kesehatan - Universitas Kader bangsa

advertisement
2016
Politik Kebijakan Kesehatan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Materi Kuliah Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan Masyarakat
UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
OLEH:
H. MUHAMAD LUBIS, SKM., M.Kes
Page |1
POLITIK KEBIJAKAN KESEHATAN PUSAT DAN DAERAH
PENDAHULUAN
Politik merupakan gejala yang tak terelakkan, senantiasa hadir di sekitar kita
yang menstrukturkan kehidupan kita sedangkan sehat merupakan hak rakyat dan
negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, hal ini berkaitan erat dengan kebijakan
politik yang di putuskan oleh aktor politik. Kegiatan politik di Indonesia dibangun
dengan susunan yang sistematis sehingga menjamin tercapai dan terpeliharanya
stabilitas politik.
Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan
merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai
kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra et all, 2005).
Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun 2006 meneguhkan korelasi
antara
ideologi
politik
suatu
pemerintahan
terhadap
derajat
kesehatan
masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut.
Konsep
kesehatan
yang
dianut
pemerintah
kita
saat
ini,
berbuah
pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang
layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program yang bersifat reaktif
seperti Jaminan Kesehatan Nasional atau pengobatan gratis.
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b
(menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara
dan
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
setinggi-tingginya
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan
dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
Page |2
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan. Hal ini menunjukkan
pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya
saing .
Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya
usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan
balita,
serta
angka
kesakitan
(morbiditas).
Boleh
jadi
indikator
ini
terus
menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak hanya menyangkut masalah
keuangan, namun transparansi dalam informasi atas pelayanan publik.
Pola kebijakan pemerintah sebagai motor utama penggerak pelayanan
masyarakat. Pola berbagai perubahan mekanisme perpolitikan yang mempengaruhi
berubahnya pemerintahan turut pula merubah pola pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.
Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan karena tidak ada
kegiatan yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh orang sakit. Oleh karena itu
cerminan negara sejahtera diukur dalam bentuk HDI (Human Development Indeks)
atau pembangunan manusia yang mencakup kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, tidak bisa tidak, negara harus berperan aktif.
Mengutip Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan rakyat , Politik
kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik
yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga
negara. Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan keputusan politik yang
juga sehat, yang diambil oleh pemerintahan yang juga sehat secara politik. Dengan
kata lain, politik kesehatan ditentukan oleh sehat tidaknya politik negara.
Page |3
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Politik, Kesehatan dan Politik Kesehatan
1.
Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti
kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan
taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti
yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan
beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu :
a.
Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan
umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di
Daerah, lazim disebut Politik (Politics)
yang artinya adalah suatu rangkaian
azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai
dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan
yang kita inginkan
b.
Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang
dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau
keadaan yang kita kehendaki.
c.
Jadi politik merupakan suatu ilmu dan seni mengelola peran untuk mencapai
tujan yang dicapai.
Page |4
2.
Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga
merupakan tingkat fungsional dan atau efisiensi metabolisme organisme, sering
secara implisit manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan
kesehatan didefinisikan sebagai "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan
sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan"
Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan
pribadi, serta kemampuan fisik. Secara keseluruhan kesehatan dicapai melalui
kombinasi dari fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-sama sering
disebut sebagai "Segitiga Kesehatan"
3.
Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat
kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan
yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut
diperlukan kekuasaan. Kekuasaan tersebut kelak digunakan untuk mendapat
kewenangan yang diperlukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan.
Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang diidamkan adalah merupakan
sebuah tujuan yang di inginkan seluruh rakyat banyak, maka derajat kesehatan
hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.
Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar (2008) mengemukakan mengapa
kesehatan itu adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya disparitas
derajat kesehatan masyarakat, dimana sebagian menikmati kesehatan sebagian
tidak. Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan.
Page |5
Kesehatan adalah bagian dari Politik karena derajat kesehatan atau masalah
kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat diarahkan atau mengikuti kehendak
(amenable) terhadap intervensi kebijakan politik. Kesehatan bagian dari politik
karena kesehatan adalah Hak Asasi manusia.
B.
Hubungan Politik dan Kesehatan
Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni
kebijakan publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat
merupakan hak warga negara. Sehingga dalam pengambilan keputusan politik
khususnya kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya
politik juga dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika derajat kesehatan masyarakat
meningkat maka akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
C. Pengaruh Politik terhadap Kesehatan
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem
yang tidak lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan
yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap
proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor,
interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang
terlibat. Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya
individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil
keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu,
merupakan manifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan
stabilitas dan kepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula
Page |6
intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang
kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik.
Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas yang
didukung fisik dan mental yang sehat, sehingga mampu berkompetisi paling optimal.
Tanpa didukung dengan kesehatan fisik dan mental yang balk, sumberdaya manusia
tidak akan mampu berkompetisi dengan optimal. Secara tradisional kesehatan
diukur dari aspek negatifilya seperti angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka
kematian. Melalui paradigma sehat, kesehatan sudah tidak lagi dipandang semata mata sebagai terbebas dari penyakit, tetapi sebagai sumberdaya yang memberi
kemampuan kepada individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk
mengelola bahkan merubah pola hidup, kebiasaan, dan Iingkungannya.
Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi kepada penyakit, maka
paradigma baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin melalui pengurangan dalam
penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan dalam harkat diri dan kemampuan
untuk mandiri, sekalipun dalam menghadapi penyakit yang kronis maupun fatal
(Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat Miskin, 1999).
Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berada pada situasi
krisis, termasuk sektor kesehatan telah membuat masyarakat terutama masyarakat
golongan miskin bertambah menderita karena semakin sulit menjangkau fasilitas
kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini, rumah sakit sebagai
organisasi sosial bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat,
Page |7
rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat yang melaksanakan
kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di
wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi
organisasi yang sehat.
Haryono Wiratno (1998), mengatakan bahwa kualitas pelayanan (Service
Quality) adalah pandangan konsumen terhadap hasil perbandingan antara
ekspektasi konsumen dengan kenyataan yang diperoleh dari pelayanan. Sedangkan
kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap satu pengalaman layanan yang
diterima.
Muatan politik begitu kuat sehingga kebijakan itu menyeleweng dari relevansi
masalah yang dianggap oleh masyarakat dan birokrat. Ada contoh peristiwa politik
berhimpitan dengan masalah dan policy option yang relevan dengan stakeholder
lain. Politik memiliki pengaruh begitu besar terhadap kebijakan dan pengembangan
di bidang kesehatan.
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat
kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan
yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan
lingkungan sehat secara keseluruhan. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan
kekuasaan. Dengan kekuasaan yang dimiliki, maka akan melahirkan kebijakan yang
pro rakyat untuk menjamin derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
Page |8
Kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
1.
Peraturan pemerintah dalam bidang kesehatan meliputi undang-undang,
peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, baik tingkat provinsi
maupun kabupaten kota, dan peraturan lainnya.
2.
Kebijakan
pemerintah
dalam
bentuk
program
adalah
segala
aktifitas
pemerintah baik yang terencana maupun yang insidentil dan semuanya
bermuara pada peningkatan kesehatan masyarakat, menjaga lingkungan dan
masyarakat agar tetap sehat dan sejahtera, baik fisik, jiwa, maupun sosial.
Oleh karena itu, untuk menciptakan kesehatan masyarakat yang prima maka
dibutuhkan berbagai peraturan yang menjadi pedoman bagi petugas kesehatan dan
masyarakat luas, sehingga suasana dan lingkungan sehat selalu tercipta. Di
samping itu pemerintah harus membuat program yang dapat menjadi stimulus bagi
anggota masyarakat untuk menciptakan lingkungan dan masyarakat sehat, baik
jasmani, rohanio, rohani, sosial serta memampukan masyarakat hidup produktif
secara sosial ekonomi.
Kebijakan
kesehatan
yang
juga
berhubungan
dengan
peningkatan
kesejahteraan penduduk adalah dengan menambah personel kesehatan baik yang
terlibat dalam upaya preventif maupun dalam tindakan kuratif. Tujuan kebijakan ini
agar pelayanan kesehatan tidak hanya dinikmati oleh golongan tertentu, namun juga
bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat yang membutuhkan pelayanan ini.
Page |9
Contoh pengaruh politik terhadap kesehatan
1.
Anggaran kesehatan
Karena sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakitsakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk
kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang sangat besar, karena negara tidak
ingin rakyatnya sakit-sakitan. Pemerintah bersama DPR membebani impor alatalat kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga
keputusan politik.
2.
UU Tembakau; Cukai rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di
Indonesia semakin meningkat.
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus
meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh
masyarakat miskin. Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200
juta dolar Amerika, sedangkan angka kematian akibat penyakit yang diakibatkan
merokok terus meningkat. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun
2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah tangga dan biaya tidak
langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit dan
kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1 Triliun. Jumlah tersebut
adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp 32,6
Triliun atau US$ 3,62 Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-).
3.
Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok
Larangan iklan secara menyeluruh merupakan upaya untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Anak-anak
dan remaja merupakan sasaran utama produsen rokok. Diakui oleh industri
rokok bahwa anak-anak dan remaja merupakan aset bagi keberlangsungan
P a g e | 10
industri rokok. Untuk itu kebijakan larangan iklan rokok secara menyeluruh harus
diterapkan untuk melindungi anak dan remaja dari pencitraan produk tembakau
yang menyesatkan.
Pelarangan iklan rokok menyeluruh (total ban) mencakup iklan, promosi dan
sponsorship yang meliputi pelarangan (1) iklan, baik langsung maupun tidak
langsung di semua media massa; (2) promosi dalam berbagai bentuk, misalnya
potongan harga, hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan menggunakan
nama merek atau perusahaan dan (3) sponsorship dalam bentuk pemberian
beasiswa, pemberian bantuan untuk bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga,
lingkungan hidup, dll.
4.
Program Kesehatan Gratis di berbagai daerah
Gonjang-ganjing di panggung politik akhir – akhir ini, baik Pilgub ataupun Pilbup
tak henti- hentinya menghiasi media massa baik Cetak maupun Elektronik.
Seolah menjadi sumber berita yang memberikan “ energi lebih” kepada media
untuk menjadikannya headline setiap hari.
Anggaran itu sudah pasti merupakan produk politik, karena ditetapkan
pemerintah bersama DPR. Membiarkan dokter menumpuk dan berebut cuma di
kota besar, atau mengatur penyebarannya berdasarkan kepentingan Daerah,
contoh lain buah keputusan politik, singkatnya, politik kesehatan atau kebijakan
kesehatan memang akhirnya ditentukan oleh keputusan politik. Kalau kehidupan
politik di suatu Daerah tidak sehat, jangan harap kesehatan masyarakat di
daerah itu akan diurus dengan sehat pula. Politik yang sakit akan membiarkan
rakyatnya sakit.
Contoh paling nyata yang terjadi d a l a m p e n e t a p a n a n g g a r a n u n t u k
kesehatan,
menteri
kesehatan
mengajukan
rancangan
anggaran
P a g e | 11
kepada presiden yang kemudian akan dibahas bersama DPR karena
dalam
penetapan
Anggaran
Belanja
Negara
DPR
mempunyai
wewenang dalam menyetujui maupun menolak terhadap rancangan yang
diajukan tersebut.
D.
Politik Kesehatan dan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu dimensi yang sangat menjadi perhatian
dalam konteks politik kesehatan. UUD kita menegaskan bahwa masyarakat miskin
ditanggung oleh negara termasuk dalam hal jaminan pelayanan kesehatannya.
Berkaitan dengan hal itu menarik untuk menelaah tulisan A.Maulani (peneliti Pusat
studi Asia pasifik ,UGM) yang dimuat di situs Antaranews.com . Dia mengutip
pernyataan mantan Menkes Siti Fadillah Supari “Tuntut rumah sakit yang tidak mau
menerima
pasien
yang
memiliki
kartu
Jamkesmas
(Jaminan
Kesehatan
Masyarakat). Kalau masyarakat miskinnya yang tidak punya Jamkesmas, tuntut
Pemdanya”, dalam sebuah rapat kerja dengan DPRRI (9/02/09).
Pernyataan keras tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa banyak
lembaga kesehatan yang hanya berorientasi ekonomi semata, yang kurang berpihak
masyarakat miskin. Mereka selalu saja menjadi korban bahkan bulan-bulanan oleh
sebuah sistem. Kesehatan dalam konteks ini hanya dipandang sebagai perkara
medis belaka. Fungsi sosial yang seharusnya juga diemban RS ternyata terkikis oleh
hasrat penumpukan laba semata.
Dengan jumlah 35 juta lebih orang miskin di Indonesia, maka sudah saatnya
Negara mengambil prakarsa untuk melindungi mereka agar berbagai lembaga
kesehatan serta hal lain yang terkait seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas,
harga obat, serta dokter tidak justru menjadi mesin yang menggilas mereka yang
P a g e | 12
miskin dan menjadikan siklus kemiskinan kian tak berujung. Itulah kira bentuk politik
kesehatan yang harus dijalankan Negara. Seperti dikatakan Jeffrey Sachs dalam
buku The End of Poverty (2005) bahwa banyak hal yang menyebabkan seseorang
akan semakin terperangkap dalam “jebakan kemiskinan”. Salah satunya adalah
tiadanya human capital di mana salah satu variabelnya adalah dalam wujud akses
kesehatan yang memadai dan terjangkau.
Mengapa komitmen Negara dalam bentuk politik kesehatan menjadi penting?
Perlu dicatat bahwa kondisi orang miskin di negeri ini sudah berada dalam kondisi
seperti yang digambarkan James C. Scott (1983): seperti orang yang terendam
dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun akan
menenggelamkannya. Ombak kecil dalam konteks ini saya kira bisa berupa
mahalnya biaya rumah sakit dan juga obat-obatan.
Pada titik inilah penting mengkorelasikan hubungan antara sektor kesehatan dan
kebijakan politik sebagai bentuk konkrit dari kebijakan kesehatan. Banyak bukti yang
menunjukkan bagaimamana kemiskinan ternyata ikut memperkeruh persoalan
kesehatan. Data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks/HDI)
yang memasukkan tiga parameter penting dalam menghitung tingkat kesejahteraan,
yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. menunjukkan bahwa peringkat
kesejahteraan Indonesia pada tahun 2010 berada di urutan 124 dari 185 negara.
Dibanding Negara-negara ASEAN.
IKM ini mengukur kualitas SDM melalui beberapa indikator yang berupa;
presentase penduduk di bawah garis kemiskinan, angka buta huruf, proporsi
penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum 40 tahun, proporsi penduduk tidak
mempunyai akses terhadap air bersih, serta persentase balita dengan gizi buruk.
P a g e | 13
Mencermati data tersebut tampaknya sudah saatnya kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah juga mempertimbangkan implikasi-implikasinya
terhadap sektor kesehatan. Pemukiman yang sehat, nutrisi yang lebih baik, serta
keringanan biaya kesehatan adalah salah satu bentuk implementasinya.
Karena itu, rumah sakit, baik negeri maupun swasta, harus didorong untuk
melaksanakan proyek penanganan kesehatan khusus di daerah-daerah miskin.
Karena itu program Kementerian Kesehatan yang bersinggungan langsung dengan
masyarakat kecil seperti program Desa Siaga yang mensyarakatkan adanya
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) di dalamnya, Program Poskestren (Pos
Kesehatan Pesantren), Musholla Sehat, dan juga Posyandu perlu didorong dan
dikawal keberlangsungannya sebagai bentuk komitmen pada dunia kesehatan.
Satu hal yang kira penting diketahui bahwa untuk masyarakat yang tinggal
dipedesaan yang terpencil atau pedalaman akses pada layanan kesehatan adalah
barang langka. Karena itu keberpihakan pemerintah dalam bentuk politik kesehatan
untuk mendahulukan serta melindungi mereka yang kurang mampu kiranya adalah
salah satu wujud affirmative action dibidang kesehatan.
Sekali lagi, adalah naïf bila perkara kesehatan lagi-lagi diserahkan pada
mekanisme pasar bebas. Maka peran paling minimal yang bisa dilakukan Negara
adalah lewat kebijakan publik, yang oleh Evans (1998) disebut sebagai custodian
role. Yakni sebuah peran Negara untuk melindungi, mengawasi serta mencegah
prilaku segelintir kelompok yang dapat merugikan masyarakat banyak. Dalam
konteks kesehatan, maka pemerintah wajib melakukan kontrol atas pelayanan
kesehatan yang merugikan masyarakt miskin.
P a g e | 14
Status miskin sama sekali tidak bisa menghapus tugas Negara untuk menjamin
perlindungan atas mereka, apalagi jaminan untuk hidup dalam lingkungan yang
sehat. Masyarakat miskin akan terus-menerus menjadi korban bila kesehatan hanya
diukur berdasarkan kemampuan seseorang dalam mengeluarkan biaya. Karenanya
keberpihakan Negara yang tegas dan jelas harus dibangun agar keseimbangan
hidup rakyat yang selama ini tersisih dan terkoyak bisa pulih kembali.
Penjelasan diatas secara jelas menunjukkan hubungan yang sangat erat antara
poltik kesehatan dan kemiskinan. Tentu para pemimpin politis baik di tingkat Pusat
maupun daerah memahami betul konteks peran negara (pemerintah) dalam
mencover jaminan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai bentuk tanggung jawab
politik, terutama berdasarkan pada isu –isu yang diungkapkan saat kampanye. Bila
ini tidak diperhatikan dan dibenahi, pemerintah akan berutang kepada masyarakat.
Politik kesehatan yang dilaksanakan secara sehat, sistematis, dan sesuai dengan
prinsip good governance tentunya akan selalu menjadi harapan bagi masyarakat
yang telah memilihnya sebagai pemimpin.
E. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan serta Dasar – Dasar Membuat
Kebijakan Kesehatan
1.
Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan
Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti atau
dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan.
Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti
karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan
P a g e | 15
prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil analisis yang mendalam
terhadap berbagai alternatif yang bermuara kepada keputusan tentang alternatif
terbaik. Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak
(tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau
maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran
tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar rencana atau aktifitas suatu negara untuk mengembangkan
kebudayaan bangsanya. Kebijakan Kependudukan, adalah konsep dan garis besar
rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk
dan dinamika penduduk dalam negaranya.
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang menggunakan akal
budinya (berdasar pengalaman dan pangetahuannya); atau kecakapan bertindak
apabila menghadapi kesulitan. Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu keputusan
yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan alasanalasan
tertentu
seperti
pertimbangan
kemanusiaan,
keadaan
gawat
dll.
Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar segala sesuatu yang pernah
ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang kesehatan, kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara soial dan ekonomi.
Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh
WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik,
mental, kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan.
P a g e | 16
Menurut UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Jadi, analisis kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang
relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam
rangka memecahkan masalah kebijakan kesehatan.
2. Dasar – dasar membuat kebijakan kesehatan
Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah hasil pengembangan dari
analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya ilmu pengetahuan dan
kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah akhirnya bidang
kajian analisis kebijakan kesehatan muncul.
Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru, analisis kebijakan kesehatan
memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaannya. Peran dan fungsi itu adalah:

Adanya analisis kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang
fokus pada masalah yang akan diselesaikan.

Analisis kebijakan kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu. Satu
disiplin kebijakan dan kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini analisis
kebijakan kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian menjadi sub
kajian baru dalam khazanah keilmuan.

Adanya analisis kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis
tindakan kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.
P a g e | 17

Memberikan kepastian dengan memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai
atas suatu masalah yang awalnya tidak pasti.

Dan analisis kebijakan kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul
kemudian akibat dari produk kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan.
3.
Kebijakan Kesehatan Di Indonesia
Perubahan politik adalah pedang bermata dua bagi kesehatan. Beberapa
tantangan mempengaruhi sektor ini, serta beberapa sumber dinamisme timbul dari
desentralisasi. Sejak jatuhnya pemerintahan otoriter Soeharto pada tahun 1998
desentralisasi poltik dan fiskal telah menghasilkan satu set kompleks tantangan
pemrograman
kesehatan.
Disatu
sisi,
desentralisasi
pelayanan
kesehatan
menciptakan peluang bagi visioner pemimpin lokal untuk mengembangkan program
kesehatan yang ditargetkan untuk para pemilih. Tetapi juga telah membuat sistem
rentan terhadap politik kekuasaan lokal dan korupsi di centang dan melanggengkan
kesenjangan antara daerah kaya dan miskin.
Fenomena pergantian kabinet baru dan Kepala Daerah berisiko terhadap
berhentinya kebijakan secara nasional ataupun lokal daerah dan jangan sampai hal
ini menjadi hambatan dalam pembangunan kesehatan. Kepala Daerah hendaknya
dipilih yang peduli pada kesehatan sehingga akan mengalokasikan APBD untuk
pembangunan kesehatan di daerahnya.
Desentralisasi
menyebabkan
perubahan
mendasar
dalam
tatanan
pemerintahan sehingga terjadi juga perubahan peran dan fungsi birokrasi mulai dari
tingkat Pusat sampai ke Daerah. Perubahan yang mendasar itu memerlukan juga
pengembangan kebijakan yang mendukung penerapan desentralisasi dalam
mewujudkan
pembangunan
kesehatan
sesuai
kebutuhan
Daerah
dan
diselenggarakan secara efisien, efektif dan berkualitas. Saat ini adalah masa transisi
P a g e | 18
yang sering menimbulkan kebingungan di antara tenaga kesehatan baik di Pusat
maupun Daerah. Sejak diberlakukan Otonomi Daerah secara penuh pada 1 Januari
2001, telah ditemukan berbagai masalah yang sangat kompleks sehingga perlu
penanganan masalah yang komprehensif secara bertahap. Untuk menindak lanjuti
Kebijakan Desentralisasi bidang Kesehatan yang telah disusun pada Januari 2001,
berbagai kegiatan harus dilaksanakan lintas unit utama di Departemen Kesehatan,
oleh karena itu sejak bulan Juli 2001 telah dibentuk Unit Desentralisasi. Unit ini
berfungsi sejak bulan Juli 2001, mekanisme kerja dan tugasnya ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan dan disempurnakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor: 003A/MENKES/SK/I/2003. Unit Desentralisasi dibentuk dengan tujuan untuk
membantu Menteri Kesehatan dalam melakukan analisis dan memberikan alternatif
saran tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang Kesehatan sehingga
dapat menjamin tersedianya pelayanan kesehatan masyarakat terutama bagi
kelompok rentan dan miskin.
a. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat
Isu strategis
A. Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu
belum optimal.
Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua
kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau
oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi.
Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat
P a g e | 19
di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan
kesehatan perorangan belum dapat berjalan dengan optimal.
B. Sistem perencanaan dan penganggaran kementerian kesehatan belum
optimal
Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan
antara Pusat dan Daerah sehingga penganggaran kesehatan masih belum
merata.
C. Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih
kurang memadai
Diperlukan
peningkatan
kapasitas
SDM
daerah
terutama
dalam
perencanaan, peningkatan sistem informasi sehingga yang tadinya
pemahaman terhadap peraturan perundangan terbatasnya serta struktur
organisasi kesehatan yang tidak konsisten dapat dilaksanakan pelayanan
kesehatan yang optimal.
D. Dukungan kementerian kesehatan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan masih terbatas.
Strategi kesehatan di Indonesia
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan
pembangunan kesehatan di tengah beban dan permasalahan kesehatan yang
semakin pelik, dibutuhkan strategi jitu untuk menghadapinya.
Kunci sukses dalam pembangunan kesehatan ke depan, sangat ditentukan oleh
adanya komitmen politis dari semua pihak, baik dari lingkungan eksekutif, legislatif,
maupun dari masyarakat termasuk swasta. Kunci sukses lainnya ditengah
P a g e | 20
keterbatasan
sumber
daya
dalam
hal
pembiayaan
dan
tenaga
adalah
memprioritaskan bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu
dan Anak. Oleh karena itu, 4 strategi utama yang ditempuh, yaitu :
1. Menggerakkan
dan
memberdayakan
masyarakat
untuk
hidup
sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh
masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
2. Meningkatkan
akses
masyarakat
tehadap
pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko
tinggi terlindungi dari penyakit; di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang
kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan
dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau
seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah
sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu.
3. Meningkatkan
sistem
surveillans,
monitoring
dan
informasi
kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan
secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi
kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit
tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak
kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan
kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai
dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang
evidence based di seluruh Indonesia.
P a g e | 21
4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah :
pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat
dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya
pencegahan
dan
promosi
kesehatan;
dan
terciptanya
sistem
jaminan
pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Kebijakan program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
A. Pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE), terdiri dari :
 Mengembangkan media promosi kesehatan
 Mengembangkan pendekatan dan teknologi promosi kesehatan
 Penyebarluasan informasi kesehatan melalui berbagai saluran media
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
program
B. Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi
muda, meliputi:
 Pengembangan Desa Siaga
 Menumbuhkembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat
 Mengembangkan model promosi kesehatan menurut spesifik
C. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, antara lain:
 Peningkatan PHBS
 Peningkatan kapasitas tenaga promosi kesehatan
P a g e | 22
 Mengembangkan kemitraan dgn Lintas Sektor, LSM, Swasta dan
dunia usaha
 Menyusun dan mengembangkan petunjuk pelaksanaan, petunjuk
Teknis dan pedoman promkes dan pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan program lingkungan sehat
A. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan
penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang
dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang
ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam
Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di
daerah.
Strategi
pelaksanaan
yang
diantaranya
meliputi
penerapan
pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia,
kampanye
kesadaran
masyarakat,
upaya
peningkatan
penyehatan
lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring
serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola
pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
B. Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan

. Pengawasan Institusi Pendidikan
Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di
sekolah adalah : Pengendalian faktor risiko lingkungan di sekolah,
Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah dan Pondok Pesantren,
Sosialisasi dan advokasi Kepmenkes 1429/2006 tentang pedoman
P a g e | 23
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah, Penilaian lomba
sekolah sehat

Rumah Sehat
Kegiatan yang dilakukan: menyusun persyaratan kualitas udara di dalam
rumah serta menyusun petunjuk pelaksanaan monitoring kualitas udara di
dalam rumah.
Dalam
pelaksanaan
di
lapangan,
belum
semua
kabupaten/kota
mempunyai peralatan monitoring baik fisik maupun biomaker, untuk
mengukur tingkat pencemaran dan dampaknya pada manusia.

Pengawasan Tempat-tempat Umum
Pengawasan tempat-tempat umum perlu dilakukan karena tempat
berkumpulnya manusia, yang bisa menjadi sumber penularan berbagai
penyakit. Aspek yang dinilai antara lain:
-
Kondisi bangunan meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
pencahayaan, dll
- Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran,
sarana pembuagan air limbah, dan sarana pembuangan sampah.
Tempat-tempat Umum yang diperiksa oleh Petugas sanitarian yang ada
di Puskesmas maupun di Dinas Kabupaten / Kota antara lain : salon,
hotel, pasar, terminal, bioskop, kolam renang/ pemandian umum, sarana
pelayanan kesehatan, tempat rekreasi, dan tempat umum lainnya.
C. Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan
Pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk kesejahteraan
rakyat,
peningkatan devisa
negara, membuka
lapangan
kerja
serta
P a g e | 24
percepatan pembangunan di daerah. Pelaksanaan pembangunan yang tidak
menerapkan pendekatan pembangunan yang berwawasan kesehatan dapat
memberikan efek negatif baik terhadap alam sekitar maupun mahluk hidup
khususnya gangguan kesehatan masyarakat. Faktor risiko lingkungan dan
perilaku masyarakat merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan
timbal balik yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan masyarakat
dan kesehatan lingkungan. Kualitas lingkungan pada rencana kegiatan
pembangunan perlu dikaji secara cermat dan mendalam, sehingga potensi
besarnya
risiko
Penyehatan
terhadap
Lingkungan
kesehatan
dalam
dapat
melakukan
ditanggulangi.
pengendalian
Direktorat
dampak
pencemaran lingkungan fokus pelaksanaan yang perlu dilakukan baik melalui
fasilitasi kepada para pengelola program, advokasi dan sosialisasi kepada
para pengambil keputasan daerah serta penguatan kemampuan melalui TOT
adalah:
- AMDAL / ADKL
Kajian aspek kesehatan masyarakat perlu dikaji secara cermat dan
mendalam,
dengan
metode
pendekatan
analisis
dampak
kesehatan
lingkungan (ADKL) dan metode epidemiologi. Metode analisis dampak
kesehatan lingkungan (ADKL) ini dapat dipergunakan untuk identifikasi
dampak potensial dari suatu hubungan antara parameter lingkungan, media
lingkungan, penduduk yang terpajan dan dampaknya terhadap kesehatan.
- Pengendalian Pencemaran Udara
Saat ini penurunan kualitas udara ambien terutama di kota-kota besar telah
menjadi masalah yang membutuhkan penanganan serius mengingat sudah
pada tingkat yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Penurunan
P a g e | 25
kualitas udara terjadi karena emisi yang masuk ke udara ambien melebihi
daya dukung lingkungan. Lingkungan tidak mampu menetralisir pencemaran
yang terjadi.
Kebijakan program upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan
Salah satu faktor yang diduga turut menjadi penyebabnya adalah
kurang atau bahkan tidak berpihaknya operasional kebijakan dari tingkat
pusat hingga daerah terhadap upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan lebih
mementingkan
upaya
kesehatan
perorangan
(UKP).
Strategi-strategi
kebijakan pembangunan kesehatan yang mengedepankan UKM seperti
Primary Health Care (PHC), gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan,
atau komitmen pencapaian program MDG’s menjadi tidak bermakna karena
lemahnya dukungan penganggaran dan dukungan manajemen dalam
pelaksanaannya. Kegiatan upaya kesehatan yang ada saat ini meliputi :
A. Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya
B. Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas
dan jaringannya
C. Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik
esensial
D. Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurangkurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana
E. Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
P a g e | 26
Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
A. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko penyakit menular
Selain pasien yang telah terinfeksi penyakit menular, masyarakat yang
memiliki risiko tinggi juga perlu diperhatikan, karena masyarakat yang
memiliki risiko tinggi bisa memiliki risiko kapan saja terkena penyakit menular.
Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko terdiri atas:
1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
dan diseminasinya
2. Menyiapkan materi dan menyusun rencana kebutuhan untuk pencegahan
dan penanggulangan faktor resiko
3. Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
sebagai stimulan
4. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
5. Meningkatkan
kemampuan
tenaga
pengendalian
penyakit
untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
6. Melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pencegahan
dan penanggulangan faktor risiko
7. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
8. Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
9. Membina
dan
mengembangkan
penanggulangan faktor risiko.
UPT
dalam
pencegahn
dan
P a g e | 27
10. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyakit
B.Peningkatan imunisasi
Imunisasi sangat penting untuk mencegah dan melindungi seseorang
terjangkit penyakit menular, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
puskesmas dalam hal peningkatan imunisasi yaitu:
1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan diseminasinya
2. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
imunisasi
3. Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan yang
ditujukan terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus sesuai
dengan skala prioritas
4. Menyiapkan materi dan menyusun rancagan juklak juklak/juknis/protap
program imunisasi
5.
Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi
6.
Meningkatkan
kemampuan
tenaga
pengendalian
penyakit
untuk
melaksanakan program imunisasi
7.
Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan imunisasi
8.
Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis peningkatan imunisasi
9.
Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi
10. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan
imunisasi
P a g e | 28
11. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
imunisasi
C.Penemuan dan tatalaksana penderita
Selain kunjungan penderita ke puskesmas, puskesmas harus berperan
aktif dalam penemuan dan kunjungan terhadap penderita. Penemuan dan
tatalaksana penderita terdiri atas upaya bimbingan, pemantauan, dan
evaluasi kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita, serta meningkatkan
kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melaksanakan program
penemuan dan tatalaksana penderita. Di dalam upaya penemuan dan
tatalaksana
penderita
dibutuhkan
kerjasama
antara
masyarakat
dan
puskesmas untuk saling bekerjasama sehingga dapat membangun status
kesehatan pada masyarakat yang optimal dengan pemberantasan penyakit
menular, sebagai contoh seperti kasus TBC yang membutuhkan peran
penting puskesmas. Apabila pasien berhenti dalam masa pengobatan akibat
halangan tertentu atau lalainya pasien dalam kunjungan ke puskesmas untuk
kontrol, maka puskesmas harus aktif mengunjungi rumah penderita, sebab
apabila pasien tersebut berhenti minum obat, maka upaya pemberantasan
TBC dikatakan gagal dan pasien harus mengulang tahap pengobatan mulai
dari awal. Serta apabila pasien terus-terusan memberhentikan pengobatan di
tengah-tangah masa pengobatan, maka akan terjadi resistensi dan hal ini
dapat menyebabkan kemungkinan penyebaran penyakit semakin besar.
Itulah sebabnya, puskesmas terdekat harus mengunjungi rumah pasien agar
dapat menjangkau pasien dan menyukseskan upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular.
P a g e | 29
D.Peningkatan surveilans epidemologi
Surveilans epidemilogi penyakit menular juga merupakan salah satu
upaya
pemberantasan penyakit menular yang penting, karena dengan
surveilans epidemiologi penyakit menular, puskesmas dapat mengetahui
penyebaran dan hubungannya dengan faktor risiko, surveilans epidemiologi
ini dapat mendukung pemberantasan penyakit menular dari data yang
didapat oleh puskesmas itu sendiri. Kegiatan pokok:
1. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundangundangan, dan kebijakan peningkatan surveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/wabah dan diseminasinya
2. Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
3. Menyediakan
kebutuhan
peningkatan
surveilans
epidemiologi
dan
penanggulangan KLB/wabah sebagai stimulan
4. Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman
program surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
5. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan menanggulangi KLB/Wabah,
termasuk dampak bencana
6. Meningkatkan
kemampuan
tenaga
pengendalian
penyakit
untuk
melaksanakan program surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah
7. Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
P a g e | 30
8. Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan
konsultasi
teknis
peningkatan
surveilans
epidemiologi
dan
penanggulangan KLB/wabah
9. Melakukan kajian upaya peningkatan surveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/wabah
10. Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
11. Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah
E. Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
Selain pemberian informasi, pembentukan karakter dan moral terhadap
kalangan muda juga sangat penting untuk membentuk moral dan karakter
yang baik sebagai dasar pembentukan negara untuk berkembang. Meskipun
moral merupakan faktor tidak langsung terhadap penyebaran penyakit
menular terutama penyakit menular melalui hubungan seksual, namun
pembentukan moral sangat penting diberikan kepada generasi muda untuk
tujuan pencegahan penularan penyakit menular hubungan seksual. Selain
itu, pembentukan moral dan karakter bisa mendukung pembangunan negara
yang berimbas kepada tingkat dan status kesehatan bangsa. Upaya selain
promosi yaitu
pemberdayaan masyarakat melalui pos kesehatan pada
puskesmas yang bersumberdayakan masyarakat. Pos kesehatan ini tetap
dikelola oleh puskesmas meskipun yang melaksanakan orang-orang yang
ingin berpartisipasi di dalamnya dengan dibimbing oleh dokter atau bidan
setempat.
Dengan
adanya
pos
kesehatan
yang
bersumberdayakan
P a g e | 31
masyarakat, maka secara otomatis pengetahuan masyakarakat akan
bertambah.
Kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit tidak
menular (PTM)
Pola penyakit yang sekarang berkembang telah menunjukkan terjadinya
kecenderungan masalah kesehatan yang biasa disebut transisi epidemiologi.
Secara garis besar transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola
penyakit dan kematian yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian
yang semula didominasi oleh penyakit infeksi yang masih tetap menjadi masalah
kesehatan, bergeser ke penyakit non infeksi atau penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan baru.
PTM merupakan penyakit yang dapat dicegah apabila faktor risikonya
dikendalikan, sehingga perawatan pasien PTM mencerminkan kegagalan dari
pengelolaan program penanggulangan PTM. Penanggulangan PTM merupakan
kombinasi upaya inisiatif pemeliharaan mandiri oleh petugas, masyarakat dan
individu yang bersangkutan. Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana
mengembangkan
pemeliharaan
sistem
kesehatan
pelayanan
mandiri
yang
pada
dapat
mendukung
masyarakat,
dengan
upaya
lebih
mengedepankan pendekatan promotif dan preventif.
Organisasi
kesehatan
dunia
(WHO)
telah
merekomendasikan
agar
memusatkan penanggulangan PTM melalui tiga komponen utama yaitu
surveilans faktor risiko, promosi kesehatan dan pencegahan serta inovasi dan
P a g e | 32
reformasi
manajemen
pelayanan
kesehatan
yang
diterapkan
secara
integratif/terpadu dan komprehensif/menyeluruh.
Kementerian Kesehatan RI telah merujuk rekomendasi ketiga komponen
WHO tersebut dengan menyusun Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular secara komprehensif. Kegiatan
tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri tetapi harus bersama-sama karena
ketiganya saling terintegrasi.
Upaya
kesehatan
paripurna
yang
terintegrasi
dan
komprehensif
sesungguhnya sudah dicanangkan oleh pemerintah yaitu berupa upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dinas Kesehatan sebagai penggerak
upaya promotif dan rehabilitatif harus semakin giat mengumandangan
pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit yang harus terintegrasi
dengan pelayanan kesehatan yang bertindak selaku lokomotif penggerak upaya
kuratif dan rehabilitatif. Kalau hal ini dapat terwujud, merupakan suatu
keniscayaan visi kesehatan yang ingin membuat rakyat sehat akan dapat
tercapai.
Kebijakan program perbaikan gizi masyarakat
Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) 2015 – 2019 merupakan
acuan bagi seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat dan daerah
dalam melaksanakan pembangunan nasional periode 2015 – 2019, khususnya
dalam bidang kesehatan di laksanakan program sebagai berikut:
P a g e | 33
A. Peningkatan pendidikan gizi
Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi kurang dan masalah
gizi lebih, masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kekurangan persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan ; dan
adanya
daerah
miskin
gizi
(iodium), untuk itu
dilakukan peningkatan
pengetahuan tentang gizi melalui peningkatan komunikasi, imformasi, dan
edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat.
B. Penangulangan KEP, anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekurangan
zat gizi mikro lainnya
Kegiatan ini dilakukan dengan menjangkau kelompok yang membutuhkan
motivasi dan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan yang berlaku, disertai juga
dengan
pelatihan
bagi
staf
medis
dan
perawat
agar
konseling
dan
penanggulangan dapat mencapai hasil yang maksimal. Penanggulangan
masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak
beriodium kepada semua wanita usia subur dan anak usia sekolah dasar
didaerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi
garam dapur.
C. Penanggulangan gizi lebih
Penanggulangan kegemukan dan obesitas perlu dilaksanakan secara
komprehensif pada semua jenjang pendidikan dan melibatkan semua pihak
terkait seperti keluarga, guru, lembaga pendidikan, masyarakat dan dan pusat
pelayanan kesehatan.
P a g e | 34
D. Peningkatan surveilans gizi
Surveilans gizi merupakan kegiatan pengamatan keadaan gizi, dalam
rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi
penduduk dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang keadaan
gizi penduduk, berdasarkan pengumpulan data langsung sesuai sumber yang
ada, termasuk data hasil survei dan data yang sudah ada.
Menurut WHO menggambarkan sistem surveilans gizi sebagai proses yang
berkesinambungan, dengan tujuan antara lain:
1.
Menggambarkan status gizi penduduk, dengan referensi khusus bagi
mereka yang menghadapi risiko
2.
Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk
3.
Mempromosikan
keputusan
oleh
pemerintah,
baik
mengenai
perkembangan normal dan keadaan darurat
4.
Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam
perumusan kebijakan
5.
Memantau dan mengevaluasi program gizi.
E. Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
Gerakan keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) pertama kali dicanangkan tahun
1998 yang dimotori oleh Departemen Kesehatan dengan tujuan agar pada tahun
2000 paling tidak setengah keluarga Indonesia telah menjadi keluarga sadar
gizi. Keluarga sadar gizi jika sikap dan perilaku keluarga dapat secara mandiri
mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya yang tercermin pada pola
konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bergizi seimbang.
Strategi Pemberdayaan Keluarga Mandiri Sadar Gizi sebagai berikut:
P a g e | 35
 Pemberdayaan
pengetahuan,
keluarga
sikap
dan
dengan
perilaku
menitikberatkan
gizi
seimbang,
pada
peningkatan
misalnya
melalui
pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat
 Melakukan advokasi, sosialisasi dam obilisasi para pengambil keputusan,
pejabat pemerintah diberbagai tingkat administrasi, penyandang dan pengusaha
dengan tujuan meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi
ditingkat keluarga
 Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok
profesi lainnya untuk mendukung tercapainya kadarzi
 Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan
untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi.
Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi :
1. menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi
2. mengembangkan, menyediakan, dan menyebar luaskan materi promosi pada
masyarakat, organisasi kemasyarakatan institusi, pendidikan, tempat kerja, dan
tempat-tempat umum.
3. melakukan kampanye secara tehnik menggunakan media efektif terpilih.
4. menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan
dukungan petugas.
Kebijakan program kefarmasian/obat
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2014 tentang
standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas bahwa Pengaturan Standar
P a g e | 36
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan obat dan
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik, hal ini bertujuan untuk:
a.meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b.menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Adapun standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, antara lain :
Perencanaan
kebutuhan,
permintaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan dan pengarsipan, serta
monitoring pengelolaan. Sedangkan pelayanan farmasi klinik antara lain:
pengkajian resep, penyerahan obat, pemberian informasi obat, pelayanan
informasi obat, konseling, visite pasien (untuk rawat inap), pemantauan dan
pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat, evaluasi penggunaan
obat.
Kebijakan program sumber daya kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian pembangunan manusia untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan Goals (tujuan)
pemerintah (nawacita presiden jokowi) antara lain:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara
2. Membuat pemerintah tidak absen (hadir) dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya
P a g e | 37
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
7. Mewujudkan kemandirian eknomi dengan menggerakkan sektor–sektor
strategis ekonomi domestik
8. Melakukan revolusi karakter bangsa
9. Memperteguh Ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
Program peningkatan sumber daya kesehatan yang ada di Indonesia
melalui :
A. Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
B. Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan
terutama untuk penduduk miskin
C. Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit
Kebijakan program dan manajemen pembangunan kesehatan
Program ini bertujuan memberikan masukan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk menunjang pembangunan kesehatan, mendukung perumusan
kebijakan masalah kesehatan, dan mengatasi kendala dalam pelaksanaan
program kesehatan. Sasaran program ini adalah makin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan, gizi, pendayagunaan obat, pemberatasan penyakit dan perbaikan
lingkungan. Makin berkembangnya penelitian yang berkaitan dengan ekonomi
P a g e | 38
kesehatan untuk membantu upaya-upaya mengoptimalkan pemanfaatan biaya
kesehatan dari pemerintah dan swasta. Makin meningkatnya penelitian bidang
sosial budaya dan perilaku hidup sehat untuk mengurangi masalah kesehatan
masyarakat. Kebijakan program dan manajemen pembangunan kesehatan,
antara lain:
A. Pengkajian dan penyusunan kebijakan
B. Pengembangan sistem perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan penyempurnaan administrasi keuangan,
serta hukum kesehatan
C. Pengembangan sistem informasi kesehatan
D. Pengembangan sistem kesehatan daerah
E. Peningkatan jaminan pembiayaan kesehatan
Kebijakan program penelitian dan pengembangan kesehatan
UU
No.
18
Tahun
2002
tentang
Sistem
Nasional
Penelitian,
Pengembangan,Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4219), kegiatannya meliputi :
A. Penelitian dan pengembangan
B. Pengembangan tenaga, sarana dan prasarana penelitian
C. Penyebarluasan dan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan
kesehatan
P a g e | 39
b. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Daerah
Kebijakan oleh aktor politik di daerah (Bupati/Walikota) dapat menetapkan
profesional sebagai manajer puskesmas dalam upaya membuat rakyat sehat,
dengan cara menjaga kesehatan warga diwilayah kerja dapat melakukan kegiatan
untuk membuat rakyat sehat dengan berbagai trobosan program untuk betul-betul
membuat warga masayarakat semakin sehat dan produktif, sehingga akhirnya dapat
berkarya menghasilkan sesuatu sesuai dengan keahlian dan tanggungjawabnya
masing-masing, dengan tidak meninggalkan upaya kuratif. Kebijakan populis lainnya
yang bisa dipikirkan untuk mendorong hal ini, misalnya, melalui pemberian award
bagi manajer Puskesmas dan Rumah Sakit yang telah berhasil memotivasi sejumlah
warga untuk selalu sehat dan produktif melalui berbagai program promotif dan
preventif yang dijalankan dalam tupoksi kedua lembaga ini.
Untuk jangka panjangnya kegiatan yang ideal adalah memprioritaskan pada
upaya promotif, preventif dan protektif dengan tidak meninggalkan upaya kuratif
dengan ukuran yang mudah dan menggunakan indikator-indikator langsung berupa
menurunnya angka kunjungan ke puskesmas, puskesmas pembantu dan Rumah
Sakit(RS) dikarenakan sakit. Fungsi pelayanan dasar harus memprioritaskan dalam
upaya membuat rakyat sehat dan produktif.
Fungsi RS juga harus bergeser yaitu dalam rangka menyehatkan warga
negara dengan Ilmu dan teknologi kedokteran kesehatan, karena RS adalah bagian
dari upaya Sistem Kesehatan Nasional. Dan sebetulnya dalam pakem paradigma
sehat yang utama adalah menjaga yang sehat agar tetap sehat sehingga tidak sakit
dan dapat terhindarkan dari penyakit. Selain tentunya menyembuhkan yang sakit
dan menjaganya agar tidak kembali sakit. Bila penduduk sehat maka mereka dapat
lebih produktif, dapat meningkatkan pendapatan ekonominya dan dapat lebih
P a g e | 40
memiliki kepedulian dalam menjalankan demokrasi. Dan akhirnya rakyat yang sehat
dapat pula memilih wakil mereka yang berkualitas melalui pemilu yang demokratis.
Tentunya rakyat akan menentukan pilihannya yang ditujukan kepada “aktor politik”
yang benar-benar memiliki komitmen untuk membuat warga negara menjadi sehat.
Bentuk intervensi yang cerdas yang dapat dilakukan oleh aktor politik untuk
mencegah agar penduduk tidak sakit, wajib kita dukung.
Upaya
tersebut
dapat
dilakukan
melalui
pendekatan-pendekatan
”perekayasaan” yang positif didasarkan pada pertimbangan sosial-kultural daerah
setempat. Masing-masing daerah dapat pula melakukan perekayasaan kepada
masyarakat untuk selalu hidup sehat dan terhindar dari penyakit. Perekayasaan
yang sederhana dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Di era desentaralisasi ini
dengan penguatan komitmen politik untuk selalu memprioritaskan pembangunan
sektor kesehatan. Upaya strategis lainnya dalah mengimplementasikan penjabaran
UU RI no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di
implementasikan dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk diperluas dalam upaya
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Sehingga kelak kita dapat berharap di media
massa akan terlihat laporan ”neraca kesehatan” dengan persentase semakin
banyaknya warga negara yang terhindarkan dari sakit dan telah dibuat sehat melalui
berbagai kebijakan di hulu.
c. Pendekatan Penyusunan Kebijakan Kesehatan
Pendekatan yang digunakan untuk penyusunan sebuah kebijakan kesehatan
adalah dengan metode “The health policy triangle” / segitiga kebijakan kesehatan.
Kerangka yang digunakan metode ini adalah pentingnya mempertimbangkan
”content, process, context dan actors dalam membuat sebuah kebijakan kesehatan
tentang praktik pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas.
P a g e | 41
Context
Actors
Individuals
Groups
Content
Process
Adapun pendekatan dimaksud adalah :
1) Content / isi kebijakan yang akan dikembangkan dan kebijakan terdahulu yang
akan dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan baru : Kebijakan yang akan
dijadikan sebagai acuan adalah Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang
praktik kedokteran dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perawat Gigi; Kebijakan yang akan
dikembangkan adalah tentang praktik pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
puskesmas.
2) Actor / Pelaku adalah individu/organisasi profesi/pemerintah yang berpengaruh
dan berperan dalam dalam proses penyusunan kebijakan. Pelaku yang terlibat
dalam penyusunan kebijakan ini adalah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Badan Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan (Pusdiknakes) Republik Indonesia, Pusat Promosi Tenaga Kesehatan
P a g e | 42
(Puspronakes) Republik Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),
Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI), Forum Komunikasi Jurusan Kesehatan
Gigi Indonesia, User (Puskesmas/Rumah Sakit), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) bidang kesehatan.
3) Context/Keadaan / kondisi / situasi yang dapat mempengaruhi penyusunan
kebijakan kesehatan adalah Kompetensi perawat gigi yang tertuang dalam standar
profesi mendapat protes dari oraganisasi dokter gigi (PDGI), karena dianggap masih
ada kompetensi perawat gigi yang overlap dengan kompetensi dokter gigi.
4) Process/Proses penyusunan kebijakan kesehatan yang terbagi dalam tahapan
yang berbeda yaitu :
• Identifikasi masalah isu. Pada tahap ini diharapkan kita menemukan isu-isu yang
berkembang dan tidak pernah dibicarakan, sehingga dapat digunakan sebagai
agenda penyusunan kebijakan
• Perumusan kebijakan. Tahap ini diharapkan dapat menemukan siapa saja yang
terlibat dalam perumusan kebijakan, bagaimanakah kebijakan dihasilkan, disetujui
dan dikomunikasikan
• Pelaksanaan Kebijakan Tahap dimana kebijakan yang telah dirumuskan akan
dilaksanakan oleh elemen organisasi di tingkat lokal/daerah.
• Evaluasi kegiatan Diharapkan pelaku pengambil kebijakan dapat menemukan
sesuatu yang terjadi pada saat kebijakan yang dilaksanakan, melakukan
pengawasan apakah tujuan tercapai ? dan apakah terjadi akibat yang tidak
diharapkan pada saat pelaksanaan.
P a g e | 43
d. Fenomena Kesehatan
o
Pola penyakit semakin kompleks
Dari Pola Penyakit Menular lebih kompleks ke Penyakit tidak menular
sehingga kebutuhan pelayanan kuratif (rawat inap) makin meningkat.
o
Sistem pelayanan kesehatan tidak merata
Angka kesakitan & kematian keluarga miskin lebih banyak daripada keluarga
kaya.
o
Kinerja pelayanan kesehatan sektor publik cendrung
Adanya swasta dominasi pelayanan
o
Pendanaan kesehatan cendrung rendah dan tidak merata
Karena sebagian besar dana bukan dari pemerintah tetapi dari dana
kantong pribadi
o
Munculnya penyakit-penyakit baru
Munculnya penyakit baru seperti HIV (provinsi tertentu: industri, tambang,
turism), flu burung atau flu babi
e. Reformasi Sektor Kesehatan
Dalam mengatasi fenomena kesehatan yang didaerah untuk itu diperlukan
reformasi di sektor kesehatan. Pola yang diterapkan adalah desentralisasi yaitu
suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari
urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau
lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya
sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang
dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.
P a g e | 44
Sebelum desentralisasi/Otonomi Daerah, alokasi anggaran kesehatan
dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negoisasi ke propinsipropinsi. Sedangkan pada era desentralisasi dan otonomi daerah, daerah
mempunyai kewenangan yang besar dalam perencanaan dan penganggaran,
karena alokasi anggaran pembangunan melalui formula Dana Alokasi Umum (DAU).
Dalam formula DAU komponen kesehatan secara implisit dianggap sudah masuk
didalamnya walaupun secara ekplisit tidak ada. Akibatnya, secara praktis sektor
kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan anggaran. Sektor kesehatan harus
membuat perencanaan dan penganggaran program kesehatan yang meyakinkan
untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkannya.
Mengapa menggunakan desentralisasi? Karena dengan desentralisasi dapat
Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, Memberikan kesempatan
kepada pemerintahan lokal untuk mengunakan dana pada program yang mereka
pedulika/butuhkan contohnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll, Meningkatan
alur informasi secara cepat, meningkatkan efisiensi, dan Memberdayakan
masyarakat yang potensial seperti pengusaha lokal.
Tujuan menerapkan sistem desentralisasi :
Untuk mencapai tujuan desentralisasi tersebut ditetapkan Kebijakan Desentralisasi
Bidang Kesehatan sebagai berikut:
A. Desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
Dalam hal ini desentralisasi bidang kesehatan harus dapat:
1.
Memberdayakan
dan
meningkatkan
peran
masyarakat
dalam
pembangunan kesehatan, termasuk perannya dalam pengawasan sosial.
P a g e | 45
2.
Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata, tanpa
membedakan antara golongan masyarakat yang satu dengan lainnya,
termasuk menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi kelompok
rentan dan miskin.
3. Mendukung aspirasi dan pengembangan kemampuan Daerah melalui
peningkatan kapasitas, bantuan teknik, dan peningkatan citra.
B. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan didasarkan kepada otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab. Dalam hal ini maka:
1.
Daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan
upaya dan pelayanan kesehatan dengan Standar Pelayanan Minimal
yang pedomannya dibuat oleh Pemerintah Pusat.
2.
Daerah bertanggung jawab mengelola sumber daya kesehatan yang
tersedia di wilayahnya secara optimal guna mewujudkan kinerja Sistem
Kesehatan Wilayah sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional.
C. Desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di Kabupaten
dan Kota, sedangkan desentralisasi bidang kesehatan di Provinsi bersifat
terbatas.
D. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai dengan konstitusi
negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan
Daerah serta antar Daerah. Dalam hal ini maka:
1.
Desentralisasi bidang kesehatan tidak boleh menciptakan dikotomi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat berwenang
dalam
pengembangan
kebijakan,
standarisasi,
dan
pengaturan.
Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan kebijakan, standar dan aturan
tersebut. Sedangkan Pemerintah Provinsi melakukan pengawasan dan
P a g e | 46
pembinaan
atas
pelaksanaan
upaya
kesehatan
oleh
Daerah
Kabupaten/Kota.
2.
Desentralisasi bidang kesehatan diselenggarakan dengan membangun
jejaring antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Pemerintah
Daerah yang saling melengkapi dan memperkokoh kesatuan dan
persatuan bangsa dan Negara Indonesia.
E. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan kemandirian
Daerah Otonom. Pemerintah Pusat berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan
pembangunan kesehatan Daerah dengan meningkatkan kemampuan Daerah
dalam pengembangan sistem kesehatan dan manajemen kesehatan.
F. Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan peran dan fungsi
Badan Legislatif Daerah, baik dalam hal fungsi legislasi, fungsi pengawasan,
maupun fungsi anggaran.
G. Sebagai pelengkap desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan pula
Dekonsentrasi bidang kesehatan yang diletakkan di Daerah Provinsi sebagai
wilayah administrasi. Azas dekonsentrasi ini dimaksudkan untuk memberikan
kewenangan kepada Daerah Provinsi untuk melaksanakan kewenangan
tertentu di bidang kesehatan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
H. Untuk mendukung desentralisasi bidang kesehatan dimungkinkan pula
dilaksanakan Tugas Pembantuan di bidang kesehatan, khususnya dalam hal
penanggulangan kejadian luar biasa, bencana, dan masalah-masalah kegawatdaruratan kesehatan lain.
P a g e | 47
Hambatan dan Tantangan Desentralisasi
Desentralisasi
merupakan
perubahan
fundamental
dalam
sistem
pemerintahan. Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang mendadak
(dalam waktu singkat) sering memberikan respon yang negatif yang dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam pelaksanaan program.
Berdasarkan permasalahan, tantangan dan pengalaman masa lalu diidentifikasi
beberapa isu strategik sebagai berikut:
A.
Komitmen dari semua pihak terkait
Dalam upaya menerapkan desentralisasi dibutuhkan komitmen dari semua
pihak terkait (stakeholders), baik dari lingkungan jajaran Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Legislatif,
masyarakat luas serta mitra Internasional. Karena selama ini belum dirasakan
pemahaman yang sama maka diperlukan:
1. Kesamaan pemahaman akan pentingnya kesehatan dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia sesuai dengan prinsipparadigma sehat dan
pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Upaya untuk meningkatkan citra dan manfaat pelayanan kesehatan bagi
semua lapisan masyarakat sehingga mampu menarik dukungan dan peran
aktif masyarakat.
3. Upaya untuk meningkatkan sumber daya di bidang kesehatan termasuk
pembiayaan, sumber daya manusia pelaksana, sarana dan prasarana
untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan.
P a g e | 48
B.
Kelangsungan dan keselarasan pembangunan kesehatan
Dalam tatanan Otonomi Daerah, keberhasilan Pembangunan Nasional di
bidang kesehatan sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan di
Daerah. Kemandirian masing-masing Daerah dalam pengambilan keputusan
perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemerataan derajat kesehatan antar Daerah
2. Penanggulangan masalah kesehatan lintas batas Kabupaten/Kota, lintas
Provinsi dan lintas Negara.
3. Meningkatkan sinergi antar Daerah untuk meningkatkan daya saing di
arena internasional.
4. Mencegah terjadinya deviasi pasar industri kesehatan.
C.
Ketersediaan dan pemerataan sumber daya manusia kesehatan yang
berkualitas
Ketersediaan sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) yang
berkualitas dan profesional sangat menentukan keberhasilan penerapan
desentralisasi. Pada saat ini jumlah, kualifikasi dan penyebaran SDM
Kesehatan yang tersedia, baik manajerial maupun teknis, masih belum
memadai, khususnya tenaga kesehatan strategis.
Walaupun dalam tatanan Otonomi Daerah masing-masing Daerah memiliki
kewenangan untuk menentukan sendiri kebutuhan, melakukan rekruitmen
dan
mempertahankan
sumber
daya
manusia,
Pemerintah
perlu
memperhatikan agar terjamin keseimbangan distribusi SDM Kesehatan antarDaerah, melalui :
P a g e | 49
1.
Pengembangan
kebijakan-kebijakan
dalam
pengelolaan
SDM
Kesehatan
2.
D.
Pengembangan model-model alternatif pendayagunaan SDM Kesehatan
Kecukupan pembiayaan kesehatan
Kecukupan alokasi pembiayaan kesehatan dalam anggaran pemerintah baik
Pusat maupun Daerah merupakan faktor penting keberhasilan desentralisasi
dalam bidang kesehatan. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memberikan
perhatian khusus untuk mengalokasikan anggaran yang mencukupi bagi
pembangunan
kesehatan
dengan
mempertimbangkan
kemampuan
Pemerintah Daerah dan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini menjadi
makin kritis karena alokasi dana Pusat diberikan dalam bentuk Dana Alokasi
Umum (DAU), sedangkan pembangunan kesehatan belum tentu menjadi
prioritas. Pemerintah Pusat seharusnya menjamin Pemerintah Daerah
mempunyai dana yang cukup untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal
Kewenangan Daerah dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
penerimaan lainnya yang sah. Pemerintah juga harus dapat menjamin
tersedianya pembiayaan bagi kelompok rentan dan miskin serta pelayanan
yang bersifat public goods, kejadian luar biasa dan bencana.
E.
Kejelasan pembagian kewenangan dan pengaturan kelembagaan
Desentralisasi bidang kesehatan mengharuskan perubahan peran dan
kewenangan pemerintah di segala tingkat, dari Pusat sampai ke Daerah. Oleh
karenanya kejelasan peran dan kewenangan di masing-masing tingkat
P a g e | 50
administratif menjadi sangat penting agar penerapan desentralisasi tidak
gagal. Peraturan Pemerintah yang telah diterbitkan masih memerlukan
kejelasan operasional dan penghayatan dari para pelaksana di semua tingkat.
F.
Kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan
Desentralisasi yang berupa penyerahan wewenang pemerintahan kepada
Pemerintah daerah diikuti pula dengan pengalihan sarana dan prasarana
kesehatan. Kelengkapan sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang
ikut menentukan dalam keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Pengalihan sarana dan prasarana hendaknya diikuti penyediaan biaya
operasional dan pemeliharaan yang memadai sehingga dapat menjamin
kelangsungan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
G.
Kemampuan manajemen kesehatan dalam penerapan desentralisasi
Kemampuan
perencanaan
dan
penganggaran,
pelaksanaan
pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi di masing-masing Daerah untuk
mengelola bidang kesehatan yang terdesentralisasi menuju Indonesia Sehat
2010 masih perlu ditingkatkan. Sistem informasi yang merupakan komponen
dari manajemen kesehatan yang terdesentralisasi masih harus terus
dikembangkan. Selain itu, perubahan yang fundamental dalam penerapan
desentralisasi membutuhkan kemampuan dalam pengelolaan proses transisi
dari sistem yang sentralistik ke sistem yang desentralistik.
P a g e | 51
Desentralisasi Kesehatan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota tidak berarti
menghilangkan peran Pusat dan Provinsi. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 25
tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom telah jelas mengatur pembagian kewenangan tetapi berbagai
peraturan perundangan yang menunjang juga perlu dibuat untuk kejelasan landasan
hukum. Selain itu Departemen Kesehatan juga akan menetapkan berbagai pedoman
dan standar yang akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kebijakan
Desentralisasi bidang Kesehatan.
PENUTUP
Kesimpulan
Politik dalam arti kepentingan umum adalah suatu rangkaian azas/prinsip,
keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat
yang akan kita gunakan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Politik Kesehatan
adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam
satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah
wilayah atau negara.
Politik berpengaruh dalam penetapan kebijakan kesehatan karena kegiatan
kepemerintahan secara keseluruhan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
negara merupakan kegiatan politik termasuk juga dalam bidang kesehatan, yang
dimana orang-orang yang bekerja dalam pemerintahan merupakan wakil-wakil dari
partai politik. Dapat diambil contoh yaitu pada kebijakan penetapan anggaran
belanja negara untuk sektor kesehatan, dikatakan kegiatan politik karena kebijakan
P a g e | 52
tersebut berkaitan dengan penyelenggaraan negara dalam hal ini pada sektor
kesehatan.
Namun dewasa ini proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar
dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi
parapengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan
pihaknya. Sehingga makna politik tersebut sudah semakin negatif karena terkadang
kejam, licik, dan menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadi.
Di
Indonesia
diterapkan
sistem
desentralisasi
bidang
kesehatan.
Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan terletak pada prakarsa,
inovasi, dan kesungguhan Daerah dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan
kesehatannya.
Selain
dari
itu,
keberhasilan
pelaksanaan
desentralisasi bidang kesehatan juga ditentukan oleh kemampuan dan kemauan
Pemerintah Pusat dalam membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pembangunan
kesehatan di Daerah tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada kebijakan kesehatan
yang ditetapkan di daerah tersebut. Untuk itu penetapan Kebijakan dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan perlu didukung dengan advokasi terhadap pihakpihak yang berkepentingan (stakeholders).
Tugas Evaluasi
Jelaskan pendapat saudara tentang kesehatan gratis yang ada di Sumatera Selatan
berdasarkan analisa kebijakan politik kesehatan pemerintah pusat dan daerah!
P a g e | 53
Studi Kasus
Desa Sukamaju Kecamatan Cerdas Kabupaten Sehat terletak di Daerah Aliran
Sungai (DAS) dengan jumlah penduduk 2500 Jiwa, 513 Kepala Keluarga, 296 Balita
Ibu Hamil 45 orang. Desa ini memiliki begitu banyak potensi wilayah, seperti
perkebunan, pertanian, dan peternakan. Sebagian besar penduduknya adalah
petani, sisanya wiraswasta dan pengangguran. Partisipasi dan loyalitas warga dalam
melaksanakan berbagai program masih sangat rendah karena latar belakang
budaya di desa ini yang masih menganut kepercayaan sangat berpengaruh dalam
berinteraksi. Dalam hal pendidikan di Desa Sukamaju masih tertinggal jauh
dibandingkan dengan pendidikan di kota, walaupun sarana dan prasarananya sudah
cukup memadai. Kebanyakan masyarakat menggunakan air sungai untuk keperluan
sehari-hari seperti mandi, mencuci, membuang sampah dan lain-lain. Kondisi
kesehatan yang ada masih ditemukan balita dengan gizi buruk, Ibu melahirkan yang
dibantu dukun, penderita penyakit TB Paru masih sangat tinggi dan juga fasilitas
kesehatan yang ada di desa ini hampir tidak pernah dikunjungi oleh masyarakat.
Dari cerita di atas, jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Apa saja yang menjadi masalah kesehatan di desa tersebut?Jelaskan
analisisnya!
2. Jelaskan kebijakan kesehatan apa yang sebaiknya diterapkan!
3. Program Intervensi apa yang bisa mengatasi masalah kesehatan di desa
tersebut?
4. Bagaimana cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap program
kesehatan yang telah diterapkan?
P a g e | 54
Daftar Pustaka
1. Syamsuddin, Nazaruddin. 1995.Pengantar Ilmu Politik R a j a w a l i
P r e s s : Jakarta Varma, S.P.Teori Politik Modern. Rajawali Press : Jakarta
2. https://munawarohhidayati.wordpress.com/2015/04/22/issue-kesehatan-yangberhubungan-dengan-politik/ tanggal 22 Desember 2015
3. Weimer DL dan Vining AR(1999). Policyn
Practicesrdedn.Englewood Cliffs,NJ: Prentice Hall
Analysis
Concepts
and
4. Kent Bust dkk, Making Health Policy./ pada tanggal 28 Desember 2015 di
http://pusdiklat-aparaturkes.net/
5. Killoran A, Swann C, Kelly MP(eds).2006. Public Health Evidence: Tackling
Health Inequalities: Oxford University Press
6. dr. Hardisman. 2014. Analisis Teoris dan Praktis Kebijakan Kesehatan Nasional
Indonesia: Diandra Pustaka Indonesia
7. Husodo, Heru. 2010. Makalah
Masyarakat: HPM FK UGM
Kebijakan
Lingkungan
untuk
Kesehatan
8. Adisasmito, Wiku. 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan
Nasional : FKM UI
P a g e | 55
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan materi
kuliah tentang Kebijakan Politik Kesehatan Pemerintah Pusat dan Daerah
ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap materi ajar ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kebijakan politik kesehatan
pemerintah pusat dan daerah yang ada di Indonesia. Semoga materi ajar sederhana
ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun.
Palembang,
Desember 2015
Penyusun
P a g e | 56
DAFTAR ISI
Halaman Judul. ............................................................................................
i
Kata Pengantar. ...........................................................................................
ii
Daftar Isi. ......................................................................................................
iii
Politik Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat dan Daerah. .......................
1
Pendahuluan. ...............................................................................................
1
Pembahasan. ...............................................................................................
3
A. Pengertian Politik, Kesehatan dan Politik Kesehatan. ...........................
3
B. Hubungan Politik dan Kesehatan. ..........................................................
5
C. Pengaruh Politik terhadap Kesehatan....................................................
5
D. Politik Kesehatan dan Kemiskinan. ........................................................
11
E. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan serta Dasar-dasar Membuat
Kebijakan Kesehatan. ............................................................................
14
5. Kebijakan Kesehatan dan Analisis Kebijakan. ...................................
14
6. Dasar – dasar membuat kebijakan kesehatan. ..................................
16
7. Kebijakan Kesehatan Di Indonesia. ...................................................
17
1. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Pusat. ....................................
18
2. Kebijakan Kesehatan Pemerintah Daerah...................................
39
Penutup. .......................................................................................................
51
Tugas Evaluasi. ............................................................................................
52
Daftar Pustaka. ............................................................................................
54
Download