1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, peneliti akan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan penelitian dan teori yang diperoleh dari
beberapa sumber. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan
menganalisa hubungan antara intensi turnover dengan performa kerja karyawan, analisa
ini akan diperkuat teori-teori dan pendapat-pendapat para ahli. Tujuan utama dari bab
ini adalah memaparkan dan mengidentifikasi konseptualisasi dari variabel-variabel
penelitan.
2.1 Intensi Turnover
2.1.1 Intensi
Intensi menurut Ajzen & Fishbein (dalam Aronson, 2009) adalah komponen
dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku
tertentu. Dapat pula dipahami sebagai hal-hal yang diasumsikan dapat menangkap
faktor -faktor yang memotivasi dan yang berdampak kuat pada tingkah laku. Sebuah
peristiwa akan menimbulkan respon dari individu dan kemudian akan melibatkan proses
internal untuk suatu pencapaian keputusan, tingkah laku tersebut akan dilakukan atau
tidak dilakukan. Intensi untuk melakukan sesuatu lebih erat kaitannya dengan aspek
sikap Conative dari individu ketimbang aspek sikap Kognitif maupun Afektif
(Ajzen,2005). Conative merupakan salah satu aspek pembentuk sikap yang mengacu
kepada kecenderungan motivasi atau faktor penggerak bagi individu untuk berperilaku
terhadap objek (Ajzen, 2005). Dalam aspek Conative dapat dilihat dari dua ekpresi yaitu
Verbal Conative Expression dan Non-verbal Conative Expression. Ekspresi Verbal
memperhatikan beberapa hal seperti bagaimana indiviu berperilaku dan berencana yang
berkaitan dengan perilaku akhir mereka, sedangkan ekspresi Non-verbal mengacu
terhadap bagaimana individu membayangkan sikap dan perasaan terhadap suatu hal
yang berkaitan dengan keputusannya untuk mengambil sebuah kesimpulan (Azjen,
2005).
6
7
2.1.2 Turnover
Turnover adalah keluar masuknya tenaga kerja dalam suatu perusahaan dalam
kurun waktu tertentu (Flippo, 2002). Seorang tokoh terkenal bernama Mobley memberi
batasan bahwa Turnover berfokus pada penghentian atau pemisahan diri karyawan dari
organisasi (Mobley, 1987).
Gejala turnover tidak dapat terjadi begitu saja. Ilham (2012) memaparkan
beberapa aspek yang turut berperan dalam kasus turnover. Aspek-aspek tersebut antara
lain usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja
dan budaya perusahaan.
Turnover telah menjadi perhatian khusus bagi perusahaan karena berdampak sangat
luas dan langsung bagi perusahaan yang mengalaminya. Ilham (2012) menuturkan
beberapa dampak dari terjadi turnover, antara lain:
a. Biaya penarikan karyawan, meliputi waktu dan fasilitas untuk recruitment,
seleksi, dan wawancara
b. Biaya latihan, meliputi waktu pengawasan, pembentukan program pelatihan, dan
biaya bagi departemen personalia dan karyawan yang dilatih (trainer).
c. Tingkat kecelakaan atau kesalahan kerja yyang dilakukan oleh karyawan baru
d. Hilangnya produksi barang atau jasa selama pergantian karyawan.
e. Bagi karyawan baru perlu melakukan kerja lembur dengan tujuan menutupi
pekerjaan yang tertunda selama masa pergantian karyawan.
2.1.3 Intensi Turnover
Intensi Turnover dapat diartikan sebagai tindakan sadar berupa keinginan individu
untuk keluar atau berhenti dari pekerjaannya (Berry, 2010). Harnoto (2002)
menambahkan bahwa turnover intentions adalah kadar atau ntensitas dari keinginan
untuk keluar dari perusahaan. Ilham memberikan pertimbangan yang mungkin
mempengaruhi turnover intentions karyawan.Beberapa pertimbangan yang
dikemukakan oleh Ilham (2012) yang turut memantapkan atau bahkan menghambat
intensi seorang karyawan untuk keluar dari perusahaan antara lain:
8
a. Kepuasan kerja
Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi yang paling
menentukkan dan seingkali diteliti unutk melihat intensi turnover. Beberapa
aspek kepuasan kerja yang berhubungan dengan intensi turnover antara lain
(Robbins, 2008)
1. Pekerjaan itu sendiri (work it self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan
seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan
tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
2. Hubungan dengan atasan (supervision)
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan
sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai
pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.Hubungan keseluruhan didasarkan
pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilainilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang
sama.Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika
kedua jenis hubungan adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin
yang transformasional, maka tenaga kerja akan meningkat motivasinya dan
sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
3. Teman sekerja (workers)
Teman kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan
antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama
maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (promotion)Promosi merupakan faktor yang berhubungan
dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja.
5. Gaji atau upah (pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak.
9
b. Komitmen organisasi
Komiten terhadap organisasi mengacu kepada respon emosional individu kepada
keseluruhan organisasi
Beberapa tokoh telah mengungkapkan pengertian mengenai variabel penelitian
pertama. Ajzen & Fishbein (dalam Aronson,2009) mengartikan intensi sebagai
komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah
laku tertentu Intensi menurut Ajzen & Fishbein (dalam Aronson,2009) adalah
komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah
laku tertentu. Ia menambahkan Intensi erat kaitannya dengan aspek pembentuk perilaku
yaitu Conative yang didalamnya terdapat dua komponen yaitu Verbal dan Non-Verbal.
Intensi turnover memiliki tahapan seperti berpikir untuk keluar, intensi untuk mencari
pekerjaan, dan hingga intensi untuk berhenti dari pekerjaan (Mobley, 1987). Turnover
berfokus pada penghentian atau pemisahan diri karyawan dari organisasi (Mobley,
1987). Intensi Turnover dapat diartikan sebagai tindakan sadar berupa keinginan
individu untuk keluar atau berhenti dari pekerjaannya.
Definisi dari Mobley (1978) dan Ajzen (2005) menjadi dasar salah satu alat ukur
intensi turnover yaitu Turnover Intentions Scale (TIS-15). Sesuai teori dari Ajzen
(2005), alat ukur ini melihat dua dimensi dari aspek sikap conative yaitu Verbal
expression dan Non-verbal expression.

Verbal expression
: Bagaimana individu berperilaku dan
berencana yang berkaitan dengan perilaku akhir mereka. Terkait dengan
alat ukur TIS-15 maka dimensi Verbalexpression yang dimaksud adalah
untuk melihat bagaimana perilaku serta rencana dari individu yang
mengarahkan kepada perilaku turnover. TIS-15 memberikan beberapa
pertanyaan untuk mengukur dimensi ini, seperti “ Beberapa waktu
terakhir ini, berapa sering anda melihat surat kabar untuk mencari
alternatif peluang kerja?”.

Non-verbal expression
: Bagaimana individu mengevaluasi,
membayangkan sikap, dan perasaan terhadap suatu hal yang berkaitan
dengan keputusannya. Sesuai dengan dimensi Non-verbal expression,
TIS-15 akan mengukur intensi tunrover karyawan dengan melihat
bagaimana individu berperasaan dan berimajinasi akan pekerjaan saat ini
10
yang berujung pada keputusan turnover yang diambilnya. Pertanyaan
yang digunakan untuk mengukur dimensi Non-verbal expression seperti
“Apakah anda merasa frustrasi ketika tidak ada kesepatan untuk
mewujudkan tujuan pribadi di tempat kerja anda saat ini?”.
Hariyanto (2011) memberi pandangan bagaimana organisasi mampu melihat
perilaku karyawannya sebagai indikasi karyawan yang memiliki intensi turnover,
antara lain:
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan
dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
Semakin besar harapan akan mendapatkan sesuatu yang lebih ditempat lain,
semakin besar pula kemalasan dari karyawan tersebut.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai
bentuk pelanggaran lainnya
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan
ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan,
dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya
justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
11
Dari beberapa tokoh tersebut peneliti menyimpulkan variabel intensi turnover
adalah sebagai tindakan berupa keinginan individu untuk memisahkan diri dari
perusahaan atau organisasi baik diekspresikan secara verbal maupun non-verbal.
2.2 Performa Kerja
Hughes (2009) mengemukakan performa kerja berfokus pada setiap tindakan
atau perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Borman (2003)
mendefinisikan performa kerja sebagai nilai total yang diharapkan oleh organisasi dari
episode perilaku-perilaku berbeda yang dilakukan individu dalam standar periode waktu
tertentu. Kunci penting dari gagasan yang dikemukakan oleh Borman yaitu performa
kerja mencakup aspek perilaku pada manusia atau individu dimana perilaku-perilaku
yang ditunjukkan harus mengarah pada nilai-nilai yang diharapkan oleh oganisasi
maupun perusahaan. Maka perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana
tindakan atau perilaku karyawan mengarah pada tujuan perusahaan.
Campbell (dalam Thomas, 2008) membahas lebih dalam mengenai performa kerja.
Menurutnya, performa kerja mewakili perilaku-perilaku karyawan pada saat bekerja
yang memiliki kontribusi pada pencapaian organisasi. Perlu dipahami pula bahwa
performa kerja tidak bisa hanya diketahui dengan mengukur efektifitas, produktifitas
ataupun efisiensi. Melalui definisi yang dikemukakan olehnya, dijelaskan bahwa
perilaku karyawan haruslah yang mendukung pekerjaan bukan hanya produktif dan
efektif namun banyak perilaku yang menyimpang dari tujuan perusahaan dan pekerjaan.
Melihat hal tersebut, Campbell (dalam Thomas, 2008) mengungkapkan Model Performa
Kerja yang terbagi menjadi dua yaitu:
a. Job Performance In-Role. Dimensi ini mengacu kepada bagaimana karyawan
mampu menampilkan perilaku-perilaku terkait tugas inti dalam setiap jabatan
maupun perilaku yang harus dimiliki semua orang dalam perusahaan/organisasi,
seperti: kemampuan komputerisasi, menulis laporan, dan sebagainya.
b. Job Performance Ex-Role. Dimensi ini berfokus kepada softskill dari karyawan
yang menunjang pekerjaan antara lain komunikasi oral dan tertulis, motivasi,
displin diri, hubungan dengan rekan kerja maupun klien, dan manajemen
keuangan, administrasi, dan supervisi.
12
Melihat perilaku-perilaku karyawan yang diharapkan oleh perusahaan, tidak dapat
hanya dilakukan melalui observasi secara kasat mata yang dilakukan manager atau
rekan kerja melainkan menggunakan metode-metode pengukuran performa. Schultz
(2010) mengatakan bahwa tujuan utama dari menggunakan metode-metode untuk
melakukan pengukuran performa adalah melihat gambaran perilaku karyawan terkait
dengan tujuan atau nilai yang diharapkan oleh perusahaan, administrasi perusahaan
termasuk besaran kenaikan gaji dan promosi, serta mengevaluasi validasi efektivitas
dari proses recruitment, seleksi, dan lain-lain. Bern (dalam Ivancevich, 2007)
menambahkan beberapa manfaat dari melakukan pengukuran performa kerja karyawan
antara lain:
a. Untuk mengendalikan dan membandingkan antara perilaku karyawan
dengan standar kerja atau nilai perusahaan. Selain itu, dengan melakukan
pengukuran performa kerja, manager telah melakukan tugasnya untuk
memastikan bawahan mereka telah melakukan pekerjaan secara benar.
b. Untuk memotivasi karyawan dengan target-target baru. Hasil dari
pengukuran performa kerja adalah dapat melihat apakah karyawan telah
mencapai target tertentu. Apabila telah mencapai target maka lewat
pengukuran kerja, manager akan memberikan target baru yang lebih besar
sehingga karyawan termotivasi karena merasa telah mencapai sesuatu target.
c. Untuk mengembangkan program-program yang telah dilakukan organisasi
atau perusahaan. Melalui pengukuran kerja, organisasi mendapatkan umpan
balik untuk menilai kesesuaian rencana, program, dan arahan target sehingga
bisa didapatkan hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan
Salah satu pengukuran performa kerja adalah Key Performance Indicator atau KPI.
KPI atau Key Performance Indicator merupakan sebuah alat ukur yang dalam
pengukurannya berfokus kepada aspek perilaku pada suatu jenis pekerjaan yang
dianggap krusial dan penting dalam kesuksesan kerja karyawan (Parmenter, 2007).
Warren (2009) menegaskan bahwa penilaian performa menggunakan metode KPI
disesuaikan dengan posisi pekerjaan dan kebutuhan dari perusahaan atau organisasi.
KPI menilai indikator-indikator penting dari pekerjaan yang dilakukan karyawan.
Penilaian ini dilakukan berdasarkan standar tertentu dan diisi oleh supervisor atau
atasan dari subjek terkait.
13
Beberapa tokoh dan ahli
telah mengemukakakan definisi maupun hal-hal lain
terkait yang sejalan mengenai performa kerja. Maka dalam penelitian ini, peneliti
menyimpulkan definisi dari performa kerja adalah serangkaian perilaku atau tindakan
penting dan memberi kontribusi yang sesuai dengan harapan, nilai-nilai, dan tujuan
perusahaan yang didapatkan melalui pengukuran tertentu.
2.3 Teori Mengenai Subjek Penelitian
Penilaian menggunakan Key Performance Indicator (KPI) dilakukan dalam rentan
waktu tertentu (Parmenter,2007). Dapat dilakukan dalam rentan waktu bulanan, 4
bulanan, atau 1 tahun sekali. Kebijakan penilaian ini tergantung dari kebutuhan dan
keputusan dari instansi terkait. Karyawan yang telah dinilai dengan menggunakan KPI
dapat berasal dari karyawan lepas maupun karyawan tetap, tergantung kebijakan dari
instansi. Kebijakan UU ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 pasal 60 ayat (1) menegaskan
perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (menjadi karyawan lepas) dapat
mensyaratkan
masa percobaan paling lama 3 bulan. Hal ini berarti, setelah masa
percobaan 3 bulan, perusahaan harus menetapkan karyawan lepas tersebut akan menjadi
karyawan tetap atau tidak diperpanjang kontraknya.
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Turnover
Intentions
Performance
Kerangka di atas merupakan kerangka berpikir dari peneliti mengenai penelitian
yang akan dilakukan. Berikut paparan dari kerangka tersebut.
Wright (2002) mengatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja
dengan performa kerja. Berbeda dengan pendapat tersebut, setelah melakukan
14
wawancara, baik dari sudut pandang karyawan maupun direksi SLC, mengindikasikan
adanya kepuasan kerja selama bekerja namun performa kerja tetap saja belum sesuai
harapan. Hal ini memperkuat peneliti untuk mencari ariabel lain yang memiliki
hubungan dengan fenomena yang dialami SLC.
Biron (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Performance and Turnover
intentions: a social exchange perspective” menemukan bahwa kualitas hubungan antara
perusahaan dan karyawan (salah satu faktor kepuasan kerja) memunculkan korelasi
negatif yaitu intensi turnover rendah dan performa kerja tinggi dari karyawan dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Performa seorang karyawan ditentukan
berdasarkan level kepuasan kerja dan keinginannya untuk keluar atau menetap di
perusahaan yang sedang dijalani saat itu (Hinung, 2010). Kedua tokoh di atas
memberikan perspektif baru mengenai keterlibatan variabel lain sebagai prediktor
performa kerja karyawan. Variabel tersebut mengacu kepada fenomena turnover pada
organisasi.
Tidak hanya itu, fenomena lain yang dialami SLC adalah fenomena turnover
yang mencapai sepertiga lebih jumlah karyawan. Berdasarkan paparan teori pada bab
2.1, Intensi erat kaitannya dengan aspek pembentuk perilaku yaitu Conative. Intensi
turnover individu dapat dilihat melalui bagaimana ekspresi sebelum menampilkan
perilaku tersebut yaitu ekspresi verbal dan ekspresi non-verbal. Dimana verbal berfokus
kepada ekspresi bagaimana individu mulai berperilaku dan berencana, sedangkan nonverbal berfokus dengan perasaan dan visualisasi inderawi individu terhadap kondisi
yang dihadapi. Baik verbal maupun non-verbal merupakan aspek ekspresi dari
terciptanya intensi turnover dari individu. Kedua ekspresi ini membentuk variabel
intensi turnover sehingga pada penelitian ini tidak akan diolah secara terpisah
melainkan menyatu dalam satu variabel yaitu intensi turnover. Zimmermann (2009)
mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara intensi turnover dengan performa
kerja. Salah satu penelitian ini, mendukung pemikiran peneliti bahwa intensi turnover
memiliki hubungan dengan performa kerja
Penelitian ini peneliti hanya berfokus untuk melakukan pengukuran korelasi
antara variabel intensi turnover dengan performa kerja karena masih belum ada
penelitian di Indonesia yang menyentuh ranah pengukuran kedua variabel tersebut
secara langsung sehingga menimbulkan rasa keingintahuan peneliti dan keinginan
15
peneliti untuk memberikan sumbangan ilmu baru bagi perusahaan atau organisasi
dengan permasalahan yang sama dengan SLC yaitu mampu menjaga kepuasan kerja
karyawannya namun performa kerjanya masih belum seperti yang diharapkan. Sekali
lagi, penelitian ini sebagai solusi alternatif yaitu dengan meninjau hubungan antara
intensi turnover dengan performa kerja.
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalma bentuk pertanyaan,
dirumuskan atas dasar kerangka berpikir dan merupakan jawaban sementara atas
masalah yang dirumuskan (Sugiyono, 2012). Peneliti membuat hipotesis pada penelitian
yaitu terdapat hubungan antara intensi turnover dengan performa kerja pada karyawan
di Software Laboratory Center.
16
Download