BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan kajian secara luas tentang konsep dan kajian hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya yang digunakan dalam mendukung penelitian yang dilakukan melalui pembahasan mengenai variabelvariabel yang diteliti dalam penelitian ini. Beberapa hasil penelitian yang mengkaji dimensi, aspek dan unsur dari fungsi adminstrasi secara luas diuraikan sebagai berikut : 2.1.1. Penelitian Sancoko Hasil penelitian Sancoko (2010) yang berjudul Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor KPPN Jakarta I lebih menyoroti masalah pelayanan publik di kantor tersebut. Jenis penelitian deskriptif dengan populasi seluruh pegawai, termasuk pegawai kantor/satuan kerja instansi pemerintah dan bendahara/staf kantor/satuan kerja instansi pemerintah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan menggunakan metode sampling insindental terhadap 148 resonden. Penilaian kualitas pelayanan KPPN Jakarta I yang paling besar peningkatannya dirasakan oleh pelanggan adalah dimensi tangibles yang berhubungan dengan sarana dan prasarana. Dimensi ini merupakan dimensi atas faktor yang tampak di mata pelanggan (fisik). Sementara dimensi reliability, responsiveness, assurance dan emphaty yang berhubungan dengan Sumber Daya Manuasia (SDM) lebih rendah peningkatannya dibanding dimensi tangibles. Empat dimensi pelayanan yang 10 11 terakhir pelaksanaannya tergantung pada faktor manusia. Penilaian paling rendah dirasakan oleh pelanggan adalah peningkatan pelayanan pada dimensi emphaty. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah kualitas sumber daya mansuia berhubungan dengan kualitas pelayanan yang diberikan. 2.1.2. Penelitian Loka Hasil penelitian Loka (2010) yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten Jembrana Bali. Penelitian tersebut menyoroti faktor yang mempengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi seperti kualitas sumber daya manusia dan manajemen pengelolaan dana. menggunakan metode deskriptif studi kasus yang memberikan gambaran mengenai fenomena sosial yang diteliti atau untuk memberikan gambaran mengenai kasus fenomena sosial tertentu. Metode kualitatif analisis wacana (studi kasus) bertujuan untuk meneliti perilaku, sifat, cirri-ciri, peranan dari seorang atau sekelompok unit tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Jembrana dalam melakukan reformasi, tentunya terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi dari keberhasilan tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan reformasi birokrasi Pemerintah Kabupaten Jembrana dapat dijelaskan dibawah iniadanya komitmen kepala daerah dan peranannya dalam usahanya melakukan reformasi birokrasi, pemberdayaan sumber daya manusia birokrasi dan manajemen pengelolaan dana/anggaran. 12 2.1.3. Relevansi Dengan Hasil Penelitian Terdahulu Relevansi hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, secara singkat dapat disajikan dalam tabel berikut dibawah ini : Tabel 2 Relevansi Hasil Penelitian Terdahulu Dengan Tesis Peneliti No 1 2 Nama Peneliti Sancoko (2010) Loka (2010) Judul Penelitian Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor KPPN Jakarta I Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Reformasi Birokrasi Pemerintah Kabupaten Jembrana Bali Sumber Teori Yang Digunakan - Kualitas Sumber Daya Manusia (Ndaraha, 2009) - Kualitas Pelayanan (Tjiptono, 2008:172) - Reformasi Birokrasi (Sedarmaya nti, 2009) - Kualitas Sumber Daya Manusia (Ndaraha, 2009) - Manajemen Dana (Bambang Riyanto, 2001) Teori yang digunakan Peneliti - Reformasi Birokrasi (Sedarmayanti, 2009) - Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Rasyid dan Syahril, 1997) - Kualitas Kerja (Hasibuan, 2008) - Reformasi Birokrasi (Sedarmayanti, 2009) - Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Rasyid dan Syahril, 1997) - Kualitas Kerja (Hasibuan, 2008) Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian ini - Variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan berbeda dalam penempatan variabel bebas dan terikatnya meskipun tentang kualitas sumber daya manusia - Teori, lokus dan focus penelitian berbeda - Variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan berbeda dalam penempatan variabel bebas dan terikatnya meskipun tentang reformasi birokrasi - Teori, lokus dan focus penelitian berbeda Keterkaitan kedua penelitian terdahulu dengan yang dilakukan peneliti, bahwa penelitian Sancoko (2010) membahas masalah kualitas sumber daya manusia namun berbeda dalam penempatan variabel bebas dan terikatnya. Selain itu teori dan lokus serta fokus penelitianpun berbeda. Adapun penelitian Loka 13 (2010) variabel bebasnya kualitas kerja pegawai dan manajemen dana sedangkan variabel terikatnya reformasi birokrasi yang dalam penelitian penulis dijadikan sebagai variabel bebas. Atas perbedaan-perbedaan tersebut, maka penelitian kedua peneliti terdahulu dengan peneliti akan berbeda, sehingga tingkat originalitasnya secara akademis tetap terjaga. Berdasarkan dua penelitian diatas, peneliti memandang perlu dilakukan analisis pengaruh reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM secara bersamasama terhadap kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar yang merupakan salah satu organisasi publik dan mempunyai permasalahan yang sama dalam pencapaian kualitas kerja pegawainya. Setelah memahami berbagai persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu, maka tampak tingkat keaslian penelitian ini sehingga penelitian terdahulu menjadi daya dukung dan memberikan inspirasi bagi peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas dan orisinal. 2.1.4. Lingkup Administrasi dan Implementasi Kebijakan Publik Sebelum menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, reformasi birokrasi dan kualitas kerja pegawai terlebih dahulu dikemukakan lingkup administrasi publik dan implementasi kebijakan publik sebagai konsep mengemukakan pendapat para ahli. Disamping itu untuk memperkuat kajian teoritik yang berkaitan dengan pemahaman administrasi /publik dan implementasi kebijakan publik sebagai ciri bahwa tulisan ini membahas tentang kajian administrasi publik. Bahasan secara detail diuraikan dalam paragraph-paragraf dibawah ini : 14 a. Administrasi Publik Beberapa pengertian administrasi menurut beberapa pakar dikemukakan berikut ini. Menurut Herbert A. Simon dalam Thoha (2009:11) “administration can be defined as the activities of group cooperating to accomplish common goals” yang memiliki arti bahwa administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dari kelompok orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Luther Gulick dalam Syafiie dkk (1999:14) “administration has to do with getting things done, with the accomplishment of defined objectives” yang diartikan bahwa administrasi berkenaan dengan penyelesaian hal apa yang hendak dikerjakan, dengan tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut The Liang Gie dalam Thoha (2009:12) “Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu”. Dari beberapa pengertian administrasi yang disampaikan para pakar di atas, terdapat beberapa kata kunci yang terkandung dalam pengertian administrasi yaitu kerjasama, sekelompok orang dan mencapai tujuan tertentu. Definisi administrasi publik menurut John M. Pfiffner dkk dalam Syafiie dkk (1999:25) adalah : 1. Publik administration involves the implementation of publik policy which has been determine by representative political bodies. 2. Publik administration may be defined as the coordination of individual and group efforts to carry out publik policy. It is mainly accupied with the daily work of governments. 3. In sum, publik administration is a process concerned with carrying out publik policies, encompassing innumerable skills and techniques large numbers of people. 15 Jadi menurut Pfiffner dan Presthus antara lain sebagai berikut : 1. Administrasi publik meliputi implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik. 2. Administrasi publik dapat didefinisikan koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah. 3. Secara global, administrasi publik adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa administrasi publik merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik melalui koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dengan pengarahan kecakapan teknik-teknik terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang. Adapun definisi administrasi publik menurut Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro dalam Syafiie dkk (1999:25) adalah : 1. (Publik Administration) is Cooperative group effort in publik setting. 2. (Publik Administration) covers all three branches : executive, legislative and judicial, and their interrelationships. 3. (Publik Administration) has an important role formulating of publik policy and is thus a part of the political process. 4. (Publik Administration) is closely associated with numerous private groups and individuals in providing services to the community. 5. (Publik Administration) is different in significant ways from private administration. Jadi menurut Nigro bersaudara ini : 1. (Administrasi Publik) adalah suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan pemerintahan. 2. (Administrasi Publik) meliputi ketiga cabang pemerintahan : eksekutif, legislatif dan yudikatif serta hubungan di antara mereka. 16 3. (Administrasi Publik) mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik. 4. (Administrasi Publik) sangat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat. 5. (Administrasi Publik) dalam beberapa hal berbeda pada penempatan pengertian dengan administrasi perseorangan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa Administrasi Publik adalah suatu kerjasama kelompok dalam lingkungan pemerintahan mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik. Dengan demikian Pendapat para ahli tersebut secara implisit menganggap bahwa administrasi publik berperan dalam proses kebijakan publik. b. Kebijakan Publik Wahab (1997:3) memandang bahwa kebijakan, ialah : “Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”. Pendapat tersebut memberi gambaran bahwa seseorang atau kelompok dalam memberikan masukan untuk mencapai tujuan karena adanya hambatanhambatan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Friedrick dalam Islamy (2000:17) mendefinisikan kebijakan, sebagai berikut : “....serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. 17 Pendapat tersebut memberi gambaran bahwa suatu tujuan tertentu yang diharapkan dari hasil pelaksanaan suatu kebijakan akan membawa suatu lingkungan yang mampu menyelesaikan berbagai hambatan dan kesempatan yang lebih baik. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy (2000:17) bahwa kebijakan itu, adalah “Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.” Pengertian kebijakan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai suatu tindakan dari program yang dipilih dan dilaksanakan oleh pemerintah dan berpengaruh terhadap sejumlah besar manusia dalam rangkan mencapai tujuan yang telah ditentukan dan sasaran yang diinginkan. Wahab (1997:4) mengemukakan bahwa: Kebijakan dekat dengan tindakan-tindakan politik yang berorientasi dalam suatu negara maka kebijakan publik diidentikkan atau disama artikan dengan kebijakan negara. Kebijakan publik banyak didefinisikan, namun sulit mendapat definisi yang benar-benar memuaskan. Kebijakan publik tidak mempunyai bentuk yang pasti dan secara konseptual selalu berkembang. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kebijakan merupakan tindakantindakan politik yang mempunyai bentuk yang pasti dan secara konseptual selalu berkembang dan berorientasi dalam suatu negara. Sedangkan Dye (1978:17) menjelaskan kebijakan publik merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan : a. Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) pemerintah mengenai suatu masalah. b. Apa yang menyebabkan atau mempengaruhinya. c. Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut. 18 Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa Kebijakan sebagai sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh prilaku, konsisten serta berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya. Berkaitan dengan definisi atau perumusan kebijakan yang dikemukakan di atas, lebih lanjut Anderson dalam Islamy (2000:19) mengatakan “Kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.” Pengertian kebijakan sebagaimana disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan negara (publik policy) itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Pengertian konsep-konsep kebijakan tersebut diatas, telah membedakan secara tegas antara penetapan dari kebijakan (policy) dan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia untuk diimplementasikan dan mempunyai implikasi sebagaimana dinyatakan Islamy (2000:20), sebagai berikut : a. Bahwa kebijakan negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah. b. Bahwa kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata. c. Bahwa kebijakan negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu. d. Bahwa kebijakan negara itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan agar tujuan kebijakan tercapai, pemerintah harus melakukan suatu aksi yang merupakan implementasi kebijakan. 19 Pada penelaahan suatu proses kebijakan terdapat aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan berupa implementasi kebijakan sebagai suatu pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan dan diputuskan oleh pengambil keputusan dari sejumlah alternatif yang tersedia. Islamy (1997:59) menjelaskan lebih lanjut : “Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran birokrasi, melainkan menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan”. Oleh karena itu dapat dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan”. Hal ini dipertegas oleh Udoji dalam Islamy (1997:59) bahwa “Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa mimpi atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa konsep kebijakan berkaitan dengan hubungan antara penguasa, pemimpin dan yang dikuasai. Dalam hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan Edward (1980:1) menyebutkan bahwa : “Implementasi kebijakan, seperti kita lihat, adalah tahapan dari pembuatan kebijakan diantara suatu kebijakan yang telah ada seperti bagian tindakan dari legislatif, penetapan peraturan pemerintah, penyampaian penetapan peradilan atau pengumuman dari suatu undang-undang dan konsekuansi dari orang-orang yang mempengaruhinya”. Sesuai dengan kenyataan bahwa pembangunan dengan prioritas pada pengembangan SDM akan lebih berarti dan akan seimbang bilamana aparaturnya meningkatkan mutu dan kualitasnya. 20 Pengertian proses implementasi ditegaskan kembali oleh Grindle (1980:8) yaitu “Yang terpenting dalam proses implementasi adalah kenyataan bahwa keputusan dibuat pada tahap formulasi yang mempunyai pengaruh kuat pada implementasi”. Ditambahkan pula oleh Samodra (1994:4) dalam proses implementasi tersebut birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan menjadi program dengan demikian program dapat dipandang sebagai kebijakan birokrasi, karena dirumuskan oleh birokrasi dan oleh karena itu membawa kepentingan para birokrat. Kebijaksanaan birokrasi menjadi kebijaksanaan (politik) lebih operasional dan siap dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Dunn dalam Samodra (1994:4) bahwa : “Didalam proses kebijakan terdapat tidak saja perilaku administratif dan operasional, melainkan juga perilaku agar program menjadi lebih operasional lagi, maka program dirumuskan sebagai proyek. Setelah diterjemahkan sebagai program dan proyek lalu diikuti dengan tindakan fisik, kebijakan menimbulkan suatu konsekuensi (hasil, efek atau akibat)”. Dunn (1998:513) membedakan dua jenis hasil kebijakan, yaitu : “Keluaran (output) dan dampak (impact). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan atau sumberdaya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima (beneficiareis). Sedangkan dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut”. Pengertian kebijakan publik dari beberapa pakar ini dapat disimpulkan sebagai serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan publik ini akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota masyarakat. 21 2.1.5. Lingkup Reformasi Birokrasi Sedarmayanti (2009:67) mengungkapkan reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu dan komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata kepemerintahan yang baik. Good Governance (tata kepemerintahan yang baik) adalah : “Sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang produktif dan konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat, disertai aturan tentang kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat. Pemberi mandat, pada sektor swasta adalah para pemegang saham, pada sektor publik adalah rakyat”. Menurut pembahasan di atas birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian dan unsur yang terdiri dari pakar yang terlatih. Biasanya organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang menekankan unsur tata susila, pengetahuan teknis dan tata cara impersonal. Birokrasi juga dapat berarti alat kontrol yang memiliki hierarki yang berbeda dengan organisasi. Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar merupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan. Max Webber dalam Albrow (2005:45) meyakini bahwa birokrasi adalah hal yang semakin penting. Birokrasi memiliki seperangkat karakteristik seperti ketepatan, kesinambungan, displin, kekerasan, keajegan (realibilitas) yang menjadikannya secara teknis merupakan bentuk organisasi yang paling memuaskan, baik bagi para pemegang otoritas maupun bagi semua kelompok kepentingan yag lain. Perkembangan bentuk-bentuk organisasi modern di semua 22 bidang (negara, gereja, tentara, partai, ekonomi, kelompok-kelompok kepentingan, perkumpulan-perkumpulan sukarela, badan –badan donatur atau bentuk lainnya). Secara sederhana, identik dengan perkembangan dan peningkatan yang berkesinambungan tentang administrasi birokratik. Selanjutnya, dalam Sedarmayanti (2010:68) konsep birokrasi pertama kali dikemukakan oleh Gournay (1712-1759) ahli ekonomi, John dkk kemudian Max Weber yang menyatakan ciri birokrasi : 1. Pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal. 2. Sistem peraturan, ditetapkan terlebih dahulu untuk segala tugas yang dijalankan pegawai, untuk memastikan keseragaman pelaksanaan tugas dan menyesuaikan berbagai tugas. 3. Kewibawaan tersusun berdasarkan hierarki, seperti bawahan diawasi atasan, hubungan subordinat ditentukan aturan tertentu. 4. Tata cara impersonal, seorang pegawai melaksanakan tugasnya secara formal dan impersonal, artinya berdasarkan aturan tertentu tanpa diikuti emosi, kemarahan/kegairahan. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa suatu birokrasi mempunyai ciri adanya pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal, sistem peraturan, kewibawaan tersusun berdasarkan hierarki, dan seorang pegawai melaksanakan tugasnya secara formal dan impersonal. Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisien, dan akuntabilitas. Reformasi birokrasi berarti : 1. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap dan pola tindak). 2. Perubahan penguasa menjadi pelayan. 3. Mendahulukan peranan dari wewenang. 4. Tidak berfikir hasil produksi tetapi hasil akhir yang dicapai. 5. Perubahan manajemen kerja. 23 6. Memantau percontohan reformasi birokrasi, mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan dan profesional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa reformasi birokrasi berarti perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap dan pola tindak), perubahan penguasa menjadi pelayan, mendahulukan peranan dari wewenang, tidak berfikir hasil produksi tetapi hasil akhir yang dicapai, perubahan manajemen kerja, dan mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan dan profesional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Reformasi birokrasi menurut Sedarmayanti (2010:68) hanya dapat dilakukan melalui empat cara sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Penataan kelembagaan, struktur organisasi ramping dan flat (tidak banyak jenjang hierarkis dan struktur organisasi lebih dominan pemegang jabatan profesional/fungsional dari pada jabatan struktural). Penataan ketatalaksanaan, mekanisme, sistem, dan prosedur sederhana/ringkas, simpel, mudah dan akurat, serta derajat presisi yang tinggi melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja memadai. Penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai kebutuhan organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional, kompeten, beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas, kerja berkualitas, efektif, efisien, dan kondusif. Pelayanan dan kualitas pelayanan, pelayanan prima (cepat, tepat, adil, konsisten,transparan, dan lain-lain), memuaskan pelanggan mewujudkan Good Governance (tata kepemerintahan yang baik). Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa reformasi birokrasi dapat dilakukan melalui Penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia aparatur, dan Pelayanan dan kualitas pelayanan. 24 2.1.6. Lingkup Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) Pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan ber- menjadi “berdaya” artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha atau proses menjadikan untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau melakukan sesuatu. Berdasarkan definisi tersebut maka pemberdayaan adalah usaha untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau melakukan sesuatu. Menurut Rob Brown (2004:16) mengungkapkan pemberdayaan erat hubungannya dengan profesionalisme yang pada awalnya selalu dimiliki oleh individual. Oleh karena itu empowerment terjadi “When power goes to employees who the experience a sense of ownership and control over”. Hal tersebut dapat diartikan ketika kekuasaan berada pada karyawan yang berpengalaman ia akan merasa memiliki tanggungjawab penuh dan kontrol atas kekuasaannya tersebut. SDM merupakan faktor yang sangat penting untuk setiap usaha, begitu pula untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya sebenar-benarnya. Banyak defenisi yang dapat digunakan untuk mendefenisikan SDM. Menurut Susilo (2002:3) ”Sumber daya manusia adalah pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi dan tujuannya”. 25 SDM harus didefinisikan bukan dengan apa yang SDM lakukan, tetapi apa yang SDM hasilkan, maka dari itu, SDM merupakan faktor yang penting bagi setiap usaha. Menurut Tambunan (2003:15) sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan kejayaan atau kegagalan dalam persaingan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa SDM merupakan faktor yang sangat penting untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya sebenar-benarnya. Menurut Sedarmayanti (2000:123) mengemukakan bahwa : “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia merupakan salah satu upaya yang wajib dilakukan bagi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kemampuan menajemen”. Dari definisi diatas dapat diambil beberapa hal penting dari pengertian pemberdayaan, yaitu dapat meningkatkan mutu SDM yang berkualitas dan produktif serta dapat mengisi lapangan kerja dan mampu pula menciptakan dan memperluas kesempatan kerja. Ada beberapa perbedaan definisi pemberdayaan SDM yang dikemukakan oleh para ahli menurut Tjiptono (2000:128) menyatakan bahwa “Empowerment atau pemberdayaan dapat diartikan sebagai perlibatan karyawan yang benar-benar berarti (signifikan)”. Pendapat di atas bahwa pemberdayaan sangat memperhitungkan karyawan yang memiliki profesional dalam menjalankan tugasnya. Menurut Stewart yang diterjemahkan oleh Hardjana (2006:22) menyatakan bahwa “Empowerment adalah suatu cara yang amat praktis dan prodiktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita dan staf kita”. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemberdayaan merupakan cara yang sangat produktif untuk 26 menghasilkan individu dan karyawan berkualitas. Sedangkan menurut Atmosoeprapto (2002:64), menjelaskan tentang pemberdayaan sumber daya manusia sebagai berikut : “Pemberdayaan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran harus bermuara pada terwujudnya manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya”. Seorang pemimpin (manager) apapun tingkatannya, sesungguhnya mempunyai kemampuan “pemberdayaan” itu, tetapi boleh jadi tidak pernah menggunakannya, mengapa?.Mungkin karena tidak pernah menyadari bahwa sebenarnya bisa melakukan hal tersebut”. Dari beberapa definisi di atas, peneliti akan memberikan pengertian mengenai pemberdayaan SDM yaitu sebagai berikut : a. Pemberdayaan sesungguhnya meningkatkan keberhasilan manajer dengan cara memberikan kekuasaan kepada orang lain. b. Pemberdayaan tidak akan mendatangkan mukjizat, namun akan menunjukan suatu cara agar dapat mencapai hasil-hasil yang lebih baik dari pada yang selam ini dilakukan asalkan kita bersedia mencoba dan terus menyempurnakannya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki SDM dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi di era yang selalu berubah. 2.1.7. Lingkup Kualitas Kerja Pegawai Menurut Tjiptono (2008:174) “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Sedangkan Casmita (2003:28) menyebutkan 27 bahwa “Kualitas adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi pelanggan”. Kedua pendapat diatas dapat diartikan bahwa kualitas sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan pelanggan berupa produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang berguna dalam waktu yang berkelanjutan. Kotler (2008:83) mendefinisikan bahwa “Kerja adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”. Berdasarkan pemaparan diatas dapat diartikan bahwa kerja merupakan wujud perilaku dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan dan sesuai dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya. Marcana (2006:21) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas kerja yaitu “Kualitas kerja adalah wujud perilaku atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai secara efektif dan efisien”. Sedangkan pendapat Heidjrachman dan Husnan (2003 ; 23) mengungkapkan “Kualitas kerja pegawai adalah seorang pegawai yang memenuhi syarat kualitatif yang dituntut oleh pekerjaannya, sehingga pekerjaan itu benarbenar dapat diselesaikan”. Kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas kerja SDM perlu dikembangkan secara terus menerus agar diperoleh kerja SDM yang berkualitas dalam arti yang sebenarnya, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan akan menghasilkan sesuatu yang memang dikehendaki. Berkualitas bukan hanya 28 pandai saja, tetapi memenuhi semua syarat kualitatif yang dituntut pekerjaan itu, sehingga pekerjaan itu benar-benar dapat diselesaikan sesuai rencana. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kerja pegawai dalam sebuah organisasi kerja yang terbaik cenderung dicirikan adanya organisasi terbuka, kerja sama kelompok, pekerjaan-pekerjaan yang menantang, serta perlakuan yang fair dan adil dengan kata lain dicirikan dengan adanya suatu kehidupan kerja yang berkualitas tinggi. Menurut Dessler (2006:476) adalah kualitas kerja pegawai dapat tercapai apabila para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dapat bekerja dalam organisasi dan kemampuan untuk melakukan hal itu dipengaruhi atau bergantung pada apakah terdapat adanya : a. Perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap para pegawai. b. Kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya. c. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai. d. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan-pekerjaan mereka. e. Kompensasi yang cukup dan fair. f. Lingkungan yang aman dan sehat. Berdasarkan pendapat tersebut maka untuk memiliki pegawai yang berkualitas dapat dilakukan dengan cara perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap para pegawai, memberikan kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri, melakukan komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai, memberikan kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan-pekerjaan 29 mereka, memberikan kompensasi yang cukup dan fair, dan menciptakan lingkungan yang aman dan sehat. Dengan keadaan suasana yang demikian, maka kualitas kerja dapat terwujud sehingga dapat menentukan tujuan pekerjaan-pekerjaan dalam mencapai target atau tidak. Pengukuran kualitas kerja yang dapat mempengaruhi tujuan pekerjaan-pekerjaan adalah sebagai berikut : a. Kuantitas kerja, dapat terlihat dari besarnya jumlah pekerjaan yang dihasilkan. b. Kualitas kerja, dapat terlihat dari hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan yang dipergunakan untuk meningkatkan mutu dari suatu perusahaan. c. Ketepatan waktu, dapat terlihat dari persentase laporan pegawai yang tepat pada waktunya. d. Disiplin kerja, kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para pegawai untuk mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah. Dibutuhkan pula unsur-unsur yang mendukung terciptanya peningkatan kualitas kerja pegawai, antara lain : a. Kompensasi; b. Kesejahteraan; c. Hubungan kerja; d. Training bagi para manajer; e. Survey opini; f. Penilaian prestasi; g. Jam kerja yang luwes; h. Gugus kendali; 30 i. Dana pengeluaran. Menurut Hasibuan (2008:117) terdapat indikator-indikator dari kualitas kerja pegawai yaitu : a. Potensi Diri Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal.Potensi diri adalah kemampuan yang terpendam pada diri setiap orang, setiap orang memilikinya”.Memahami diskripsi pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bidang kerja serta memilki berinisiatif merupakan beberapa potensi diri yang harus dimiliki pegawai. b. Hasil Kerja Optimal Hasil kerja yang optimal harus dimiliki oleh seorang pegawai, pegawai harus bisa memberikan hasil kerjanya yang terbaik, salah satunya dapat dilihat dari produktivitas organisasi, kualitas kerja,kuantitas kerja.Produktivitas organisasi adalah sebagai suatu ukuran penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber daya yang diberikan.Kualitas kerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh pegawai telah memenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan yang telah ditetapkan. Kualitas kerja merupakan mutu hasil pekerjaan atau sebaik apa harus diselesaikan. Kualitas kerja pegawai dapat dilihat dari adanya kemampuan menghasilkan pekerjaan yang memuaskan, tercapainya tujuan secara efektif dan efisien serta kecakapan yang ditunjukkan dalam menjalankan pekerjaanya. Kuantitas pekerjaan adalah banyaknya jumlah yang harus diselesaikan atau dikerjakan pegawai sesuai target waktu yang telah ditetapkan dan dapat menyelesaikan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu dengan baik. c. Proses Kerja Proses kerja merupakan suatu tahapan terpenting dimana pegawai menjalankan tugas dan perannya dalam suatu organisasi, melalui proses kerja ini kerja pegawai dapat dilihat dari kemampuan membuat perencanana kerja, kreatif dalam melaksanakan pekerjaan, mengevaluasi tindakan kerja, melakukan tindakan perbaikan. Kerja yang baik dan berkualitas dapat terlihat dari bagaimana seorang pegawai dapat melakukan sebuah pekerjaan mula dari proses perencanaan sampai dengan perbaikan. Pegawai yang memiliki perencanaan kerja yang matang, kreativitas yang tinggi, mampu mengevaluasi tindakan, serta dapat memperbaiki tindakan tanpa menunggu perintah dari atasan merupakan seorang pegawai yang memiliki pemikiran yang rasional dan memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan pekerjaan itu. Dengan adanya inisiatif pegawai dalam pelaksanaan proses kerja dalam merancang program kerja, serta 31 mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi, maka organsiasi tersebut akan berhasil dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian untuk dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam organisasi, maka para pegawai harus memiliki kemampuan dalam pelaksanaan proses kerja. d. Antusiasme Antusiasme merupakan suatu sikap dimana seorang pegawai melakukan kepedulian terhadap pekerjaanya hal ini bisa dilihat dari kehadiran, pelaksanaan tugas, motivasi kerja, komitmen kerja. Pegawai yang memiliki antusiasme akan senantiasa meningkatkan kerjanya dalam menjalankan segala tugas dan tanggung jawabnya hal ini harus selalu ditumbuhkan dalam jiwa pegawai sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kerjanya, Soetisna (2000:67) mengemukakan bahwa : Semangat atau antusiasme merupakan suatu sikap yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan pekerjaanya, yang memiliki kapasitas untuk bekerja secara aktif tanpa mengenal lelah. Hal ini merupakan kecenderungan untuk menggunakan perilaku positif, emosi dan semangat. Dari pendapat di atas hendaknya para pegawai dapat memiliki sikap yang positif dalam perencanaan yang matang serta memiliki semangat yang besar dalam melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sehingga dapat menghasilkan kualitas kerja yang optimal dan diharapkan oleh instansi/organisasi. 2.1.8. Hubungan Reformasi Birokrasi dengan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), sumber daya manusia aparatur dan ketatalaksanaan (business process). Tujuan reformasi birokrasi adalah membangun aparatur negara agar mampu mengemban misi, tugas dan fungsi serta peranannya masing-masing, secara bersih, efektif dan efisien, dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik. 32 Reformasi birokrasi merupakan konsekuensi untuk menanggapi perubahan, utamanya difokuskan pada sumber daya manusia sebagai pelaku utama perubahan. SDM tidak sekedar menjadi alat untuk mencapai tujuan nmelainkan sebagai human capital yang berharga. Oleh karena itu, pemberdayaan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian terutama dalam upaya peningkatan kualitasnya. Agar sumber daya manusia dapat menunjukkan “daya yang lebih” maka perlu adanya model pemberdayaan seperti; pemberian peran, penempatan dalam jabatan, motivasi pimpinan, menghubungkan tanggung jawab dan menumbuhkembangkan budaya organisasi yang kondusif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dalam hubungan pemberdayaan sumber daya manusia, juga diperlukan pengembangan strategi yang tepat, yaitu: inward looking, outward looking, dan mengembangkan kemitraan. Pemberdayaan sumber daya manusia dimaksud, diimplementasikan pada organisasi melalui pemberian kewenangan yang jelas, pengembangan kompetensi, pengembangan kepercayaan, pemanfaatan peluang, pemberian tanggung jawab, dan pengembangan budaya organisasi (Sedarmayanti, 2012:286). 2.2. Kerangka Pemikiran Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dalam menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan serta meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil di seluruh Indonesia. Reformasi birokrasi sudah dan sedang berlangsung di semua lini departemen/lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah guna mencapai tujuan pembangunan nasional. Untuk menata kembali 33 sistem pemerintahan yang baik dan kualitas kerja Pegawai Negeri Sipil maka pemerintah harus lebih mencermati kemampuan yang dimiliki Pegawai Negeri Sipil tersebut. Menurut Sedarmayanti (2009:60) “Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisien, dan akuntabilitas”. Pendapat diatas menjelaskan bahwa reformasi birokrasi merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas kerja agar tujuan yang diharapkan tercapai. Adapun empat cara reformasi birokrasi yang dikemukakan oleh Sedarmayanti dapat dilakukan melalui : 1. Penataan kelembagaan, struktur organisasi ramping dan flat (tidak banyak jenjang hierarkis dan struktur organisasi lebih dominan pemegang jabatan profesional/fungsional dari pada jabatan struktural). 2. Penataan ketatalaksanaan, mekanisme, sistem, dan prosedur sederhana/ringkas, simpel, mudah dan akurat, serta derajat presisi yang tinggi melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja memadai. 3. Penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai kebutuhan organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional, kompeten, beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas, kerja berkualitas, efektif, efisien, dan kondusif. 4. Pelayanan dan kualitas pelayanan, pelayanan prima (cepat, tepat, adil, konsisten, transparan, dan lain-lain), memuaskan pelanggan mewujudkan Good Governance (tata kepemerintahan yang baik). Pemahaman reformasi birokrasi tersebut berkaitan dengan kemampuan suatu organisasi dan SDM dalam hal ini adalah pegawai yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kerja pegawai. Perkembangan IPTEK mengalami perubahan teknologi beserta sistemnya sedangkan kondisi kualitas kerja pegawai saat ini belum adanya keseimbangan 34 antara kualitas kerja pegawai terhadap kualitas pendidikan, akibatnya peluang kerja tidak bisa terpenuhi secara utuh oleh kemampuaan kualitas pendidikan. Maka diperlukannya pemberdayaan SDM melalui pendidikan dan latihan dengan cara mengembangkan potensi yang ada pada sisi setiap manusia. Pemberdayaan SDM/aparatur merupakan serangkaian kegiatan pendidikan dan pelatihan, seperti yang disampaikan oleh Rasyid dan Syahril (1997:26) bahwa pemberdayaan aparatur sebagai berikut : “Pendidikan dan latihan yang merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia tidak hanya menekankan aspek fisik (kesegaran atau kesehatan jasmani), tetapi juga menyangkut segi-segi non fisik seperti kualitas kepribadian, kualitas hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan dan sesama manusia serta kualitas kekayaan seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan.” Berdsasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan sebagian dari upaya pengembangan SDM yang tidak hanya menekankan pada aspek fisik seperti kesegaran atau kesehatan tetapi juga menyangkut aspek non fisik seperti kualitas kepribadian, hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan dan sesama manusia seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Pemberdayaan aparatur adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan aparatur dalam pemberdayaan SDMnya, berikut beberapa cara dalam pemberdayaan aparatur menurut Rasyid dan Syahril (1997:26-29) : 1. Pengadaan adalah suatu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang kosong dalam pelaksanaan pemberdayaan aparatur. Proses kegiatan tersebut diantaranya : a. Perencanaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja b. Pelamaran adalah proses yang terus menerus berjalan untuk memperoleh PNS yang kompeten dan mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur Negara. 35 c. Penyaringan adalah proses pemilihan PNS yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai sebagai aparatur Negara. d. Pengangkatan adalah proses penetapan dari pegawai honorer menjadi pegawai tetap untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur Negara. e. Penempatan adalah proses menempatkan PNS sebagai unsur pelakasana tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur Negara pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan keahliaanya. 2. Pengembangan adalah suatu proses untuk meningkatkan kinerja PNS sesuai kebutuhan yang diharapkan untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Langkahlangkah pengembangan PNS diantaranya : a. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) : proses dimana PNS mempelajari keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan guna melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat b. Pembinaan adalah suatu proses yang menjadi tolak ukur untuk dijadikan dasar untuk mengetahui tugas pokok dan fungsinya sebagai PNS. 3. Penggajian adalah pemberian finansial sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dilaksanakan dan menjadikan motivasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Indikator penggajian diantaranya : Motivasi : proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang PNS untuk mencapai tujuannya. 4. Pengawasan adalah memonitor atas hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh seluruh PNS. Indikator Pengawasan diantaranya : Evaluasi : proses penilaian terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya seorang PNS sesuai tujuan atau standar kinerja yang telah ditetapkan lebih dahulu . Pemberdayaan SDM dalam organisasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu melalui pengadaan, pengembangan, penggajian serta pengawasan, cara-cara tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas kerja sebagaimana diharapkan oleh suatu organisasi. Peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan harus mampu meningkatkan kualitas kerja terutama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang selama ini belum efesien dan efektif yang disebabkan oleh kualitas SDM. 36 Kualitas kerja merupakan wujud perilaku dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan dan sesuai dengan harapan yang telah ditentukan sebelumnya. Hasibuan (2008) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas kerja yaitu “Kualitas kerja merupakan sikap yang ditunjukkan oleh karyawan berupa hasil kerja dalam bentuk kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan didalam mengerjakan pekerjaan.” Pendapat diatas menyatakan bahwa sikap seorang pegawai dalam melakukan pekerjaannya dituntut agar hasil kerjanya rapih, tepat waktu dan teliti dalam menyelesaikannya. Hal itu menurut Hasibuan (2008:117) dapat dilihat dari indikator kualitas kerja pegawai yaitu : 1. Potensi Diri Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal. 2. Hasil Kerja Optimal Hasil kerja yang optimal harus dimiliki oleh seorang pegawai, pegawai harus bisa memberikan hasil kerjanya yang terbaik, salah satunya dapat dilihat dari produktivitas organisasi, kualitas kerja, kuantitas kerja. 3. Proses Kerja Proses kerja merupakan suatu tahapan terpenting dimana pegawai menjalankan tugas dan perannya dalam suatu organisasi, melalui proses kerja ini kerja pegawai dapat dilihat dari kemampuan membuat perencanana kerja, kreatif dalam melaksanakan pekerjaan, mengevaluasi tindakan kerja, melakukan tindakan perbaikan. 4. Antusiasme Antusiasme merupakan suatu sikap dimana seorang pegawai melakukan kepedulian terhadap pekerjaanya hal ini bisa dilihat dari kehadiran, pelaksanaan tugas, motivasi kerja, komitmen kerja. Indikator kualitas kerja tersebut merupakan hal yang paling penting dalam menyelesaikan pekerjaan yang diharapkan sekaligus menjadi landasan sejauh mana kualitas kerja pegawai ini dapat mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Menurut Ahmadian (2003:477) mengatakan bahwa : 37 “Reformasi birokrasi mempunyai manfaat dalam proses pelayanan yang berorientasi pada kepuasan publik dan ketaatan aparatur birokasi terhadap peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi penyimpangan dan perbuatan tercela, sehingga menciptakan pegawai yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan hasil dalam membangun reformasi birokasi yaitu : pertama, birokrasi yang bersih, yang bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai yang dapat mencegah berbagai tindakan penyimpangan dan perbutan tercela; kedua, birokrasi yang efisien, efektif dan oerintasi pelanggan yaitu birokrasi yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat dan menjalankan tugas dengan cermat dan berdaya guna; dan ketiga, birokrasi yang transparan yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tanpa diskriminasi. Reformasi birokrasi mempunyai manfaat dalam proses pelayanan yang berorientasi pada kepuasan publik dan ketaatan aparatur birokasi terhadap peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi penyimpangan dan perbuatan tercela.” Reformasi birokrasi ini pada dasarnya sangat mempengaruhi kualitas kerja pegawai, sehingga dapat terwujud birokrasi yang bersih, bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai yang dapat mencegah berbagai tindakan penyimpangan dan perbuatan tercela, birokrasi yang efisien, efektif dan orientasi pelanggan dan birokrasi yang transparan yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tanpa diskriminasi. Selanjutnya Mulyadi (1998:215) menyatakan bahwa : ”Pemberdayaan pegawai berarti memampukan dan memberi kesempatan kepada pegawai untuk merencanakan, mengimplementasikan rencana dan mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya untuk mencapai kualitas kerja yang lebih baik”. Pendapat tersebut mempunyai pengertian bahwa pemberdayaan SDM/pegawai merupakan hal yang dapat memberikan dorongan terhadap pegawai guna meningkatkan kualitas kerja pegawai. Reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM yang mempengaruhi kualitas kerja pegawai berdasarkan Sedarmayanti (2012:93) menyatakan : 38 “Salah satu komponen terciptanya reformasi birokrasi adalah melalui penataan sumber daya manusia aparatur, agar bersih sesuai kebutuhan organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (profesional, kompeten, beretika, berkerja tinggi, dan sejahtera), akuntabilitas, kerja berkualitas, efektif, efisien, dan kondusif. Pemberdayaan aparatur dilakukan untuk mendorong aparatur mendapatkan kepercayaan dalam melakukan sesuatu yang menjadikan aparatur untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan tugasnya sebaik mungkin yang dimana untuk mewujudkan pemberdayaan tersebut dilakukan melalui pengandaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan yang diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur aparatur untuk memperoleh aparatur yang diharapkan.” Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat dikatakan bahwa pemberdayaan SDM yang berkualitas akan lebih mudah dicapai melalui reformasi birokrasi guna meningkatkan kualitas kerja pegawai, karena SDM yang berkualitas dapat melihat secara jeli faktor-faktor apa yang dapat memberikan kualitas, manfaat dan solusi serta SDM yang berkualitas akan lebih mudah mengimplementasikan bagaimana cara untuk menghasilkan kualitas kerja pegawai yang sesuai dengan harapan organisasi. 39 1. 2. 3. 4. Reformasi Birokrasi (Sedarmayanti, 2009:60) Penataan kelembagaan. Penataan ketatalaksanaan. Penataan sumber daya manusia aparatur. Pelayanan dan kualitas pelayanan. Sedarmayanti (2012:93) Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Rasyid dan Syahril (1997:26-29) 1. Pengadaan 2. Pengembangan 3. Penggajian 4. Pengawasan Ahmadian (2003:477) Kualitas Kerja (Hasibuan, 2008:117) 1. Potensi Diri. 2. Hasil Kerja Optimal. 3. Proses Kerja. 4. Antusiasme. Mulyadi (1998:215) Gambar 1 Paradigma berfikir tentang Reformasi Birokrasi, Pemberdayaan SDM dan Kualitas Kerja Pegawai 2.3. Hipotesis Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Reformasi birokrasi dan pemberdayaan SDM besar pengaruhnya terhadap kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar. 2. Reformasi birokrasi besar pengaruhnya terhadap kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar. 3. Pemberdayaan SDM besar pengaruhnya terhadap kualitas kerja pegawai pada Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjar.