Skabies Definisi Skabies berasal dari bahasa latin scarabe yang artinya ‘menggaruk’, penyakit ini dulu juga dikenal dengan ‘penyakit gatal 7 tahun’. Penyakit kulit ini merupakan penyakit kulit menular yang dapat menyeang manusia dan hewan. Sinonim untuk penyakit ini adalah: the itch, skybees, gudik, budukan, gatal agogo. Dalam klasifikasi WHO, penyakit ini dikelompokkan ke dalam water-related disease. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, yaitu kutu parasit yang mampu menggali terowongan di kulit dan menyebabkan rasa gatal. Skabies ditularkan melalui kontak kulit langsung antara penderita dan orang sehat, namun dapat juga ditularkan melalui kontak tidak langsung dengan penggunaan barang yang dipakai bersama-sama (handuk, baju, dsb). Masa inkubasinya 4-6 minggu. Jenis skabies yang tergolong berat adalah Norwegian scabies (skabies berkrusta) yang biasanya menyerang orang dengan imunokompromais.1 Secara definisi maka dapat dikatakan bahwa skabies adalah penyakit kulit yang disebbakan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis, dan produknya. Ditandai dengan adanya gatal malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi pada lipatan kilit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinisnya dapat berupa lesi polimorfik yang tersebar di seluruh tubuh. Epidemiologi Faktor-faktor yang menunjang pernyebaran penyakit skabies di antaranya adalah keadaan higenitas yang buruk, sosial ekonomi yang rendah, hubungan seksual yang bersifat promiskuitas, perkembangan demografik dan etiologi. Penularannya dapat dengan kontak langsung atau kontak tidak langsung. Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang telah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var.animalis pada hewan peliharaan yang kadang dapat menulari manusia.1 Etiologi dan Patogenesis Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, berpunggung cembung, bagian perut rata, tubunhnya translusen, berwarna putih kotor, tidak bermata, dan memiliki 4 pasang kaki. Ukuran betina lebih besar daripada ukuran jantan (betina dapat mencapai besar 450 mikron x 350 mikron). Bentuk dewasanya memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang sebagai kaki depan, 2 pasang lainnya sebagai perekat pada rambut.1 Siklus hidup tungau ini adalah:1 1. Mulanya terjadi kopulasi antara tungau jantan dan betina di atas kulit. Tungau jantan yang telah membuahi betina akan segera mati setelah kopulasi atau dapat bertahan beberapa hari di dalam terowongan yang dibuat oleh tungau betina. 2. Tungau betina yang terbuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm/hari, sambil meletakkan 2-50 telur. Betina yang terbuahi ini dapat hidup selama 1 bulan. 3. Telur tungau akan menetas dalam waktu 3-10 hari, lalu menjadi larva dengan 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal di dalam terowongan atau dapat pula ditemukan di luar terowongan. Setelah 2-3 hari, larva akan menjadi nimfa yang memiliki 2 bentuk (jantan atau betina) dengan 4 pasang kaki. Nimfa lalu berkembang dan bertumbuh menjadi tungau dewasa 4. Seluruh siklus hidup tungau ini mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 8-12 hari. Tungau dewasa dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Aktivitas S.scabiei di kulit dapat meningkatkan IgE di serum mapun kulit, menimbulkan rasa gatal dan menimbulkan respon imun seluler serta humoral. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap tungau itu sendiri atau sekret dan ekskret dari tungau, yang biasanya terjadi sekitar 1 bulan setelah investasi.2 Kelainan kulit yang ditemukan menyerupai dermatitis dengan ditemukan papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan oleh penderita, dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.2 Gejala Klinis dan Diagnosis Diagnosis dapat ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik sederhana. Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal sebagai berikut:1,2 1. Pruritus nokturna, atau gatal pada malam hari yang disebabkan aktivitas tungau yang meningkat pada suhu rendah dan keadaan yang lembab pada malam hari. 2. Menyerang sekelompok orang yang tinggal bersama (misalnya di keluarga, asrama, dsb). Pada perkampungan padat penduduk, tetangga-tetangga yang berdekatan dapat diserang oleh tungau tersebut. 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan panjang rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dsb). Kunikulus biasanya sukar dilihat karena rusak akibat garukan pasien. Tempat predileksinya terdapat pada kulit dengan stratum korneum yang tipis, seperti sela-sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae, umbilikus, perut bagian belakang, genitalia eksterna, dan bokong. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan kepala. 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling menunjang diagnosis. Dapat ditemukan dua atau lebih stadium tungau ataupun kotorannya (skibala) Beberapa cara menemukan tungau:1 1. Mencari papul atau vesikel pada kunikulus, lalu dicungkil dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup untuk dilihat pada mikroskop cahaya. 2. Menyikat area kulit terinvestasi dengan sikat lalu ditampung pada selembar kertas putih, kemudian dilihat dengan lup 3. Membuat biopsi irisan. Lesi dijepit dengan 2 jari, kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop 4. Biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin eosin Dapat ditemukan dua varian skabies, yaitu skabies berkrusta (Norwegian skabies) dan skabies nodular. Skabies nodular biasanya berbentuk nodular apabila lama tidak diterapi, sering terjadi pada pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan imunokomromais. Skabies berkrusta ditandai dengan dematosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama generalisata. Skabies berkrusta sangat menular (ditemukan jumlah tungau yang sangat banyak) walau rasa gatal yang dirasakan sangat sedikit. Diagnosis Banding Ada pendapat yang mengatakan bahwa skabies merupakan the greatest imitator, karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis bandingnya adalah prurigo, pedikulosis korporis, dan dermatitis.1 Tata Laksana Tatalaksa dibagi menjadi non-medikamentosa berupa pencegahan dan medikamentosa dengan obat. Pencegahan yang dapat dilakukan oleh dokter adalah mengedukasi pasien tentang penyakit skabies, perjalanan penyakit, penularan, dan cara eradikasi tungau, menjaga higenitas pribadi dan keluarga, dan edukasi penggunaan obat. Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien yang sering berkontak dengan pasien. Medikamentosa dapat digunakan beberapa obat sebagai berikut:1,2 1. Belerang endap (sulfur presipitat) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, digunakan selama 3 hari berturutturut. Kekurangan yang lain adalah berbau, mengotori pakaian, dan kadang menyebabkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi di bawah usia 2 tahun. 2. Emulsi benzil-benzoase (20-25%), efektif terhadap semua stadium tungau. Diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, dapat menyebabkan iritasi, dan terkadang dapat membuat makin gatal dan panas setelah dipakai. 3. Gama benzena heksaklorida (gameksan), kadarnya 1% dalam krim ataaau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium tungau dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah usia 6 tahun dan juga pada ibu hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali apabila gejala menetap, diulangi seminggu kemudian. 4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan. Mempunyai dua efek: sebagai antiskabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, efektivitas sama, pemakaiannya hanya sekali, dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10 jam. Pengobatan dapat diulangi setelah seminggu apabila gejala tidak membaik. Tidak dianjurkan pada bayi berusia di bawah 2 bulan. Di luar negeri dianjurkan memakai ivermectin (200µm/kgBB) peroral, terutama pada pasien yang persisten atau resisten terhadap permetrin. Referensi: 1. Boediardja SA, Handoko RP. Skabies. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriantini W, editors. Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI; 2017.pg131-134.