Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular The

advertisement
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Tri Umiana Soleha1, M. Azzaky Bimandama2
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
1
Abstrak
Sindrom metabolik adalah kelompok abnormalitas metabolik pada seorang individu yang dihubungkan dengan risiko yang
meningkat dari penyakit kardiovaskular. Prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan cepat setiap tahunnya. Data
epidemiologi menyebutkan prevalensi sindrom metabolik dunia adalah 20-25%. Penyebab dari sindrom metabolik belum
diketahui secara pasti, tetapi faktor risiko terjadinya sindrom metabolik dikaitkan dengan faktor sosial ekonomi dan faktor
psikologi. Saat ini ada tiga definisi yang biasanya digunakan untuk menjelaskan sindrom metabolik, yaitu definisi WHO,
NCEP-ATP III, dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama
dengan penentuan kriteria yang berbeda. Komponen utama itu meliputi disregulasi metabolisme glukosa, obesitas sentral,
disregulasi lipid plasma, dan peningkatan tekanan darah. Hubungan antarkomponen ini terbentuk diakibatkan oleh adanya
perubahan-perubahan metabolisme yang terjadi. Disregulasi metabolisme glukosa menyebabkan terganggunya
metabolisme asam urat, dislipidemia, gangguan hemodinamik dan hemostatik, disfungsi endotel, dan gangguan sistem
reproduksi. Obesitas akan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa, pengaturan tekanan darah, pengaturan proses
trombosis dan fibrinolisis, serta reaksi inflamasi. Komponen-komponen kelainan metabolisme ini dapat menimbulkan
komplikasi berupa penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease/CAD). Akhir dari penyakit arteri koroner ini bisa berupa
kematian dan bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Kata kunci:CAD, metabolik, sindrom
The Relation of Metabolic Syndrome with Cardiovascular Disease
Abstract
Metabolic syndrome is a group of metabolic abnormality in an individu which is associated with increasing risk of
cardiovascular disease. Prevalence of metabolic syndrome increases fast every year. Epidemiological data said that the
world prevalence of metabolic syndrome is about 20-25%. The cause of metabolic syndrome is not absolutely known, but
the risk factor of metabolic syndrome can be associated with social-economic factor and psychological factor. Nowadays
there are three definitions that commonly used to describe metabolic syndrome, there are WHO definition, NCEP-ATP III,
and International Diabetes Federation (IDF). The three definitions have same main component with different characteristic.
The main component contain glucose metabolism disregulation, central obesity, plasma lipid disregulation, and
hipertension. The correlation of each component is caused by the changes of metabolism. Glucose metabolism
disregulation can cause abnormality in uric acid metabolism, dyslipidemia, abnormality in hemodynamic and hemostatic,
endotel dysfunction, and abnormality in reproductive system. Obesity will affect metabolism of lipid and glucose, blood
pressure regulation, trombosis and fibrinolisis regulation system, and inflammation reaction. This metabolic abnormality
components can change to complication such as coronary artery disease (Coronary Artery Disease/CAD). The end of
coronary artery disease is a death in male or female.
Keywords: CAD, metabolic, syndrome
Korespondensi: M. Azzaky Bimandama, alamat Jl. Dr. Samratulangi No. 34 Kel. Penengahan, Kec. Kedaton, Bandar Lampung,
HP 081271592139, e-mail [email protected]
Pendahuluan
Sindrom Metabolik (SM) adalah kondisi
dimana seseorang memiliki tekanan darah
tinggi, obesitas sentral, dan dislipidemia,
dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika
kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu
yang sama pada satu orang, maka orang
tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap
penyakit makrovaskular.1Berbagai organisasi
telah memberikan definisi yang berbeda,
namun seluruh kelompok studi setuju bahwa
obesitas, resistensi insulin, dislipidemia, dan
hipertensi merupakan komponen utama SM.
Jadi, meskipun SM memiliki definisi yang
berbeda, namun memiliki tujuan yang sama,
yaitu mengenali sedini mungkin gejala
gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh
ke dalam beberapa komplikasi.2
Prevalensi SM sangat bervariasi,
disebabkan karena ketidakseragaman kriteria
yang digunakan, perbedaan etnis atau ras,
umur, dan jenis kelamin.3 Secara global,
insiden SM meningkat dengan cepat. Data
epidemiologi menyebutkan prevalensi SM
dunia adalah 20-25%. Hasil penelitian
Framingham Offspring Study menemukan
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |49
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
bahwa pada responden berusia 26-82 tahun
terdapat 29,4% pria dan 23,1% wanita
menderita SM.4 Sedangkan penelitian di
Perancis menemukan prevalensi SM sebesar
23% pada pria dan 21% pada wanita.18
Selama ini faktor-faktor yang dianggap
sebagai penyebab SM terkait dengan obesitas,
antara lain pola makan, kurang olahraga,
kelainan
metabolisme,
mekanisme
neuroendokrin, psikologi, obat-obatan, faktor
sosial ekonomi dan gaya hidup serta faktor
genetika.5Data Susenas 2004 menunjukkan
penduduk umur 15 tahun ke atas 85% kurang
beraktivitas fisik dan hanya 6% penduduk yang
cukup beraktivitas fisik.6Hasil Riskesdas tahun
2007 menunjukkan prevalensi kurang aktivitas
fisik
sebesar
48,2%
dan
terdapat
kecenderungan prevalensi kurang aktivitas fisik
semakin tinggi dengan meningkatnya status
ekonomi.7
Gangguan metabolik dan klinik yang
ditemukan pada SM memberikan risiko yang
lebih besar terhadap penyakit kardiovaskular
dibandingkan risiko penyakit jantung koroner
lainnya bila berdiri sendiri. Sangatlah beralasan
jika berbagai aspek dari SM berperan penting
menyebabkan gangguan kardiovaskular.8,9
Isi
Etiologi SM belum dapat diketahui
secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan
bahwa penyebab primer dari SM adalah
resistensi insulin.10 Menurut Tenebaum (dalam
Angraeni, 2007)11, penyebab SM adalah:
Pertama, gangguan fungsi sel β dan
hipersekresi insulin untuk mengompensasi
resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya
komplikasi makrovaskular (misalnya komplikasi
jantung); Kedua, kerusakan berat sel β
menyebabkan penurunan progresif sekresi
insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia.
Hal ini menimbulkan komplikasi mikrovaskuler
(misalnya nefropati diabetikum). Peningkatan
faktor risiko metabolik selalu berhubungan
dengan tingginya akumulasi jaringan adiposa
abdominal,
terutama
jaringan
lemak
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |50
viseral.12Salah satu karakteristik obesitas
abdominal atau lemak viseral adalah terjadinya
pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel
lemaktersebut akan menyekresi produkproduk
metabolik,
diantaranya
sitokin
proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi,
dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel
lemak dan peningkatan asam lemak bebas
dalam plasma bertanggung jawab terhadap
berbagai penyakit metabolik seperti diabetes,
penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan
hipertensi.5
Obesitas merupakan komponen utama
kejadian SM, namun mekanisme yang jelas
belum diketahui secara pasti. Obesitas yang
diikuti dengan meningkatnya metabolisme
lemak akan menyebabkan produksi Reactive
Oxygen Species (ROS) meningkat, baik di
sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya
ROS di dalam sel adiposa dapat menyebabkan
keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
terganggu, sehingga enzim antioksidan
menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya
stres oksidatif menyebabkan disregulasi
jaringan adiposa dan merupakan awal
patofisiologi terjadinya SM, hipertensi, dan
aterosklerosis.13
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan
berbagai patofisiologi penyakit, antara lain
diabetes melitus tipe II dan aterosklerosis.
Pada pasien diabetes melitus tipe II, biasanya
terjadi peningkatan stres oksidatif, terutama
akibat hiperglikemia. Stres oksidatif dianggap
sebagai salah satu penyebab terjadinya
disfungsi endotel-angiopati diabetik, dan pusat
dari semua angiopati diabetik adalah
hiperglikemia yang menginduksi stres oksidatif
melalui tiga jalur, yaitu; peningkatan jalur
poliol, peningkatan autooksidasi glukosa, dan
peningkatan protein glikosilat.14Patofisiologi
SM masih menjadi kontroversi, namun
hipotesis yang paling banyak diterima adalah
resistensi insulin. Gambar 1 menunjukkan
etiologi dan patofisiologi dari resistensi insulin
dan SM.17
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Gambar 1. Etiologi-patofisiologi Resistensi Insulin dan Sindrom Metabolik17
Hingga saat ini ada tiga definisi SM yang
telah diajukan, yaitu definisi WHO, NCEP-ATP
III dan International Diabetes Federation (IDF).
Ketiga definisi tersebut memilik komponen
utama yang sama dengan penentuan kriteria
yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan
Zimmet atas nama WHO menyampaikan
definisi SM dengan komponen-komponennya,
antara lain: (1) Gangguan pengaturan glukosa
atau diabetes, (2) resistensi insulin, (3)
Hipertensi, (4) Dislipidemia dengan trigliserida
plasma >150 mg/dL dan kolesterol High
Density Lipoprotein (HDL-C) <35 mg/dL untuk
pria; <39 mg/dL untuk wanita, (5) Obesitas
sentral (laki-laki: waist-to-hip ratio >0,90;
wanita: waist-to-hip ratio >0,85) dan indeks
massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan (6)
Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion
Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin
>30 mg/g). SM dapat terjadi apabila salah satu
dari dua kriteria pertama dan dua dari empat
kriteria terakhir terdapat pada individu
tersebut.
Jadi,
kriteria
WHO
(1999)
menekankan pada adanya toleransi glukosa
terganggu atau diabetes melitus dan atau
resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua
faktor risiko lain, yaitu hipertensi, dislipidemia,
obesitas sentral, dan mikroalbuminuria.3,15
Kriteria yang sering digunakan untuk
menilai pasien SM adalah kriteria NCEP-ATP III,
yaitu apabila seseorang memenuhi tiga dari
lima kriteria yang disepakati, antara lain:
lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm;
hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida
>150 mg/dL), kadar HDL-C <40 mg/dL untuk
pria dan <50 mg/dL untuk wanita; tekanan
darah >130/85 mmHg; dan kadar glukosa
darah puasa >110 mg/dL. Suatu kepastian
fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas
sentral menjadi indikator utama terjadinya SM
sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya
diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005.16
Menurut IDF, seseorang dikatakan
menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar
perut >90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut
>80 cm untuk wanita Asia) ditambah dua dari
empat faktor berikut: (1) Trigliserida >150
mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam
pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2)
HDL-C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan
<50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau
sedang dalam pengobatan untuk peningkatan
kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik >130
mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang
dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula Darah
Puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau
diabetes tipe II. Hingga saat ini masih ada
kontroversi tentang penggunaan kriteria
indikator SM yang terbaru tersebut.16
Belum ada kesepakatan kriteria SM
secara internasional, sehingga ketiga definisi di
atas merupakan yang paling sering digunakan.
Tabel 1 menggambarkan perbedaan ketiga
definisi tersebut.24 Kriteria diagnosis NCEP-ATP
III menggunakan parameter yang lebih mudah
untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi
sehingga dapat dengan lebih mudah
mendeteksi SM. Hal yang menjadi masalah
dalam penerapan kriteria diagnosis NCEP-ATP
III, adalah adanya perbedaan nilai normal
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |51
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis.
Oleh karena itu, pada tahun 2000, WHO
mengusulkan lingkar pinggang untuk orang
Asia ≥90 cm pada pria dan wanita ≥80 cm
sebagai batasan obesitas sentral.17
Tabel 1.KriteriaDiagnosis Sindrom Metabolik MenurutWHO,NCEP-ATP III, dan IDF24
UnsurSindromMetab
WHO
NCEP-ATP III
IDF
olik
Hipertensi
Dalampengobatanantihip Dalampengobatanantihip Dalampengobatanantihipert
ertensiatau TD > 140/90 ertensiatau TD > 130/85 ensiatau TD > 130/85 mmHg
mmHg
mmHg
Dislipidemia
Plasma
TG
>
150 Plasma TG > 150 mg/dL, Plasma TG > 150 mg/dL HDLmg/dLdanatau HDL-C
HDL-C
C
L < 40 mg/dL
L < 35 mg/dL
L < 40 mg/dL
P
<
50
P < 39 mg/dL
P < 50 mg/dL
mg/dLataudalampengobatan
dislipidemia
Obesitas
IMT
>
30
kg/m² Lingkarpinggang L > 102 Obesitassentral
cm, P > 88 cm
(lingkarperut)
danataurasioperutAsia: L > 90 cm
pinggul L > 0.90; P > 0.85
GangguanMetabolism
eGlukosa
DM tipe 2, TGT atau GDPT
Lain-lain
Mikroalbuminuria>
20
µg/
menit
(rasio
albumin/kreatinin> 30)
DM tipe 2 atau TGT dan 2
kriteria
di
atas.
Jikatoleransiglukosa
normal, diperlukan 3
kriteria.
KriteriaDiagnosa
Keterangan:
GD puasa> 110 mg/dL
Minimal 3 kriteria
P > 80 cm
GD puasa> 100 mg/dLatau
diagnosis DM tipe 2
ObesitasSentraldan 2 kriteria
di atas
TD = TekananDarah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT =
IndeksMasaTubuh; DM = DiabetesMelitus; TGT = ToleransiGlukosaTerganggu; GD = GulaDarah; GDPT =
GlukosaDarahPuasaTerganggu
Banyak studi prospektif menunjukkan
bahwa SM akan meningkatkan risiko terhadap
penyakit kardiovaskular. Hubungan ini
terbentuk tampaknya diakibatkan oleh adanya
perubahan-perubahan metabolisme yang
terjadi. Obesitas (dalam hal ini obesitas sentral)
akan mempengaruhi metabolisme lipid dan
glukosa,
pengaturan
tekanan
darah,
pengaturan proses trombosis dan fibrinolisis,
serta reaksi inflamasi. Berbagai kerusakan
terjadi pada masing-masing sistem tersebut.
Perlu disadari bahwa obesitas sentral sendiri
tidak akan cukup untuk menimbulkan SM. Hal
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |52
ini menunjukkan perlunya faktor lain, seperti
pengaruh genetik dan aging.18Dapat juga
diketahui bahwa obesitas sentral berperan
sebagai faktor yang sangat mempengaruhi
terjadinya resistensi insulin oleh karena adanya
lipotoksisitas, adipositokin, resistin, interleukin,
TNF-α,
penurunan
leptin
maupun
adiponektin.19Gambar
di
bawah
ini
menunjukkan kelompok kelainan yang
ditemukan pada SM serta pengaruhnya
terhadap
terbentuknya
penyakit
9
kardiovarskular.
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Genetik
Insulin
Lingkungan
Hiperinsulinemia
IntoleransiG
lukosa
Trigliserida
LDL Padat
Kecil
Tekanan
Darah
HDL –
Kolesrol
Asam Urat
PAI – 1
CVD
Gambar 2.HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular9
Penelitian San Antonio Heart Study
(SAHS)
menunjukkan
adanya
risiko
peningkatan usia dan etnis untuk mortalitas
kardiovaskular selama 12,7 tahun menurut
baseline kehadiran SM tanpa diabetes dan
diabetes tanpa SM. Risiko relatif kematian
secara dramatis meningkat baik pada
perempuan
ataupun
laki-laki.
Dengan
demikian, kehadiran SM dan diabetes dapat
menghilangkan perlindungan kardiovaskular
yang diamati pada perempuan versus laki-laki
di studi epidemiologi.20 Kaitan diabetes dan SM
terhadap mortalitas kardiovaskular dapat
dilihat pada Tabel 2.20 Selain itu, Tabel 3
menjelaskan
kelainan-kelainan
terkait
21
resistensi insulin/hiperinsulinemia.
Studi lain mengevaluasi prediksi
prevalensi CAD berdasarkan komponen
individual dari SM di Survei Kesehatan Nasional
dan Pemeriksaan Gizi ketiga (NHANES III) pada
populasi usia ≥50 tahun.22 Regresi logistik
multivariat menunjukkan kolesterol HDL yang
rendah dan hipertensi dapat menjadi prediktor
yang signifikan. Temuan ini dapat menjelaskan
mengapa beberapa penelitian di Eropa bagian
utara menunjukkan risiko yang lebih tinggi
untuk risiko CAD terkait dengan SM
dibandingkan penelitian serupa di populasi AS.
Kebanyakan diagnosis di Eropa bagian utara
memasukkan hipertensi sebagai faktor risiko,
sedangkan di Amerika Serikat sebagian besar
memiliki obesitas sebagai faktor risiko dan
obesitas
merupakan
faktor
risiko
independenuntuk CAD dibandingkan dengan
hipertensi.9
Tabel 2. Kematian Kardiovaskular pada Pasien dengan Sindrom Metabolik 20
No DM, No Met Syn
No DM, Yes Met Syn
Yes DM, No Met Syn
Yes DM, Yes Met Syn
Hazard Ratio (95% CI)
Women
Men
1.00
1.00
1.96 (0.99, 3.88)
2.07 (0.72, 6.00)
2.34 (0.70, 7.82)
3.53 (0.75, 16.7)
3.09 (1.49, 6.43)
8.19 (3.51, 19.1)
CI = Confidence Interval.
Adapted from Circulation
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |53
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
Tabel 3. Kelainan-kelainan terkait Resistensi Insulin/Hiperinsulinemia21
JenisKelainan
Adanyaintoleransiglukosa
Contoh
Gangguanglukosapuasa, gangguantoleransiglukosa
Kelainanmetabolismeasamurat
↑ konsentrasiasamurat plasma, ↓
clearanceasamuratginjal
Dislipidemia
↑ trigliserida, ↓ HDL-C, ↓ LDL-perticle diameter, ↑
postpandriallipemia
Hemodinamik
↑ aktivitassistemsarafsimpatis, ↑ retensinatriumginjal,
↑ tekanandarah
Hemostatis
↑ plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), ↑ fibrinogen
Disfungsiendotel
↑ adhesiselmononuklear, ↑ konsentrasi plasma
molekuladhesiseluler, ↑ konsentrasi plasma asymmetric
dimethyl arginine, ↓ endothelial-dependent
vasodilatation
Reproduksi
SindromPolikistikOvarium
Ringkasan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
dilihat bagaimana prevalensi SM mencapai
angka yang cukup fantastis, yaitu 20-25% di
dunia. Pada pasien dengan SM akan terlihat
bagaimana perubahan-perubahan metabolik
dalam tubuhnya sehingga apabila pasien
mengalami SM akan sangat rentan untuk
mengidap suatu penyakit kardiovaskular. Oleh
karena kerentanan ini, risiko kematian
meningkat baik pada perempuan maupun lakilaki.
4.
Simpulan
Sindrom Metabolik (SM) memiliki
hubungan yang sangat erat dengan penyakit
kardiovaskular. Apabila merujuk pada
patofosiologi dan kriteria SM, terlihat berbagai
sindrom yang akan muncul sebagai suatu
penyakit dan berkomplikasi menjadi penyakit
kardiovaskular.
8.
Daftar Pustaka
1. Jafar, Nurhaedar. Sindroma metabolik
dan epidemiologi. Repository Universitas
Hasanuddin Makassar. 2012; 2(1):71-78.
2. Grundy, SM, et al. Obesity, methabolic
syndrome, and cardiovascular disease.
The Journal of Clinical Endocrininology &
Metabolism. 2004; 89(6):2595-600.
3. Jia, WP. KS Xiang, L. Chen, JX Lu, YM. Wu.
Epidemiological study on obesity and its
comorbidities in urban chinese older than
20 years of age in Shanghai China.
Obesity Reviews. 2002; 3(3):157–65.
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |54
5.
6.
7.
9.
10.
11.
12.
13.
Adrianjah, H dan Adam, J. Sindroma
metabolik: pengertian, epidemiologi, dan
kriteria diagnosis. Informasi laboratorium
Prodia No.4/2006.
Widjaya A, et al. Obesitas dan sindrom
metabolik. Forum Diagnosticum. 2004;
4:1-16.
BPS. Laporan Hasil Susenas 2004; 2005.
Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan; 2008.
Eckle, RH, et al. The metabolic syndrome.
Lancet. 2005; 365:1415-28.
Ford ES. Prevalence of the metabolic
syndrome defined by the International
Diabetes Federation among adults in the
US. Diabetes Care. 2005; 28(11):2745-9.
Shahab, A. Sindrom metabolik: media
informasi ilmu kesehatan dan kedokteran
[internet]. 2007 [diakses tanggal 24
Oktober
2015].
Tersedia
dari:
http://alwia.com
Angraeni, D. Mewaspadai adanya
sindrom metabolik [internet]. 2007
[diakses tanggal 20 Oktober 2015].
Tersedia dari: http://labcito.co.id
Tjokroprawiro, A. New approach in the
treatment of T2DM and metabolic
syndrome. The Indonesian Journal of
Internal Medicine. 2006; 38(3):160-6.
Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M.
Increased oxidative stress in obesity and
its impact on metabolic syndrome. J Clin
Invest. 2004; 114(12):1752–61.
M. Azzaky Bimandama dan Tri Umiana Soleha | HubunganSindrom Metabolik dengan Penyakit Kardiovaskular
14. Majalah Farmacia. Stres oksidatif, faktor
penting penyulit vascular [internet]. 2007
[diakses tanggal 17 Oktober 2015].
Tersedia
dari:
http://www.combiphar.com/ahp
15. Marti A, Moreno-Aliaga MJ, Hebebrand J,
Martinez JA. Alberti KGM, Zimmet PZ.
Definition, diagnosis and classification of
diabetes mellitus and its complication.
Diabet Med. 1998; 15:539–53.
16. The IDF concencus worldwide definition
of the metabolic syndrome; 2005 [diakses
pada 24 Oktober 2015]. Tersedia dari:
http://www.idf.org
17. Jafar, Nurhaedar.Sindrom metabolik
[internet]. 2011 [diakses tanggal 30
Oktober
2015].
Tersedia
dari:
http://repository.unhas.ac.id/handle/123
456789/2681
18. Parlindungan, Faisal. Sindroma metabolik
dan penyakit kardiovaskuler. Medan:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sumatera Utara; 2007.
19. Kershaw EE, Jeffrey SF. Adipose tissue as
an endocrine organ. The Journal of
Clinical Endocrinology & Metabolism.
2004; 89(6):2548-2556
20. Lorenzo C, Okoloise M, Williams K, et al.
The metabolic syndrome as predictor of
type 2 diabetes; the San Antonio Heart
Study. Diabetes Care. 2003; 26(11):31539.
21. Reaven, Gerald. Metabolic syndrome:
pathophysiology and implications for
management
of
cardiovascular
disease[internet]. 2002 [diakses tanggal
27 Oktober 2015]; 106(3):286-288.
Tersedia dari: http://circ.ahajournals.org
22. Crawford, D. Jeffery, RW et al. Obesity
prevention and public health. New York:
Oxford University Press; 2005.
23. Mannucci E, Manomi M, Bardiri G, et al.
National Cholesterol Educational Program
and International Diabetes Federation
Diagnostic
Criteria
for
Metabolic
Syndrome in an Italian Cohort: Results
from the FIBAR Study. J Endocrinol Invest.
2007; 30(11):925-30.
24. Siregar, M. Sindrom Metabolik [internet].
Medan: Repository Universitas Sumatera
Utara; 2011 [diakses tanggal 24 Oktober
2015].
Tersedia
dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123
456789/25508/4/Chapter%20II.pdf
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |55
Download