Beliau adalah seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam asal Mesir, khususnya dalam bidang teologi. Hasil pemikirannya banyak diikuti oleh para sarjana muslim di seluruh dunia. Di antara pokok-pokok pikirannya adalah: 1. Kedudukan antara akal dan wahyu. Menurutnya antara akal dan wahyu adalah sejalan, karena keduanya merupakan hidayah dari Allah. Dalam hal mengetahui Tuhan, akal mampu mengetahuinya. Namun akal tidak mampu mengetahui cara beribadah kepada Tuhan. Karena itu, wahyu lebih berfungsi sebagai konfirmasi dan informasi. 2. Kebebasan manusia. Abduh mengakui bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berbuat. Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak, karena kebebasan itu masih tergantung pada potensi yang diberikan oleh Tuhan. 3. Sifat Tuhan. Abduh menyatakan bahwa zat Tuhan itu ada dan disifati oleh sifat-sifat yang sempurna. Jadi menurutnya Tuhan punya sifat , namun dia tidak mau membahasnya secara luas, karena diluar jangkauan akal manusia. 4. Antropomorpisme. Abduh tidak setuju dengan ungkapan: wajah Tuhan, tangan Tuhan, Tuhan duduk, dll. Menurutnya ungkapan tersebut harus dita’wil. 5. Kehendak Tuhan. Menurutnya Tuhan tidak berkehendak secara mutlak. Tuhan sudah membatasi kehendak mutlaknya dengan memberikan kebebasan kepada manusia untuk mewujudkan perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan juga sudah dibatasi oleh hukum yang Dia tetapkan sendiri, yakni hukum alam atau sunnatullah. 6. Melihat Tuhan. Menurutnya Tuhan tidak dapat digambarkan atau diproyeksikan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan di akhirat hanya dianugerahkan oleh Allah kepada orang-orang tertentu , di antara orang-orang mukmin. Beliau adalah seorang pemikir Islam modern, yang dikenal sebagai seorang filosuf dan ahli tasawuf, yang berasal dari India-Pakistan. Beliau juga dikenal seorang pemikir progresif dan dinamis. Karena beliau yakin bahwa Islam adalah agama yang membawa pada kemajuan. Diantara pokok pikirannya: 1. Hakikat hidup. Menurutnya hakikat hidup itu adalah bergerak dan berubah. Jadi jika menusia ingin menikmati hidup, maka dia harus selalu bersifat kereatif, dinamis dan progresif. Dengan cara itulah keberadaan manusia di dunia menjadi bermakna . 2. Persoalan dosa besar. Konsep yang dibangun Iqbal berkaitan dengan dosa besar sudah jauh berbeda dengan teologi klasik, yang tidak lagi dikaitkan dengan iman kafir. Dia membangun sebuah konsep kesadaran diri, dimana manusia tidak bisa terlepas dari dosa. Namun yang penting adalah bagaimana kesadaran diri seorang pelaku dosa mampu membawanya bangkit dan terbebas dari dosa (taubat). 3. Surga dan Neraka adalah keadaan bukan tempat. Adanya gambaran dalam bentuk visualisasi dari kedua hal tersebut dalam al-Qur’an hanyalah demi memudahkan dalam memahami. Neraka merupakan pengalaman korektif untuk memperkuat kesadaran diri agar lebih waspada. Surga merupakan pengalaman rohani yang membahagiakan. Beliau adalah seorang tokoh pemikir Islam kontemporer. Ide dan gagasannya banyak memberikan inspirasi bagi intelektual muslim masa kini, terutama dalam mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam. Di antara pokok pikirannya: 1. Kritik terhadap teologi klasik. Menurutnya teologi klasik telah gagal dalam membangun sebuah ideologi bagi kemajuan umat, justru yang terjadi adalah perpecahan umat. Mereka hanya sibuk dengan keimanan teoritis yang sempit, dan lupa dengan pengalaman praktis yang lebih fungsional. 2. Rekonstruksi teologi. Untuk menggganti teologi klasik yang tidak fungsional, perlu dibangun sebuah teologi baru yang disesuaikan dengan realita kehidupan umat. Teologi baru ini harus menjadi landasan etik dan moral bagi umat. Menurut hanafi, tantangan dunia klasik dengan modern jauh berbeda, karena itu pula produk ilmu kalam yang dimunculkan juga berbeda, sesuai dengan kondisi zamannya. Dunia klasik berhadapan dengan hal iman dan kafir serta politik, sehingga materi yang dibicarakan adalah masalah esensi/wujud Tuhan, . Dunia modern berhadapan serangan budaya dan arogansi negara maju, terutama dunia barat, sehingga materi yang dibahas berkaitan dengan kemerdekaan, kebebasan, persmaan hak, demokrasi, dll. . Beliau adalah pemikir kontemporer Indoinesia, khususnya berkaitan dengan teologi Islam. Diantara pokok pikirannya: 1. Peranan akal. Menurutnya akal merupakan lambang kekuatan manusia di banding makhluk lain. Semakin tinggi akalnya semakin tinggi kemampuannya, begitu juga sebaliknya. Akal menempati posisi yang tinggi dalam perkembangan iptek. Begitu pula akal memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian-kajian keagamaan, baik dalam bidang fiqih maupun tafsir. 2. Pembaharuan teologi. Landasan epistimologis yang dia pakai disini adalah asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat karena disebabkan oleh adanya sesuatu yang salah dalam teologi mereka (teologi klasik). Jika ingin merubah nasib umat, maka teologinya dulu yang harus dirubah, dari teologi fatalis-irrasional menuju teologi dinamis –rasional. 3. Hubungan antara akal dan wahyu. Menurutnya mustahil antara akal dan wahyu terjadi pertentangan. Justru wahyu memberi ketegasan agar manusia menggunakan akalnya secara maksimal, baik dalam hal dunia maupun keagamaan. Dalam bidang keagamaan, akal tidak pernah membatalkan wahyu, justru yang dilakukan akal adalah memberikan interpretasi terhadap wahyu. Jika terjadi suatu pertentangan, maka yang terjadi adalah pertentangan antara satu interpretasi dengan interpretasi yang lain, atau antara pendapat satu ulama dengan ulama yang lain. Dengan kata lain, tidak pernaha ada pertentangan antara akal dan wahyu. Karena pemikirannya ini, Harun pernah diduga sebagai pengikut mu’tazilah, yang keberadaannya di Indonesia kurang diakui, karena banyak ajarannya yang tidak sesuai dengan sunnah.