tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Intensi
Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku
yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan
perilaku nyata (Ajzen, 1988). Sedangkan menurut Bandura (dalam Ajzen, 1988), intensi adalah
suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktifitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan
tertentu dimasa yang akan datang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa intensi adalah niat
atau suatu
keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu hal.
Konsep tentang intensi diajukan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) yang
diartikan
sebagai kemungkinan subjektif seseorang uniuk melakukan suatu perilaku tertentu. Kemudian
ditegaskan bahwa niat individu untuk melakukan sesuatu itu merupakan suatu fungsi dari :
(1) sikap terhadap perwujudan perilaku
dalam situasi tertentu, sebagai faktor personal atau attitudinal. Hal ini berhubungan dengan
orientasi seseorang dan berkembang atas dasar keyakinan dan pertimbangan terhadap apa yang
diyakini itu,
(2) norma-norma yang berpengaruh atas perwujudan perilaku dan motivasi seseorang untuk
patuh pada norma itu, sebagai faktor sosial atau normatif. Ini merupakan gabungan antara
persepsi reference-group atau significant-person terhadap perwujudan perilaku
&Ajzen, 1975).
(Fishbein
2.2 Norma Subjektif
Norma subyektif terbentuk dari keyakinan normatif yang terdiri dari dua aspek
pokok, yaitu:
a. keyakinan akan harapan normatif yang ditunjukkan terhadap perilaku operasi
medis. Lalu motivasi untuk mematuhi setiap harapan normatif yang ditunjukan
tersebut.
Keyakinan akan harapan normatif tersebut mengacu pada seberapa
besar harapan-harapan yang dipersepsi oleh individu yang berkaitan dengan
perilaku operasi medis, yang berasal dari orang-orang yang dianggap berpengaruh
dan mempengaruhi individu (reference significant others) untuk melakukan
perilaku melaksanakan operasi medis. Referensi dalam hal ini adalah orang tua,
saudara, teman, tetangga.
b. Motivasi untuk patuh mengacu pada seberapa besar motivasi dari individu untuk
mematuhi harapan-harapan dari orangorang yang dianggap penting tersebut.
Semakin positif atau mendukung norma subyektif yang diyakini oleh individu
terhadap perilaku menjalani operasi medis, maka semakin kuat intensi individu
untuk melakukan perilaku menjalani operasi medis, sebaliknya semakin negatif
norma subyektif yang diyakini oleh individu terhadap perilaku menjalani operasi
medis, maka akan semakin lemah intensi individu untuk melakukan perilaku
operasi medis.
Norma subjektif seseorang mengacu pada harapan-harapan yang dipersepsi oleh
seseorang berkaitan dengan kepatuhan seseorang untuk menjalani operasi medis, yang
berasal dari orang atau kelompok yang dipandang berpengaruh dan mempengaruhi perilaku
kepatuhan seperti suami atau istri, keluarga, teman atau petugas medis. Norma subjektif
seseorang memuat dua aspek pokok. Menurut Ajzen (1991) aspek pertama adalah seberapa
besar keyakinan seseorang akan harapan-harapan normative dari orang lain, bahwa orang
atau kelompok yang dianggap penting akan mendukung atau tidak mendukung seseorang
yang bersangkutan untuk patuh menjalani operasi medis. Aspek kedua adalah seberapa besar
motivasi seseorang unutk mematuhi harapan-harapan orang atau kelompok lain yang
dianggap penting baginya.
2.3 Sikap
a. Pengertian sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). LaPierre (dalam Azwar (2010), mendefinisikan
sikap sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan Secord dan Backman (1964) mendefinisikan
sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
b. Aspek-aspek sikap
Terdapat dua aspek pokok dalam hubungan antara sikap dengan perilaku, (fishbein & Ajzen,
1975) yaitu:
1) Aspek keyakinan terhadap perilaku
Keyakinan terhadap perilaku merupakan keyakinan individu bahwa menampilkan
atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan
menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil
tertentu. Aspek ini merupakan aspek pengetahuan individu tentang objek sikap. Pengetahuan
individu tentang objek sikap dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat
dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap objek sikap
tersebut, demikian pula sebaliknya.
2) Aspek evaluasi akan perilaku
Evaluasi akan akibat perilaku merupakan penilaian yang diberikan oleh individu
terhadap tiap akibat atau hasil yang dapat diperoleh apabila menampilkan perilaku tertentu.
Evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan dapat juga merugikan, barharga atau
tidak berharga, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Semakin positif evaluasi individu
akan akibat dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif pula sikap terhadap objek
tersebut, demikian pula sebaliknya.
3. Komponen Sikap
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. Kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap suatu objek. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
2.4 Past / Previous Behavior
Adalah sebuah pemikiran dan perilaku yang terbentuk akibat peristiwa dan
pengalaman masa lalu subjektif seseorang.
Peran dari perilaku masa lalu telah menjadi suatu pembicaraan dalam area hubungan
sikap dan perilaku (Eagly & Chaiken, dalam Verplanken & Orbell, 2003). Hasil penelitian yang
konsisten menunjukkan bahwa frekuensi dari perilaku masa lalu mampu memprediksi perilaku
masa depan lebih baik
(Ouellette &
dibandingkan faktor penentu perilaku seperti sikap ataupun intensi
Wood, dalam Verplanken dan Orbell, 2003). Selain itu, perilaku masa lalu
menunjukkan pengaruh terhadap perilaku walaupun saat
intensi untuk melakukan perilaku
tersebut konstan (Granberg & Holmberg, 1990). Perilaku masa lalu juga diketahui mempunyai
pengaruh yang langsung terhadap perilaku saat ini (Triandis, dalam Granberg & Holmberg,
1990.
2.5 Perceived Behavorial Control
Kontrol perilaku menurut Ajzen (1985) mengacu pada persepsi persepsi seseorang
akan kemampuanya utuk menampilkan perilaku tertentu. Dengan kata lain. Kontrol perilaku
menunjuk kepada sejauhmana seseorang merasa bahwa menampilkan atau tidak menampilkan
perilaku tertentu berada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Kontrol perilaku
ditentukan oleh sejumlah keyakinan tentang hadirnya faktor-faktor yang dapat memudahkan atau
mempersulit terlaksananya perilaku yang ditampilkan (Ajzen, 1988).
Berdasarkan uraian diatas, kontrol perilaku seseorang dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai persepsi-persepsi seseorang akan kemampuannya untuk menampilkan
perilaku kesiapan seseorang dalam menjalani operasi medis yang ditandai oleh hadirnya faktor
yang dipandang dapat memudahkan atau mempersulit terlaksananya perilaku kesiapan
menjalani operasi medis.
a) Kontrol perilaku dan Self-Efficacy
Ajzen (1988) mengemukakan bahwa kontrol perilaku menjadi faktor penentu intensi
yang sangat penting ketika seseorang telah memiliki pengetahuan atau pengalaman sebelumnya
akan perilaku yang akan ditampilkan merupakan perilaku yang asing atau baru bagi seseorang,
kontrol perilaku akan memberikan kontrol prediktif yang rendah terhadap intensi dalam model
Teori Perilaku Berencana / TPB (Ajzen, 1988). Konsep kontrol perilaku serupa dengan konsep
self-efficacy yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Menurutt Bandura (1977), self efficacy
menunju keyakinan individu bahwa dia mampu untuk menampilkan perilaku tertentu. Selfefficacy muncul dari sejumlah sumber yang meliputi keberhasilan atau kegagalan dari perlaku
yang serupa (modeling), dan melalui persuasi verbal. Persuasi verbal dapat menyakinkan
individu, bahwa ia harus mencoba atau menghindari perilaku tertentu, meskipun pada akhirnya
pengalaman akan keberhasilan dan kegagalan yang dialami oleh individu secara langsung yang
akan lebih berpengaruh terhadap self-efficacy yang dipersepsi oleh individu.
b) Keyakinan kontrol: dasar pembentukan kontrol perilaku seseorang
Keyakinan kontrol merupakan keyakinan individu akan hadirnya faktor-faktor yang
dapat mempermudah atau menyulitkan untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku
yang telah diniatkan (Ajzen, 1988). Untuk penelitiian ini, keyakinan kontrol merupakan
keyakinan seseorang berupa pengetahuan seseorang akan hadirnya faktor-faktor yang dapat
memudahkan atau mempersulit seseorang
untuk menjalani operasi medis, semakin besar pula kontrol perilaku seseorang untuk menjalani
operasi medis dengan siap, dan begitu pula sebaliknya.
Kekuatan kontrol merupakan kekuatan yang dipersepsi indvidu ubtu mengadirkan
faktor yang dapat memudahkan untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu
(Ajzen, 1988). Dalam penelitian ini, kekuatan kontrol seseorang merupakan kekuatan yang
dipersepsi untuk menghadirkan faktor-faktor yang dapat memudahkan dan mengatasi faktorfaktor yang dapat mempersulit atau menghalangi seseorang untuk menjalani operasi medis,
semakin besar pula kontrol perilaku yang dipersepsi seseorang untuk menjalani operasi medis,
begitu pula sebaliknya
Ajzen (1985) mengemukakan bahwa keyakinan control (control beliefs) berkaitan
akan hadir atau tidak hadirnya faktor-faktor yang diperlukan unutk menampilkan perilaku
tertentu, serta kekuatan yang dipersepsi untuk menghadirkan faktor-faktor tersebut. Keyakinan
kontrol merupakan dasar pembentukan kontrol perilaku. Berdasarkan pemahaman diatas
tersebut, keyakinan control dalam penelitian ini merupakan keyakinan seseorang akan hadir atau
tidak hadirnya faktor-faktor yang diperlukan untuk menampilkan perilaku kepatuhan menjalani
operasi medis , serta kekuatann yang dipersepsi oleh seseorang untuk menghadirkan faktorfaktor tersebut.
Ajzen (1988) mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi kontrol
seseorang terhadap perilaku yang telah diniatkan, yakni : internal dan eksternal.
Semakin besar kontrol individu terhadap kedua faktor tersebut, maka
akan semakin besar pula kemungkinan berhasilnya individu untuk menampilakan perilaku yang
telah diniatkan. Kedua jenis control terhadap perilaku yang dikemukakan oleh Ajzen di atas
dapat dialokasikan untuk memahami perilaku perilaku kesiapan seseorang dalam menjalani
operasi medis.
Pada faktor internal, seseorang yang berniat menampilakan suatu perilaku mungkin
saja mengalami kegagalan dalam usahanya karena dia kekurangan informasi, keahlian, atau
kemampuan yang dibutuhkan untuk menampilkan perilaku tersebut. Selain itu, faktor internal
lain seperti kondisi emosional, stress atau kompulsif dapat mempengaruhi keberhasilannya
penampilan perilaku yang telah diniatkan (Ajzen, 1998
Sedangkan berkaitan dengan faktor eksternal menurut Ajzen (1998), ada dua faktor
eksternal yang berkaitan dengan faktor situasional atau lingkungan individu dapat mempermudah
atau mempersulit penampilan suatu perilaku, yakni: kesempatan dan ketergantungan pada pihak
lain.
Menurut Ajzen (1988), faktor incidental atau kesempatan merupakan faktor kontrol
atau perilaku yang amat penting. Sebagai contoh, niat seseorang untuk menonton suatu
pertunjukan tidak dapat terealisir jika dia tidak membeli tiket atau dia mengalami kecelakaan
dalam perjalanan menuju pertunjukan tersebut. Sementara itu, ketika penampilan suatu perilaku
tergantung pada tindakan orang lain, atau terdapat kemungkinan kontrol yang tidak sempurna
atas tujuan perilaku tersebut. Sebagai contoh, seseorang bisa bekerja sama dengan orang lain
haya jika orang lain tersebut juga berkeinginan untuk bekerja sama.
2.6 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir.
Persepsi kendali
sikap
Niat berperilaku
(operasi)
Norma subjektif
Perilaku masa lalu
Pada awal pembuatan skripsi ini, penulis meramalkan bahwa ada empat faktor yang
mempengaruhi intensi pasien kanker atau jantung dalam menghadapi operasi.
Persepsi kendali perilaku dapat mempengaruhi intensi, artinya semakin tinggi kontrol diri
pasien, maka intensi untuk operasi makin tinggi.
Sikap mempengaruhi intensi, artinya semakin positif sikap terhadap operasi yang dimiliki
pasien, maka intensi untuk menjalani operasi medis juga akan semakin tinggi. Begitu pula
dengan sikap pasien yang semakin negatif terhadap operasi, maka intensi pasien untuk menjalani
operasi medis akan semakin rendah.
Norma subjektif yang diberikan lingkungan pada pasien akan mempengaruhi intensi
pasien dalam menghadapi operasi medis, artinya semakin tinggi norma subjektif yang diberikan
kapada pasien, maka semakin tinggi juga intensi pasien tersebut untuk menghadapi operasi
medis.
Perilaku masa lalu mempengaruhi intensi pasien terhadap operasi medis. dalam hal ini
diprediksi bahwa semakin tinggi pasien memiliki masa lalu menjalani operasi medis, maka
semakin tinngi pula intensinya menjalani operasi medis.
Download