- Repository UNPAS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian secara luas tentang konsep dan kajian
hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya yang digunakan dalam
mendukung penelitian yang dilakukan melalui pembahasan mengenai variabelvariabel yang diteliti dalam penelitian ini. Beberapa hasil penelitian yang
mengkaji dimensi, aspek dan unsur dari fungsi adminstrasi secara luas diuraikan
sebagai berikut :
2.1.1. Penelitian Sancoko
Hasil penelitian Sancoko (2010) yang berjudul Pengaruh Kualitas Sumber
Daya Manusia terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor KPPN Jakarta I
lebih menyoroti masalah pelayanan publik di kantor tersebut. Jenis penelitian
deskriptif dengan populasi seluruh pegawai, termasuk pegawai kantor/satuan kerja
instansi pemerintah dan bendahara/staf kantor/satuan kerja instansi pemerintah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan menggunakan
metode sampling insindental terhadap 148 resonden. Penilaian kualitas pelayanan
KPPN Jakarta I yang paling besar peningkatannya dirasakan oleh pelanggan
adalah dimensi tangibles yang berhubungan dengan sarana dan prasarana.
Dimensi ini merupakan dimensi atas faktor yang tampak di mata pelanggan
(fisik). Sementara dimensi reliability, responsiveness, assurance dan emphaty
yang berhubungan dengan Sumber Daya Manuasia (SDM) lebih rendah
peningkatannya dibanding dimensi tangibles. Empat dimensi pelayanan yang
10
11
terakhir pelaksanaannya tergantung pada faktor manusia. Penilaian paling rendah
dirasakan oleh pelanggan adalah peningkatan pelayanan pada dimensi emphaty.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah kualitas sumber daya mansuia
berhubungan dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
2.1.2. Penelitian Loka
Hasil penelitian Loka (2010) yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten
Jembrana Bali. Penelitian tersebut menyoroti faktor yang mempengaruhi
keberhasilan reformasi birokrasi seperti kualitas sumber daya manusia dan
manajemen pengelolaan dana. menggunakan metode deskriptif studi kasus yang
memberikan gambaran mengenai fenomena sosial yang diteliti atau untuk
memberikan gambaran mengenai kasus fenomena sosial tertentu. Metode
kualitatif analisis wacana (studi kasus) bertujuan untuk meneliti perilaku, sifat,
cirri-ciri, peranan dari seorang atau sekelompok unit tertentu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam
melakukan reformasi, tentunya terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi dari
keberhasilan tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
reformasi birokrasi Pemerintah Kabupaten Jembrana dapat dijelaskan dibawah
iniadanya komitmen kepala daerah dan peranannya dalam usahanya melakukan
reformasi birokrasi, pemberdayaan sumber daya manusia birokrasi dan
manajemen pengelolaan dana/anggaran.
12
2.1.3. Relevansi Dengan Hasil Penelitian Terdahulu
Relevansi hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, secara singkat dapat disajikan dalam tabel berikut
dibawah ini :
Tabel 2
Relevansi Hasil Penelitian Terdahulu Dengan Tesis Peneliti
No
1
2
Nama
Peneliti
Sancoko
(2010)
Loka
(2010)
Judul Penelitian
Pengaruh
Kualitas Sumber
Daya Manusia
terhadap
Kualitas
Pelayanan
Publik di Kantor
KPPN Jakarta I
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Keberhasilan
Reformasi
Birokrasi
Pemerintah
Kabupaten
Jembrana Bali
Sumber
Teori Yang
Digunakan
- Kualitas
Sumber
Daya
Manusia
(Ndaraha,
2009)
- Kualitas
Pelayanan
(Tjiptono,
2008:172)
- Reformasi
Birokrasi
(Sedarmaya
nti, 2009)
- Kualitas
Sumber
Daya
Manusia
(Ndaraha,
2009)
- Manajemen
Dana
(Bambang
Riyanto,
2001)
Teori yang
digunakan Peneliti
- Reformasi
Birokrasi
(Sedarmayanti,
2009)
- Pemberdayaan
Sumber Daya
Manusia
(Rasyid dan
Syahril, 1997)
- Kualitas Kerja
(Hasibuan, 2008)
- Reformasi
Birokrasi
(Sedarmayanti,
2009)
- Pemberdayaan
Sumber Daya
Manusia
(Rasyid dan
Syahril, 1997)
- Kualitas Kerja
(Hasibuan, 2008)
Perbedaan dan
Persamaan dengan
Penelitian ini
- Variabel bebas dan
variabel terikat yang
digunakan
berbeda
dalam
penempatan
variabel bebas dan
terikatnya meskipun
tentang
kualitas
sumber daya manusia
- Teori, lokus dan focus
penelitian berbeda
- Variabel bebas dan
variabel terikat yang
digunakan
berbeda
dalam
penempatan
variabel bebas dan
terikatnya meskipun
tentang
reformasi
birokrasi
- Teori, lokus dan focus
penelitian berbeda
Keterkaitan kedua penelitian terdahulu dengan yang dilakukan peneliti,
bahwa penelitian Sancoko (2010) membahas masalah kualitas sumber daya
manusia namun berbeda dalam penempatan variabel bebas dan terikatnya. Selain
itu teori dan lokus serta fokus penelitianpun berbeda. Adapun penelitian Loka
13
(2010) variabel bebasnya kualitas kerja pegawai dan manajemen dana sedangkan
variabel terikatnya reformasi birokrasi yang dalam penelitian penulis dijadikan
sebagai variabel bebas. Atas perbedaan-perbedaan tersebut, maka penelitian kedua
peneliti terdahulu dengan peneliti akan berbeda, sehingga tingkat originalitasnya
secara akademis tetap terjaga.
Berdasarkan dua penelitian diatas, peneliti memandang perlu dilakukan
analisis pengaruh reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM secara bersamasama terhadap kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan
Pelatihan Daerah Kota Banjar yang merupakan salah satu organisasi publik dan
mempunyai permasalahan yang sama dalam pencapaian kualitas kerja
pegawainya.
Setelah memahami berbagai persamaan dan perbedaan antara penelitian
terdahulu, maka tampak tingkat keaslian penelitian ini sehingga penelitian
terdahulu menjadi daya dukung dan memberikan inspirasi bagi peneliti untuk
menghasilkan penelitian yang berkualitas dan orisinal.
2.1.4. Lingkup Administrasi dan Implementasi Kebijakan Publik
Sebelum menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kualitas sumber
daya manusia, reformasi birokrasi dan kualitas kerja pegawai terlebih dahulu
dikemukakan lingkup administrasi publik dan implementasi kebijakan publik
sebagai konsep mengemukakan pendapat para ahli. Disamping itu untuk
memperkuat kajian teoritik yang berkaitan dengan pemahaman administrasi
/publik dan implementasi kebijakan publik sebagai ciri bahwa tulisan ini
membahas tentang kajian administrasi publik. Bahasan secara detail diuraikan
dalam paragraph-paragraf dibawah ini :
14
a. Administrasi Publik
Beberapa pengertian administrasi menurut beberapa pakar dikemukakan
berikut ini. Menurut Herbert A. Simon dalam Thoha (2009:11) “administration
can be defined as the activities of group cooperating to accomplish common
goals” yang memiliki arti bahwa administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan
dari kelompok orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Luther Gulick dalam Syafiie dkk (1999:14) “administration has to do
with getting things done, with the accomplishment of defined objectives” yang
diartikan bahwa administrasi berkenaan dengan penyelesaian hal apa yang hendak
dikerjakan, dengan tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan
menurut The Liang Gie dalam Thoha (2009:12) “Administrasi adalah segenap
proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia
untuk mencapai tujuan tertentu”.
Dari beberapa pengertian administrasi yang disampaikan para pakar di
atas, terdapat beberapa kata kunci yang terkandung dalam pengertian administrasi
yaitu kerjasama, sekelompok orang dan mencapai tujuan tertentu.
Definisi administrasi publik menurut John M. Pfiffner dkk dalam Syafiie
dkk (1999:25) adalah :
1. Publik administration involves the implementation of publik policy
which has been determine by representative political bodies.
2. Publik administration may be defined as the coordination of
individual and group efforts to carry out publik policy. It is mainly
accupied with the daily work of governments.
3. In sum, publik administration is a process concerned with carrying
out publik policies, encompassing innumerable skills and techniques
large numbers of people.
15
Jadi menurut Pfiffner dan Presthus antara lain sebagai berikut :
1. Administrasi publik meliputi implementasi kebijakan pemerintah yang
telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.
2. Administrasi publik dapat didefinisikan koordinasi usaha-usaha
perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah.
Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.
3. Secara global, administrasi publik adalah suatu proses yang
bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah,
pengarahan kecakapan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya,
memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa
administrasi publik merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang telah
ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik melalui koordinasi usaha-usaha
perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dengan
pengarahan kecakapan teknik-teknik terhingga jumlahnya, memberikan arah dan
maksud terhadap usaha sejumlah orang.
Adapun definisi administrasi publik menurut Felix A. Nigro dan Lloyd G.
Nigro dalam Syafiie dkk (1999:25) adalah :
1. (Publik Administration) is Cooperative group effort in publik setting.
2. (Publik Administration) covers all three branches : executive,
legislative and judicial, and their interrelationships.
3. (Publik Administration) has an important role formulating of publik
policy and is thus a part of the political process.
4. (Publik Administration) is closely associated with numerous private
groups and individuals in providing services to the community.
5. (Publik Administration) is different in significant ways from private
administration.
Jadi menurut Nigro bersaudara ini :
1. (Administrasi Publik) adalah suatu kerjasama kelompok dalam
lingkungan pemerintahan.
2. (Administrasi Publik) meliputi ketiga cabang pemerintahan :
eksekutif, legislatif dan yudikatif serta hubungan di antara mereka.
16
3. (Administrasi Publik) mempunyai peranan penting dalam perumusan
kebijaksanaan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari
proses politik.
4. (Administrasi Publik) sangat erat berkaitan dengan berbagai macam
kelompok swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan
kepada masyarakat.
5. (Administrasi Publik) dalam beberapa hal berbeda pada penempatan
pengertian dengan administrasi perseorangan.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa
Administrasi Publik adalah suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan
pemerintahan mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan
pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik. Dengan
demikian Pendapat para ahli tersebut secara implisit menganggap bahwa
administrasi publik berperan dalam proses kebijakan publik.
b. Kebijakan Publik
Wahab (1997:3) memandang bahwa kebijakan, ialah :
“Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan”.
Pendapat tersebut memberi gambaran bahwa seseorang atau kelompok
dalam memberikan masukan untuk mencapai tujuan karena adanya hambatanhambatan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.
Friedrick dalam Islamy (2000:17) mendefinisikan kebijakan, sebagai
berikut :
“....serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap usulan
kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
17
Pendapat tersebut memberi gambaran bahwa suatu tujuan tertentu yang
diharapkan dari hasil pelaksanaan suatu kebijakan akan membawa suatu
lingkungan yang mampu menyelesaikan berbagai hambatan dan kesempatan yang
lebih baik.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy (2000:17)
bahwa kebijakan itu, adalah “Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.”
Pengertian kebijakan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai
suatu tindakan dari program yang dipilih dan dilaksanakan oleh pemerintah dan
berpengaruh terhadap sejumlah besar manusia dalam rangkan mencapai tujuan
yang telah ditentukan dan sasaran yang diinginkan.
Wahab (1997:4) mengemukakan bahwa:
Kebijakan dekat dengan tindakan-tindakan politik yang berorientasi dalam
suatu negara maka kebijakan publik diidentikkan atau disama artikan
dengan kebijakan negara. Kebijakan publik banyak didefinisikan, namun
sulit mendapat definisi yang benar-benar memuaskan. Kebijakan publik
tidak mempunyai bentuk yang pasti dan secara konseptual selalu
berkembang.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kebijakan merupakan tindakantindakan politik yang mempunyai bentuk yang pasti dan secara konseptual selalu
berkembang dan berorientasi dalam suatu negara.
Sedangkan Dye (1978:17) menjelaskan kebijakan publik merupakan upaya
untuk memahami dan mengartikan :
a. Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) pemerintah mengenai suatu
masalah.
b. Apa yang menyebabkan atau mempengaruhinya.
c. Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut.
18
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa Kebijakan sebagai sebuah
ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh prilaku, konsisten serta berulang, baik
dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya.
Berkaitan dengan definisi atau perumusan kebijakan yang dikemukakan di
atas, lebih lanjut Anderson dalam Islamy (2000:19) mengatakan “Kebijakan
negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah.”
Pengertian kebijakan sebagaimana disebutkan diatas, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan negara (publik policy) itu adalah serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat.
Pengertian konsep-konsep kebijakan tersebut diatas, telah membedakan
secara tegas antara penetapan dari kebijakan (policy) dan keputusan (decision)
yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia untuk
diimplementasikan dan mempunyai implikasi sebagaimana dinyatakan Islamy
(2000:20), sebagai berikut :
a. Bahwa kebijakan negara itu dalam bentuk perdananya berupa
penetapan tindakan-tindakan pemerintah.
b. Bahwa kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.
c. Bahwa kebijakan negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan
tujuan tertentu.
d. Bahwa kebijakan negara itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan agar tujuan kebijakan tercapai,
pemerintah harus melakukan suatu aksi yang merupakan implementasi kebijakan.
19
Pada penelaahan suatu proses kebijakan terdapat aspek yang penting dari
keseluruhan proses kebijakan berupa implementasi kebijakan sebagai suatu
pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan dan diputuskan oleh pengambil
keputusan dari sejumlah alternatif yang tersedia. Islamy (1997:59) menjelaskan
lebih lanjut :
“Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam
prosedur-prosedur rutin melalui saluran birokrasi, melainkan
menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh
apa dari suatu kebijakan”. Oleh karena itu dapat dikatakan
implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan
proses kebijakan”.
Hal ini dipertegas oleh Udoji dalam Islamy (1997:59) bahwa “Pelaksanaan
kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting daripada
pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa mimpi atau
rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa konsep
kebijakan berkaitan dengan hubungan antara penguasa, pemimpin dan yang
dikuasai. Dalam hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan Edward (1980:1)
menyebutkan bahwa :
“Implementasi kebijakan, seperti kita lihat, adalah tahapan dari
pembuatan kebijakan diantara suatu kebijakan yang telah ada seperti
bagian tindakan dari legislatif, penetapan peraturan pemerintah,
penyampaian penetapan peradilan atau pengumuman dari suatu
undang-undang dan konsekuansi dari orang-orang yang
mempengaruhinya”.
Sesuai dengan kenyataan bahwa pembangunan dengan prioritas pada
pengembangan SDM akan lebih berarti dan akan seimbang bilamana aparaturnya
meningkatkan mutu dan kualitasnya.
20
Pengertian proses implementasi ditegaskan kembali oleh Grindle (1980:8)
yaitu “Yang terpenting dalam proses implementasi adalah kenyataan bahwa
keputusan dibuat pada tahap formulasi yang mempunyai pengaruh kuat pada
implementasi”. Ditambahkan pula oleh Samodra (1994:4) dalam proses
implementasi tersebut birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan
menjadi program dengan demikian program dapat dipandang sebagai kebijakan
birokrasi, karena dirumuskan oleh birokrasi dan oleh karena itu membawa
kepentingan para birokrat. Kebijaksanaan birokrasi menjadi kebijaksanaan
(politik) lebih operasional dan siap dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan yang
diungkapkan Dunn dalam Samodra (1994:4) bahwa :
“Didalam proses kebijakan terdapat tidak saja perilaku administratif
dan operasional, melainkan juga perilaku agar program menjadi lebih
operasional lagi, maka program dirumuskan sebagai proyek. Setelah
diterjemahkan sebagai program dan proyek lalu diikuti dengan
tindakan fisik, kebijakan menimbulkan suatu konsekuensi (hasil, efek
atau akibat)”.
Dunn (1998:513) membedakan dua jenis hasil kebijakan, yaitu :
“Keluaran (output) dan dampak (impact). Keluaran kebijakan adalah
barang, layanan atau sumberdaya yang diterima oleh kelompok
sasaran atau kelompok penerima (beneficiareis). Sedangkan dampak
kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap
yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut”.
Pengertian kebijakan publik dari beberapa pakar ini dapat disimpulkan
sebagai serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah
yang mempunyai tujuan atau berorientasi tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat. Kebijakan publik ini akan menjadi efektif bila dilaksanakan
dan mempunyai dampak positif bagi anggota masyarakat.
21
2.1.5. Lingkup Reformasi Birokrasi
Sedarmayanti (2009:67) mengungkapkan reformasi merupakan proses
upaya sistematis, terpadu dan komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata
kepemerintahan yang baik. Good Governance (tata kepemerintahan yang baik)
adalah :
“Sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi
yang produktif dan konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang,
setiap jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat, disertai
aturan tentang kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap
kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat. Pemberi
mandat, pada sektor swasta adalah para pemegang saham, pada sektor
publik adalah rakyat”.
Menurut pembahasan di atas birokrasi adalah suatu organisasi formal yang
diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian dan unsur yang terdiri dari pakar yang
terlatih. Biasanya organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang
menekankan unsur tata susila, pengetahuan teknis dan tata cara impersonal.
Birokrasi juga dapat berarti alat kontrol yang memiliki hierarki yang berbeda
dengan organisasi. Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar
merupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas
pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan.
Max Webber dalam Albrow (2005:45) meyakini bahwa birokrasi adalah
hal yang semakin penting. Birokrasi memiliki seperangkat karakteristik seperti
ketepatan, kesinambungan, displin, kekerasan, keajegan (realibilitas) yang
menjadikannya secara teknis merupakan bentuk organisasi yang paling
memuaskan, baik bagi para pemegang otoritas maupun bagi semua kelompok
kepentingan yag lain. Perkembangan bentuk-bentuk organisasi modern di semua
22
bidang
(negara,
gereja,
tentara,
partai,
ekonomi,
kelompok-kelompok
kepentingan, perkumpulan-perkumpulan sukarela, badan –badan donatur atau
bentuk lainnya). Secara sederhana, identik dengan perkembangan dan peningkatan
yang berkesinambungan tentang administrasi birokratik.
Selanjutnya, dalam Sedarmayanti (2010:68) konsep birokrasi pertama kali
dikemukakan oleh Gournay (1712-1759) ahli ekonomi, John dkk kemudian Max
Weber yang menyatakan ciri birokrasi :
1. Pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal.
2. Sistem peraturan, ditetapkan terlebih dahulu untuk segala tugas yang
dijalankan pegawai, untuk memastikan keseragaman pelaksanaan
tugas dan menyesuaikan berbagai tugas.
3. Kewibawaan tersusun berdasarkan hierarki, seperti bawahan diawasi
atasan, hubungan subordinat ditentukan aturan tertentu.
4. Tata cara impersonal, seorang pegawai melaksanakan tugasnya
secara formal dan impersonal, artinya berdasarkan aturan tertentu
tanpa diikuti emosi, kemarahan/kegairahan.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa suatu birokrasi mempunyai ciri
adanya pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal, sistem peraturan,
kewibawaan tersusun berdasarkan hierarki, dan seorang pegawai melaksanakan
tugasnya secara formal dan impersonal.
Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kerja melalui
berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisien, dan akuntabilitas. Reformasi
birokrasi berarti :
1. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap dan pola tindak).
2. Perubahan penguasa menjadi pelayan.
3. Mendahulukan peranan dari wewenang.
4. Tidak berfikir hasil produksi tetapi hasil akhir yang dicapai.
5. Perubahan manajemen kerja.
23
6. Memantau percontohan reformasi birokrasi, mewujudkan pemerintahan yang
baik, bersih, transparan dan profesional, bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa reformasi birokrasi berarti
perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap dan pola tindak), perubahan
penguasa menjadi pelayan, mendahulukan peranan dari wewenang, tidak berfikir
hasil produksi tetapi hasil akhir yang dicapai, perubahan manajemen kerja, dan
mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan dan profesional, bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Reformasi birokrasi menurut Sedarmayanti (2010:68) hanya dapat
dilakukan melalui empat cara sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Penataan kelembagaan, struktur organisasi ramping dan flat (tidak
banyak jenjang hierarkis dan struktur organisasi lebih dominan
pemegang jabatan profesional/fungsional dari pada jabatan
struktural).
Penataan ketatalaksanaan, mekanisme, sistem, dan prosedur
sederhana/ringkas, simpel, mudah dan akurat, serta derajat presisi
yang tinggi melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja
memadai.
Penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai
kebutuhan organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional,
kompeten, beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas,
kerja berkualitas, efektif, efisien, dan kondusif.
Pelayanan dan kualitas pelayanan, pelayanan prima (cepat, tepat,
adil, konsisten,transparan, dan lain-lain), memuaskan pelanggan
mewujudkan Good Governance (tata kepemerintahan yang baik).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa reformasi birokrasi dapat dilakukan
melalui Penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya
manusia aparatur, dan Pelayanan dan kualitas pelayanan.
24
2.1.6. Lingkup Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Pemberdayaan secara
etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan
sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan ber- menjadi “berdaya”
artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal (cara dan
sebagainya) untuk mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan akhiran pe-an
sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha atau proses
menjadikan untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau melakukan
sesuatu. Berdasarkan definisi tersebut maka pemberdayaan adalah usaha untuk
membuat mampu, membuat dapat bertindak atau melakukan sesuatu.
Menurut Rob Brown (2004:16) mengungkapkan pemberdayaan erat
hubungannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu dimiliki oleh
individual. Oleh karena itu empowerment terjadi “When power goes to employees
who the experience a sense of ownership and control over”. Hal tersebut dapat
diartikan ketika kekuasaan berada pada karyawan yang berpengalaman ia akan
merasa memiliki tanggungjawab penuh dan kontrol atas kekuasaannya tersebut.
SDM merupakan faktor yang sangat penting untuk setiap usaha, begitu
pula untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya sebenar-benarnya.
Banyak defenisi yang dapat digunakan untuk mendefenisikan SDM. Menurut
Susilo (2002:3) ”Sumber daya manusia adalah pilar penyangga utama sekaligus
penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi dan
tujuannya”.
25
SDM harus didefinisikan bukan dengan apa yang SDM lakukan, tetapi apa
yang SDM hasilkan, maka dari itu, SDM merupakan faktor yang penting bagi
setiap usaha. Menurut Tambunan (2003:15) sumber daya manusia yang
berkualitas akan menentukan kejayaan atau kegagalan dalam persaingan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa SDM merupakan
faktor yang sangat penting untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya
sebenar-benarnya. Menurut Sedarmayanti (2000:123) mengemukakan bahwa :
“Pemberdayaan Sumber Daya Manusia merupakan salah satu upaya yang wajib
dilakukan bagi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki
kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan
dan tekhnologi serta kemampuan menajemen”.
Dari definisi diatas dapat diambil beberapa hal penting dari pengertian
pemberdayaan, yaitu dapat meningkatkan mutu SDM yang berkualitas dan
produktif serta dapat mengisi lapangan kerja dan mampu pula menciptakan dan
memperluas kesempatan kerja. Ada beberapa perbedaan definisi pemberdayaan
SDM yang dikemukakan oleh para ahli menurut Tjiptono (2000:128) menyatakan
bahwa “Empowerment atau pemberdayaan dapat diartikan sebagai perlibatan
karyawan yang benar-benar berarti (signifikan)”.
Pendapat di atas bahwa pemberdayaan sangat memperhitungkan karyawan
yang memiliki profesional dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Stewart yang diterjemahkan oleh Hardjana (2006:22) menyatakan
bahwa “Empowerment adalah suatu cara yang amat praktis dan prodiktif untuk
mendapatkan yang terbaik dari diri kita dan staf kita”. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa pemberdayaan merupakan cara yang sangat produktif untuk
26
menghasilkan
individu
dan
karyawan
berkualitas.
Sedangkan
menurut
Atmosoeprapto (2002:64), menjelaskan tentang pemberdayaan sumber daya
manusia sebagai berikut :
“Pemberdayaan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran harus
bermuara pada terwujudnya manusia yang mampu mengaktualisasikan
dirinya”. Seorang pemimpin (manager) apapun tingkatannya, sesungguhnya
mempunyai kemampuan “pemberdayaan” itu, tetapi boleh jadi tidak pernah
menggunakannya, mengapa?.Mungkin karena tidak pernah menyadari
bahwa sebenarnya bisa melakukan hal tersebut”.
Dari beberapa definisi di atas, peneliti akan memberikan pengertian
mengenai pemberdayaan SDM yaitu sebagai berikut :
a. Pemberdayaan sesungguhnya meningkatkan keberhasilan manajer dengan cara
memberikan kekuasaan kepada orang lain.
b. Pemberdayaan tidak akan mendatangkan mukjizat, namun akan menunjukan
suatu cara agar dapat mencapai hasil-hasil yang lebih baik dari pada yang
selam
ini
dilakukan
asalkan
kita
bersedia
mencoba
dan
terus
menyempurnakannya.
Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki
SDM dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang
nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih
tinggi di era yang selalu berubah.
2.1.7. Lingkup Kualitas Kerja Pegawai
Menurut Tjiptono (2008:174) “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan Casmita (2003:28) menyebutkan
27
bahwa “Kualitas adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi pelanggan”.
Kedua pendapat diatas dapat diartikan bahwa kualitas sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi harapan pelanggan berupa produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang berguna dalam waktu yang berkelanjutan.
Kotler (2008:83) mendefinisikan bahwa “Kerja adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diartikan bahwa kerja merupakan
wujud perilaku dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan dan sesuai dengan
harapan yang telah ditentukan sebelumnya.
Marcana (2006:21) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas
kerja yaitu “Kualitas kerja adalah wujud perilaku atau kegiatan yang dilaksanakan
sesuai dengan harapan dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai secara
efektif dan efisien”. Sedangkan pendapat Heidjrachman dan Husnan (2003 ; 23)
mengungkapkan “Kualitas kerja pegawai adalah seorang pegawai yang memenuhi
syarat kualitatif yang dituntut oleh pekerjaannya, sehingga pekerjaan itu benarbenar dapat diselesaikan”.
Kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas kerja SDM perlu
dikembangkan secara terus menerus agar diperoleh kerja SDM yang berkualitas
dalam arti yang sebenarnya, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan akan
menghasilkan sesuatu yang memang dikehendaki. Berkualitas bukan hanya
28
pandai saja, tetapi memenuhi semua syarat kualitatif yang dituntut pekerjaan itu,
sehingga pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencana.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kerja pegawai dalam
sebuah organisasi kerja yang terbaik cenderung dicirikan adanya organisasi
terbuka, kerja sama kelompok, pekerjaan-pekerjaan yang menantang, serta
perlakuan yang fair dan adil dengan kata lain dicirikan dengan adanya suatu
kehidupan kerja yang berkualitas tinggi.
Menurut Dessler (2006:476) adalah kualitas kerja pegawai dapat tercapai
apabila para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dapat
bekerja dalam organisasi dan kemampuan untuk melakukan hal itu dipengaruhi
atau bergantung pada apakah terdapat adanya :
a. Perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap para pegawai.
b. Kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan
secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu untuk
menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya.
c. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua
pegawai.
d. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam
pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan
pekerjaan-pekerjaan mereka.
e. Kompensasi yang cukup dan fair.
f. Lingkungan yang aman dan sehat.
Berdasarkan pendapat tersebut maka untuk memiliki pegawai yang
berkualitas dapat dilakukan dengan cara perlakuan yang fair, adil dan sportif
terhadap para pegawai, memberikan kesempatan bagi tiap pegawai untuk
menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri,
melakukan komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai,
memberikan kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam
pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan-pekerjaan
29
mereka, memberikan kompensasi yang cukup dan fair, dan menciptakan
lingkungan yang aman dan sehat.
Dengan keadaan suasana yang demikian, maka kualitas kerja dapat
terwujud sehingga dapat menentukan tujuan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai
target atau tidak. Pengukuran kualitas kerja yang dapat mempengaruhi tujuan
pekerjaan-pekerjaan adalah sebagai berikut :
a. Kuantitas kerja, dapat terlihat dari besarnya jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
b. Kualitas kerja, dapat terlihat dari hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan
yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu dari suatu perusahaan.
c. Ketepatan waktu, dapat terlihat dari persentase laporan pegawai yang tepat
pada waktunya.
d. Disiplin kerja, kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para pegawai
untuk mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah.
Dibutuhkan pula unsur-unsur yang mendukung terciptanya peningkatan
kualitas kerja pegawai, antara lain :
a. Kompensasi;
b. Kesejahteraan;
c. Hubungan kerja;
d. Training bagi para manajer;
e. Survey opini;
f. Penilaian prestasi;
g. Jam kerja yang luwes;
h. Gugus kendali;
30
i. Dana pengeluaran.
Menurut Hasibuan (2008:117) terdapat indikator-indikator dari kualitas
kerja pegawai yaitu :
a. Potensi Diri
Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum
terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi
belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal.Potensi
diri adalah kemampuan yang terpendam pada diri setiap orang, setiap
orang memilikinya”.Memahami diskripsi pekerjaan dan memiliki
kemampuan untuk mengembangkan bidang kerja serta memilki
berinisiatif merupakan beberapa potensi diri yang harus dimiliki
pegawai.
b. Hasil Kerja Optimal
Hasil kerja yang optimal harus dimiliki oleh seorang pegawai,
pegawai harus bisa memberikan hasil kerjanya yang terbaik, salah
satunya dapat dilihat dari produktivitas organisasi, kualitas
kerja,kuantitas kerja.Produktivitas organisasi adalah sebagai suatu
ukuran penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi biasanya
dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber
daya yang diberikan.Kualitas kerja adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pegawai telah memenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan
harapan yang telah ditetapkan. Kualitas kerja merupakan mutu hasil
pekerjaan atau sebaik apa harus diselesaikan. Kualitas kerja pegawai
dapat dilihat dari adanya kemampuan menghasilkan pekerjaan yang
memuaskan, tercapainya tujuan secara efektif dan efisien serta
kecakapan yang ditunjukkan dalam menjalankan pekerjaanya.
Kuantitas pekerjaan adalah banyaknya jumlah yang harus diselesaikan
atau dikerjakan pegawai sesuai target waktu yang telah ditetapkan dan
dapat menyelesaikan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu
dengan baik.
c. Proses Kerja
Proses kerja merupakan suatu tahapan terpenting dimana pegawai
menjalankan tugas dan perannya dalam suatu organisasi, melalui
proses kerja ini kerja pegawai dapat dilihat dari kemampuan membuat
perencanana kerja, kreatif dalam melaksanakan pekerjaan,
mengevaluasi tindakan kerja, melakukan tindakan perbaikan. Kerja
yang baik dan berkualitas dapat terlihat dari bagaimana seorang
pegawai dapat melakukan sebuah pekerjaan mula dari proses
perencanaan sampai dengan perbaikan. Pegawai yang memiliki
perencanaan kerja yang matang, kreativitas yang tinggi, mampu
mengevaluasi tindakan, serta dapat memperbaiki tindakan tanpa
menunggu perintah dari atasan merupakan seorang pegawai yang
memiliki pemikiran yang rasional dan memiliki inisiatif sendiri untuk
melakukan pekerjaan itu. Dengan adanya inisiatif pegawai dalam
pelaksanaan proses kerja dalam merancang program kerja, serta
31
mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi, maka organsiasi
tersebut akan berhasil dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dengan demikian untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai
dalam organisasi, maka para pegawai harus memiliki kemampuan
dalam pelaksanaan proses kerja.
d. Antusiasme
Antusiasme merupakan suatu sikap dimana seorang pegawai
melakukan kepedulian terhadap pekerjaanya hal ini bisa dilihat dari
kehadiran, pelaksanaan tugas, motivasi kerja, komitmen kerja.
Pegawai yang memiliki antusiasme akan senantiasa meningkatkan
kerjanya dalam menjalankan segala tugas dan tanggung jawabnya hal
ini harus selalu ditumbuhkan dalam jiwa pegawai sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas kerjanya, Soetisna (2000:67) mengemukakan
bahwa : Semangat atau antusiasme merupakan suatu sikap yang
dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaanya, yang memiliki
kapasitas untuk bekerja secara aktif tanpa mengenal lelah. Hal ini
merupakan kecenderungan untuk menggunakan perilaku positif,
emosi dan semangat.
Dari pendapat di atas hendaknya para pegawai dapat memiliki sikap yang
positif dalam perencanaan yang matang serta memiliki semangat yang besar
dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sehingga dapat
menghasilkan kualitas kerja yang optimal dan diharapkan oleh instansi/organisasi.
2.1.8. Hubungan Reformasi Birokrasi dengan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), sumber daya
manusia aparatur dan ketatalaksanaan (business process). Tujuan reformasi
birokrasi adalah membangun aparatur negara agar mampu mengemban misi, tugas
dan fungsi serta peranannya masing-masing, secara bersih, efektif dan efisien,
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik.
32
Reformasi
birokrasi
merupakan
konsekuensi
untuk
menanggapi
perubahan, utamanya difokuskan pada sumber daya manusia sebagai pelaku
utama perubahan. SDM tidak sekedar menjadi alat untuk mencapai tujuan
nmelainkan sebagai human capital yang berharga. Oleh karena itu, pemberdayaan
sumber daya manusia perlu mendapat perhatian terutama dalam upaya
peningkatan kualitasnya. Agar sumber daya manusia dapat menunjukkan “daya
yang lebih” maka perlu adanya model pemberdayaan seperti; pemberian peran,
penempatan dalam jabatan, motivasi pimpinan, menghubungkan tanggung jawab
dan
menumbuhkembangkan
budaya
organisasi
yang
kondusif
untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Dalam hubungan pemberdayaan sumber daya
manusia, juga diperlukan pengembangan strategi yang tepat, yaitu: inward
looking, outward looking, dan mengembangkan kemitraan. Pemberdayaan sumber
daya manusia dimaksud, diimplementasikan pada organisasi melalui pemberian
kewenangan yang jelas, pengembangan kompetensi, pengembangan kepercayaan,
pemanfaatan peluang, pemberian tanggung jawab, dan pengembangan budaya
organisasi (Sedarmayanti, 2012:286).
2.2. Kerangka Pemikiran
Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih
dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dalam menunjang kelancaran
tugas pemerintahan dan pembangunan serta meningkatkan kinerja Pegawai Negeri
Sipil di seluruh Indonesia. Reformasi birokrasi sudah dan sedang berlangsung di
semua lini departemen/lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun
daerah guna mencapai tujuan pembangunan nasional. Untuk menata kembali
33
sistem pemerintahan yang baik dan kualitas kerja Pegawai Negeri Sipil maka
pemerintah harus lebih mencermati kemampuan yang dimiliki Pegawai Negeri
Sipil tersebut.
Menurut Sedarmayanti (2009:60) “Reformasi birokrasi adalah upaya
pemerintah meningkatkan kerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas,
efisien, dan akuntabilitas”.
Pendapat diatas menjelaskan bahwa reformasi birokrasi merupakan salah
satu cara meningkatkan kualitas kerja agar tujuan yang diharapkan tercapai.
Adapun empat cara reformasi birokrasi yang dikemukakan oleh Sedarmayanti
dapat dilakukan melalui :
1. Penataan kelembagaan, struktur organisasi ramping dan flat (tidak
banyak jenjang hierarkis dan struktur organisasi lebih dominan
pemegang jabatan profesional/fungsional dari pada jabatan
struktural).
2. Penataan ketatalaksanaan, mekanisme, sistem, dan prosedur
sederhana/ringkas, simpel, mudah dan akurat, serta derajat presisi
yang tinggi melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja
memadai.
3. Penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai
kebutuhan organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional,
kompeten, beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas,
kerja berkualitas, efektif, efisien, dan kondusif.
4. Pelayanan dan kualitas pelayanan, pelayanan prima (cepat, tepat,
adil, konsisten, transparan, dan lain-lain), memuaskan pelanggan
mewujudkan Good Governance (tata kepemerintahan yang baik).
Pemahaman reformasi birokrasi tersebut berkaitan dengan kemampuan
suatu organisasi dan SDM dalam hal ini adalah pegawai yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kerja pegawai.
Perkembangan IPTEK mengalami perubahan teknologi beserta sistemnya
sedangkan kondisi kualitas kerja pegawai saat ini belum adanya keseimbangan
34
antara kualitas kerja pegawai terhadap kualitas pendidikan, akibatnya peluang
kerja
tidak
bisa
terpenuhi
secara
utuh
oleh
kemampuaan
kualitas
pendidikan. Maka diperlukannya pemberdayaan SDM melalui pendidikan dan
latihan dengan cara mengembangkan potensi yang ada pada sisi setiap manusia.
Pemberdayaan SDM/aparatur merupakan serangkaian kegiatan pendidikan
dan pelatihan, seperti yang disampaikan oleh Rasyid dan Syahril (1997:26) bahwa
pemberdayaan aparatur sebagai berikut :
“Pendidikan dan latihan yang merupakan bagian dari upaya
pengembangan sumber daya manusia tidak hanya menekankan aspek fisik
(kesegaran atau kesehatan jasmani), tetapi juga menyangkut segi-segi non
fisik seperti kualitas kepribadian, kualitas hubungan dengan Tuhan, alam
lingkungan dan sesama manusia serta kualitas kekayaan seperti tercermin
dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa
depan.”
Berdsasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan sebagian dari
upaya pengembangan SDM yang tidak hanya menekankan pada aspek fisik
seperti kesegaran atau kesehatan tetapi juga menyangkut aspek non fisik seperti
kualitas kepribadian, hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan dan sesama
manusia seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan
wawasan masa depan. Pemberdayaan aparatur adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan aparatur dalam pemberdayaan SDMnya, berikut beberapa cara dalam
pemberdayaan aparatur menurut Rasyid dan Syahril (1997:26-29) :
1. Pengadaan adalah suatu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang
kosong dalam pelaksanaan pemberdayaan aparatur. Proses kegiatan
tersebut diantaranya :
a. Perencanaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan kebutuhan tenaga kerja
b. Pelamaran adalah proses yang terus menerus berjalan untuk
memperoleh PNS yang kompeten dan mampu menjalankan tugas
pokok dan fungsinya sebagai aparatur Negara.
35
c. Penyaringan adalah proses pemilihan PNS yang sesuai dengan
kebutuhan dan mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya
sebagai sebagai aparatur Negara.
d. Pengangkatan adalah proses penetapan dari pegawai honorer
menjadi pegawai tetap untuk menjalankan tugas pokok dan
fungsinya sebagai aparatur Negara.
e. Penempatan adalah proses menempatkan PNS sebagai unsur
pelakasana tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur Negara
pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan
keahliaanya.
2. Pengembangan adalah suatu proses untuk meningkatkan kinerja PNS
sesuai kebutuhan yang diharapkan untuk dapat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Langkahlangkah pengembangan PNS diantaranya :
a. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) : proses dimana PNS
mempelajari keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan
guna melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat
b. Pembinaan adalah suatu proses yang menjadi tolak ukur untuk
dijadikan dasar untuk mengetahui tugas pokok dan fungsinya
sebagai PNS.
3. Penggajian adalah pemberian finansial sebagai balas jasa atas
pekerjaan yang dilaksanakan dan menjadikan motivasi pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya. Indikator penggajian diantaranya :
Motivasi : proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang PNS untuk mencapai tujuannya.
4. Pengawasan adalah memonitor atas hasil pekerjaan yang dilaksanakan
oleh seluruh PNS. Indikator Pengawasan diantaranya :
Evaluasi : proses penilaian terhadap pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya seorang PNS sesuai tujuan atau standar kinerja yang telah
ditetapkan lebih dahulu .
Pemberdayaan SDM dalam organisasi dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang, yaitu melalui pengadaan, pengembangan, penggajian serta pengawasan,
cara-cara
tersebut
dilakukan
dalam
rangka
peningkatan
kualitas
kerja
sebagaimana diharapkan oleh suatu organisasi. Peranan Pegawai Negeri Sipil
sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan harus mampu meningkatkan kualitas
kerja terutama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kepada
masyarakat yang selama ini belum efesien dan efektif yang disebabkan oleh
kualitas SDM.
36
Kualitas kerja merupakan wujud perilaku dari suatu kegiatan yang telah
dilaksanakan dan sesuai dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya.
Hasibuan (2008) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas kerja yaitu
“Kualitas kerja merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan berupa hasil
kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan didalam mengerjakan pekerjaan.”
Pendapat diatas menyatakan bahwa sikap seorang pegawai dalam
melakukan pekerjaannya dituntut agar hasil kerjanya rapih, tepat waktu dan teliti
dalam menyelesaikannya. Hal itu menurut Hasibuan (2008:117) dapat dilihat dari
indikator kualitas kerja pegawai yaitu :
1. Potensi Diri
Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum
terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi
belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal.
2. Hasil Kerja Optimal
Hasil kerja yang optimal harus dimiliki oleh seorang pegawai, pegawai
harus bisa memberikan hasil kerjanya yang terbaik, salah satunya dapat
dilihat dari produktivitas organisasi, kualitas kerja, kuantitas kerja.
3. Proses Kerja
Proses kerja merupakan suatu tahapan terpenting dimana pegawai
menjalankan tugas dan perannya dalam suatu organisasi, melalui proses
kerja ini kerja pegawai dapat dilihat dari kemampuan membuat
perencanana kerja, kreatif dalam melaksanakan pekerjaan,
mengevaluasi tindakan kerja, melakukan tindakan perbaikan.
4. Antusiasme
Antusiasme merupakan suatu sikap dimana seorang pegawai
melakukan kepedulian terhadap pekerjaanya hal ini bisa dilihat dari
kehadiran, pelaksanaan tugas, motivasi kerja, komitmen kerja.
Indikator kualitas kerja tersebut merupakan hal yang paling penting dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diharapkan sekaligus menjadi landasan sejauh
mana kualitas kerja pegawai ini dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
Menurut Ahmadian (2003:477) mengatakan bahwa :
37
“Reformasi birokrasi mempunyai manfaat dalam proses pelayanan yang
berorientasi pada kepuasan publik dan ketaatan aparatur birokasi terhadap
peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi penyimpangan dan
perbuatan tercela, sehingga menciptakan pegawai yang berkualitas. Hal
ini sesuai dengan hasil dalam membangun reformasi birokasi yaitu :
pertama, birokrasi yang bersih, yang bekerja berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai yang dapat mencegah
berbagai tindakan penyimpangan dan perbutan tercela; kedua, birokrasi
yang efisien, efektif dan oerintasi pelanggan yaitu birokrasi yang dapat
memberikan manfaat pada masyarakat dan menjalankan tugas dengan
cermat dan berdaya guna; dan ketiga, birokrasi yang transparan yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi
tanpa diskriminasi. Reformasi birokrasi mempunyai manfaat dalam proses
pelayanan yang berorientasi pada kepuasan publik dan ketaatan aparatur
birokasi terhadap peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi
penyimpangan dan perbuatan tercela.”
Reformasi birokrasi ini pada dasarnya sangat mempengaruhi kualitas kerja
pegawai, sehingga dapat terwujud birokrasi yang bersih, bekerja berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai yang dapat mencegah
berbagai tindakan penyimpangan dan perbuatan tercela, birokrasi yang efisien,
efektif dan orientasi pelanggan dan birokrasi yang transparan yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tanpa diskriminasi.
Selanjutnya Mulyadi (1998:215) menyatakan bahwa :
”Pemberdayaan pegawai berarti memampukan dan memberi kesempatan
kepada pegawai untuk merencanakan, mengimplementasikan rencana dan
mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya untuk
mencapai kualitas kerja yang lebih baik”.
Pendapat
tersebut
mempunyai
pengertian
bahwa
pemberdayaan
SDM/pegawai merupakan hal yang dapat memberikan dorongan terhadap
pegawai guna meningkatkan kualitas kerja pegawai.
Reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM yang mempengaruhi kualitas
kerja pegawai berdasarkan Sedarmayanti (2012:93) menyatakan :
38
“Salah satu komponen terciptanya reformasi birokrasi adalah melalui
penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai kebutuhan
organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional, kompeten,
beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas, kerja berkualitas,
efektif, efisien, dan kondusif. Pemberdayaan aparatur dilakukan untuk
mendorong aparatur mendapatkan kepercayaan dalam melakukan sesuatu
yang menjadikan aparatur untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan
tugasnya sebaik mungkin yang dimana untuk mewujudkan pemberdayaan
tersebut dilakukan melalui pengandaan, pengembangan, pembinaan,
penggajian dan pengawasan yang diperlukan perubahan peraturan
perundang-undangan yang mengatur aparatur untuk memperoleh aparatur
yang diharapkan.”
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat dikatakan bahwa
pemberdayaan SDM yang berkualitas akan lebih mudah dicapai melalui reformasi
birokrasi guna meningkatkan kualitas kerja pegawai, karena SDM yang
berkualitas dapat melihat secara jeli faktor-faktor apa yang dapat memberikan
kualitas, manfaat dan solusi serta SDM yang berkualitas akan lebih mudah
mengimplementasikan bagaimana cara untuk menghasilkan kualitas kerja
pegawai yang sesuai dengan harapan organisasi.
39
1.
2.
3.
4.
Reformasi Birokrasi
(Sedarmayanti, 2009:60)
Penataan kelembagaan.
Penataan ketatalaksanaan.
Penataan sumber daya manusia aparatur.
Pelayanan dan kualitas pelayanan.
Sedarmayanti
(2012:93)
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Rasyid dan Syahril (1997:26-29)
1. Pengadaan
2. Pengembangan
3. Penggajian
4. Pengawasan
Ahmadian
(2003:477)
Kualitas Kerja
(Hasibuan, 2008:117)
1. Potensi Diri.
2. Hasil Kerja Optimal.
3. Proses Kerja.
4. Antusiasme.
Mulyadi
(1998:215)
Gambar 1
Paradigma berfikir tentang Reformasi Birokrasi, Pemberdayaan SDM
dan Kualitas Kerja Pegawai
2.3. Hipotesis
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, peneliti mengemukakan hipotesis
sebagai berikut :
1. Reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM besar pengaruhnya terhadap
kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Daerah Kota Banjar.
2. Reformasi birokrasi besar pengaruhnya terhadap kualitas kerja pegawai pada
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar.
3. Pemberdayaan SDM besar pengaruhnya terhadap kualitas kerja pegawai pada
Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar.
Download