2016 Politik Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat dan Daerah Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan Masyarakat UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG OLEH: H. MUHAMAD LUBIS, SKM., M.Kes Page |1 POLITIK KEBIJAKAN KESEHATAN PUSAT DAN DAERAH PENDAHULUAN Politik merupakan gejala yang tak terelakkan, senantiasa hadir di sekitar kita yang menstrukturkan kehidupan kita sedangkan sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, hal ini berkaitan erat dengan kebijakan politik yang di putuskan oleh aktor politik. Kegiatan politik di Indonesia dibangun dengan susunan yang sistematis sehingga menjamin tercapai dan terpeliharanya stabilitas politik. Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Nasional atau pengobatan gratis. Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan Page |2 ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan. Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing . Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan (morbiditas). Boleh jadi indikator ini terus menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak hanya menyangkut masalah keuangan, namun transparansi dalam informasi atas pelayanan publik. Pola kebijakan pemerintah sebagai motor utama penggerak pelayanan masyarakat. Pola berbagai perubahan mekanisme perpolitikan yang mempengaruhi berubahnya pemerintahan turut pula merubah pola pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan karena tidak ada kegiatan yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh orang sakit. Oleh karena itu cerminan negara sejahtera diukur dalam bentuk HDI (Human Development Indeks) atau pembangunan manusia yang mencakup kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut, tidak bisa tidak, negara harus berperan aktif. Mengutip Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan rakyat , Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara. Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan keputusan politik yang juga sehat, yang diambil oleh pemerintahan yang juga sehat secara politik. Dengan kata lain, politik kesehatan ditentukan oleh sehat tidaknya politik negara. Page |3 PEMBAHASAN A. Pengertian Politik, Kesehatan dan Politik Kesehatan 1. Pengertian Politik Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu : a. Dalam arti kepentingan umum (politics) Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan b. Dalam arti kebijaksanaan (Policy) Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. c. Jadi politik merupakan suatu ilmu dan seni mengelola peran untuk mencapai tujan yang dicapai. Page |4 2. Pengertian Kesehatan Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat fungsional dan atau efisiensi metabolisme organisme, sering secara implisit manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan kesehatan didefinisikan sebagai "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan" Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Secara keseluruhan kesehatan dicapai melalui kombinasi dari fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-sama sering disebut sebagai "Segitiga Kesehatan" 3. Pengertian Politik Kesehatan Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan. Kekuasaan tersebut kelak digunakan untuk mendapat kewenangan yang diperlukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang diidamkan adalah merupakan sebuah tujuan yang di inginkan seluruh rakyat banyak, maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik. Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar (2008) mengemukakan mengapa kesehatan itu adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya disparitas derajat kesehatan masyarakat, dimana sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan. Page |5 Kesehatan adalah bagian dari Politik karena derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat diarahkan atau mengikuti kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik. Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah Hak Asasi manusia. B. Hubungan Politik dan Kesehatan Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara. Sehingga dalam pengambilan keputusan politik khususnya kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika derajat kesehatan masyarakat meningkat maka akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. C. Pengaruh Politik terhadap Kesehatan Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat. Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakan manifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula Page |6 intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik. Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas yang didukung fisik dan mental yang sehat, sehingga mampu berkompetisi paling optimal. Tanpa didukung dengan kesehatan fisik dan mental yang balk, sumberdaya manusia tidak akan mampu berkompetisi dengan optimal. Secara tradisional kesehatan diukur dari aspek negatifilya seperti angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian. Melalui paradigma sehat, kesehatan sudah tidak lagi dipandang semata mata sebagai terbebas dari penyakit, tetapi sebagai sumberdaya yang memberi kemampuan kepada individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mengelola bahkan merubah pola hidup, kebiasaan, dan Iingkungannya. Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi kepada penyakit, maka paradigma baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin melalui pengurangan dalam penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan dalam harkat diri dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun dalam menghadapi penyakit yang kronis maupun fatal (Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat Miskin, 1999). Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berada pada situasi krisis, termasuk sektor kesehatan telah membuat masyarakat terutama masyarakat golongan miskin bertambah menderita karena semakin sulit menjangkau fasilitas kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai organisasi sosial bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat, Page |7 rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat yang melaksanakan kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat. Haryono Wiratno (1998), mengatakan bahwa kualitas pelayanan (Service Quality) adalah pandangan konsumen terhadap hasil perbandingan antara ekspektasi konsumen dengan kenyataan yang diperoleh dari pelayanan. Sedangkan kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap satu pengalaman layanan yang diterima. Muatan politik begitu kuat sehingga kebijakan itu menyeleweng dari relevansi masalah yang dianggap oleh masyarakat dan birokrat. Ada contoh peristiwa politik berhimpitan dengan masalah dan policy option yang relevan dengan stakeholder lain. Politik memiliki pengaruh begitu besar terhadap kebijakan dan pengembangan di bidang kesehatan. Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan sehat secara keseluruhan. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan. Dengan kekuasaan yang dimiliki, maka akan melahirkan kebijakan yang pro rakyat untuk menjamin derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Page |8 Kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam dua bentuk, yaitu: 1. Peraturan pemerintah dalam bidang kesehatan meliputi undang-undang, peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, dan peraturan lainnya. 2. Kebijakan pemerintah dalam bentuk program adalah segala aktifitas pemerintah baik yang terencana maupun yang insidentil dan semuanya bermuara pada peningkatan kesehatan masyarakat, menjaga lingkungan dan masyarakat agar tetap sehat dan sejahtera, baik fisik, jiwa, maupun sosial. Oleh karena itu, untuk menciptakan kesehatan masyarakat yang prima maka dibutuhkan berbagai peraturan yang menjadi pedoman bagi petugas kesehatan dan masyarakat luas, sehingga suasana dan lingkungan sehat selalu tercipta. Di samping itu pemerintah harus membuat program yang dapat menjadi stimulus bagi anggota masyarakat untuk menciptakan lingkungan dan masyarakat sehat, baik jasmani, rohanio, rohani, sosial serta memampukan masyarakat hidup produktif secara sosial ekonomi. Kebijakan kesehatan yang juga berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk adalah dengan menambah personel kesehatan baik yang terlibat dalam upaya preventif maupun dalam tindakan kuratif. Tujuan kebijakan ini agar pelayanan kesehatan tidak hanya dinikmati oleh golongan tertentu, namun juga bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat yang membutuhkan pelayanan ini. Page |9 Contoh pengaruh politik terhadap kesehatan 1. Anggaran kesehatan Karena sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakitsakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang sangat besar, karena negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan. Pemerintah bersama DPR membebani impor alatalat kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga keputusan politik. 2. UU Tembakau; Cukai rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat. Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin. Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan angka kematian akibat penyakit yang diakibatkan merokok terus meningkat. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1 Triliun. Jumlah tersebut adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp 32,6 Triliun atau US$ 3,62 Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-). 3. Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok Larangan iklan secara menyeluruh merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Anak-anak dan remaja merupakan sasaran utama produsen rokok. Diakui oleh industri rokok bahwa anak-anak dan remaja merupakan aset bagi keberlangsungan P a g e | 10 industri rokok. Untuk itu kebijakan larangan iklan rokok secara menyeluruh harus diterapkan untuk melindungi anak dan remaja dari pencitraan produk tembakau yang menyesatkan. Pelarangan iklan rokok menyeluruh (total ban) mencakup iklan, promosi dan sponsorship yang meliputi pelarangan (1) iklan, baik langsung maupun tidak langsung di semua media massa; (2) promosi dalam berbagai bentuk, misalnya potongan harga, hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan menggunakan nama merek atau perusahaan dan (3) sponsorship dalam bentuk pemberian beasiswa, pemberian bantuan untuk bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga, lingkungan hidup, dll. 4. Program Kesehatan Gratis di berbagai daerah Gonjang-ganjing di panggung politik akhir – akhir ini, baik Pilgub ataupun Pilbup tak henti- hentinya menghiasi media massa baik Cetak maupun Elektronik. Seolah menjadi sumber berita yang memberikan “ energi lebih” kepada media untuk menjadikannya headline setiap hari. Anggaran itu sudah pasti merupakan produk politik, karena ditetapkan pemerintah bersama DPR. Membiarkan dokter menumpuk dan berebut cuma di kota besar, atau mengatur penyebarannya berdasarkan kepentingan Daerah, contoh lain buah keputusan politik, singkatnya, politik kesehatan atau kebijakan kesehatan memang akhirnya ditentukan oleh keputusan politik. Kalau kehidupan politik di suatu Daerah tidak sehat, jangan harap kesehatan masyarakat di daerah itu akan diurus dengan sehat pula. Politik yang sakit akan membiarkan rakyatnya sakit. Contoh paling nyata yang terjadi d a l a m p e n e t a p a n a n g g a r a n u n t u k kesehatan, menteri kesehatan mengajukan rancangan anggaran P a g e | 11 kepada presiden yang kemudian akan dibahas bersama DPR karena dalam penetapan Anggaran Belanja Negara DPR mempunyai wewenang dalam menyetujui maupun menolak terhadap rancangan yang diajukan tersebut. D. Politik Kesehatan dan Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu dimensi yang sangat menjadi perhatian dalam konteks politik kesehatan. UUD kita menegaskan bahwa masyarakat miskin ditanggung oleh negara termasuk dalam hal jaminan pelayanan kesehatannya. Berkaitan dengan hal itu menarik untuk menelaah tulisan A.Maulani (peneliti Pusat studi Asia pasifik ,UGM) yang dimuat di situs Antaranews.com . Dia mengutip pernyataan mantan Menkes Siti Fadillah Supari “Tuntut rumah sakit yang tidak mau menerima pasien yang memiliki kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Kalau masyarakat miskinnya yang tidak punya Jamkesmas, tuntut Pemdanya”, dalam sebuah rapat kerja dengan DPRRI (9/02/09). Pernyataan keras tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa banyak lembaga kesehatan yang hanya berorientasi ekonomi semata, yang kurang berpihak masyarakat miskin. Mereka selalu saja menjadi korban bahkan bulan-bulanan oleh sebuah sistem. Kesehatan dalam konteks ini hanya dipandang sebagai perkara medis belaka. Fungsi sosial yang seharusnya juga diemban RS ternyata terkikis oleh hasrat penumpukan laba semata. Dengan jumlah 35 juta lebih orang miskin di Indonesia, maka sudah saatnya Negara mengambil prakarsa untuk melindungi mereka agar berbagai lembaga kesehatan serta hal lain yang terkait seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, harga obat, serta dokter tidak justru menjadi mesin yang menggilas mereka yang P a g e | 12 miskin dan menjadikan siklus kemiskinan kian tak berujung. Itulah kira bentuk politik kesehatan yang harus dijalankan Negara. Seperti dikatakan Jeffrey Sachs dalam buku The End of Poverty (2005) bahwa banyak hal yang menyebabkan seseorang akan semakin terperangkap dalam “jebakan kemiskinan”. Salah satunya adalah tiadanya human capital di mana salah satu variabelnya adalah dalam wujud akses kesehatan yang memadai dan terjangkau. Mengapa komitmen Negara dalam bentuk politik kesehatan menjadi penting? Perlu dicatat bahwa kondisi orang miskin di negeri ini sudah berada dalam kondisi seperti yang digambarkan James C. Scott (1983): seperti orang yang terendam dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun akan menenggelamkannya. Ombak kecil dalam konteks ini saya kira bisa berupa mahalnya biaya rumah sakit dan juga obat-obatan. Pada titik inilah penting mengkorelasikan hubungan antara sektor kesehatan dan kebijakan politik sebagai bentuk konkrit dari kebijakan kesehatan. Banyak bukti yang menunjukkan bagaimamana kemiskinan ternyata ikut memperkeruh persoalan kesehatan. Data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks/HDI) yang memasukkan tiga parameter penting dalam menghitung tingkat kesejahteraan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. menunjukkan bahwa peringkat kesejahteraan Indonesia pada tahun 2010 berada di urutan 124 dari 185 negara. Dibanding Negara-negara ASEAN. IKM ini mengukur kualitas SDM melalui beberapa indikator yang berupa; presentase penduduk di bawah garis kemiskinan, angka buta huruf, proporsi penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum 40 tahun, proporsi penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih, serta persentase balita dengan gizi buruk. P a g e | 13 Mencermati data tersebut tampaknya sudah saatnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah juga mempertimbangkan implikasi-implikasinya terhadap sektor kesehatan. Pemukiman yang sehat, nutrisi yang lebih baik, serta keringanan biaya kesehatan adalah salah satu bentuk implementasinya. Karena itu, rumah sakit, baik negeri maupun swasta, harus didorong untuk melaksanakan proyek penanganan kesehatan khusus di daerah-daerah miskin. Karena itu program Kementerian Kesehatan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat kecil seperti program Desa Siaga yang mensyarakatkan adanya Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) di dalamnya, Program Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren), Musholla Sehat, dan juga Posyandu perlu didorong dan dikawal keberlangsungannya sebagai bentuk komitmen pada dunia kesehatan. Satu hal yang kira penting diketahui bahwa untuk masyarakat yang tinggal dipedesaan yang terpencil atau pedalaman akses pada layanan kesehatan adalah barang langka. Karena itu keberpihakan pemerintah dalam bentuk politik kesehatan untuk mendahulukan serta melindungi mereka yang kurang mampu kiranya adalah salah satu wujud affirmative action dibidang kesehatan. Sekali lagi, adalah naïf bila perkara kesehatan lagi-lagi diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Maka peran paling minimal yang bisa dilakukan Negara adalah lewat kebijakan publik, yang oleh Evans (1998) disebut sebagai custodian role. Yakni sebuah peran Negara untuk melindungi, mengawasi serta mencegah prilaku segelintir kelompok yang dapat merugikan masyarakat banyak. Dalam konteks kesehatan, maka pemerintah wajib melakukan kontrol atas pelayanan kesehatan yang merugikan masyarakt miskin. P a g e | 14 Status miskin sama sekali tidak bisa menghapus tugas Negara untuk menjamin perlindungan atas mereka, apalagi jaminan untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Masyarakat miskin akan terus-menerus menjadi korban bila kesehatan hanya diukur berdasarkan kemampuan seseorang dalam mengeluarkan biaya. Karenanya keberpihakan Negara yang tegas dan jelas harus dibangun agar keseimbangan hidup rakyat yang selama ini tersisih dan terkoyak bisa pulih kembali. Penjelasan diatas secara jelas menunjukkan hubungan yang sangat erat antara poltik kesehatan dan kemiskinan. Tentu para pemimpin politis baik di tingkat Pusat maupun daerah memahami betul konteks peran negara (pemerintah) dalam mencover jaminan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai bentuk tanggung jawab politik, terutama berdasarkan pada isu –isu yang diungkapkan saat kampanye. Bila ini tidak diperhatikan dan dibenahi, pemerintah akan berutang kepada masyarakat. Politik kesehatan yang dilaksanakan secara sehat, sistematis, dan sesuai dengan prinsip good governance tentunya akan selalu menjadi harapan bagi masyarakat yang telah memilihnya sebagai pemimpin. E. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan serta Dasar – Dasar Membuat Kebijakan Kesehatan 1. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti atau dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (Balai Pustaka, 1991). Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan P a g e | 15 prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara kepada keputusan tentang alternatif terbaik. Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya. Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan. Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasanalasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat dll. Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena alasan tertentu. Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara soial dan ekonomi. Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan. P a g e | 16 Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah kebijakan kesehatan. 2. Dasar – dasar membuat kebijakan kesehatan Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan dan kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan muncul. Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan kesehatan memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi itu adalah: Adanya analisis kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang fokus pada masalah yang akan diselesaikan. Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu. Satu disiplin kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini analisis kebijakan kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian menjadi sub kajian baru dalam khazanah keilmuan. Adanya analisis kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah. P a g e | 17 Memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti. Dan analisis kebijakan kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian akibat dari produk kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan. 3. Kebijakan Kesehatan Di Indonesia Perubahan politik adalah pedang bermata dua bagi kesehatan. Beberapa tantangan mempengaruhi sektor ini, serta beberapa sumber dinamisme timbul dari desentralisasi. Sejak jatuhnya pemerintahan otoriter Soeharto pada tahun 1998 desentralisasi poltik dan fiskal telah menghasilkan satu set kompleks tantangan pemrograman kesehatan. Disatu sisi, desentralisasi pelayanan kesehatan menciptakan peluang bagi visioner pemimpin lokal untuk mengembangkan program kesehatan yang ditargetkan untuk para pemilih. Tetapi juga telah membuat sistem rentan terhadap politik kekuasaan lokal dan korupsi di centang dan melanggengkan kesenjangan antara daerah kaya dan miskin. Fenomena pergantian kabinet baru dan Kepala Daerah berisiko terhadap berhentinya kebijakan secara nasional ataupun lokal daerah dan jangan sampai hal ini menjadi hambatan dalam pembangunan kesehatan. Kepala Daerah hendaknya dipilih yang peduli pada kesehatan sehingga akan mengalokasikan APBD untuk pembangunan kesehatan di daerahnya. Desentralisasi menyebabkan perubahan mendasar dalam tatanan pemerintahan sehingga terjadi juga perubahan peran dan fungsi birokrasi mulai dari tingkat Pusat sampai ke Daerah. Perubahan yang mendasar itu memerlukan juga pengembangan kebijakan yang mendukung penerapan desentralisasi dalam mewujudkan pembangunan kesehatan sesuai kebutuhan Daerah dan diselenggarakan secara efisien, efektif dan berkualitas. Saat ini adalah masa transisi P a g e | 18 yang sering menimbulkan kebingungan di antara tenaga kesehatan baik di Pusat maupun Daerah. Sejak diberlakukan Otonomi Daerah secara penuh pada 1 Januari 2001, telah ditemukan berbagai masalah yang sangat kompleks sehingga perlu penanganan masalah yang komprehensif secara bertahap. Untuk menindak lanjuti Kebijakan Desentralisasi bidang Kesehatan yang telah disusun pada Januari 2001, berbagai kegiatan harus dilaksanakan lintas unit utama di Departemen Kesehatan, oleh karena itu sejak bulan Juli 2001 telah dibentuk Unit Desentralisasi. Unit ini berfungsi sejak bulan Juli 2001, mekanisme kerja dan tugasnya ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan disempurnakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 003A/MENKES/SK/I/2003. Unit Desentralisasi dibentuk dengan tujuan untuk membantu Menteri Kesehatan dalam melakukan analisis dan memberikan alternatif saran tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang Kesehatan sehingga dapat menjamin tersedianya pelayanan kesehatan masyarakat terutama bagi kelompok rentan dan miskin. a. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat Isu strategis A. Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat P a g e | 19 di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat berjalan dengan optimal. B. Sistem perencanaan dan penganggaran kementerian kesehatan belum optimal Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah sehingga penganggaran kesehatan masih belum merata. C. Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang memadai Diperlukan peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi sehingga yang tadinya pemahaman terhadap peraturan perundangan terbatasnya serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten dapat dilaksanakan pelayanan kesehatan yang optimal. D. Dukungan kementerian kesehatan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan masih terbatas. Strategi kesehatan di Indonesia Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya. Kunci sukses dalam pembangunan kesehatan ke depan, sangat ditentukan oleh adanya komitmen politis dari semua pihak, baik dari lingkungan eksekutif, legislatif, maupun dari masyarakat termasuk swasta. Kunci sukses lainnya ditengah P a g e | 20 keterbatasan sumber daya dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah memprioritaskan bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, 4 strategi utama yang ditempuh, yaitu : 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi. 2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu. 3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia. P a g e | 21 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin. Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat A. Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), terdiri dari : Mengembangkan media promosi kesehatan Mengembangkan pendekatan dan teknologi promosi kesehatan Penyebarluasan informasi kesehatan melalui berbagai saluran media Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan program B. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda, meliputi: Pengembangan Desa Siaga Menumbuhkembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat Mengembangkan model promosi kesehatan menurut spesifik C. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, antara lain: Peningkatan PHBS Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan P a g e | 22 Mengembangkan kemitraan dgn Lintas Sektor, LSM, Swasta dan dunia usaha Menyusun dan mengembangkan petunjuk pelaksanaan, petunjuk Teknis dan pedoman promkes dan pemberdayaan masyarakat. Kebijakan program lingkungan sehat A. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. B. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan . Pengawasan Institusi Pendidikan Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di sekolah adalah : Pengendalian faktor risiko lingkungan di sekolah, Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah dan Pondok Pesantren, Sosialisasi dan advokasi Kepmenkes 1429/2006 tentang pedoman P a g e | 23 Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah, Penilaian lomba sekolah sehat Rumah Sehat Kegiatan yang dilakukan: menyusun persyaratan kualitas udara di dalam rumah serta menyusun petunjuk pelaksanaan monitoring kualitas udara di dalam rumah. Dalam pelaksanaan di lapangan, belum semua kabupaten/kota mempunyai peralatan monitoring baik fisik maupun biomaker, untuk mengukur tingkat pencemaran dan dampaknya pada manusia. Pengawasan Tempat-tempat Umum Pengawasan tempat-tempat umum perlu dilakukan karena tempat berkumpulnya manusia, yang bisa menjadi sumber penularan berbagai penyakit. Aspek yang dinilai antara lain: - Kondisi bangunan meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi, pencahayaan, dll - Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuagan air limbah, dan sarana pembuangan sampah. Tempat-tempat Umum yang diperiksa oleh Petugas sanitarian yang ada di Puskesmas maupun di Dinas Kabupaten / Kota antara lain : salon, hotel, pasar, terminal, bioskop, kolam renang/ pemandian umum, sarana pelayanan kesehatan, tempat rekreasi, dan tempat umum lainnya. C. Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan Pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, peningkatan devisa negara, membuka lapangan kerja serta P a g e | 24 percepatan pembangunan di daerah. Pelaksanaan pembangunan yang tidak menerapkan pendekatan pembangunan yang berwawasan kesehatan dapat memberikan efek negatif baik terhadap alam sekitar maupun mahluk hidup khususnya gangguan kesehatan masyarakat. Faktor risiko lingkungan dan perilaku masyarakat merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan timbal balik yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Kualitas lingkungan pada rencana kegiatan pembangunan perlu dikaji secara cermat dan mendalam, sehingga potensi besarnya risiko Penyehatan terhadap Lingkungan kesehatan dalam dapat melakukan ditanggulangi. pengendalian Direktorat dampak pencemaran lingkungan fokus pelaksanaan yang perlu dilakukan baik melalui fasilitasi kepada para pengelola program, advokasi dan sosialisasi kepada para pengambil keputasan daerah serta penguatan kemampuan melalui TOT adalah: - AMDAL / ADKL Kajian aspek kesehatan masyarakat perlu dikaji secara cermat dan mendalam, dengan metode pendekatan analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) dan metode epidemiologi. Metode analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) ini dapat dipergunakan untuk identifikasi dampak potensial dari suatu hubungan antara parameter lingkungan, media lingkungan, penduduk yang terpajan dan dampaknya terhadap kesehatan. - Pengendalian Pencemaran Udara Saat ini penurunan kualitas udara ambien terutama di kota-kota besar telah menjadi masalah yang membutuhkan penanganan serius mengingat sudah pada tingkat yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Penurunan P a g e | 25 kualitas udara terjadi karena emisi yang masuk ke udara ambien melebihi daya dukung lingkungan. Lingkungan tidak mampu menetralisir pencemaran yang terjadi. Kebijakan program upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan Salah satu faktor yang diduga turut menjadi penyebabnya adalah kurang atau bahkan tidak berpihaknya operasional kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah terhadap upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan lebih mementingkan upaya kesehatan perorangan (UKP). Strategi-strategi kebijakan pembangunan kesehatan yang mengedepankan UKM seperti Primary Health Care (PHC), gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, atau komitmen pencapaian program MDG’s menjadi tidak bermakna karena lemahnya dukungan penganggaran dan dukungan manajemen dalam pelaksanaannya. Kegiatan upaya kesehatan yang ada saat ini meliputi : A. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya B. Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya C. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial D. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurangkurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana E. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan P a g e | 26 Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular A. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko penyakit menular Selain pasien yang telah terinfeksi penyakit menular, masyarakat yang memiliki risiko tinggi juga perlu diperhatikan, karena masyarakat yang memiliki risiko tinggi bisa memiliki risiko kapan saja terkena penyakit menular. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko terdiri atas: 1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko dan diseminasinya 2. Menyiapkan materi dan menyusun rencana kebutuhan untuk pencegahan dan penanggulangan faktor resiko 3. Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko sebagai stimulan 4. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman pencegahan dan penanggulangan faktor risiko 5. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko 6. Melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko 7. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan faktor risiko 8. Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor risiko 9. Membina dan mengembangkan penanggulangan faktor risiko. UPT dalam pencegahn dan P a g e | 27 10. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyakit B.Peningkatan imunisasi Imunisasi sangat penting untuk mencegah dan melindungi seseorang terjangkit penyakit menular, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam hal peningkatan imunisasi yaitu: 1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan diseminasinya 2. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan imunisasi 3. Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan yang ditujukan terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus sesuai dengan skala prioritas 4. Menyiapkan materi dan menyusun rancagan juklak juklak/juknis/protap program imunisasi 5. Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi 6. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan program imunisasi 7. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan imunisasi 8. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan konsultasi teknis peningkatan imunisasi 9. Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi 10. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan imunisasi P a g e | 28 11. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan imunisasi C.Penemuan dan tatalaksana penderita Selain kunjungan penderita ke puskesmas, puskesmas harus berperan aktif dalam penemuan dan kunjungan terhadap penderita. Penemuan dan tatalaksana penderita terdiri atas upaya bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita, serta meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita. Di dalam upaya penemuan dan tatalaksana penderita dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dan puskesmas untuk saling bekerjasama sehingga dapat membangun status kesehatan pada masyarakat yang optimal dengan pemberantasan penyakit menular, sebagai contoh seperti kasus TBC yang membutuhkan peran penting puskesmas. Apabila pasien berhenti dalam masa pengobatan akibat halangan tertentu atau lalainya pasien dalam kunjungan ke puskesmas untuk kontrol, maka puskesmas harus aktif mengunjungi rumah penderita, sebab apabila pasien tersebut berhenti minum obat, maka upaya pemberantasan TBC dikatakan gagal dan pasien harus mengulang tahap pengobatan mulai dari awal. Serta apabila pasien terus-terusan memberhentikan pengobatan di tengah-tangah masa pengobatan, maka akan terjadi resistensi dan hal ini dapat menyebabkan kemungkinan penyebaran penyakit semakin besar. Itulah sebabnya, puskesmas terdekat harus mengunjungi rumah pasien agar dapat menjangkau pasien dan menyukseskan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. P a g e | 29 D.Peningkatan surveilans epidemologi Surveilans epidemilogi penyakit menular juga merupakan salah satu upaya pemberantasan penyakit menular yang penting, karena dengan surveilans epidemiologi penyakit menular, puskesmas dapat mengetahui penyebaran dan hubungannya dengan faktor risiko, surveilans epidemiologi ini dapat mendukung pemberantasan penyakit menular dari data yang didapat oleh puskesmas itu sendiri. Kegiatan pokok: 1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah dan diseminasinya 2. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 3. Menyediakan kebutuhan peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah sebagai stimulan 4. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 5. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan menanggulangi KLB/Wabah, termasuk dampak bencana 6. Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan program surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 7. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah P a g e | 30 8. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan konsultasi teknis peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 9. Melakukan kajian upaya peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 10. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah 11. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah E. Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Selain pemberian informasi, pembentukan karakter dan moral terhadap kalangan muda juga sangat penting untuk membentuk moral dan karakter yang baik sebagai dasar pembentukan negara untuk berkembang. Meskipun moral merupakan faktor tidak langsung terhadap penyebaran penyakit menular terutama penyakit menular melalui hubungan seksual, namun pembentukan moral sangat penting diberikan kepada generasi muda untuk tujuan pencegahan penularan penyakit menular hubungan seksual. Selain itu, pembentukan moral dan karakter bisa mendukung pembangunan negara yang berimbas kepada tingkat dan status kesehatan bangsa. Upaya selain promosi yaitu pemberdayaan masyarakat melalui pos kesehatan pada puskesmas yang bersumberdayakan masyarakat. Pos kesehatan ini tetap dikelola oleh puskesmas meskipun yang melaksanakan orang-orang yang ingin berpartisipasi di dalamnya dengan dibimbing oleh dokter atau bidan setempat. Dengan adanya pos kesehatan yang bersumberdayakan P a g e | 31 masyarakat, maka secara otomatis pengetahuan masyakarakat akan bertambah. Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit tidak menular (PTM) Pola penyakit yang sekarang berkembang telah menunjukkan terjadinya kecenderungan masalah kesehatan yang biasa disebut transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan kematian yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit infeksi yang masih tetap menjadi masalah kesehatan, bergeser ke penyakit non infeksi atau penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan baru. PTM merupakan penyakit yang dapat dicegah apabila faktor risikonya dikendalikan, sehingga perawatan pasien PTM mencerminkan kegagalan dari pengelolaan program penanggulangan PTM. Penanggulangan PTM merupakan kombinasi upaya inisiatif pemeliharaan mandiri oleh petugas, masyarakat dan individu yang bersangkutan. Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana mengembangkan pemeliharaan sistem kesehatan pelayanan mandiri yang pada dapat mendukung masyarakat, dengan upaya lebih mengedepankan pendekatan promotif dan preventif. Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah merekomendasikan agar memusatkan penanggulangan PTM melalui tiga komponen utama yaitu surveilans faktor risiko, promosi kesehatan dan pencegahan serta inovasi dan P a g e | 32 reformasi manajemen pelayanan kesehatan yang diterapkan secara integratif/terpadu dan komprehensif/menyeluruh. Kementerian Kesehatan RI telah merujuk rekomendasi ketiga komponen WHO tersebut dengan menyusun Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular secara komprehensif. Kegiatan tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri tetapi harus bersama-sama karena ketiganya saling terintegrasi. Upaya kesehatan paripurna yang terintegrasi dan komprehensif sesungguhnya sudah dicanangkan oleh pemerintah yaitu berupa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dinas Kesehatan sebagai penggerak upaya promotif dan rehabilitatif harus semakin giat mengumandangan pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit yang harus terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang bertindak selaku lokomotif penggerak upaya kuratif dan rehabilitatif. Kalau hal ini dapat terwujud, merupakan suatu keniscayaan visi kesehatan yang ingin membuat rakyat sehat akan dapat tercapai. Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) 2015 – 2019 merupakan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat dan daerah dalam melaksanakan pembangunan nasional periode 2015 – 2019, khususnya dalam bidang kesehatan di laksanakan program sebagai berikut: P a g e | 33 A. Peningkatan pendidikan gizi Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih, masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kekurangan persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan ; dan adanya daerah miskin gizi (iodium), untuk itu dilakukan peningkatan pengetahuan tentang gizi melalui peningkatan komunikasi, imformasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat. B. Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekurangan zat gizi mikro lainnya Kegiatan ini dilakukan dengan menjangkau kelompok yang membutuhkan motivasi dan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan yang berlaku, disertai juga dengan pelatihan bagi staf medis dan perawat agar konseling dan penanggulangan dapat mencapai hasil yang maksimal. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium kepada semua wanita usia subur dan anak usia sekolah dasar didaerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur. C. Penanggulangan gizi lebih Penanggulangan kegemukan dan obesitas perlu dilaksanakan secara komprehensif pada semua jenjang pendidikan dan melibatkan semua pihak terkait seperti keluarga, guru, lembaga pendidikan, masyarakat dan dan pusat pelayanan kesehatan. P a g e | 34 D. Peningkatan surveilans gizi Surveilans gizi merupakan kegiatan pengamatan keadaan gizi, dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada. Menurut WHO menggambarkan sistem surveilans gizi sebagai proses yang berkesinambungan, dengan tujuan antara lain: 1. Menggambarkan status gizi penduduk, dengan referensi khusus bagi mereka yang menghadapi risiko 2. Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk 3. Mempromosikan keputusan oleh pemerintah, baik mengenai perkembangan normal dan keadaan darurat 4. Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam perumusan kebijakan 5. Memantau dan mengevaluasi program gizi. E. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi Gerakan keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) pertama kali dicanangkan tahun 1998 yang dimotori oleh Departemen Kesehatan dengan tujuan agar pada tahun 2000 paling tidak setengah keluarga Indonesia telah menjadi keluarga sadar gizi. Keluarga sadar gizi jika sikap dan perilaku keluarga dapat secara mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya yang tercermin pada pola konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bergizi seimbang. Strategi Pemberdayaan Keluarga Mandiri Sadar Gizi sebagai berikut: P a g e | 35 Pemberdayaan pengetahuan, keluarga sikap dan dengan perilaku menitikberatkan gizi seimbang, pada peningkatan misalnya melalui pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat Melakukan advokasi, sosialisasi dam obilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah diberbagai tingkat administrasi, penyandang dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi ditingkat keluarga Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya kadarzi Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi. Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi : 1. menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi 2. mengembangkan, menyediakan, dan menyebar luaskan materi promosi pada masyarakat, organisasi kemasyarakatan institusi, pendidikan, tempat kerja, dan tempat-tempat umum. 3. melakukan kampanye secara tehnik menggunakan media efektif terpilih. 4. menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan dukungan petugas. Kebijakan program kefarmasian/obat Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas bahwa Pengaturan Standar P a g e | 36 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik, hal ini bertujuan untuk: a.meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; b.menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) Adapun standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, antara lain : Perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan dan pengarsipan, serta monitoring pengelolaan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik antara lain: pengkajian resep, penyerahan obat, pemberian informasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite pasien (untuk rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat, evaluasi penggunaan obat. Kebijakan program sumber daya kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan bagian pembangunan manusia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan Goals (tujuan) pemerintah (nawacita presiden jokowi) antara lain: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara 2. Membuat pemerintah tidak absen (hadir) dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya P a g e | 37 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional 7. Mewujudkan kemandirian eknomi dengan menggerakkan sektor–sektor strategis ekonomi domestik 8. Melakukan revolusi karakter bangsa 9. Memperteguh Ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Program peningkatan sumber daya kesehatan yang ada di Indonesia melalui : A. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan B. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin C. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit Kebijakan program dan manajemen pembangunan kesehatan Program ini bertujuan memberikan masukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pembangunan kesehatan, mendukung perumusan kebijakan masalah kesehatan, dan mengatasi kendala dalam pelaksanaan program kesehatan. Sasaran program ini adalah makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi, pendayagunaan obat, pemberatasan penyakit dan perbaikan lingkungan. Makin berkembangnya penelitian yang berkaitan dengan ekonomi P a g e | 38 kesehatan untuk membantu upaya-upaya mengoptimalkan pemanfaatan biaya kesehatan dari pemerintah dan swasta. Makin meningkatnya penelitian bidang sosial budaya dan perilaku hidup sehat untuk mengurangi masalah kesehatan masyarakat. Kebijakan program dan manajemen pembangunan kesehatan, antara lain: A. Pengkajian dan penyusunan kebijakan B. Pengembangan sistem perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan, serta hukum kesehatan C. Pengembangan sistem informasi kesehatan D. Pengembangan sistem kesehatan daerah E. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan Kebijakan program penelitian dan pengembangan kesehatan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219), kegiatannya meliputi : A. Penelitian dan pengembangan B. Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana penelitian C. Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan P a g e | 39 b. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Daerah Kebijakan oleh aktor politik di daerah (Bupati/Walikota) dapat menetapkan profesional sebagai manajer puskesmas dalam upaya membuat rakyat sehat, dengan cara menjaga kesehatan warga diwilayah kerja dapat melakukan kegiatan untuk membuat rakyat sehat dengan berbagai trobosan program untuk betul-betul membuat warga masayarakat semakin sehat dan produktif, sehingga akhirnya dapat berkarya menghasilkan sesuatu sesuai dengan keahlian dan tanggungjawabnya masing-masing, dengan tidak meninggalkan upaya kuratif. Kebijakan populis lainnya yang bisa dipikirkan untuk mendorong hal ini, misalnya, melalui pemberian award bagi manajer Puskesmas dan Rumah Sakit yang telah berhasil memotivasi sejumlah warga untuk selalu sehat dan produktif melalui berbagai program promotif dan preventif yang dijalankan dalam tupoksi kedua lembaga ini. Untuk jangka panjangnya kegiatan yang ideal adalah memprioritaskan pada upaya promotif, preventif dan protektif dengan tidak meninggalkan upaya kuratif dengan ukuran yang mudah dan menggunakan indikator-indikator langsung berupa menurunnya angka kunjungan ke puskesmas, puskesmas pembantu dan Rumah Sakit(RS) dikarenakan sakit. Fungsi pelayanan dasar harus memprioritaskan dalam upaya membuat rakyat sehat dan produktif. Fungsi RS juga harus bergeser yaitu dalam rangka menyehatkan warga negara dengan Ilmu dan teknologi kedokteran kesehatan, karena RS adalah bagian dari upaya Sistem Kesehatan Nasional. Dan sebetulnya dalam pakem paradigma sehat yang utama adalah menjaga yang sehat agar tetap sehat sehingga tidak sakit dan dapat terhindarkan dari penyakit. Selain tentunya menyembuhkan yang sakit dan menjaganya agar tidak kembali sakit. Bila penduduk sehat maka mereka dapat lebih produktif, dapat meningkatkan pendapatan ekonominya dan dapat lebih P a g e | 40 memiliki kepedulian dalam menjalankan demokrasi. Dan akhirnya rakyat yang sehat dapat pula memilih wakil mereka yang berkualitas melalui pemilu yang demokratis. Tentunya rakyat akan menentukan pilihannya yang ditujukan kepada “aktor politik” yang benar-benar memiliki komitmen untuk membuat warga negara menjadi sehat. Bentuk intervensi yang cerdas yang dapat dilakukan oleh aktor politik untuk mencegah agar penduduk tidak sakit, wajib kita dukung. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan ”perekayasaan” yang positif didasarkan pada pertimbangan sosial-kultural daerah setempat. Masing-masing daerah dapat pula melakukan perekayasaan kepada masyarakat untuk selalu hidup sehat dan terhindar dari penyakit. Perekayasaan yang sederhana dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Di era desentaralisasi ini dengan penguatan komitmen politik untuk selalu memprioritaskan pembangunan sektor kesehatan. Upaya strategis lainnya dalah mengimplementasikan penjabaran UU RI no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di implementasikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk diperluas dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Sehingga kelak kita dapat berharap di media massa akan terlihat laporan ”neraca kesehatan” dengan persentase semakin banyaknya warga negara yang terhindarkan dari sakit dan telah dibuat sehat melalui berbagai kebijakan di hulu. c. Pendekatan Penyusunan Kebijakan Kesehatan Pendekatan yang digunakan untuk penyusunan sebuah kebijakan kesehatan adalah dengan metode “The health policy triangle” / segitiga kebijakan kesehatan. Kerangka yang digunakan metode ini adalah pentingnya mempertimbangkan ”content, process, context dan actors dalam membuat sebuah kebijakan kesehatan tentang praktik pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas. P a g e | 41 Context Actors Individuals Groups Content Process Adapun pendekatan dimaksud adalah : 1) Content / isi kebijakan yang akan dikembangkan dan kebijakan terdahulu yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan baru : Kebijakan yang akan dijadikan sebagai acuan adalah Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perawat Gigi; Kebijakan yang akan dikembangkan adalah tentang praktik pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas. 2) Actor / Pelaku adalah individu/organisasi profesi/pemerintah yang berpengaruh dan berperan dalam dalam proses penyusunan kebijakan. Pelaku yang terlibat dalam penyusunan kebijakan ini adalah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Badan Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Republik Indonesia, Pusat Promosi Tenaga Kesehatan P a g e | 42 (Puspronakes) Republik Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI), Forum Komunikasi Jurusan Kesehatan Gigi Indonesia, User (Puskesmas/Rumah Sakit), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang kesehatan. 3) Context/Keadaan / kondisi / situasi yang dapat mempengaruhi penyusunan kebijakan kesehatan adalah Kompetensi perawat gigi yang tertuang dalam standar profesi mendapat protes dari oraganisasi dokter gigi (PDGI), karena dianggap masih ada kompetensi perawat gigi yang overlap dengan kompetensi dokter gigi. 4) Process/Proses penyusunan kebijakan kesehatan yang terbagi dalam tahapan yang berbeda yaitu : • Identifikasi masalah isu. Pada tahap ini diharapkan kita menemukan isu-isu yang berkembang dan tidak pernah dibicarakan, sehingga dapat digunakan sebagai agenda penyusunan kebijakan • Perumusan kebijakan. Tahap ini diharapkan dapat menemukan siapa saja yang terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimanakah kebijakan dihasilkan, disetujui dan dikomunikasikan • Pelaksanaan Kebijakan Tahap dimana kebijakan yang telah dirumuskan akan dilaksanakan oleh elemen organisasi di tingkat lokal/daerah. • Evaluasi kegiatan Diharapkan pelaku pengambil kebijakan dapat menemukan sesuatu yang terjadi pada saat kebijakan yang dilaksanakan, melakukan pengawasan apakah tujuan tercapai ? dan apakah terjadi akibat yang tidak diharapkan pada saat pelaksanaan. P a g e | 43 d. Fenomena Kesehatan o Pola penyakit semakin kompleks Dari Pola Penyakit Menular lebih kompleks ke Penyakit tidak menular sehingga kebutuhan pelayanan kuratif (rawat inap) makin meningkat. o Sistem pelayanan kesehatan tidak merata Angka kesakitan & kematian keluarga miskin lebih banyak daripada keluarga kaya. o Kinerja pelayanan kesehatan sektor publik cendrung Adanya swasta dominasi pelayanan o Pendanaan kesehatan cendrung rendah dan tidak merata Karena sebagian besar dana bukan dari pemerintah tetapi dari dana kantong pribadi o Munculnya penyakit-penyakit baru Munculnya penyakit baru seperti HIV (provinsi tertentu: industri, tambang, turism), flu burung atau flu babi e. Reformasi Sektor Kesehatan Dalam mengatasi fenomena kesehatan yang didaerah untuk itu diperlukan reformasi di sektor kesehatan. Pola yang diterapkan adalah desentralisasi yaitu suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah. P a g e | 44 Sebelum desentralisasi/Otonomi Daerah, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negoisasi ke propinsipropinsi. Sedangkan pada era desentralisasi dan otonomi daerah, daerah mempunyai kewenangan yang besar dalam perencanaan dan penganggaran, karena alokasi anggaran pembangunan melalui formula Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam formula DAU komponen kesehatan secara implisit dianggap sudah masuk didalamnya walaupun secara ekplisit tidak ada. Akibatnya, secara praktis sektor kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan anggaran. Sektor kesehatan harus membuat perencanaan dan penganggaran program kesehatan yang meyakinkan untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkannya. Mengapa menggunakan desentralisasi? Karena dengan desentralisasi dapat Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, Memberikan kesempatan kepada pemerintahan lokal untuk mengunakan dana pada program yang mereka pedulika/butuhkan contohnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll, Meningkatan alur informasi secara cepat, meningkatkan efisiensi, dan Memberdayakan masyarakat yang potensial seperti pengusaha lokal. Tujuan menerapkan sistem desentralisasi : Untuk mencapai tujuan desentralisasi tersebut ditetapkan Kebijakan Desentralisasi Bidang Kesehatan sebagai berikut: A. Desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah. Dalam hal ini desentralisasi bidang kesehatan harus dapat: 1. Memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan, termasuk perannya dalam pengawasan sosial. P a g e | 45 2. Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata, tanpa membedakan antara golongan masyarakat yang satu dengan lainnya, termasuk menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan dan miskin. 3. Mendukung aspirasi dan pengembangan kemampuan Daerah melalui peningkatan kapasitas, bantuan teknik, dan peningkatan citra. B. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan didasarkan kepada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Dalam hal ini maka: 1. Daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan upaya dan pelayanan kesehatan dengan Standar Pelayanan Minimal yang pedomannya dibuat oleh Pemerintah Pusat. 2. Daerah bertanggung jawab mengelola sumber daya kesehatan yang tersedia di wilayahnya secara optimal guna mewujudkan kinerja Sistem Kesehatan Wilayah sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional. C. Desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di Kabupaten dan Kota, sedangkan desentralisasi bidang kesehatan di Provinsi bersifat terbatas. D. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah. Dalam hal ini maka: 1. Desentralisasi bidang kesehatan tidak boleh menciptakan dikotomi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berwenang dalam pengembangan kebijakan, standarisasi, dan pengaturan. Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan kebijakan, standar dan aturan tersebut. Sedangkan Pemerintah Provinsi melakukan pengawasan dan P a g e | 46 pembinaan atas pelaksanaan upaya kesehatan oleh Daerah Kabupaten/Kota. 2. Desentralisasi bidang kesehatan diselenggarakan dengan membangun jejaring antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Pemerintah Daerah yang saling melengkapi dan memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara Indonesia. E. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom. Pemerintah Pusat berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan pembangunan kesehatan Daerah dengan meningkatkan kemampuan Daerah dalam pengembangan sistem kesehatan dan manajemen kesehatan. F. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan peran dan fungsi Badan Legislatif Daerah, baik dalam hal fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran. G. Sebagai pelengkap desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan pula Dekonsentrasi bidang kesehatan yang diletakkan di Daerah Provinsi sebagai wilayah administrasi. Azas dekonsentrasi ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Daerah Provinsi untuk melaksanakan kewenangan tertentu di bidang kesehatan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. H. Untuk mendukung desentralisasi bidang kesehatan dimungkinkan pula dilaksanakan Tugas Pembantuan di bidang kesehatan, khususnya dalam hal penanggulangan kejadian luar biasa, bencana, dan masalah-masalah kegawatdaruratan kesehatan lain. P a g e | 47 Hambatan dan Tantangan Desentralisasi Desentralisasi merupakan perubahan fundamental dalam sistem pemerintahan. Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang mendadak (dalam waktu singkat) sering memberikan respon yang negatif yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam pelaksanaan program. Berdasarkan permasalahan, tantangan dan pengalaman masa lalu diidentifikasi beberapa isu strategik sebagai berikut: A. Komitmen dari semua pihak terkait Dalam upaya menerapkan desentralisasi dibutuhkan komitmen dari semua pihak terkait (stakeholders), baik dari lingkungan jajaran Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Legislatif, masyarakat luas serta mitra Internasional. Karena selama ini belum dirasakan pemahaman yang sama maka diperlukan: 1. Kesamaan pemahaman akan pentingnya kesehatan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan prinsipparadigma sehat dan pembangunan berwawasan kesehatan. 2. Upaya untuk meningkatkan citra dan manfaat pelayanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat sehingga mampu menarik dukungan dan peran aktif masyarakat. 3. Upaya untuk meningkatkan sumber daya di bidang kesehatan termasuk pembiayaan, sumber daya manusia pelaksana, sarana dan prasarana untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan. P a g e | 48 B. Kelangsungan dan keselarasan pembangunan kesehatan Dalam tatanan Otonomi Daerah, keberhasilan Pembangunan Nasional di bidang kesehatan sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan di Daerah. Kemandirian masing-masing Daerah dalam pengambilan keputusan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemerataan derajat kesehatan antar Daerah 2. Penanggulangan masalah kesehatan lintas batas Kabupaten/Kota, lintas Provinsi dan lintas Negara. 3. Meningkatkan sinergi antar Daerah untuk meningkatkan daya saing di arena internasional. 4. Mencegah terjadinya deviasi pasar industri kesehatan. C. Ketersediaan dan pemerataan sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas Ketersediaan sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) yang berkualitas dan profesional sangat menentukan keberhasilan penerapan desentralisasi. Pada saat ini jumlah, kualifikasi dan penyebaran SDM Kesehatan yang tersedia, baik manajerial maupun teknis, masih belum memadai, khususnya tenaga kesehatan strategis. Walaupun dalam tatanan Otonomi Daerah masing-masing Daerah memiliki kewenangan untuk menentukan sendiri kebutuhan, melakukan rekruitmen dan mempertahankan sumber daya manusia, Pemerintah perlu memperhatikan agar terjamin keseimbangan distribusi SDM Kesehatan antarDaerah, melalui : P a g e | 49 1. Pengembangan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan SDM Kesehatan 2. D. Pengembangan model-model alternatif pendayagunaan SDM Kesehatan Kecukupan pembiayaan kesehatan Kecukupan alokasi pembiayaan kesehatan dalam anggaran pemerintah baik Pusat maupun Daerah merupakan faktor penting keberhasilan desentralisasi dalam bidang kesehatan. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memberikan perhatian khusus untuk mengalokasikan anggaran yang mencukupi bagi pembangunan kesehatan dengan mempertimbangkan kemampuan Pemerintah Daerah dan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini menjadi makin kritis karena alokasi dana Pusat diberikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan pembangunan kesehatan belum tentu menjadi prioritas. Pemerintah Pusat seharusnya menjamin Pemerintah Daerah mempunyai dana yang cukup untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal Kewenangan Daerah dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan penerimaan lainnya yang sah. Pemerintah juga harus dapat menjamin tersedianya pembiayaan bagi kelompok rentan dan miskin serta pelayanan yang bersifat public goods, kejadian luar biasa dan bencana. E. Kejelasan pembagian kewenangan dan pengaturan kelembagaan Desentralisasi bidang kesehatan mengharuskan perubahan peran dan kewenangan pemerintah di segala tingkat, dari Pusat sampai ke Daerah. Oleh karenanya kejelasan peran dan kewenangan di masing-masing tingkat P a g e | 50 administratif menjadi sangat penting agar penerapan desentralisasi tidak gagal. Peraturan Pemerintah yang telah diterbitkan masih memerlukan kejelasan operasional dan penghayatan dari para pelaksana di semua tingkat. F. Kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan Desentralisasi yang berupa penyerahan wewenang pemerintahan kepada Pemerintah daerah diikuti pula dengan pengalihan sarana dan prasarana kesehatan. Kelengkapan sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang ikut menentukan dalam keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pengalihan sarana dan prasarana hendaknya diikuti penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan yang memadai sehingga dapat menjamin kelangsungan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. G. Kemampuan manajemen kesehatan dalam penerapan desentralisasi Kemampuan perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi di masing-masing Daerah untuk mengelola bidang kesehatan yang terdesentralisasi menuju Indonesia Sehat 2010 masih perlu ditingkatkan. Sistem informasi yang merupakan komponen dari manajemen kesehatan yang terdesentralisasi masih harus terus dikembangkan. Selain itu, perubahan yang fundamental dalam penerapan desentralisasi membutuhkan kemampuan dalam pengelolaan proses transisi dari sistem yang sentralistik ke sistem yang desentralistik. P a g e | 51 Desentralisasi Kesehatan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota tidak berarti menghilangkan peran Pusat dan Provinsi. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom telah jelas mengatur pembagian kewenangan tetapi berbagai peraturan perundangan yang menunjang juga perlu dibuat untuk kejelasan landasan hukum. Selain itu Departemen Kesehatan juga akan menetapkan berbagai pedoman dan standar yang akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kebijakan Desentralisasi bidang Kesehatan. PENUTUP Kesimpulan Politik dalam arti kepentingan umum adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Politik berpengaruh dalam penetapan kebijakan kesehatan karena kegiatan kepemerintahan secara keseluruhan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara merupakan kegiatan politik termasuk juga dalam bidang kesehatan, yang dimana orang-orang yang bekerja dalam pemerintahan merupakan wakil-wakil dari partai politik. Dapat diambil contoh yaitu pada kebijakan penetapan anggaran belanja negara untuk sektor kesehatan, dikatakan kegiatan politik karena kebijakan P a g e | 52 tersebut berkaitan dengan penyelenggaraan negara dalam hal ini pada sektor kesehatan. Namun dewasa ini proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi parapengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Sehingga makna politik tersebut sudah semakin negatif karena terkadang kejam, licik, dan menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi. Di Indonesia diterapkan sistem desentralisasi bidang kesehatan. Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan terletak pada prakarsa, inovasi, dan kesungguhan Daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan kesehatannya. Selain dari itu, keberhasilan pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan juga ditentukan oleh kemampuan dan kemauan Pemerintah Pusat dalam membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pembangunan kesehatan di Daerah tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada kebijakan kesehatan yang ditetapkan di daerah tersebut. Untuk itu penetapan Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan perlu didukung dengan advokasi terhadap pihakpihak yang berkepentingan (stakeholders). Tugas Evaluasi Jelaskan pendapat saudara tentang kesehatan gratis yang ada di Sumatera Selatan berdasarkan analisa kebijakan politik kesehatan pemerintah pusat dan daerah! P a g e | 53 Studi Kasus Desa Sukamaju Kecamatan Cerdas Kabupaten Sehat terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan jumlah penduduk 2500 Jiwa, 513 Kepala Keluarga, 296 Balita Ibu Hamil 45 orang. Desa ini memiliki begitu banyak potensi wilayah, seperti perkebunan, pertanian, dan peternakan. Sebagian besar penduduknya adalah petani, sisanya wiraswasta dan pengangguran. Partisipasi dan loyalitas warga dalam melaksanakan berbagai program masih sangat rendah karena latar belakang budaya di desa ini yang masih menganut kepercayaan sangat berpengaruh dalam berinteraksi. Dalam hal pendidikan di Desa Sukamaju masih tertinggal jauh dibandingkan dengan pendidikan di kota, walaupun sarana dan prasarananya sudah cukup memadai. Kebanyakan masyarakat menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci, membuang sampah dan lain-lain. Kondisi kesehatan yang ada masih ditemukan balita dengan gizi buruk, Ibu melahirkan yang dibantu dukun, penderita penyakit TB Paru masih sangat tinggi dan juga fasilitas kesehatan yang ada di desa ini hampir tidak pernah dikunjungi oleh masyarakat. Dari cerita di atas, jawablah pertanyaan di bawah ini! 1. Apa saja yang menjadi masalah kesehatan di desa tersebut?Jelaskan analisisnya! 2. Jelaskan kebijakan kesehatan apa yang sebaiknya diterapkan! 3. Program Intervensi apa yang bisa mengatasi masalah kesehatan di desa tersebut? 4. Bagaimana cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap program kesehatan yang telah diterapkan? P a g e | 54 Daftar Pustaka 1. Syamsuddin, Nazaruddin. 1995.Pengantar Ilmu Politik R a j a w a l i P r e s s : Jakarta Varma, S.P.Teori Politik Modern. Rajawali Press : Jakarta 2. https://munawarohhidayati.wordpress.com/2015/04/22/issue-kesehatan-yangberhubungan-dengan-politik/ tanggal 22 Desember 2015 3. Weimer DL dan Vining AR(1999). Policyn Practicesrdedn.Englewood Cliffs,NJ: Prentice Hall Analysis Concepts and 4. Kent Bust dkk, Making Health Policy./ pada tanggal 28 Desember 2015 di http://pusdiklat-aparaturkes.net/ 5. Killoran A, Swann C, Kelly MP(eds).2006. Public Health Evidence: Tackling Health Inequalities: Oxford University Press 6. dr. Hardisman. 2014. Analisis Teoris dan Praktis Kebijakan Kesehatan Nasional Indonesia: Diandra Pustaka Indonesia 7. Husodo, Heru. 2010. Makalah Masyarakat: HPM FK UGM Kebijakan Lingkungan untuk Kesehatan 8. Adisasmito, Wiku. 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan Nasional : FKM UI P a g e | 55 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan materi kuliah tentang Kebijakan Politik Kesehatan Pemerintah Pusat dan Daerah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap materi ajar ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kebijakan politik kesehatan pemerintah pusat dan daerah yang ada di Indonesia. Semoga materi ajar sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun. Palembang, Desember 2015 Penyusun P a g e | 56 DAFTAR ISI Halaman Judul. ............................................................................................ i Kata Pengantar. ........................................................................................... ii Daftar Isi. ...................................................................................................... iii Politik Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat dan Daerah. ....................... 1 Pendahuluan. ............................................................................................... 1 Pembahasan. ............................................................................................... 3 A. Pengertian Politik, Kesehatan dan Politik Kesehatan. ........................... 3 B. Hubungan Politik dan Kesehatan. .......................................................... 5 C. Pengaruh Politik terhadap Kesehatan.................................................... 5 D. Politik Kesehatan dan Kemiskinan. ........................................................ 11 E. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan serta Dasar-dasar Membuat Kebijakan Kesehatan. ............................................................................ 14 5. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan. ................................... 14 6. Dasar – dasar membuat kebijakan kesehatan. .................................. 16 7. Kebijakan Kesehatan Di Indonesia. ................................................... 17 1. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat. .................................... 18 2. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Daerah................................... 39 Penutup. ....................................................................................................... 51 Tugas Evaluasi. ............................................................................................ 52 Daftar Pustaka. ............................................................................................ 54