunan pertama dari hasil
selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.)
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui karakter fenotip, genotip dan nilai heritabilitas
keturunan pertama dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
24
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
-
Adanya perbedaan karakter fenotip dan genotip tetua dengan keturunan
pertamanya dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
-
Adanya perbedaan nilai heritabilitas tetua dengan keturunan pertamanya
dari hasil selfing beberapa varietas jagung (Zea mays L.).
Kegunaan Penelitian
-
Sebagai bahan dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
25
Universitas Sumatera Utara
Download