Industrialisasi Substitusi Impor dan Politik Ekonomi Pembangunan Oleh: Aulia Kusuma Wardhani (0806347643) Dahlia Meiningrum (0806347694) Popularitas subsitusi impor industrialisasi mulai berkembang di negara dunia ketiga yaitu pasca perang dunia pertama yang semakin menunjukkan kecepatannya pada pasca perang dunia kedua. Pada awal kemunculannya menghasilkan hasil yang signifikan dalam dunia ekonomi yang cukup booming. Akan tetapi pada akhir tahun 1960-1970 an mengalami perlambatan hingga menurut teoritis radikal menyebutkan bahwa kegagalan ISI menghasilkan kemiskinan yang menguat di Negara dunia ketiga. Strategi pembangunan sosialis juga menunjukkan hasil yang tidak lebih baik. Pada awal dekade kemunculan ISI sebagai sebuah strategi pembangunan sangat kuat dipengaruhi oleh rasa nasionalism yang berusaha untuk melepaskan diri dari regim kolonialisme dan mampu menemukan kemandirian ekonomi. Kondisi ini terlihat di kawasan Timur Tengah. Perang dunia pertama dianggap menganggu Negara untuk melakukan impor dan pengaruh penting dalam pertukaran barang manufaktur. Akan tetapi situasi ini terhambat oleh otonomi yang terbatas dari regim kolonialisme, sebagai contoh Britanian dan Perancis pasca perang dunia pertama berakhir mengisi kekosongan di Negara timur tengah dengan perencanaan lima tahun investasi dan target pertumbuhan di sektor publik. Kombinasi perencanaan pembangunan industrial dan campuran ekonomi memberikan pengaruh pada model pembangunan di asia tenggara. Sri lanka menggunakan perencanaan yang sentralis sejak merdeka yang dilakukan dari tahun 1948 sampai 1956 saat dilakukannya pemilihan umum, dimana nasionalis radikal yang memiliki pengaruh di Negara. Langkah pertama dalam strategi ISI yaitu dengan menjadikan nasionalisme sebagai kendaraan pemerintah dan menciptakan Negara industri. Beberapa Negara menunjukkan ambisiusnya untuk melakukan pembangunan dengan basis nasionalisme, namun ada juga Negara yang menjauhkan diri dari ISI dengan melakukan industrialisasi ekspor yaitu Singapura. Hasil yang didapat dari ISI pada awal dekadenya bagi Negara brazil, meksiko, turki dan india mengalami peningkatan yang besar terutama dalam pasar domestik tanpa melihat pasar ekspor. Ketika Afrika memasuki masa kemerdekaan pada era tahun 1960an, Negara-negara di Afrika mengalami situasi yang berbeda dimana mereka memasuki era postkolonial dengan pasar yang miskin dan kecil, namun tidak mengurungkan niatnya untuk melakukan ISI. Contoh Negara Afrika yaitu Ghana dengan peran pemimpin kharismatik yaitu Kwame Nkrumah yang mampu membawa perubahan ekonomi dan sosial di masyarakat melalui kebijakandalam bidang sumber daya, kesehatan, transportasi. Hingga pada tahun 1961 ia menunjukkan bentuk baru dari Afrika yaitu Sosialism Afrika yang berusaha membangun kolektif ekonomi Afrika dengan kebersamaan tradisional. Ia melihat agrikultur dengan sistem perbudakan yang sangat kecil, merupakan penghasil bahan bakar bagi masyarakat kota. Program yang dijalankan sangatlah ambisius dengan mekanisme Negara yang menggantikan petani kecil yang mendominasi ekonomi desa. Dalam hal ini sangat terlihat kuatnya peranan pemerintah Negara. Pendekatan Negara dalam kondisi ini yaitu Negara dilihat sebagai aktor yang independent daripada sebagai produk dari konflik kepentingan dan pertarungan kekuasaan. Menurut Eric Nordlinger inti dari perpektif statis yaitu pejabat publik memiliki bentuk yang sesuai dengan kebijakan preferensinya dan Negara bertindak pada pilihannya walaupun terdapat perbedaan dari pejabat privat yang paling berkuasa. Kuatnya peran pemimpin dalam melakukan transformasi hingga pada tengah tahun 1970-an Negara menggantikan orientasi ekspor industrialisasi dengan menambahkan nilai produksi lokal. Walaupun ISI sangat kuat peranannya dengan nasionalis namun pada saat bersamaan juga seringkali terkait dengan kapital luar negeri sebagai stimulus yang mensukseskan staretegi pembangunan. Hal ini digunakan untuk melanjutkan investasi infrastruktur. Kebijakan ISI juga antara lain revolusi hijau sebagai bentuk inovasi dari pengembangan tehnik agrikultur. Akan tetapi dikritisi karena dianggap hanya memberikan kesempatan bagi petani yang kaya yang memiliki modal, teknologi hanya berkonsentrasi pada pendapatan yang justru menimbulkan dampak-dampak di masyarakat. Pada akhir tahun 1940-an kawasan Negara Eropa mengalami chaos politik dan ekonomi pasca perang, ekonomi dunia kembali bergejolak. The Marshal Plan, menjadi kebijakan Amerika untuk memompa rekonstruksi uang Eropa barat. Negara eropa barat mengalami situasi kemunduran kapasitas karena industrailisasi yang hancur sebagai dampak dari perang. Tindakan yang dilakukan Amerika dengan mencetak uang untuk menminimalisasi devisit nyatanya tidak berhasil lama, pada tahun 1971 perdagangan Amerika mengalami devisit. Pada tahun1973 ekonomi dunia kembali mengalami gejolak minyak, OPEC melakukan embargo penyediaan minyak untuk Amereika, Eropa Barat, dan Jepang sebagai bentuk protes dukungan untuk Israel pada Perang Yom Kippur. Walaupun demikian hal ini tidak terlalu berdampak buruk bagi Negara dunia ketiga, baru pad atahun 1979 oil shock yang terjadi untuk kedua kalinya membawa pada kondisi stagflasi di Negara pertama dan krisis juga berdampak pada Negara dunia ketiga. Usaha memulihkan keadaan inflasi Amerika dilakukan dengan meningkatnya biaya pembayaran hutang-hutang oleh Negara dunia ketiga, hal ini menyebabkan tingginya harga dollar. Kondisi ini sangat menyulitkan bagi Negara dunia ketiga untuk melakukan pembayaran hutang luar negeri. Dikaitkan dengan analisa hubungan antara Negara dan masyarakat, maka Negara dilihat dalam proses pembangunan, dimana mayoritas teori yang ada merepresentasikan sebagian besar menyangkut kondisi dan perubahan ekonomi dan politik. melihat hubungan antara kondisi ekonomi dan politik Negara, yang lebih tajam dan spesifik seperti perdagangan luar negeri, kelompok bisnis, kebijakan politik dan perbandingan politik. kontsruksi teori pembangunan dibentuk oleh antar disiplin dan subdisplin ilmu untuk memahami permasalahan pembangunan di Negara dunia ketiga. Pendekatan yang digunakan yaitu interdisipliner dan mutidispliner, mencoba untuk membawa teori monodisipliner menuju kerangka yang lebih kompeherensif untuk dapat menjelaskan kondisi sosial dan transformasi di Negara dunia ketiga, maka fokus dari teori ini menempatkan integrasi antara perspektif ekonomi, sosial, politik dan budaya. Di bagian awal penjelasan ini akan lebih fokus pada interaksi negara (state) dan proses pembangunan sosio ekonomi, dengan menjelaskan berbagai macam konsepsi mengenai state dan masyarakat yang kemudian mengenai manajemen pembangunan dan perencanaan ekonomi. Aspek politik akan meliputi pada otonomi, kapasitas dan kondisi sosial. Yang masing-masing akan dikaitkan strategi Di banyak literatur Negara berkembang, Negara disebutkan sebagai instittusi penting dan spesial dalam proses pembangunan. Dalam teori ekonomi konvensional maka Negara dianggap sebagai insiator dan katalis dari pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Peran sentral Negara dalam proses pembangunan dianggap sebagai institusi independent sebagai fungsi yang memutuskan dan membuat pengambilan keputusan yang rasional. Dalam teori dependensi, posisi Negara menjadi sorotan utama, namun dalam teori ekonomi ada kecenderungan untuk menghilangkan Negara dan pembuatan keputusan dari bentuk independen, hal ini bertahan hingga akhirnya muncul socialism. Pada teori depensi klasik, tindakan Negara sebagai besar ditetapkan oleh kepentingan capital internasional, terlihat hubungan antar Negara yang menentukan tindakan Negara. Kontribusi juga diberikan Gurnal Myrdal yaitu teorinya mengenai soft state, yan dikontruksikan berdasarkan kelas sosial dan kekuatan Negara mengikuti tradisi neo Marxian. Negara sebagai institusi dapat dipahami melalui empat dimensi analitik dimana Negara bisa merupakan korespondensi dari lebih dari satu dimensi. Empat dimensi adalah Negara sebagai , 1. Produk konflik kepentingan dan perebutan kekuasaan 2. Manifestasi dari struktur, mode of functioning, dampak struktur yang mempengaruhi perialku citizen 3. sebagai arena interaksi dan konflik antar kekutaan sosial 4. Sebagai institusi yang berisikan aktor yang memiliki hak pribadi, Keempat dimensi ini digunakan untuk menganalisa dan membandingkan pendekatan state yang terbagi atas dua yaitu :pendekatan society centered dan pendekatan state-centered. Pendekatan society-centered menempatkan struktur sosial dankekuatan sosial sebagai priorritas pertama. Kekuatan sosial dalam hal ini diantaranya strukstur ekonomi, kelas sosial atau kelompok kepentingan. Asumsi dari pendekatan ini bahwa struktur sosial dan kekuatan sosial memiliki dampak yang begitu besar terhadap Negara. Menurut Nicos`Poluntzas dibedakan antara kekuatan Negara, aparatur Negara dan fungsi Negara. Pendekatan society centered berkaitan dengan kalrifikasi pada bagaimana dan untuk apa memperluas kekuatan Negara di masyarakat dengan kecenderungan bentuk dan mode of functioning dari aparatur Negara. Konsepsi utama dari pendekatan ini yaitu Negara sebagian besar didominasi oleh proses dan struktur ekonomi dan Negara sebagian besar merupakan hasil produk konflik kepentingan dan pertarungan kekuasaan antar kelas dan kekuatan sosial lainnya.atribut lainnya yaitu pembuatan keputusan dalam system politik dengan otonomi tingkat tinggi yang dilakukan oleh aktor aparatur. Untuk Negara dunia ketiga dalam melakukan ISI sebagai bentuk tindakan kemandirian maka Negara dapat dilihat pada pendekatan state-centered .Fokus pada tindakan atau perilaku dari aparatur Negara dan otonomi yang digunakan aparatur dan perangkatnya. Tidak demikian bahwa asumsinya Negara lebih mempengaruhi masyarakat akan tetapi Negara dilihat sebagai aktor yang independent daripada sebagai produk dari konflik kepentingan dan pertarungan kekuasaan. Menurut Eric Nordlinger inti dari perpektif statis yaitu pejabat publik memiliki bentuk yang sesuai dengan kebijakan preferensinya dan negara bertindak pada pilihannya walaupun terdapat perbedaan dari pejabat privat yang paling berkuasa. Perencanaan pembangunan dibangun melalui proses identifikasi sumber yang dapat menghasilkan keuntungan dan kemajuan Negara. Melalui identifikasi produksi lokal di Negara ketiga yang berbasiskan agrikultur maka strategi subsitusi impor merupakan salah satu bentuk manifestasi komitmen kemandirian Negara. Menurut Clark dan Dear, menginformasikan historical materialism state sebagai pemilik otonomi dan kapitalis karena state embedded di dalam relasi masyarakat yang kapitalis, tetapi secara bersamaan juga sebagai institusi yang memiliki kekuasaan dan aktor yang memiliki otoritas sebagai bagian dari hak nya. ___ Soft state. Pendekatan yang diajukan Myrdal berusaha mengkombinasikan analisa ekonomi dan non ekonomi seperti kondisi perilaku dalam kehidupan dan kerja, institusi dan kebijakan. Peilaku hidup dan kerja, menunjuk pada perilaku yang menghalangi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, dengan kategori level disiplin kerja yang rendah. Institusi yang kurang baik untuk pembangunan termasuk didalamnya usaha lahan, sistem bagi hasil yang menghalani pertumbuhan agrikultur karena tidak ada investasi insentif. Hal ini terbantahkan dengan revolusi hijau sebagai bentuk inovasi pengembangan agrikultur di Negara dunia ketiga. Relasi antara pembangunan dan Negara bahwa suatu Perencanaan ekonomi didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya pilihan individual dalam menentukan keputusan investasi, mekanisme pasar tidak berfungsi di Negara miskin. Jikapun memiliki fungsi maka tidak mampu memimpin dan melakukan suatu transformasi menuju kearah yang lebih berkualitas bagi masyarakatnya. Ketidakmampuan pasar atau kesalahan pasar bahwa pasar tidak selalu menekankan pada proses pertukaran namun menunjukkan kondisi diantaranya memonopoli sumber daya yang laku di masyarakat , kenaikan produksi diasosiakan dengan menurunnya harga-harga per unit.. Fungsi utama pasar sebagai proses pertukaran produksi, konsumsi dan distribusi semakin mengarah pada otonomi penuh untuk akumulasi keuntungan. Strategi subsitusi merupakan usaha melepaskan ketergantungan modal asing, karena beban bunga yang tinggi. Untuk itu diperlukan penguatan kemandirian ekonomi yang didasarkan pada nilai produktivitas local, dengan peran Negara sangat diperlukan untuk melakukan kontrol terhadap kekuatan pasar yang cenderung monopolistic. Politik Ekonomi Pembangunan Tahun 1980, “teori pusat negara” menjadi perhatian penting dalam melihat perbedaanperbedaan negara dalam memegang peranan di dalam basis sosietalnya. Peter Evans menekankan bahwa negara-negara dunia ketiga diklasifikasikan menjadi tiga: (1) negara predator, (2) negara intermediet, (3) dan negara berkembang. Ketiga klasifikasi ini merujuk pada bagaimana negara ketiga membangun ekonomi nasionalnya berdasarkan kekuatan pada negara itu sendiri. Negara kuat dan negara lemah sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara karena akan berimbas pada faktor-faktor lain di luar faktor ekonomi. Dalam tulisan Rapley, dia tidak menjelaskan seperti apa negara kuat dan seperti apa negara lemah yang tentunya mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pertama, negara predator. Mungkin bisa dilihat sebagaimana Indonesia pernah mengalaminya, yaitu masa pemerintahan Soeharto. Negara hanya dikontrol oleh segelintir elit atasan yang merupakan “anak buah” dari pimpinan negara. Tujuan kebijakan diperuntukan hanya untuk kepentingan pribadi atasan. Sehingga tujuan mensejahterakan masyarakat sesungguhnya hanya sebatas wacana untuk mempertahankan posisinya. Bila dilihat, negara dari dimensinya, terbagi atas dua hal, yaitu otonomi dan kapasitas negara. Kuat atau lemahnya negara bergantung dari dua dimensi tersebut. Klasifikasi negara yang telah di bahas di awal, sebenarnya belum tentu mengidentifikasi bahwa negara tersebut lemah atau kuat. Setiap negara memiliki otonomi yang berimplikasi pada kebijakan. Namun, otonomi yang dipegang oleh negara, belum tentu digunakan untuk kebijakan masyarakat. Seperti halnya negara predator. Kuatnya otonomi negara dalam mengatur dan mengontrol masyarakat, sebenarnya dapat dikatakan negara kuat. Karena dia dapat mengendalikan segala aspek di dalam negara yang mana dalam hal ini adalah ekonomi negara. Ketika kebijakan tersebut kurang mengindahkan warga negara atau masyarakat, maka kekuatan negara tidak akan dijamin bertahan lama. Karena dalam jangka panjang, negara tidak akan berdaya berdiri sendiri tanpa bantuan luar negeri. Disinilah pada akhirnya yang menjadi jurang atau jebakan ISI, bahwa dengan meningkatkan produktivitas lokal yang nasionalis, negara dunia ketiga mau tidak mau tidak bisa terlepas dari pinjaman asing. Misalnya dalam hal penggunaan teknologi canggih untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini pun juga akan menimbulkan ketergangtungan meskipun impor dari luar ditekan dan lebih memfokuskan pada produksi lokal. Di sisi lain, otonomi negara yang kuat ketika diimplementasikan terhadap kebijakan yang base on society, maka kapasitas negara akan semakin kuat, karena negara menggerakkan masyarakat yang kapasitasnya lebih besar dari negara. Secara riil, ketika substitusi impor dicanangkan dalam suatu negara, negara berperan sebagai pemantau. Dalam hal ini masyarakat digerakan (empowered) untuk membangun ekonomi nasionalis berbasis keunggulan lokal. Sehingga, kekuatan ini dapat memperkuat pertahanan sebuah negara dalam membangun ekonomi dan berimbas pada aspek lainnya. Namun, bila negara tidak memiliki otonomi dan kapasitas, negara akan terbilang lemah. Popkins dalam menjelaskan tentang hubungan antara negara, pasar, dan petani lebih concern menjelaskan kondisi pertanian di Asia. Dalam menjelaskan hubungan ketiga unsur tersebut, Popkins melakukan penelitian terkait dua hal: (1) bagaimana seorang petani melakukan tindakan rasional dalam menjalankan aktivitas pertaniannya. Melalui pertanyaan tersebut, dia melihat bahwa tingkah laku petani secara individual dikatakan rasional saat dia memiliki keinginan untuk membuat lahan pertanian terbagi atas beberapa plot, meskipun ini akan menyulitkannya saat panen. Tindakan ini dinilai rasional karena dia telah mempertimbangkan dampak atau kendala buruk yang akan terjadi. (2) di waktu yang sama bagaimana pilihan rasional seorang atau petani secara individual juga menjadi rasional dimata masyarakat. Analisis lebih lanjut adalah dengan melihat Market sebagai institusi satu-satunya yang penting di antara institusi-institusi lain yang ada. Untuk melihat hubungan antara petani dengan pasar, lebih lanjut Bates menekankan bahwa terdapat faktor lain yang juga tidak dapat dipisahkan ketika melihat atau menganalisis petani dengan market, yaitu dengan melibatkan analisis ekonomi politik. Pilihan rasional yang digunakan sekaligus ditekankan dalam menganalisis petani, pasar dan market dapat dilihat pula dalam program ISI. Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) yang merupakan kebijakan negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi internal dalam hal ini merupakan tindakan rasional. Mengapa? Negara disini adalah pihak yang memutuskan untuk membuat kebijakan. Kemudian, kebijakan yang diturunkan adalah kebijakan yang mengarahkan masyarakat atau warganya untuk meningkatkan produk lokal dalam rangka menghentikan atau mencegah ketergantungan impor dari negara maju. Hal ini dilakukan supaya ketergantungan yang dalam waktu jangka panjang akan mengancam pertahanan nasional. Dengan demikian, untuk mempertahankan pembangunan nasional substitusi impor dicanangkan dengan mengandalkan basis produk yang tersedia di dalam negara. Dalam hal ini produk unggul yang menjadi basis pertumbuhan ekonomi negara dunia ketiga bergantung pada sektor pangan atau pertanian. Sehingga, untuk mengembangkan dan menumbuhkan ekonomi negara, khususnya negara dunia ketiga, negara memiliki peran untuk mengatur kebijakan supaya produk lokal yang dalam hal ini diproduksi oleh para petani (hasil pertanian) ditingkatkan produktivitasnya. Di dalam tulisan Martinussen disebutkan tentang bagaimana negara membuat kebijakan Revolusi Hijau untuk meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tujuannya, kesejahteraan warga negara dapat terjamin. Dan hal ini memang tidak dapat terlepas dari pengaruh sosial politik yang pada akhirnya tujuan untuk memproduksi hasil pertanian dapat mengurangi ketergantungan impor dari negara asing. Bagaimana upaya supaya kebijakan negara yang rasional tersebut dapat terwujud? Hyden menjelaskan konsep economy of affection untuk mengaitkan hubungan antara negara dan ekonomi yang dalam hal ini terwujud dalam market. Afeksi ekonomi merupakan jaringan yang terjalin antara dukungan, dan komunikasi, dan interaksi antara kelompok-kelompok secara struktural. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya keberhasilan ekonomi tidak bisa terlepas dari jaringan kelompok tertentu yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Tanggung jawab kelompok dalam sebuah jaringan membantu memecahkan masalah dalam ekonomi. Sehingga, kegagalan atau kendala dalam menangani krisis ekonomi di negara-negara,seperti Afrika yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam dalam menumbuhkan dan membangun kondisi krusial untuk mengakumulasikan modal adalah dengan menguatkan afeksi ekonomi dalam negara. Bentuk-bentuk afeksi tersebut dapat dilihat di dalam kelompok-kelompok atau jaringan secara struktural. Berdasarkan tulisan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa negara dunia ketiga tidak selamanya menjadi negara yang terpuruk dan tidak dapat menumbuhkan sektor ekonomi nasional. Disini ISi menjadi alternative pilihan guna mencegah produk luar masuk dan mendominasi negara. Hal ini dapat mematahkan produksi lokal yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat dan pasar lokal. Namun, adanya ISI bukanlah hal terbaik bagi membangun pertumbuhan ekonomi negara ketiga. Karena, bagaimanapun juga negara ketiga tetap memiliki ketergantungan dengan negara dunia pertama yang member dukungan teknologi guna membantu meningkatkan produktivitas lokal sebagaimana menjadi tujuan nasional negara dunia ketiga. Kebutuhan akan dukungan negara pertama bukan hanya merupakan kebutuhan bagi negara ketiga, tetapi negara pertama juga mengkondisikan supaya negara dunia ketiga terus bergantung kepadanya dalam bentuk apapun.