etika bisnis csr - 01110039 Fenni Fatimah

advertisement
MAKALAH
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Oleh :
NAMA : FENNI FATIMAH
NIM
: 01110039
PROGRAM STUDI AKUNTASI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NAROTAMA
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI…………………………………………………………........................
i
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah……………………………………................
1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………................
1
Tujuan Penulisan……………………………………….…..................
1
1.1
1.3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertiaan Corporate Social Responsibility..………………...........
4
2.2. Tujuan dan Manfaat Program Corporate Social Responsibility….....
5
2.3. Program CSR PT.HM Sampoerna.................
6
BAB III KESIMPULAN …………………………….…..........................................
12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tembakau adalah salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Dari segi botani,
kebanyakan tanaman tembakau yang dibudidayakan sekarang ini adalah Nicotiana tabacum L.
Nama Nicotiana diberikan oleh ahli botani Linnaeus pada tahun 1753, dengan mengambil
sebagian nama duta besar berkebangsaan Perancis Jean Nicot de Villamain, beliau banyak
berjasa dalam penyebaran tanaman tembakau di Eropa. Sedang kata tabacum atau tobacco tidak
jelas aslinya tetapi kemungkinan berasal dan kata tobago yaitu sejenis pipa bercabang yang kala
itu digunakan orang-orang Indian dengan menghisap asap melalui hidung atau mungkin pula
berasal dari nama suatu pulau di India Barat, yaitu Tobago.
Tembakau dan industri yang menyertainya (industri rokok) telah berkembang pesat di Indonesia.
Perusahaan rokok telah menjelma menjadi perusahaan raksasa di Indonesia. Dengan dana yang
melimpah, perusahaan rokok di Indonesia melakukan kegiatan bisnis dan banyak kegiatan sosial
yang dibalut dengan program Corporarte Social Responsilities (CSR). Tulisan ini akan
membahas aktivitas CSR perusahaan rokok di Indonesia, apakah telah mencapai sasaran yaitu
sebagai salah satu wujud sustainable development, atau hanya sekedar strategi marketing saja.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah di dalam penulisan makalah ini adalah adalah:.
1. Apa tujuan dan manfaat perusahaan melaksanakan program CSR
2. Apa model-model program CSR yang dilakukan perusahaan
3. Bagaimana program CSR dilaksanakan oleh PT HM Sampoerna
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat perusahaan melaksanakan program CSR
2. Untuk mengetahui model-model program CSR yang dilakukan perusahaan
3. Untuk mengetahui program CSR yang dilaksanakan oleh PT HM Sampoerna
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Corporate Social Responbilities (CSR )
Dalam undang-undang telah dikatakan bahwa perusahaan yang berstatus perseroan wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam UU PT, disebutkan pada Ayat 1
pasal 74 berbunyi ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Hal ini
merupakan salah satu dari representasi dari kegiatan CSR sebuah perusahaan. Kalimat dalam
undang-undang tersebut hanya merupakan salah satu dari sekian banyak dari definisi CSR.
Sampai saat ini belum disepakati tentang definisi CSR. Dengan tidak adanya kesepakatan ilmiah
tentang CSR, maka konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak dapat menginterpretasikan CSR
sesuai kepentingan dan selera mereka. Banyak pendapat tentang definisi CSR. Namun secara
umum dapat dimengerti bahwa CSR adalah kontribusi perusahaan untuk pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan merupakan kata kunci pada
pengertian CSR. Kalau bukan ditujukan untuk pembangunan berkelanjutan negara di mana
perusahaan itu berada, maka CSR tersebut merupakan sekadar kosmetik untuk perbaikan citra.
Jadi, dengan menggunakan pembangunan berkelanjutan sebagai konsep kunci, ada perbedaan
yang tegas antara CSR dan greenwash alias pengelabuan citra. CSR mengandung lima
komponen penting, yaitu : ekonomi, sosial, lingkungan, pemangku kepentingan, dan
voluntarisme. Komponen ekonomi, sosial dan lingkungan menekankan bahwa CSR dengan
pembangunan berkelanjutan tidak dapat dipisahkan.

CSR dalam Perspektif Perusahaan
Bagi perusahaan, CSR dapat dipandang menjadi dua hal yang saling bertolak belakang,
yaitu apakah CSR itu bersifat sukarela atau wajib. Beberapa ahli menyatakan CSR seharusnya
didasarkan pada kesukarelaan dengan pendirian Ketua Panitia Khusus UU. Dengan demikian
kegiatan CSR perusahaan harus diregulasi. Namun,sampai saat ini banyak perusahaan yang
memandang CSR bukan sebagai kewajiban, tetapi suatu kesukarelaan.
Pemahaman yang dipromosikan oleh perusahaan-perusahaan yang berkomitmen CSR tinggi
maupun banyak ahli yang sependapat adalah bahwa sukarela bukan berarti perusahaan bisa
semaunya saja memilih untuk menjalankan atau tidak menjalankan tanggung jawabnya atau
selektif terhadap tanggung jawab itu. Yang dimaksud dengan kesukarelaan adalah perusahaan
juga menjalankan tanggung jawab yang tidak diatur oleh regulasi. Jadi, apa yang sudah diatur
oleh pemerintah harus dipatuhi dahulu sepenuhnya, kemudian perusahaan menambahkan lagi
hal-hal positif yang tidak diatur. Semakin banyak hal positif yang dilakukan perusahaan, padahal
hal itu tidak diharuskan oleh pemerintah, maka kinerja CSR perusahaan itu semakin tinggi.
Undang-Undang Perseroan Terbatas mewajibkan perusahaan yang berbasis sumber daya alam
menyisihkan anggaran untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Perdebatan
banyak terjadi di seputar CSR yang seharusnya berlandaskan kerelaan, tetapi menjadi kewajiban.
Tetapi karena sudah menjadi UU, yang bisa dilakukan adalah justru bagaimana merumuskan
dalam peraturan pemerintah yang akan menjadi strategi baru dalam menjalankan perusahaannya.
CSR telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Komisi Eropa membuat definisi yang
lebih praktis, yang pada intinya adalah bagaimana perusahaan secara sukarela memberi
kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih.
Tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal)
perusahaan. Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk
profitabilitas dan pertumbuhan. Keluar, tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran
perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan
dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.
Dengan hal ini dapat disimpulkan begitu luasnya makna CSR. Dapat digambarkan CSR sebagai
sebuah piramida, yang tersusun dari tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya, kemudian
tanggung jawab hukum, lantas tanggung jawab etik, dan tanggung jawab filantropis berada di
puncak piramida.
2.2
Tujuan dan Manfaat Program Corporate Social Responsibility
Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki tujuan diantaranya adalah :
1. Alasan Sosial.
Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus
memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.
2. Alasan Ekonomi.
Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan
melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image
positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
3. Alasa Hukum.
Perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR
dilakukan perusahaan karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau
denda dan bukan karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta menjaga lingkungan. Akibatnya
banyak perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari sanksi dari
pemerintah. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang PT No. 40 pasal 74 yang
isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaan-perusahaan yang terkait terhadap SDA dan
yang menghasilkan limbah.
Dengan melaksanakan program CSR banyak sekali manfaat yang akan diperoleh perusahaan,
terlepas dari biaya yang dikeluarkan, antara lain ::

Meningkatkan citra perusahaan dimata stakeholder,Membina hubungan/interaksi yang
positif dengan komunitas lokal, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya

Mendorong peningkatan reputasi dalam pengoperasian perusahaan dengan etika yang
baik Menunjukkan komitmen perusahaan, sehingga tercipta kepercayaan dan respek dari
pihak terkait

Membangun pengertian bersama dan kesetiakawanan antara dunia usaha dengan
masyarakat

Mempermudah akses masuk ke pasar atau pelanggan

Meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja, sehingga semangat loyalitas terhadap
perusahaan akan berkembang
2.3

Mengurangi resiko perusahaan yang mungkin dapat terjadi

Meningkatkan keberlanjutan usaha secara konsisten
Program CSR PT.HM Sampoerna
PT. HM Sampoerna dengan dana yang melimpah, menawarkan kegiatan sosial yang
dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Tidak mau kalah dengan PT. HM Sampoerna, PT.
Djarum Indonesia menawarkan banyak program yang dilakukan untuk masyarakat, antara lain
Djarum Bakti Pendidikan, Djarum Bakti Lingkungan, dan Djarum Bakti Olahraga. Bentuk dari
Djarum Bakti Pendidikan dan Djarum Bakti Olahraga adalah pemberian beasiswa kepada siswa
berprestasi namun tidak mampu secara ekonomi atau siswa yang berprestasi baik di bidang
akademik maupun olahraga (khususnya olahraga bulu tangkis).
Di mata sebagian besar pemilik perusahaan dan jajaran direksi perusahaan, istilah corporate
social responsibility (CSR) dipandang hanya sebagai tindakan filantropi. CSR ditempatkan
sebagai derma perusahaan atau bahkan sedekah pribadi. Selain itu, terdapat juga pandangan yang
cukup kuat di mata pelaku bisnis yang memandang CSR sebagai strategi bisnis. CSR dijadikan
sebagai instrumen untuk mencapai dan meningkatkan tujuan ekonomi melalui aktivitas sosial.
Dalam beberapa iklan rokok di televisi, dapat dilihat bahwa iklan rokok menyentuh sisi
kepedulian sosial. Pemberian beasiswa pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu
dipublikasikan secara dramatis, sehingga iklan rokok bukan saja mengagumkan, namun juga
mampu menyentuh solidaritas kemanusiaan. Setelah PT. HM Sampoerna dengan jargon
”Sampoerna untuk Indonesia” banyak menampilkan sumbangsih mereka untuk mencerdasakan
bangsa, belakangan PT Djarum menampilkan hal senada. Kendati sebagian orang mengetahui
bahwa kegiatan ”Sampoerna untuk Indonesia” dikelola oleh Sampoerna Foundation yang secara
manajerial terpisah dan independen dari PT HM Sampoerna, namun semua orang mafhum
bahwa publikasi itu memiliki relasi dengan pemasaran (caused related marketing) dengan
produk rokok Sampoerna. Demikian pula halnya Beasiswa Djarum atau Diklat Bulu Tangkis
Djarum.

Menetukan Arah CSR Perusahaan Rokok
Upaya-upaya yang dilakukan oleh industri rokok dalam menyiasati pembatasan iklan, di
antaranya adalah melalui program CSR. Bagaimana industri rokok dilihat dari sudut pandang
CSR? Secara umum dapat dinyatakan bahwa majoritas pakar CSR tidak ragu untuk menyatakan
bahwa industri rokok tidak bisa dianggap sebagai industri yang bertanggung jawab sosial. Ada
setidaknya tiga indikasi yang terkait dengan pendapat tersebut. Pertama, tidak satupun indeks
socially responsible investment (SRI) yang menyertakan perusahaan rokok ke dalam portofolio
investasinya.
Kedua, penolakan para pakar atas keterlibatan industri rokok dalam berbagai aktivitas ilmiah
yang membahas CSR. Yang paling terkenal adalah penolakan puluhan pakar terhadap ketelibatan
BAT dan Philip Morris dalam forum Ethical Corporation Asia di Hong Kong (14-15 Oktober
2004). Tadinya, kedua raksasa industri rokok tersebut terdaftar sebagai sponsor emas dan juga
mengirimkan eksekutif puncaknya sebagai pembicara. Namun, sebuah petisi yang ditandatangani
86 pakar CSR dan etika bisnis, membuat keikutsertaan dua perusahaan tersebut dibatalkan oleh
panitia. Ketiga, berbagai survei mutakhir menunjukkan bahwa seluruh pemangku kepentingan
sepakat bahwa industri rokok adalah yang paling rendah kinerja CSR-nya. Artinya, telah terjadi
kesepakatan global para pemangku kepentingan bahwa industri rokok memang tidak bisa
dipandang bertanggung jawab.
Mengapa kesepakatan global ini muncul di kalangan penggiat CSR? Karena beberapa tahun
belakangan telah tercapai kesadaran bahwa CSR bisa dimaknai dengan jelas, walaupun
definisinya masih sangat beragam. Perbedaan definisi itu ini diketahui hanyalah merupakan
perbedaan penekanan dan artikulasi, namun secara substansi tidaklah berbeda.
CSR jauh lebih luas dari sekedar pemberian sponsor, karena sebetulnya CSR adalah manajemen
dampak. Timbal balik ke masyarakat juga hanya sebagian dari CSR, karena CSR terutama
berkaitan dengan bagaimana keuntungan dibuat oleh perusahaan, bukan sekadar berapa dan
kepada siapa keuntungan itu disebarkan. Citra positif adalah hasil menjalankan CSR dalam
jangka panjang, namun citra bukanlah tujuan menjalankan CSR itu sendiri. Demikian juga
dengan uang. Banyak riset telah membuktikan bahwa kinerja CSR dan kinerja financial
perusahaan memang berkorelasi positif, namun uang (keuntungan) hanyalah dampak ikutan dari
menjalankan CSR.
Kalau sebuah perusahaan rokok coba-coba untuk membuat klaim bahwa mereka adalah
perusahaan yang bertangung jawab sosial, kita bisa menimbangnya dengan keharusan
internalisasi eksternalitas di atas. Yang pertama-tama harus diperiksa adalah apakah memang
dampak negatif dari produksnya telah ditekan hingga batas terendah yang mungkin? Belum
tampak ada upaya masif dari industri rokok untuk mencegah anak-anak dan remaja merokok
dengan menghilangkan akses mereka ke produk rokok dan berbagai iklannya. Industri ini juga
sama sekali tak serius melindungi bukan perokok.
Dalam berbagai literatur CSR dinyatakan, apabila perusahaan tidak meminimumkan dan
mengkompensasi dampak negatifnya terlebih dahulu, namun langsung terjun dalam kegiatan
amal, itu disebut greenwash alias pengelabuan citra. Tampaknya inilah yang banyak terjadi pada
industri rokok di manapun, termasuk di Indonesia.
Begitu juga dengan sinyal bahwa CSR adalah budi pekerti korporat. Jika budi pekerti tidak baik,
maka masyarakat akan melihat budi pekerti korporat juga tidak baik. Pencitraan sebagai
perusahaan dengan budi pekerti yang baik merupakan sebuah metode untuk mentransfer rival
costs yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menghadapi pesaing pada industri sejenis.
Sebagai contoh PT. HM. Sampoerna yang mencitrakan dirinya sebagai perusahaan rokok yang
menjalankan CSR melalui kepedulian pada pendidikan atau PT. Djarum Indonesia melalui
program CSR penghijauan dan peduli lingkungan. Positioning tersebut menurunkan rival cost
dengan perusahaan lain dalam satu industri, terutama dengan bentuk pasar yang oligopoli maka
melalui strategi ini perusahaan mengirimkan sinyal positif sebagai perusahaan yang berbudi
pekerti. Hasilnya diharapkan nilai perusahaan akan mengalami peningkatan atau dengan kata lain
tujuan financial perusahaan akan tercapai.
Terlepas dari batas yang tipis antara sumbangsih sosial dan strategi pemasaran, sumbangsih
mereka, jelas-jelas diakui membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat. Namun yang perlu
dipertanyakan adalah kegiatan CSR perusahaan rokok tersebut sudah tepat atau belum. Dampak
terdekat dari kehadiran dan penggunaan produk rokok adalah soal kesehatan. Oleh karena itu
seharusnya industri rokok banyak memprakarsai meminimumkan dampak negatif ini
dibandingkan dengan memberikan sumbangsih bagi kegiatan hiburan dan mempublikasikan
kegiatan solidaritas sosial. Demikian pula hanya dengan produk rokoknya sendiri. Dalam rangka
menghindari dampak buruk bagi kesehatan, produk rokok selain mengedepankan soal cita rasa,
sebaiknya juga menginformasikan kandungan dan batas toleransi racun dan tata cara merokok
yang mungkin bisa meminimalisasi dampak negatif bagi kesehatan bagi konsumennya. Secara
sosial, aktivitas merokok di ruang publik juga banyak dikeluhkan. Oleh karena itu, industri rokok
juga seharusnya berperan aktif untuk menyosialisasikan larangan merokok di ruang publik dan
membangun sarana-sarana smoking area. Dari sisi penonjolan kemewahan dan kebanggaan
merokok, iklan rokok sudah sangat berhasil. Namun dari sisi pendidikan untuk perokok tentang
bagaimana sebaiknya merokok dengan santun, hingga kini tak ada satu pun industri rokok yang
mulai memprakarsainya.
Dalam soal supply chain, industri rokok merupakan salah satu industri yang memiliki mata rantai
keterlibatan pelaku bisnis yang sangat panjang. Sejak petani tembakau dan cengkih sampai
dengan penjaja rokok di pinggir jalan. Pertanyaan penting yang harus diajukan adalah: apa yang
dilakukan oleh industri rokok untuk meningkatkan kehidupan merka yang terlibat di dalamnya?
Apakah pembagian keuntungan yang relatif adil sudah terjadi, ataukah ketimpangan pendapatan
yang menjadi ciri pelaku industri ini?
Kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) bisa diartikan sebagai inisiatif perusahaan
untuk terlibat dalam upaya-upaya perbaikan kehidupan sosial. Alasan kemanusiaan pada
mulanya menjadi motivasi utama tindakan ini. Dalam perkembangannya lebih lanjut, kegiatan
ini berkembang menjadi sebuah tindakan strategis. Alasan membangun reputasi, causerelated
marketing, dan bahkan secara diam-diam menghitung dampak dan peluang politik hadir dalam
tindakan filantropis ini. Sepertinya ini terjadi karena sebagian besar perusahaa menempatkan diri
sebagai diri sebagai perusahaan dermawan, untuk kemudian melakukan ekspansi pasar atas
modal perolehan citra positif dari publik.
Sebagai sebuah tindakan, CSR tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab perusahaan untuk
menimimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif. Untuk sementara, tampak
bahwa kinerja CSR lebih banyak memokuskan diri pada maksimalisasi dampak positif dengan
memberikan kontribusi pada aneka ragam kegiatan sosial. Pada umumnya CSR lebih sering
memilih agenda sumbangan kepada korban bencana, bermain di sektor pendidikan dan
kesehatan. Nyaris semua kegiatan CSR berhenti sampai di sini. Dan nyaris pula, mereka
melupakan evaluasi
dan kewajibannya untuk menimalisasi
dampak negatif operasi
perusahaannya.

Langkah Strategis Pelaksanaan CSR Perusahaan Rokok
Agar CSR menjadi sebuah langkah yang sustainable dan termasuk sebagai upaya
minimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif, disarankan beberapa langkah
manajerial yang sebaiknya diambil.
Pertama, melakukan review atas portfolio kegiatan dan program yang sudah berlangsung. Dalam
melakukan review dilakukan perusahaan harus melihat apakah kegiatan yang selama ini
dilakukan termasuk (i) communal obligation, sebuah kegiatan umum sebagaimana layaknya
seorang warga negara. Ciri umum dari kategori ini adalah keterlibatan CSR dalam program
pendidikan dan kesehatan; (ii) goodwill building, memberikan kontribusi dan dukungan penuh
kepada seluruh karyawan, pelanggan, dan community leader dalam menjalin hubungan baik dan
merangkai program company relationship jangka panjang. Dalam kategori ini CSR, juga
dijadikan sebagai momentum untuk merangkai stakeholder engagement baik secara internal
(khususnya employee dan supply chain) maupun secara eksternal (khususnya dengan
pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum); (iii) strategic giving,
memberikan bantuan sesuai dengan core competence bisnis dan konteks kebutuhan lokal.
Dalam konteks ini, yang kegiatan CSR yang disarankan bagi perusahaan rokok adalah
memperhatikan kesejahteraan para pelaku bisnis rokok yang sangat panjang. Sejak petani
tembakau dan cengkih sampai dengan penjaja rokok di pinggir jalan. Peningkatan taraf hidup
mereka yang terlibat di dalamnya. Dan menerapkan suatu sistem pembagian keuntungan yang
relatif adil.
Kedua, melakukan penilaian atas resistensi—baik yang potensial maupun yang sudah eksis—
dari inisiatif pemberian bantuan oleh perusahaan. Penilaian ini dilakukan dengan memerhatikan:
(i) proses seleksi atas upaya pemberian bantuan terbaik; (ii) upaya memperlebar mitra dengan
kelompok lain dalam memberikan bantuan; (iii) upaya-upaya dan proses-proses perbaikan
kinerja pemberian bantuan; (iv) perolehan dampak perbaikan dan perluasan pengetahuan. Empat
“saringan” ini diperhatikan dengan saksama demi terwujudnya nilai sosial dan ekonomi baru:
terjadi keseimbangan atau titik temu antara semakin tingginya manfaat sosial dalam kegiatan
filantropi murni dan manfaat ekonomi dalam kegiatan bisnis murni.
Ketiga, mencari opportunity untuk melakukan collective action di sebuah wilayah operasi
bersama mitra lain. Mitra di sini baik berupa perusahaan lain maupun beragam para pemangku
kepentingan yang memiliki competitive context sesuai dengan canangan program yang hendak
dijalankan. Dalam konteks ini disarankan bagi perusahaan rokok bekerja sama dengan
perusahaan rokok lain untuk membangun unit-unti smoking area dan mengkampanyekan hanya
boleh merokok pada smoking area tersebut. Hal ini sebagai konsekuansi bahwa rokok
sebenarnya mengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Sebab hal ini sebenarnya yang
dibutuhkan masyarakat yang bukan perokok.
Keempat, dengan penuh saksama melakukan jejak rekam (monitoring) dan mengevaluasi hasil.
Temuan perolehan hal-hal unik yang mungkin berbeda sama sekali dengan langkah teks
manajerial sebaiknya dijadikan sebagai input untuk perbaikan dan inovasi program tiada henti.
Satu hal yang juga penting diperhatikan—kendati secara implisit sudah ditegaskan di muka,
bahwa CSR juga membawa misi penyebaran nilai-nilai. Nyaris semua perusahaan besar
dibangun atas nilai-nilai universal pendirinya dan berbagai program CSR juga sedikit banyak
mencerminkan keinginan penyebaran nilai-nilai para pendiri bangunan dan jaringan bisnis ini.
Nilai-nilai seperti kemandirian, upaya membantu sesama, komitmen pada kebersihan dan
kejujuran, semangat dan kerja keras, seni bertahan dan mengaktualisasikan diri, serta sejumlah
cita-cita yang berhubungan dengan nilai-nilai citizenship, juga merupakan item yang harus
diperhatikan dengan saksama dalam melakukan CSR.
Secara keseluruhan langkah-langkah di atas haruslah bermuara pada keseimbangan antara
kontribusi sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan tentunya ditempatkan dalam kerangka upaya
manajemen untuk meminimumkan dampak negatif rokok dan memaksimalkan dampak positif
perusahaan rokok sesuai dengan bisnis yang dijalankan. Dan di sinilah titik temu makna tindakan
CSR yang memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan sekaligus mendatangkan
manfaat ekonomi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Sepanjang keseimbangan ini dijaga
dengan saksama, CSR bisa dipastikan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab.
BAB III
KESIMPULAN
Kegiatan CSR yang selama ini dilakukan oleh kebanyakan perusahaan rokok merupakan
sebuah strategi pemasaran dan strategi pengelabuan citra. Kegiatan CSR yang dilakukan bukan
untuk meminimalisir dampak nigatif rokok yang berbahaya bagi kesehatan, namun kegiatan
tersebut bertujuan untuk menarik simpati sosial. Kegiatan ini efektif dilakukan untuk
mendongkrak keuntungan perusahaan rokok. Seharusnya CSR perusahaan rokok dilakukan
untuk meminimalisir bahaya rokok, dengan setidaknya menggunakan langkah-langkah strategis
yang dikemukakan di atas. Dengan demikian akan ditemukan titik temu antara makna tindakan
CSR yang memberikan dampak positif bagi kehidupan sosial dan sekaligus mendatangkan
manfaat ekonomi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Sepanjang keseimbangan ini dijaga
dengan saksama, CSR bisa dipastikan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab.
Download