MEMILIH MODEL BISNIS Penyusun Tarigan (32499098) Josua (32499098) dst AKUNTANSI BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA PROFIT CENTER DAN INVESTMENT CENTER KONSEP DESENTRALISASI Dalam manajemen organisasi, salah satu elemen yang penting adalah model pengambilan keputusan. Menurut pakar manajemen Batemen1, ada dua model pengambilan keputusan yakni sentralisasi dan desentralisasi. Desentralisasi adalah model pengambilan keputusan yang memberikan delegasi atau wewenang kepada otoritas dibagian bawahnya. Sebaliknya sentralisasi pengambilan keputusan akan terpusat di satu titik, seperti pada direktur utama saja. Dalam perubahan lingkungan yang cepat maka organisasi harus cepat merespon perubahan yang ada di lingkungan bisnis, karena lingkungan bisnis yang juga cepat berubah. Dalam konteks ini organisasi harus merespon perubahan tersebut dengan cepat dengan model desentralisasi. Konsep desentralisasi semakin dibutuhkan ketika organisasi bisnis memiliki banyak jenis produk atau memiliki banyak bisnis unit dan layanan. Dalam konteks seperti itu maka sulit bagi organisasi dapat mencapai kinerja yang baik jika menggunakan model sentralisasi2. Menurut Kaplan dari Harvard3, desentralisasi akan membuat pengambilan keputusan dalam setiap level atau bagian akan menjadi lebih baik, karena manajer yang ada didalam bisnis unit lebih memahami isu yang ada daripada direktur utama jika menggunakan sentralisasi. Ketika organisasi memiliki banyak produk, maka product manager akan lebih paham terkait isu khsus dalam mengambil keputusan. Selain itu Kaplan juga berpendapat bahwa desentralisasi juga akan lebih memotivasi karyawan dalam mengembangkan kreativitas dalam masing-masing bisnis unit. Memang dalam bentuk model desentralisasi, organisasi bisnis menghadapi permasalahan sendiri, yakni pertanggungjawaban atas otoritas yang diberikan kepada bawah apakah dilaksanakan dengan baik dan benar. RESPONSIBILITY ACCOUNTING Dengan adanya otoritas yang diberikan maka perlunya pertanggungjawaban secara keuangan, dari aspek biaya pendapatan, laba bahkan aset. Nassar mengatakan bahwa pertanggungjawaban ini disebut pertanggungjawaban akuntansi, menyebabkan adanya aktivitas akuntansi dalam rangka membuat laporan, baik berupa laba rugi, neraca ataupun laporan lainnya4. Menurut Robert Anthony5 dari Harvard Business School, dalam sistem 1 Batemen, Thomas & Snell, Scott. Management: leading & Collaborating in The Competitive World. Eight Edition (2009). McGraw-Hill 2 Al-Bawab, Atef Aqeel. Impact of Decentralization and Responsibility Accounting in Performance Evaluation for The Decentralized Entities at the Yemenian Banks. INTERDISCIPLINARY JOURNAL OF CONTEMPORARY RESEARCH IN BUSINESS. Vol 3, No 11, 2012. 3 Kaplan, Robert & Atkinson, Anthony. Advanced Management Accounting, 1998. 4 Abu Nassar, Mohammed. Managerial Accounting. Dar Wael for Publishing, third edition, 2010. pengendalian manajemen dikenal adanya sistem pertanggungjawaban (responsibility accounting) untuk model desentralisasi yang terdiri atas empat, yakni cost center, revenue center, profit center dan investment center. Menurut Blocher6 model profit center dan investment center adalah yang paling tepat digunakan dalam model pertanggungjawaban desentralisasi. Pendapat Blocher ini juga senada dengan pendapat para peneliti lainnya seperti Christie, Joye dan Watts7. Kedua model ini sangat cocok dalam perubahan lingkungan organisasi yang cepat dan kebutuhan yang koordinasi yang cepat dan akurat antara bagian penjualan dan produksi. Koordinasi ini sangat dibutuhkan untuk dapat merespon perubahan lingkungan bisnis yang cepat. Namun seringkali yang menjadi pertanyaan bagi organisasi bisnis adalah bentuk manakah yang lebih baik antara profit center dan investment center. PROFIT CENTER Profit center merupakan bentuk model pertanggungjawaban desentralisasi dalam bentuk ukuran profit atau laba. Jadi dalam model bisnis bentuk ini maka manajer atau pimpinan tertinggi bisnis unit akan diberikan target berupa profit. Menurut Kaplan8, pimpinan bisnis unit (SBU) dengan model profit center biasanya memiliki tanggung jawab dan otoritas atas proses produksi dan penjualan. Pimpinan SBU mengambil keputusan atas apa yang harus diproduksi, berapa jumlahnya, seperti apa kualitasnya, berapa harga jual dan sebagainya. , Namun pimpinan unit tidak memiliki otoritas untuk memutuskan jenis investasi mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi. INVESTMENT CENTER Sedangkan investment center merupakan bentuk pertanggungjawaban model desentralisasi bukan hanya dalam bentuk ukuran profit namun juga pertanggungjawaban atas aset yang ada. Dalam model bisnis bentuk ini maka manajer atau pimpinan tertinggi bisnis unit akan diberikan target berupa ROI (Return on Investment), ROE (Return on Equity), EVA dan lainnya. PROFIT CENTER VS INVESTMENT CENTER 5 Robert, Anthony & Govindarajan, Vijay. Management Control System. 12th Edition (2006). McGraw-Hill Blocher, Edward; Stout, David and Cokins, Gary. Cost Management: A Strategic Emphasis. Fifth Edition (2010). McGraw-Hill 7 Christiea, Andrew; Joyeb Marc and Watts, Ross. Decentralization of the firm: theory and evidence. Journal of Corporate Finance, 2001. 8 Kaplan, Robert. The Demise of Cost and Profit Centers. Working Papers of Harvard Business School (07-030), 2006. 6 Menurut Dutta dan Reichelstein9 ada 3 jenis model pertanggungjawaban dalam rangka pemilihan antara profit center dan investment center. Dimana hal ini tergantung dari karateristik perlakukan manajemen level atas atau pemilik kepada departemen yang ada. Metode oleh Dutta adalah membagi organisasi bisnis menjadi dua kelompok besar yakni departemen pendukung dan departemen utama. Kemudian membagi perlakukan menjadi sebagai berikut: 1. Centralized Capacity Ownership. Dalam konsep ini, maka memperlakukan kedua departemen pendukung dan utama sebagai sebagai profit center. Karena investasi terpusat pada satu departemen yang memang menangani pembelian aset. Mulai dari perencanaan dan keputusan pembelian terletak pada departemen terpusat ini. Kemudian biaya atas aset akan dibebankan atau “dijual” kepada departemen pendukung dan departemen utama dengan menggunakan transfer pricing. 2. Bilateral Capacity Ownership. Dalam konteks bilateral, departemen pendukung diperlakukan sebagai investment center karena departemen yang akan melakukan investasi aset untuk memberikan layanan kepada departemen utama seperti departemen produksi. Sedangkan departemen utama dapat diperlakukan sebagai profit center dan biaya layanan yang diterima dari departemen pendukung diperlakukan sebagai transfer pricing. 3. Divisional Capacity Ownership. Dalam bentuk yang ketiga, kedua departemen, baik pendukung dan utama diperlakukan sebagai investment center. Bentuk mana yang terbaik? Jawabannya tentu saja tergantung dari keptusan manajemen tingkat atas dan pemilik seperti yang telah didiskusikan. Semakin manajemen level atas ingin meningkat derajat desentralisasi maka seharusnya adalah memperlakukan unit bisnis baik pendukung maupun utama sebagai investment center atau divisional capacity ownership. Jadi hal ini tergantung bagaimana manajemen dan pemiliki melihat urgensi atas tingkat desentralisasi yang dibutuhkan organisasi bisnis. Jika melihat pada kajian pakar cost management yaitu Blocher10 dalam konteks pilihan antara profit center dan investment center, maka pakar ini mengatakan jika unit bisnis yang dimiliki oleh perusahaan banyak atau terlalu jamak, maka akan lebih baik menggunakan investment center. Jadi semakin banyak unit bisnis yang dimiliki organisasi, maka pilihan model investment center adalah yang terbaik. Karena dengan model investment center akan mengurangi misleading terkait dengan efektifitas penggunaan aset yang ada dalam menghasilkan profit. Dalam profit centre aspek ini kurang terlihat karena hanya dievaluasi terkait dengan profit yang dihasilkan saja. 9 Dutta, Sunil & Reichelstein, Stefan. Decentralized Capacity Management and Internal Pricing. Working Papers Stanford University, 2009. 10 Blocher, Edward; Stout, David and Cokins, Gary. Cost Management: A Strategic Emphasis. Fifth Edition (2010). McGraw-Hill Seirama dengan pendapat Blocher, para peneliti Christie, Joye dan Watts11 mengatakan semakin besar potensi dari bisnis unit untuk berkembang dengan melihat peluang pasar yang ada, maka semakin baik bagi bisnis unit untuk menjadi investment center. Dibawah ini merupakan kerangka yang lebih lengkap yang dikembangkan oleh Hansen dan Mowen12, Jensen13 dan juga Kaplan14 dari Harvard Business School. Kerangka tersebut dapat digunakan dalam menganalisa kebutuhan antara model bisnis unit yang ada dengan menganalisa berdasarkan 6 faktor yang ada. 11 Christiea, Andrew; Joyeb Marc and Watts, Ross. Decentralization of the firm: theory and evidence. Journal of Corporate Finance, 2001. 12 Hansen & Mowen. Management Accounting. Thomson South-Western, 2007. 13 Jensen, Michael and Meckling, William. Spesific and General Knowledge, and Organizational Structure. Journal of Applied Corporate Finance, Fall 1995. 14 Kaplan, Robert. The Demise of Cost and Profit Centers. Working Papers of Harvard Business School (07-030), 2006.