LAPORAN KASUS Tata Laksana Komprehensif Pada Gangguan Panik: Tinjauan Kasus Andri Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN Gangguan cemas panik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling sering ditemukan pada populasi umum. Lebih dari 30 juta orang di Amerika Serikat menderita kondisi ini. Data epidemiologi menunjukkan prevalensinya pada wanita lebih besar dua sampai tiga kali daripada pria. itu berlangsung biasanya tidak lebih dari 15 menit. Pasien menjadi takut keluar rumah dan berada di keramaian, terutama jika tidak ditemani. Dia takut bila nanti terjadi sesuatu di jalan dan tidak ada yang membantu. Pasien mengatakan sekarang dia merasa “was-was” bila memikirkan kejadian tersebut akan datang kembali. Gangguan cemas panik diawali serangan panik yang terjadi beberapa kali dalam satu hari. Kondisi lebih lanjut gangguan ini dapat mengarah ke agorafobia, suatu kondisi kecemasan berada di tempat terbuka karena ketakutan akan ditinggalkan, tidak berdaya atau merasa tidak ada yang menolong bila serangan panik datang.1 Sebelum dua minggu ini pasien merasa sehat. Riwayat sakit yang sama lima tahun yang lalu, berobat tidak teratur hanya jika kejadian. Dua tahun belakangan keadaan membaik. Tidak ditemukan riwayat penggunaan zat psikoaktif. Tidak ditemukan riwayat penyakit medis bermakna yang mendahului atau ada hubungannya dengan gangguan mental saat ini. Kondisi gangguan cemas panik sering disalahartikan sebagai suatu kondisi sakit fisik karena gejala-gejalanya adalah gejala fisik terutama yang melibatkan sistem saraf autonom, baik simpatis dan parasimpatis. Tidak heran biasanya pasien dengan gangguan ini akan terlebih dahulu datang ke dokter non-spesialis psikiatri. Pada makalah ini, akan dibahas secara menyeluruh suatu contoh kasus gangguan panik beserta tata laksananya dalam bentuk laporan kasus lengkap.1 Pada status mental ditemukan mood eutimik, tidak terdapat gangguan persepsi, isi pikir tidak terdapat waham, ada anticipatory anxiety, proses pikir koheren, tidak ditemukan kelainan status internus dan neurologis. ILUSTRASI KASUS Pasien Tn. A, usia 37 tahun, suku Batak, agama Islam, pendidikan terakhir tamat SMA, pekerjaan saat itu pedagang kelontong, tinggal di Jatinegara, sudah menikah dan mempunyai dua orang anak; datang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 2 minggu. Dua minggu yang lalu saat berada di pasar tibatiba jantung pasien berdebar-debar disertai sesak napas, keluar keringat dingin, perut kembung, gemetaran, dan perasaan takut mati. Hal itu membuat pasien ingin segera pulang ke rumah. Selama dua minggu sudah lebih dari tiga kali pasien mengalami kejadian seperti ini. Keluhan yang datang tiba-tiba 358 CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 358 FORMULASI DIAGNOSIS Pada pasien ini ditemukan pola perilaku atau psikologis yang klinis bermakna dan khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disabilitas) berbagai fungsi psikososial dan pekerjaan. Pasien ini mengalami suatu gangguan mental. Pada pemeriksaan status internus dan neurologis, tidak ditemukan kelainan/gangguan medis umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan mental yang diderita saat ini; gangguan mental organik dapat disingkirkan. Pada anamnesis tidak ditemukan riwayat penggunaan dan gangguan zat psikoaktif beserta gejala ketergantungan atau putus obat. Dengan demikian, gangguan mental akibat zat psikoaktif dapat disingkirkan . Pada pasien tidak ditemukan gangguan persepsi, gangguan proses pikir, dan gangguan menilai realita sehingga gangguan skizofrenia dan gangguan waham menetap dapat disingkirkan. Pada pasien, tidak ditemukan gangguan suasana perasaan dan afektif yang mengarah ke depresi dan/atau elasi sehingga gangguan bipolar, gangguan depresi, dan gangguan afektif berkepanjangan dapat disingkirkan. Pada pasien ini, ditemukan: a. Keluhan jantung berdebar disertai napas terasa pendek, keringat dingin, gemetaran, perasaan tidak enak pada perut, dan perasaan takut mati. b. Gejala tersebut datang tiba-tiba dan dalam dua minggu terakhir sudah 3 kali terjadi. c. Gejala tersebut menimbulkan kekhawatiran pasien akan datang kembali d. Gejala tersebut menimbulkan hendaya fungsi, pasien tidak dapat berbelanja ke pasar sendiri. Pasien juga menjadi takut berada di keramaian karena khawatir gejalanya akan datang lagi dan tidak ada yang membantu. Dari keterangan di atas, kemungkinan diagnosis (DSM IV) aksis I yang paling mendekati adalah suatu gangguan panik dengan agorafobia. Untuk aksis II, pada pasien ini ditemukan suatu perilaku yang selalu mencari kesempurnaan. Pasien sejak sekolah mempunyai keinginan kuat untuk selalu menjadi yang terbaik. Saat dewasa pun, pasien berkeinginan maju dalam usahanya. Pasien mengeluhkan adanya saingan dalam usaha dagangnya sehingga pernah tercetus keinginan pasien untuk pulang ke kampung saja untuk bertani dan beternak ikan karena tidak ada saingan. Dalam kehidupannya, pasien sulit sekali menerima kritik CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012 6/5/2012 11:02:13 AM LAPORAN KASUS atas dirinya. Pasien juga selalu mengartikan apa yang diucapkan teman-temannya sebagai kritikan yang membuat pasien merasa kesal dan kadang terluka perasaannya. Pada pasien, ditemukan suatu ciri kepribadian narsikistik. Untuk aksis III, saat ini tidak ditemukan diagnosis yang bermakna. Sakit maag (dispepsia) yang biasanya bersamaan terjadinya dengan serangan panik mungkin merupakan bagian dari gejala serangan paniknya, walaupun kemungkinan adanya dispepsia yang berdiri sendiri masih ada. Dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien cukup besar. Istri pasien memahami keadaan pasien saat ini. Masalah pekerjaan pasien cukup menimbulkan beban pikiran pasien. Pasien mengatakan dirinya masih dalam keadaan sulit di bidang ekonomi. Walaupun kenyataannya pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik, pasien masih terus merasa kekurangan. Hal ini bisa menjadi faktor pencetus kecemasan pasien. Untuk itu, dapat dimasukkan ke dalam diagnosis aksis IV, yaitu masalah ekonomi. Selama sakit, pasien dapat terus menjalani fungsinya sebagai kepala rumah tangga. Walaupun dengan perasaan cemas, pasien masih bisa jalan ke pasar untuk berbelanja. Pasien memang terkadang harus ditemani bila pergi ke tempat ramai dan tidak ada yang dikenal pasien, tetapi terkadang masih dapat pergi sendiri. Untuk itulah, untuk Aksis V global assesment function (GAF) saat ini 70-80 dan GAF setahun terakhir 80-90.2 FORMULASI PSIKODINAMIK Sejak kecil pasien hidup berkecukupan. Orang tua cukup memberikan kasih sayang kepada pasien walaupun jumlah anggota keluarga sangat besar. Meskipun begitu, pasien tidak pernah merasakan kekurangan cinta dari orang tuanya. Walaupun terkadang ibu pasien sibuk, pasien juga diasuh oleh kakak perempuannya (substitute mother) sehingga tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perkembangannya dapat dilewati dengan baik. Namun pada usia 16 tahun, pasien mengalami hambatan dalam kehidupannya (fase late adolescent), yaitu ketika pasien harus tinggal bersama dengan sepupu dan istrinya. Di rumah sepupunya ini, pasien tidak bebas bergaul dengan teman sebayanya padahal pada CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012 CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 359 fase ini teman-teman menjadi lebih bermakna dalam kehidupan seseorang. Keinginan pasien untuk belajar giat supaya dapat menembus UMPTN juga terhambat oleh istri sepupunya. Hal ini merupakan ancaman terhadap neurotic pride yang sedang dibangun pasien yang saat ini ingin dicapai dengan cara menjadi mahasiswa universitas negeri (idealized image). Pasien akhirnya dapat bebas dari kondisi ini dengan indekos. Saat indekos, pasien kemudian berhasil melanjutkan kembali tugas fase perkembangannya, yaitu mencari identitas diri. Pasien sejak awal memutuskan untuk melanjutkan sekolah jauh dari rumah karena ingin sekolah di SMU favorit. Hal ini karena impian pasien untuk dapat kuliah di universitas negeri (idealized image). Menjadi mahasiswa universitas negeri merupakan idealized image yang dapat membantu pasien membangun neurotic pride.3-5 Pada kenyataannya, pasien tidak diterima di universitas negeri. Kejadian ini tidak sesuai dengan idealized image dan juga merupakan ancaman terhadap neurotic pride yang ingin dibentuk. Akhirnya, pasien mengalihkan ke bentuk idealized image lain, yaitu pedagang sukses. Hal ini disebabkan karena pasien melihat banyak orang di kampungnya yang sukses merantau ke Jakarta.4,5 Namun, setelah mengalami masa-masa yang panjang idealized image yang sudah bergabung dengan self menjadi idealized self belum tercapai juga. Dalam benak pasien, dengan merantau ke Jakarta seharusnya pasien juga sukses, apalagi kakak perempuannya yang lain sudah terlebih dahulu sukses. Kenyataannya, walau sudah sepuluh tahun berdagang, pasien belum mencapai sukses yang dia impikan. Pasien masih tetap mengontrak rumah dan warungnya tidak berkembang (the real self).2 Posisi pasien sebagai anak laki-laki dalam adat Batak membantu pasien mengembangkan neurotic pride-nya. Pasien diperhatikan oleh keluarga dan sejak kecil dipenuhi kasih sayang yang menjaga neurotic pride-nya. Saat dewasa, pada kenyataannya pasien tidak sesukses saudara perempuannya, meskipun dalam adat dia tetap mendapatkan tempat istimewa. Pasien terlihat menikmati segala bantuan dari adik perempuannya, tetapi menyalahkan kakak perempuan yang selalu mengkritik dia. Hal ini dilakukan untuk tetap menyokong idealized self-nya sebagai pedagang sukses dan mampu secara ekonomi. Di lain pihak, kata-kata kakak yang sering mengkritik pasien untuk bekerja lebih giat sering kali melukai neurotic pride-nya.6-8 Awalnya, pasien menggunakan mekanisme pertahanan represi untuk mengatasi perasaan cemas akibat idealized self yang berlawanan dengan real self. Namun setelah berlangsung lama, mekanisme ini tidak berhasil sehingga kecemasan makin menumpuk dan akhirnya “pecah” dalam bentuk serangan panik berulang.6,8 RENCANA TERAPI Psikofarmaka • Fluoksetin 1 x 10 mg • Alprazolam 2 x 0,25 mg Psikoterapi Pendekatan psikoterapi sesuai dengan pendekatan dinamik (Karen Horney) berupa reorganizing dan redirecting menuju real self. Caranya dengan menggunakan pendekatan terapi perilaku dan kognitif. Psikoterapi dengan teknik terapi kognitif dan perilaku terbagi atas berbagai langkah: • Membangun dan membina rapport dan empati. • Mempersiapkan pasien dalam terapi: menilai motivasi pasien, menjelaskan tujuan terapi dan cara pendekatan terapi, membuat kontrak terapi. º º º º º º º º º º Identifikasi masalah. Tentukan target terapi sesuai masalahnya. Penilaian dan tentukan konsekuensi emosi dan perilaku (consequences of emotion and behaviour = C). Penilaian dan tentukan suatu keadaan sebagai pencetus bagi pasien (activating event = A). Penilaian dan tentukan adanya persepsi, asumsi, dan kepercayaan (beliefs = B). Cari hubungan antara B yang irasional dan C. Berikan pertanyaan dan argumentasi untuk mengoyahkan B yang irasional. Siapkan pasien untuk selalu memakai B yang rasional. Meminta pasien menerapkan B yang baru dalam kehidupan sehari-hari. Berikan pekerjaan rumah (tugas dan latihan) melakukan hal di atas. 359 6/5/2012 11:02:15 AM LAPORAN KASUS º Periksa hasil dan apa yang dirasakan serta apa yang menjadi penghalang pada pertemuan berikutnya. Pendekatan direncanakan 8-10 kali dengan jarak 1 minggu; evaluasi kemajuan pasien diakhir proses terapi dan tentukan kembali rencana langkah selanjutnya.2 PROSES TERAPI Pertemuan Pertama: Terapis mengumpulkan gejala-gejala pasien. Terapis juga mengkonfirmasi beberapa data pada status lama; pasien dikatakan mengalami fobia ereksi. Setelah dikonfirmasi, kejadian jantung berdebar-debarnya dulu itu sama dengan saat ini. Lebih jauh pasien mengatakan bila ia sedang dalam kondisi berdebardebar, dia menjadi takut berhubungan badan dengan istri karena takut berdebar-debar dan dapat membuatnya meninggal. Perasaan takut berhubungan badan ini karena mendengar saran teman bahwa orang berpenyakit jantung tidak boleh berhubungan badan karena bisa kambuh dan meninggal saat berhubungan badan. Gejala paling menonjol saat ini adalah jantung berdebar-debar yang datang tiba-tiba, perut terasa kembung, keluar keringat dingin, rasa tidak enak badan, seperti melayang, napas terasa sesak. Pasien juga merasa takut akan akibat serangan paniknya dan khawatir serangan itu akan datang kembali. Perencanaan terapi psikofarmaka adalah alprazolam 2 x 0,5 mg dan fluoksetin 1 x 10 mg. Alprazolam diberikan untuk menghilangkan segera gangguan paniknya sedangkan fluoksetin digunakan sebagai terapi kecemasan jangka panjang mengingat alprazolam sebagaimana golongan benzodiazepin lain tidak dapat digunakan jangka lama dan harus mulai dilakukan taper off setelah tercapai dosis optimal.9 Psikoterapi pasien menggunakan terapi perilaku dan kognitif. Pada saat wawancara, pasien dijelaskan tentang gangguan panik yang dialami dan bahwa hal tersebut tidak akan menyebabkan pasien meninggal seperti yang selama ini ditakutkan. Pasien juga diminta melakukan relaksasi yang diajarkan dengan cara duduk. Pada saat ini, juga direncanakan terapi untuk mengatasi kesulitan berhubungan badan dengan istri akibat ketakutan datangnya serangan panik. Pasien diminta melakukan hubungan badan dengan istri secara bertahap. Awalnya dapat menggunakan 360 CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 360 imaginary situation (desensitisasi) dan jika sudah dirasa siap dapat dengan direct exposure (flooding). Sebelumnya tentu terapi psikofarmaka sudah harus dimulai. Target terapi saat ini: 1. Gejala cemas pasien dapat berkurang, ditandai dengan berkurangnya perasaan takut/cemas serangan akan datang lagi. 2. Serangan panik dapat dikurangi menjadi kurang dari 3 kali dalam seminggu ini. 3. Pasien dapat melakukan hubungan badan dengan istri. Cara: 1. Alprazolam 2 x 0,25 mg dan Fluoksetin 1 x 10 mg. 2. Cara relaksasi. 3. CBT dengan cara konstruksi kognitif tentang apa yang dimaksud dengan serangan panik dan gejala yang timbul. Intinya, hal tersebut tidak akan membuat pasien mati. Pada wawancara, terapis bisa langsung membantah false belief pasien. Psikoterapi akan diberikan minimal 8 kali dengan jarak antara maksimal 1 minggu. 4. Memberikan tugas kepada pasien untuk menuliskan keadaan apa saja yang dapat mencetuskan cemasnya, derajat kecemasannya (skor 1-100), apa yang dipikirkan pasien saat itu, dan bagaimana pasien keluar dari keadaan itu. FOLLOW UP Pertemuan Kedua S : Pasien merasa lebih enak. Perasaan cemasnya sudah tidak terlalu sering dan kalau muncul tidak seberat seperti sebelum berobat. Pasien mencoba melakukan relaksasi setiap hari, terutama jika keluhan datang. Pasien dapat melakukan hubungan badan dengan istri walaupun awalnya agak sedikit cemas. Jantung saat berhubungan badan memang berdetak lebih cepat, tetapi pasien bisa mengatasinya dengan berpikir bahwa ini tidak akan membuat ia mati. Pasien mengeluh obat membuat dia mengantuk. Fluoksetin tidak dibeli oleh pasien minggu lalu karena uangnya tidak cukup. Hari/Waktu Situasi O : Penampilan seorang pria sesuai usia, tenang, bicara lancar dan spontan, mood eutimik dan afek cukup luas, isi pikir tentang kecemasan masih ada walaupun sudah berkurang, anticipatory anxiety masih ada, perasaan diri kurang berhasil dibandingkan dengan kakak perempuannya, proses pikir koheren, status mental lain masih dalam batas normal. A : Gangguan panik dengan agorafobia. P : Psikofarmaka: Alprazolam 2 x 0,25 mg, Fluoksetin 1 x10 mg. Psikoterapi CBT: • Pasien membawa pekerjaan rumah yang diberikan pada pertemuan sebelumnya • Pasien pada pertemuan ini juga mengungkapkan masalah ekonomi dan ketidakmampuan dirinya untuk berhasil seperti kakak-kakak perempuan. Pertemuan Ketiga S : Pasien baru kontrol kembali setelah 2 minggu; keluhannya sudah banyak berkurang. Saat makan fluoksetin pasien merasakan perutnya tidak enak, kepala pusing dan lemas. Akhirnya pasien menghentikan sendiri obat itu. Alprazolam masih digunakan, pasien juga masih tetap melakukan relaksasi setiap hari. Pasien menambah kegiatannya dengan berjalan kaki tiap hari. Selama dua minggu ini, terdapat 2 kali kejadian jantung berdebar yang dipicu oleh pertengkaran dengan istri dan ketika pasien pergi ke pasar. O : Penampilan seorang pria cukup rapi, tenang, bicara lancar dan spontan, mood eutim, afek cukup luas, tidak ada gangguan persepsi, isi pikir tentang kecemasan sudah jauh berkurang, anticipatory anxiety berkurang, kecemasan saat ini tentang efek obat, proses pikir koheren. A : Gangguan Panik dengan Agorafobia (remisi sebagian). P : Alprazolam 1 x 0,25 mg, Fluoksetin 1 x 10 mg. Perasaan ( 0-100) Pikiran Yang muncul Apa yang dilakukan 22/4/08, sekitar pkl.10.00 Pergi ke pasar membeli kelapa 70 Takut ada apa-apa di jalan. Kalau jatuh nanti bagaimana Pasien duduk sebentar, menarik napas beberapa kali sambil berpikir lebih santai → keluhan mereda, pasien bisa pulang 24/4/08, sekitar pkl. 11.00 Menjemput anak di sekolah 70 Tiba-tiba muncul kecemasan Menenangkan diri, berpikir positif → bisa tenang dan sampai rumah CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012 6/5/2012 11:02:17 AM LAPORAN KASUS Catatan Harian Pasien untuk Psikoterapi CBT Hari/Waktu Situasi Perasaan ( 0-100) Pikiran Yang muncul Apa yang dilakukan 03/5/08, sekitar pkl. 09.00 Pergi ke pasar membeli kelapa 60 Takut jatuh karena serangan itu Pasien berusaha untuk tenang, menarik nafas beberapa kali → tenang dan pulang ke rumah 09/5/08, sekitar pkl. 19.00 Bertengkar dengan istri karena masalah adik ipar 60 Serangan debar jantung muncul karena takut keluarga di kampung menganggap dia tidak peduli. Tapi berbeda berdebarnya daripada yang biasa Berinisiatif menelpon adik ipar → menyelesaikan masalah → tenang kembali 10/5/08, sekitar pkl. 10.00 Mau pergi ke pasar berbelanja 30 Ada sedikit rasa cemas kalau nanti jantung berdebarnya datang lagi Membaca doa, relaksasi mengambil napas beberapa kali → tenang → pergi ke pasar tidak ada gangguan. DISKUSI Diagnosis pasien ini ditegakkan karena adanya gejala serangan panik berulang sehingga dapat dikategorikan sebagai gangguan panik. Gangguan cemas menyeluruh dipikirkan karena pasien sering khawatir akan banyak hal; kekhawatiran pasien karena ia tidak ingin jantungnya berdebar-debar lagi sehingga hal ini merupakan bagian dari gejala gangguan paniknya, yaitu adanya kecemasan antisipasi (anticipatory anxiety).1 Ciri kepribadian narsisistik pada pasien merupakan ciri gangguan kepribadian narsisistik tipe hypervigilant. Gabbard membagi kepribadian narsisistik menjadi 2 tipe yaitu The Oblivious Narcissist dan The Hypervigilant Narcissist. Ciri Hypervigilant Narcissist adalah sensitif terhadap reaksi orang lain terhadap dirinya, sangat memperhatikan pendapat dan kritik orang lain dan mudah sakit hati bila merasa dipermalukan atau direndahkan. Ciri kepribadian ini terlihat dari ketidakmampuan pasien bila dikritik saudara perempuannya. Ia hampir selalu menganggap bahwa kritikan tersebut tidak seharusnya ditujukan kepada dirinya.2,3,6,7 Antidepresan merupakan standar terapi gangguan panik saat ini. Antidepresan yang digunakan bisa dari golongan SSRI atau TCA. Keduanya memberikan efek terapetik setara walau SSRI lebih unggul dalam profil keamanan dan tolerabilitas pasien. Yang perlu diperhatikan adalah efek samping yang mungkin akibat pemakaian zat tersebut karena pasien gangguan panik terkadang sangat sensitif terhadap efek samping obat walaupun minimal. Hal ini disebabkan karena pasien gangguan panik secara umum lebih banyak memandang keluhan fisiknya sebagai sesuatu yang membahayakan, sehingga efek samping obat yang kebanyakan merupakan sensasi fisik dapat dipandang sebagai sesuatu yang mengancam. Dosis SSRI dapat dimulai dengan dosis ringan, namun pada beberapa pasien hal ini bisa menambah serangan panik dan agitasi. Seperti pada pasien ini, pemberian fluoksetin bahkan pada dosis kecil (10 mg) membuatnya tidak nyaman. Hal ini dapat berlangsung selama minggu pertama sampai kedua pengobatan. Untuk itulah terkadang pemberian SSRI ditambah dengan benzodiazepin potensi tinggi seperti alprazolam.9 Alprazolam sebagai salah satu golongan obat benzodiazepin onset cepat telah digunakan dalam klinis untuk mengatasi panik. Penggunaan untuk pengobatan gangguan panik telah mendapat pengakuan Food and Drug Administration (FDA). Dosis permulaan biasanya 0,25 mg sampai 0,5 mg tiga kali sehari. Pada kasus ini dimulai dengan dosis dua kali sehari untuk mengurangi efek ketergantungan yang mung- kin timbul. Pengguna benzodiazepin perlu memperhatikan efek sedasi yang mungkin dirasakan beberapa pasien; dalam jangka panjang, juga perlu diperhatikan potensi ketergantungan dan penyalahgunaan. Pada pasien ini, penggunaan benzodiazepin diharapkan dapat diturunkan perlahan dalam waktu maksimal 4 minggu; dalam kepustakaan, penurunan dosis ini dapat berlangsung 4-12 minggu secara perlahan. Hal ini juga sambil menunggu efek terapetik antidepresan SSRI yang biasanya mulai timbul setelah 2 minggu. Psikoterapi untuk pasien ini adalah terapi perilaku dan kognitif (CBT). Terapi pertama kali adalah dengan relaksasi dan terapi pernafasan. Terapi kognitif bertujuan juga untuk membangun kembali (restructuring) kognisi yang baru. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi gejala panik yang timbul dan perasaan serta pikiran yang salah berhubungan dengan gejala tersebut serta edukasi tentang gangguan panik itu sendiri. Biasanya pasien gangguan panik selalu mengidentikkan sensasi tubuh yang ringan sebagai awal gangguan paniknya; menyebabkan pasien mengalami cemas antisipasi. Edukasi bahwa serangan panik dibatasi waktu dan tidak mengancam jiwa juga sangat perlu. Sehubungan dengan psikodinamik yang mendasari keadaannya saat ini, selama proses psikoterapi juga dapat dilakukan reorganizing dan redirecting menuju real self.6-8 SIMPULAN Gangguan cemas panik adalah salah satu gangguan jiwa yang memiliki gejala gangguan fisik. Gangguan ini sering terjadi di populasi umum dengan kondisi agorafobia yang biasanya didapatkani pada lebih dari 80% kasus. Penatalaksanaan psikofarmaka yang tepat dan psikoterapi sesuai dengan kepribadian pasien akan menjamin perbaikan dan kesembuhan. DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock BJ, Sadock VA. Anxiety Disorder. In : Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7th ed. 2000. hal.1465-95. 2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-TR, 4th ed, American Psychiatric Ass, 2000. 3. Steger C. Cognitive Behavior Therapy Program. Department of Clinical Psychology Austin Hospital, Australia.1994. 4. Gabbard GO. Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice, 3rd ed, American Psychiatric Publ, 2000. 5. Spiegel DA, Heinrich N, Hoffmann SG. Panic Disorder with Agoraphobia. Bond FW, Dryden W.eds. Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. John Wiley and Son Ltd. 2002 hal. 5663. 6. Paramita H. Psikodinamik “Karen Horney”. Referat. Departemen Psikiatri FKUI-RSCM, 2005. 7. Ham P, Waters DB, Oliver N. Treatment of Panic Disorder. J. Am. Fam. Physician. 2005;71(4). 8. Busch FN, Milod BL, Singer M. Theory and Technique in Psychodynamic Treatment of Panic Disorder. J Psychotherapy Pract Res, 8:3,Summer 1999. 9. Shatzberg AF, Nemeroff CB. Textbook of Psychopharmacology.3rd ed. The American Psychiatric Publ. Washington DC. 2004. CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012 CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 361 361 6/5/2012 11:02:18 AM