Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

advertisement
Untuk memenuhi kriteria Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) untuk
gangguan panik, serangan panik harus
diasosiasikan dengan lebih dari 1 bulan
kekhawatiran menetap mengenai (1)
mengalami serangan lain, (2) konsekuensi
serangan, atau (3) perubahan perilaku
signifikan berhubungan dengan serangan.
DSM-IV-TR secara jelas mendeskripsikan gejala-gejala berikut sebagai
manifestasi dari serangan panik:
• Palpitasi, jantung berdegup, atau peningkatan denyut jantung
• Berkeringat
• Gemetar
• Rasa pemendekan nafas
• Rasa tersedak
• Sakit atau ketidaknyamanan di dada
• Mual atau nyeri perut
• Pusing, hilang keseimbangan, atau pingsan
• Derealisasi atau depersonalisasi
• Takut akan kehilangan kontrol atau menjadi gila
• Takut akan kematian
• Sensasi kesemutan
• Menggigil
Patofisiologi
•
•
•
•
Banyak teori yang secara ekslusif bersifat non-mutual dan menyarankan
inefisiensi/abnormalitas pada pemrosesan sinyal molekuler pada daerah neuron
spesifik atau jaras neurotransmitter yang telah diinvestigasi untuk menjelaskan
gangguan panik sebagai respon terhadap efikasi agen farmakologik untuk
mengontrol gejala atau dari observasi neuroimaging fungsional investigasi.
Model serotonergik menyarankan adanya respon postsinaptik yang dibesarbesarkan atau inefisien terhadap serotonin sinaptik, mungkin pada kaskade
transduksi sinyal. Beberapa sinyal melaporkan subsensitivitas reseptor 5HT1A.
Sistem 5HT atau salah satu subsistemnya mungkin memainkan peran dalam
patofisiologi gangguan panic, mekanisme kerja tepatnya harus dijelaskan melalui
investigasi lebih lanjut.
Model katekolamin mempostulasikan peningkatan sensitivitas terhadap atau
pemrosesan yang tidak tepat discharge adrenergic CNS, dengan potensi
hipersensitivitas reseptor alpha-2 presinaptik.
Model lokus seruleus menjelaskan bahwa gejala panic disebabkan peningkatan
discharge local yang menghasilkan stimulasi neuron adrenergic, mirip dengan teori
katekolamin yang lebih umum. Aktivitas lokus seruleus juga mempengaruhi aksis
hypothalamus-pituitari-adrenal, yang dapat merespon secara abnormal terhadap
klonidin pada pasien dengan gangguan panik.
Patofisiologi
•
•
•
•
•
Model laktat berfokus pada produksi gejala oleh aktivitas metabolik abnormal yang
diinduksi oleh laktat.
Hipotesis false suffocation karbon dioksida menjelaskan fenomena panic dengan
reseptor batang otak yang hipersensitif.
Model GABA mempostulasikan penurunan sensitivitas reseptor inhibitorik, dengan
hasil efek eksitatorik.
Model neuroanatomik menyarankan serangan panic dimediasi oleh “jaringan
takut” dalam otak yang melibatkan pusat-pusat di amygdala, hipothalamus, dan
batang otak. Secara lebih umum, corticostriatalthalamocortical (CSTC) dipercaya
memediasi kekhawatiran, berinteraksi dengan sirkuit lebih-spesifik-takut pada
amydala. Sensasi takut terjadi aktivitas regulatorik resiprokal yang secara
konseptual diinisiasi di amygdala dan diproyeksikan ke korteks singulat anterior
dan atau korteks orbitofrontal. Proyeksi dari amygdala ke hipothalamus kemudian
memediasi respon endrokrinologik takut.
Hipotesis genetic telah mencoba untuk melokalisasi gangguan panic pada lokus
genetic yang dapat didefinisikan; usaha ini belum berhasil hingga saat ini.
Mortalitas/Morbiditas
• Komorbiditas yang diasosiasikan dengan gangguan panik:
• Gangguan panik sering timbul bersama dengan gangguan mood, dengan
gejala mood mungkin mengikuti onset serangan panik. Prevalensi seumur
hidup depresi mayor mungkin dapat mencapai 50-60%. Pasien mungkin
pula berada pada resiko tinggi untuk percobaan bunuh diri. Gangguan
alkohol dan penggunaan senyawa lain juga sering merupakan sekuel
gangguan panik.
• Kondisi medis yang memiliki komorbiditas signifikan dengan gangguan
panic adalah gangguan kardiovaskular (seperti contohnya prolaps katup
mitral, hipertensi, dan kardiomiopati) dan gangguan lain (seperti penyakit
paru obstruktif kronik [PPOK/COPD], irritable bowel syndrome, dan sakit
kepala migraine).
• Selain kemarahan psikologis signifikan dari serangan panik, agoraphobia
dapat menyebabkan konsekuensi medis, social, dan okupasional yang
besar. Diantaranya adalah peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan,
penarikan social, dan peran fungsional terbatas, dan produktivitas kerja
menurun.
Diagnosis Diferensial
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Gangguan Penyesuaian
Gangguan kecemasan
Gangguan Bipolar afektif
Gangguan psikiatri terkait kafein
Depresi
Gangguan Disosiatif
Gangguan factitious
Hypertiroidisme
Hipokondria
Hipoglikemia
Gangguan mental sekunder terhadap kondisi medis umum
Prolaps katup mitral
Infark Miokard
Gangguan obsesif-kompulsif
Pheochromocytoma
Gangguan fobik
Gangguan stress pasca trauma
Fobia sosial
Gangguan somatoform
Penggunaan obat (amfetamin, kokain, kafein, simpatomimetik, dekongestan nasal)
Withdrawal obat (alkohol, barbiturat, opiat, penenang minor)
Edukasi pasien
•
•
•
•
•
•
•
•
Ajari pasien mengenai efek samping potensial dari pengobatannya
Dapatkan informed consent tentang pengobatan psikotropik
Dokumentasikan diskusi mengenai keuntungan dan resiko pengobatan.
Informasikan pasien bahwa penyebab gangguannya bisa biologis maupun psikososial
Beritahukan pasien untuk menghindari senyawa anxiogenik seperti kafein, minuman berenergi,
stimulan OTC lainnya, dan atau obat rekreasional.
Pertimbangkan mengajarkan pasien yang terdiagnosis gangguan panik tentang distorsi kognitif yang
dapat memperburuk kecemasan. Ajarkan pula pasien untuk mengenali stimulus pemicu supaya
mereka dapat mengontribusikannya pada pendekatan terapi psikologisnya.
Diskusikan konsumsi alkohol dan obat rekreasional lain karena penggunaan senyawa psikoaktif
dapat mempengaruhi perjalanan gangguan panik. Walaupun beberapa senyawa tampak dapat
memperbaiki tingkat serangan akut, mereka biasanya mengganggu rencana terapi jangka panjang.
Edukasi keluarga pasien, jika ada, tentang isu penting untuk meminimalisasi perilaku menghindar
dari pasien, memastikan pemenuhan jadwal terapi dan pengobatan, dan mengerti gejala
kecemasan dengan memberikan akomodasi rasional tanpa menyebabkan perilaku disfungsional
atau penggunaan alkohol. Anggota keluarga dapat menolong dalam membantu pasien
mengalahkan ketakutan tidak realistik dan perilaku menghindar, dalam konteks terapi perilaku terus
menerus dimana pasien telah mempelajari keterampilan untuk mengatasi kecemasan.
Download