Alam dan Manusia Awalnya adalah tana sanggamu (tanah sebesar kepalan tangan) dan seekor ayam jantan. Oleh karena ayam jantan tersebut mengais-ngais tanah tersebut dengan cakarnya, maka tana sanggamu tersebut lama-kelamaan menjadi lebar dan jadilah dunia yang luas dan sekarang kita tempati. Darimana asal-usul tana sanggamu dan ayam jantan tersebut ? Sebagian Orang Tompu mengatakan diciptakan oleh tupu.1 Tetapi sebagian yang lain mengatakan: “Itumo anu na nuru, anu najadi mboto “ ( Itulah sesuatu yang turun, seuatu yang jadi dengan sendirinya.). ”Kalinju nu Manusia” , maksudnya tempat lahirnya manusia pertama yang sekarang ini menghuni Kampung Tompu.2 Dikisahkan, manusia pertama tersebut muncul dari dalam tanah (nebete dako ri tana) di bukit Kalinjo, namun wujud manusia tersebut belum sempurna atau tanpa kepala. Oleh karena itu maka oleh tupu, manusia yang belum sempurna tersebut dilengkapi dengan kepala yang diambil dari bukit Bulili, sebuah bukit yang letaknya tidak jauh dari Kalinjo. Dan, terciptalah manusia dengan bentuk fisik seperti yang sekarang ini. Setelah itu barulah tercipta tumbuh-tumbuhan. Dikisahkan, ada sejumlah tumbuhan generasi awal yang sampai saat ini masih ada dan berperan penting dalam kehidupan orang Tompu, terutama dalam penyelenggaraan upacara adat, antara lain: kulalo, peliu, salembangu, lampeuju, lambuangi. Keberadaan tumbuh-tumbuhan tersebut diyakini akan menjamin keberlanjutan hidup manusia. Sebaliknya, bila tumbuh-tumbuhan tersebut punah, maka keberlanjutan hidup manusia akan terancam. Bagian-bagian tertentu dari tumbuh-tumbuhan tersebut selalu dipakai dalam upacara adat seperti balia tampilangi dan balia bone, yaitu upacara adat yang diadakan untuk menyembuhkan orang yang sakit. 1 Dalam bahasa kaili dialek ledo, tupu bisa berarti tuhan, pemilik atau kakek/nenek. Dari situlah asal usul nama bukit kalinjo yang sekarang ini menjadi salah satu tempat pemukiman utama orang Tompu. 2 Bagi Orang Tompu, dunia ini tidak hanya dihuni oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga dihuni oleh “makhluk” lain yang tidak kasat mata, seperti viata, anitu dan karampua. Sejumlah hewan dan tumbuh-tumbuhan cenderung dipandang sebagai “subyek” yang tidak boleh diperlakukan sembarangan. Demikian pula viata, anitu dan karampua. Semua itu hidup dalam suatu situasi damai dengan manusia. Manusia harus bertindak sedemikian rupa untuk menjaga agar tidak merusak harmoni kehidupan yang membuat “makhluk” itu terganggu. Gangguan dapat menimbulkan pembalasan antara lain berupa penyakit dan bencana alam. Sebagai “subyek” , hewan dan tumbuh-tumbuhan serta “makhluk” tersebut mempunyai nama yang tidak boleh disebut di sembarang waktu. Pengetahuan tentang nama-nama tersebut sangat penting. Dalam ungkapan bahasa kaili : Tana, poiri, apu, pae, naria pura sangana. Ane kita mopakande tana, nikakai sangana. Ane le rasanita sangana,....makajamo. (tanah, angin,api,air, semua ada namanya. Kalau kita memberi makan tanah, harus dipanggil namanya. Kalau kita tidak tahu namanya, susah sudah.). Kalau hendak menggarap tanah, hendaknya ada pemberitahuan atau minta izin kepada makhluk yang ada disitu. Ini diungkapkan dalam bahasa kaili : “Tana ra perapita muni nte tupu tana, “kupake ruru komiu ngena” vesia ngena nuanuna. Eva kita nompamula no soe kana ra rampe iya. Nosimbayu ante kita ane maria tona makava le mopasabi manggavia bara nuapa, kita matekaja bo marau. Ivesia muni geira, matekaja, marau, kaupuna meduasi, tuda-tuda domo nasiayu. (Tanah kita minta juga kepada tupu tana : “Kamu saya mau pakai dulu”, begitu aturannya. Misalnya, ketika kita mulai membersihkan lahan (untuk ladang) harus disebut namanya. Sama seperti kita kalau tiba-tiba ada orang yang datang melakukan sesuatu di kampung tanpa permisi, kita terkejut dan bisa marah. Begitu juga mereka, terkejut dan marah, akibatnya kita sakit atau tanaman menjadi tidak karu-karuan.