BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah demokrasi secara etimologis tersusun dari dua akar kata yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos kemudian berkembang menjadi kratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. 1 Demokrasi menurut M iriam Budiardjo adalah gagasan tentang rakyat berkuasa atau government by the people. 2 Abraham Lincoln pernah mengatakan demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 3 Oleh karena itu, salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi dan secara khusus partipasi masyarakat dalam pemerintahan. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakan yang didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersa lurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Beberapa bentuk pemerintahan yang bersifat tradisional yang ada di Indonesia dapat terlihat dari berbagai daerah di Indonesia dengan beberapa sebutan yakni desa di Jawa dan Bali, nagari di Sumatra Barat, marga di Palembang, pananian di Tana Toraja, tumenggungan dan lain-lain. 4 1 2 3 4 Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 31. M iriam Budiardjo, 1977, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hlm. 105. M ulyana, 2005, Demokrasi dalam Budaya Lokal, Tiara W acana, Yogyakarta, hlm. 5. R.H. Unang Sunardjo, 1984, Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Tarsito, Bandung, hlm. 10. 1 2 Dalam Peraturan Pemerintah N omor. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan PP No. 43 Tahun 2014), disebutkan bahwa: Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mem iliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengelola urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Desa merupakan bentuk pemerintahan tradisional yang tetap dapat bertahan dengan nilai-nilai budaya, sejarah dan adatnya. Desa sebagai pemerintahan tradisional telah menganut prinsip-prinsip demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya. M enurut Dahl: Sistem pemerintahan tradisional tersebut berbeda -beda di tiap daerah namun pemerintahan tersebut bertujuan sama dengan landasan demokrasi yakni sebuah masyarakat yang terdiri atas sejumlah warga negara yang berkumpul dan melaksanakan sendiri pemerintahannya . 6 Desa merupakan miniatur dari Negara Indonesia karena dalam desa terdapat unsur-unsur yang ada dalam Negara Indonesia seperti w ilayah tempat masyarakat berkumpul dan bertempat tinggal. Desa dapat digunakan sebagai cermin dari Indonesia karena di dalam desa juga terdapat aspek-aspek yang saling mempengaruhi dalam masyarakat desa seperti juga sistem politik yang mengatur desa tersebut sebagaimana yang terdapat dalam negara. Pemilihan kepala desa (pilkades) dahulu merupakan arena demokrasi yang paling nyata di desa, hal itu dikarenakan dalam pilkades terjadi kompetisi yang 5 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Ne gara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539). 6 Robert A. Dahl, 2001, Prihal Demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 23. 3 bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara). Susunan organisasi dan pemerintahan desa tidak lagi sekedar cermin sejarah pemerintahan masa lalu dengan segala keaslian tradisional. Pemerintahan desa harus menjadi bagian integral dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan baru. Berdasarkan ha l tersebut, menurut Widjaja: ...diperlukan reformasi pemerintahan desa yang mana dimaksudkan untuk memperbarui dan memperkuat unsur-unsur demokrasi dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa. 7 Salah satu unsur paling penting adalah pembaharuan pemerintahan tradisional desa agar dapat menjalankan fungsi pemerintahan dan pelayanan seirama dengan perkembangan masyarakat sekelilingnya. M enurut Bagir M anan, “pembaharuan pemerintahan tradisional dilakukan pada segi-segi pengelolaan, pengembangan sumber daya orientasi pemerintahan dan yang lainnya.” 8 Sistem pilkades dirancang sebagai sarana penegakan demokrasi sehingga partisipasi masyarakat desa dapat tersalurkan. Partisipasi masyarakat desa dilakukan dalam bentuk memberikan suara untuk memilih calon kepala desa yang bertanggung jawab dan dapat mengembangkan desa tersebut. Oleh karena itu, pilkades sangat penting karena sangat mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. 7 H.A.W. W idjaja, 1999, Otonomi Desa M erupakan Otonomi yang Asli, Bulat d an Utuh. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 12. 8 Bagir M anan, 2005, M enyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm. 159. 4 Kepala desa mengemban maupun membangun mental masyarakat desa, baik dalam bentuk menumbuhkan maupun mengembangkan semangat membangun, yang dijiwai oleh asas usaha bersama dan kekeluargaan. Bila seluruh desa membangun, berarti bahwa seluruh w ilayah negara membangun. Kepala desa menjadi sesepuh masyarakat, menjadi tempat bertanya dan bernaung dari segala kepentingan masyarakat dan desa. Kepala desa mengkoordinasikan lembaga-lembaga desa dengan yang lainnya, kepala desa menyelenggarakan pula tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh peraturan perundang-undangan. 9 Wibawa kepala desa dapat meningkatkan kelancaran dan suksesnya penyelenggaraan pemerintahan desa, namun dapat diketahui bahwa kepala desa menyelenggarakan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, termasuk keamanan dan ketertiban, dan tugas pembantuan. Dalam perkembangannya desa merupakan sumber data dan keterangan yang diperlukan untuk perencanaan pemerintahan dan pembangunan nasional. Kedudukan dan peran perangkat pemerintahan desa, khususnya kepala desa, turut membantu dan bahkan turut menentukan berhasilnya pembangunan. Da lam rangka mengusahakan perangkat berhasilnya pemerintahan desa pembangunan, yang maka perlu diciptakan berkemampuan dan terampil menyelenggarakan pemerintahan desa, berwibawa, dinamis dan disertai tata administrasi yang memadai. 10 9 Bayu Suryaninggrat, 1980, Desa dan Kelurahan M enurut UU Nomor . 5 Tahun 1979: Penyelenggaraan Pemerintahannya, Dewa Ruci Press, Jakarta, hlm. 57. 10 Ibid., hlm. 8. 5 Perangkat desa merupakan alat kelengkapan desa yang bekerja di balai desa, dalam hal ini perlu diketahui bahwa ada berbagai macam jabatan yang terdapat dalam perangkat desa menurut U ndang-Undang Nom or 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu sekretaris desa, pelaksana kew ilayahan dan pelaksana teknis, 11 dimana perangkat desa tersebut bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam kerangka pelaksanaan pembangunan, desa membutuhkan partisipasi aktif masyarakat sehingga peluang bagi pengembangan otonomi desa yang demokratis tampak terbuka lebar dimana masyarakat berhak memperoleh informasi, melakukan pemantauan serta melaporkan semua aktivitas yang dinilai kurang transparan kepada pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Di sisi lain mekanisme perencanaan dari bawah tidak lebih sebaga i mata rantai birokrasi yang membuat desa tergantung pada kabupaten. 12 Proses semacam ini merupakan bentuk pembelajaran partisipasi demokrasi melalui siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi pembangunan di desa. Dengan demikian, tercipta mekanisme bottom up yang senyatanya, bukan rekayasa musyawarah pembangunan desa seperti yang sering terjadi selama ini. Pembangunan desa sejauh ini tak memperlihatkan hasil signifikan karena tak jelas dari mana sumber penunjangnya. Alokasi dana desa yang semestinya terjadi tampak bergantung pada kemurahan hati pemerintah daerah. 11 Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 07, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495). 12 Jans W ilianto Nasila, 2014, Rekonstruksi Kepemimpinan Sosial pada Aras Kearifan Lokal Desa, CV Independent Generation, Yogyakarta, hlm. 76. 6 Berlandaskan pada fenomena di atas maka pada awal tahun 2014, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nom or 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mana pengaturan desa dilakukan seca ra terpisah dari undang-undang Pemerintahan Daerah. M eskipun demikian, desa tetap merupakan bagian yang integral dari susunan pemerintahan daerah sebagaimana kehendak konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU D Negara RI Tahun 1945). Urusan mengenai pedesaan merupakan urusan pemerintahan yang terkategorikan sebagai urusan bersifat konkuren (bersama) yang diselenggarakan secara proporsional antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. 13 UUD Negara RI Tahun 1945 hasil perubahan juga turut mempertegas pola hubungan antara pemerintah dan pemerintahan daerah dengan memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Pasal 18B ayat (2) UU D Negara RI Tahun 1945, yang berbunyi: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Keberadaan desa sebagai bagian yang terintegrasi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas esksistensinya melalui Undang -undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Pengaturan eksistensi desa melalui UU Desa mesti diakui memberi peluang bagi tumbuhnya otonomi desa. 13 Ibid., hlm. 9. 7 Sejumlah tekanan dalam beberapa pasal dalam undang-undang ini memberi diskresi yang memungkinkan otonomi desa tumbuh disertai beberapa syarat yang mesti diperhatikan oleh pemerintah desa, masyaraka t desa, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Syarat tersebut penting menjadi perhatian utama jika tidak ingin melihat kondisi desa bertambah malang nasibnya. Dari aspek kewenangan, terdapat tambahan kewenangan desa selain kewenangan yang didasarkan pada hak asal usul se bagaimana diakui dan dihormati negara. Kewenangan otonom yang melandasi U U Desa memberikan keleluasaan dalam penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. M elalui UU Desa pula negara turut memberikan pengakuan dan penghormatan ternadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya yang dikenal dengan pengakuan terhadap pemerintahan desa adat dan otonomi aslinya. Desa atau dengan sebutan lain yang beragam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah merupakan satu kesatuan organisasi masyarakat hukum yang memiliki wilayah, mengatur dan menyelanggarakan komunitasnya secara mandiri berdasarkan hukum adat dan eksistensinya mendahului masyarakat hukum yang dinamakan negara. Hal demikian dapat dijelaskan melalui pendapat Nasroen yang menjelaskan bahwa: Dari zaman ke zaman desa, nagari, marga ini ada dan tetap ada sampai desa ini. M ajapahit telah hilang, demikian pula Sriwijaya, Aceh, Bugis, M inangkabau, M ataram dan sebagainya. Hindia Belanda, pendudukan Jepang telah lenyap, namun desa, nagari, marga itu tetap ada. Dari jalan sejarah ini 8 sebagai bukti dapat diambil kesimpulan, bahwa sesuatu Negara akan tetap ada, asal negara itu sanggup menyatukan dirinya dengan desa nagari dan marga.14 Dipertegas oleh Soetardjo bahwa desa merupakan sebuah daerah hukum yang paling tua menjalankan otonomi yang sangat luas, lebih luas daripada otonomi daerah-daerah hukum yang di atasnya yang menyusul kemudian baik yang dibentuk oleh desa-desa bersama-sama dengan sukarela, maupun yang dipaksakan oleh pihak-pihak yang lebih kuat. 15 Adapun P urwo Santoso sebagaimana dikutip O lla M angu Kanisius menjelaskan bahwa desa sebagai sebuah institusi kemasyarakatan, sebagai berikut: Desa adalah suatu institusi kemasyarakatan yang diwariskan secara turun menurun oleh masyarakat. M elalui desa ini masyarakat setempat mengatur dirinya sendiri, termasuk melakukan pengelolaan konflik dan mengembangkan kemaslahatan bersama. Dalam konotasi inilah desa didefenisikan sebagai suatu masyarakat hukum atau entitas sosial politik yang bukan hanya berhak namun juga mampu mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri. Dalam sosoknya yang demikian, desa relative independen dan tidak banyak dibebani oleh kepentingan Negara. Lebih dari itu, tata kelembagaan internal desa berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang berbeda bukan hanya penyebutannya melainkan juga struktur internalnya. 16 Dalam kesempatan ini penulis ingin meneliti tentang implementasi prinsip prinsip demokrasi dalam proses pemilihan kepala desa yang telah berlangsung di Desa Tidungpale Timur Kecamatan Sesayap K abupaten Tana Tidung berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 14 M . Nasroen, 1955, Daerah Otonomi Tingkat Terbawah, Beringin Traiding Company, Jakarta, hlm. 11. 15 Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984, Desa, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 282. 16 Olla M angu Kanisius, 2014, Implementasi Otonomi Luas Daerah Kabupaten terhadap Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Desa, Tesis, M agister Ilmu Hukum Universitas Gadjah M ada, Yogyakarta, hlm. 33. 9 Penulis memilih m elakukan penelitian di Desa Tide ng Pale karena desa ini merupakan salah satu desa di daerah perbatasan yang berbatasan dengan Negara M alaysia, dimana perkembangan informasi desa tersebut juga masih sangat minim baik media cetak maupun media elektronik, akan tetapi telah lama menerapkan proses pemilihan kepala desa, bahkan hingga saat ini. Hal lain yang menyebabkan penulis tertarik dengan desa ini adalah karena desa ini masih memiliki corak kehidupan tradisional dan masih memegang nilai nilai kekeluargaan dalam kemasyarakatan seperti nilai-nilai dan gotong royong. Kabupaten Tana Tidung merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara yang baru disetujui pembentukannya pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 17 Juli 2007. Dimekarkan dari 3 wilayah kecamatan di Kabupaten Bulungan yakni Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir dan Tanah Lia. 17 Pada tanggal 29 M aret 2015 diselenggarakan pilkades serentak di Kabupaten Tana Tidung sehingga akan menarik dijadikan objek analisis bagi penerapan prinsip demokrasi sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang N omor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pilkades tersebut. 17 Yuli, “Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Termuda di Kalimantan”, http://www.vivaborneo.com/kabupaten-tana-tidung-kabupaten-termuda -di-kaltim.htm, diakses 24 Desember 2014. 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi prinsip-prinsip demokrasi pada pemilihan Kepala Desa Tideng Pale menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa? 2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat serta pe ndorong dalam implementasi prinsip-prinsip demokrasi pada pemilihan Kepala Desa Tideng Pale menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran penulis dalam data kepustakaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah M ada dan terhadap penelitian maupun penulisan karya ilmiah, sampai saat ini penulis belum menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Ada beberapa tulisan dengan topik yang hampir sama atau berkaitan dengan penelitian ini: 1. Implementasi Otonomi Luas Daerah Kabupaten terhadap Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Desa, berupa tesis yang ditulis oleh Ola M angu K. Kanisius, (2014), M ahasiswa M agister Ilmu H ukum FH U GM yang mengkaji tentang implementasi otonomi luas terhadap penyelenggaraan sistem penyelenggaraan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta menengarai kemungkinan -kemungkinan ke depan (prospek) implementasi otonomi luas terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan desa berdasarkan Undang-U ndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang 11 Desa. 18 Perbedaan pokok dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada fokus kajian tentang implementasi prinsip demokrasi terhadap pemilihan kepala desa sejak diberlakukannya U ndang-Undang Nom or 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2. Hubungan Kerja Antara Pemerintahan Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Berdasarkan Peraturan yang Berlaku di Kabupaten Bantul. B erupa tesis yang ditulis oleh S. Dhandi Dhermawan, (2013), M ahasiswa Progra m Studi M agister H ukum FH U GM yang mengkaji tentang hubungan kerja antara Pemerintahan Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam kerangka kesesuaian yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan kenyataan lapangan di Kabupaten Bantul serta keterkaitan dengan kurangnya kontrol dan pengawasan secara langsung terhadap peraturan desa serta penyelenggaraan pemerintahan desa. 19 Perbedaan pokok dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada fokus kajian tentang Implementasi Prinsip -Prinsip Demokrasi Terhadap Pemilihan kepala Desa sejak d iberlakukannya Undang-U ndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 18 Olla M angu Kanisius, Op.Cit., hlm. 11. S. Dhandi Dhermawan, 2014, Hubungan Kerja antara Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Berdasarkan Peraturan Perundang -undangan yang Berlaku di Kabupaten Bantul, Tesis, M agister Hukum Universitas Gadjah UGM , Yogyakarta, hlm. 8. 19 12 D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menganalisis im plementasi prinsip-prinsip demokrasi pemilihan Kepala Desa Tideng Pale menurut U U Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang m enghambat serta pendorong dalam implementasi prinsip-prinsip demokrasi terhadap pemilihan Kepala Desa Tideng Pale menurut Undang-U ndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. E. Manfaat Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum khususnya sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilm u pengetahuan di bidang Hukum Tata Negara. Penulisan hukum ini, bukan hanya memperkaya pemikiran dalam bidang H ukum Tata Negara namun diharapkan dapat menambah referensi dalam hal pembahasan mengenai implementasi prinsip demokrasi dalam pemilihan kepala desa dalam ketatanegaraan di Indonesia. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kon tribusi bagi pemerintah daerah Kabupaten Tana Tidung dan khususnya bagi Desa Tideng Pale, Kecamatan Sesayap, sebagai bahan pengetahuan untuk mengimplementasikan bagaimana dilakukan prinsip-prinsip demokrasi dalam Pemilihan kepala desa yang berlandaskan Undang-U ndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berlaku saat ini.