BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturt.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang paling digemari di Amerika Serikat dan Kanada, namun kini konsumsi jagung manis mulai mengalami peningkatan di Asia termasuk Indonesia (Syukur dan Rifianto, 2013). Jagung manis memiliki kadar gula 5-6% lebih tinggi dari jagung biasa yang hanya memiliki kadar gula 2-3% (Sirajuddin dan Lasmini, 2010). Selain itu jagung manis juga baik untuk kesehatan karena mengandung karbohidrat, lemak, protein, beberapa vitamin dan mineral, serta memiliki indeks glikemik (IG) rendah (Syukur dan Rifianto, 2013). Berdasarkan data statistik mengenai produksi jagung di Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS (2015), dapat diketahui bahwa produksi tanaman jagung masih fluktuatif dan permintaan konsumen semakin meningkat. Untuk memenuhi permintaan konsumen, maka produktivitas tanaman jagung perlu ditingkatkan. Tanaman jagung memerlukan unsur hara baik makronutrien dan mikronutrien yang cukup untuk proses pertumbuhan dan perkembangan yang baik serta untuk mendukung produktivitas yang optimal. Unsur makronutrien adalah unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak, contohnya nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca) dan sebagainya, sedangkan unsur mikronutrien adalah unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit namun keberadaannya tetap dibutuhkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Contoh mikronutrien adalah besi (Fe), molibdenum (Mo), klorin (Cl), boron (B) dan mangan (Mn) (Uchida, 2000). Salah satu unsur mikro yang dibutuhkan tanaman adalah unsur Fe atau zat besi yang antara lain berperan dalam sintesis klorofil, dalam sistem transfer energi, respirasi dan metabolisme serta sintesis protein (Hochmuth, 2014). Tanaman sangat bergantung pada ketersediaan unsur Fe dalam bentuk ionik yaitu Fe(II) dan Fe(III) di dalam tanah karena sifatnya mudah diabsorbsi oleh akar tanaman. Ketersediaan Fe(II) dan Fe(III) di dalam tanah sangat bergantung dengan kondisi dan karakter tanah. Tanah yang bersifat sangat basa akan menyebabkan ketersediaan Fe(II) dan Fe(III) berkurang karena spesies Fe yang ditemukan berbentuk Fe(OH)3 yang sifat kelarutannya sangat rendah (Nutri-Facts, 2015). Defisiensi Fe pada tanaman akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang terjadi di daun. Tanaman yang kekurangan Fe salah satunya akan mengalami klorosis atau penguningan pada daun dan jika dibiarkan akan membuat kematian pada tanaman. Peristiwa ini tentunya akan sangat menurunkan tingkat produktivitas dari tanaman. Untuk mencegah terjadinya defisiensi Fe pada tanaman, para petani umumnya memanfaatkan pupuk garam Fe, seperti FeCl3 sebagai pupuk akar atau pupuk daun. Namun, metode tersebut memiliki beberapa kelemahan, yaitu pengaplikasian pupuk melalui daun dianggap kurang efektif karena apabila cuaca sedang panas, maka dapat mengakibatkan pupuk yang disemprotkan ke daun akan mengalami pemekatan sehingga jaringan pada daun menjadi terbakar. Selain itu, beberapa tanaman memiliki lapisan lilin pada daunnya sehingga dapat menghambat absorbsi unsur ke dalam sistem tanaman. Kemudian, apabila intensitas hujan tinggi maka pupuk yang berbentuk garam akan semakin terlarut dalam tanah atau terbawa oleh air dengan tingkat akumulasi yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan karena tingginya konsentrasi garam dalam tanah. Pengaplikasian pengkhelat jarang digunakan karena harganya yang relatif tinggi juga karena konsentrasi pengkhelat yang digunakan harus tinggi (Lingga, 1995). Pada akhir tahun 1990, para peneliti telah banyak mengkaji mengenai pengembangan pupuk lepas lambat atau slow release fertilizer yang diaplikasikan pada tanaman pertanian seperti, gandum, kentang, tomat, padi, jagung dan lain-lain. Pupuk lepas lambat adalah pupuk yang tersusun atas material pengemban dan mineral yang dibutuhkan oleh tanaman. Laju pelepasan nutrien pada pupuk ini bersifat lebih lama dibandingkan dengan pupuk konvensional (Trenkel, 2010). Pupuk lepas lambat terdiri dari dua komponen penyusun yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tanaman dan material pengemban. Material pengemban pada pupuk lepas lambat harus memiliki sifat pengontrol pelepasan mineral dari dalam pupuk atau dengan kata lain memiliki kemampuan dalam mengikat unsur atau mineral sehingga membutuhkan energi tertentu untuk melepaskan ikatannya. Material pengemban ini bersifat ramah lingkungan dan mudah mengalami biodegradasi (Trenkel, 2010). Sistem kerja pelepasan hara pada pupuk lepas lambat berjalan dengan baik dan dikendalikan oleh aktivitas akar tanaman (Chandra et al., 2009). Akar tanaman mensekresikan asam organik untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara mikro di dalam tanah dan sebagai pengkhelat. Dengan demikian, diharapkan ion hara pada pupuk memiliki kelarutan yang rendah dalam air, tapi tetap mampu menjamin ketersediaannya bagi tanaman melalui kelarutan yang tinggi dalam asam organik (Bhattacharya et al., 2007). Material pengemban dalam pupuk Fe ini berupa Na-alginat dan zeolit alam. Alginat merupakan polimer alam jenis kopolisakarida yang diekstrak dari alga coklat dan jenis bakteri tertentu. Alginat secara alami mampu mengikat kation, namun memiliki sifat yang rentan terhadap kondisi asam sehingga mengharuskan alginat untuk berikatan dengan material lain yang memiliki sifat relatif lebih stabil terhadap kondisi asam sehingga diperoleh material campuran yang bersifat lepas lambat (Pasparakis dan Bouropolous, 2006). Zeolit merupakan mineral aluminosilikat yang memiliki pori tiga dimensi. Zeolit banyak digunakan sebagai adsorben, penukar ion dan katalis. Pemanfaatan zeolit alam di bidang pertanian telah lama dikembangkan sebagai material lepas lambat unsur hara tanaman, karena selain memiliki kemampuan tukar kation, zeolit juga ramah lingkungan, relatif stabil dalam kondisi asam, mudah diperoleh dan murah (Wright and Lozinka, 2011). Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian efek pupuk lepas lambat berupa komposit alginat- zeolit Fe (3:1) terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturt.). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui peran pupuk lepas lambat berupa komposit alginat-zeolit Fe (3:1) terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis. I.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan yang muncul yaitu bagaimana efek komposit alginat-zeolit Fe (3:1) pada berbagai variasi dosis terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturt.) yang ditinjau dari aspek pertumbuhan, aspek fisiologis, aspek anatomis dan aspek produktivitas? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mempelajari efek komposit alginat-zeolit Fe (3:1) pada berbagai variasi dosis terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturt.) yang ditinjau dari aspek pertumbuhan, aspek fisiologis, aspek anatomis dan aspek produktivitas. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat, meliputi dapat memberikan informasi mengenai efek pupuk lepas lambat berupa komposit alginat-zeolit Fe (3:1) pada berbagai variasi dosis terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturt.) serta memberikan rekomendasi bagi petani sebagai usaha peningkatan intensifikasi pertanian.