ECONOMIC SOCIOLOGY Frank Dobbin, Harvard University (Reviewed by; Hatika Al Shafa, Rifqi Muammar, Retno Ayu Garini, M.Alfisyahrin) Pada awalnya, sosiolog secara umum hanya berhenti pada masyarakat dan menyerahkan bahasan tentang perilaku dan institusi ekonomi kepada ahli ekonomi. Namun, sejak 1980an, pembagian itu perlahan memudar; sosiolog mulai menbahas perilaku ekonomi, sedangkan ahli ekonomi mulai membahas perilaku sosial secara umum. Para sosiolog mulai membahas perilaku ekonomi karena mereka tidak puas dengan dengan model ekonomi yang sedang berkembang karena ahli ekonomi seringkali mengabaikan faktor-faktor sosial. Padahal, perilaku ekonomi tidaklah dibentuk oleh pilihan rasional sempit karena yang orangorang lihat sebagai rasional itu sebenarnya dibentuk oleh konvensi sosial, kekuasaan, dan jaringan. Dalam tulisan ini, akan dibahas tiga pendekatan utama dalam sosiologi ekonomi yang muncul sejak 1980an; pendekatan kekuasaan, institusional, dan jaringan. Sebagai gambaran awal, dalam pendekatan kekuasaan, fokus mereka adalah bagaimana kelompok yang berkuasa berhasil mempromosikan praktik manajemen dan kebijakan publik yang sebenarnya merupakan kepentingan mereka, menjadi kepentingan bersama (umum). Dalam pendekatan institusional, fokus mereka adalah bagaimana institusi sosial yang lebih luas seperti agama, pendidikan, dan pasar pekerja dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dengan mengaturnya dan menentukan makna sosial atasnya. Adapun dalam pendekatan jaringan, fokus mereka adalah bagaimana masyarakat dengan jaringan sosial yang kuat akan memperoleh keuntungan dari pembangunan. POWER; On the Shoulders of Marx Seperti ahli ekonomi neo-klasik, Marx berargumen bahwa kepentingan pribadi membentuk perilaku ekonomi. Akan tetapi, menurut Marx, kepentingan pribadi akan mengarahkan manusia untuk membentuk dunia demi keuntungan pribadinya, alih-alih untuk mencapai harga terbaik dalam setiap transaksi. Marx juga berargumen bahwa dalam negara modern, para kapitalis berkuasa dalam menentukan perilaku ekonomi masyarakat yang sebagian besarnya bukan kapitalis melalui retorika kebebasan politik. Power and Chage in the Corporate Form in America Sebagai contoh, kita bisa lihat bagaimana perubahan besar dalam bentuk korporasi di Amerika Serikat yang menunjukkan bagaimana kelompok berkuasa dapat membuat cara mereka menjalankan bisnis menjadi taken for granted. Charles (2002) menemukan bahwa yang menjadi awal berkembangnya perusahaan besar di bidang tekstil dan kereta api sebenarnya bukanlah efisiensi mereka, tetapi fakta bahwa konstitusi Amerika Serikat hanya memberikan sedikit kekuasaan pada negara untuk mengatur industri. Berbeda dengan strategi bisnis para kapitalis awal yang dibentuk oleh kebijakan publik, para pemodal di awal abad 20-an mendorong industri dengan oligopoli. William Roy (1997) berargumen bahwa pelaksanaan antitrust pada tahun 1897 mempunyai efek yang tidak terantisipasi, yakni situasi dilematis yang dialami oleh perusahaan kecil dimana mereka harus memilih antara menjual kepemilikan perusahaannya (merger) atau menghadapi kematian dalam perang harga. Dobbin dan Dowd (2000) menemukan bahwa antitrust memicu gelombang merger dalam industri kerata api. Perubahan besar berikutnya dari strategi korporasi adalah perihal diversifikasi. Pasca amandemen antitrust tahun 1950 yang membuat ekspansi bisnis di bidang yang berkaitan lebih sulit, ahli keuangan menyarankan perusahaan besar untuk menjadi investor dengan portofolio beragam. Namun, tahun 1990 justru banyak perusahaan besar yang membeli perusahaan lain di bidang industri yang sama. Fligstein dan Markowitz (1993) berargumen bahwa hal ini disebabkan oleh investor dan analis sekuritas yang memberikan nilai yang lebih tinggi pada perusahaan industri sejenis, dibanding kongloremat di berbagai bidang (diversified). Dalam perubahan ini, kekuasaan dari kelompok kunci yang sebenarnya berada di luar perusahaan ternyata dapat membalikkan strategi korporasi. Dari pemaparan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa di setiap perubahan, ada kelompok berkuasa yang akan mengajukan strategi bisnis baru yang sebenarnya memberikan keuntungan ekonomi pada segelintir pihak dengan argumen bahwa strategi baru ini akan baik bagi ekonomi secara keseluruhan. INSTITUTIONS; On the Shoulders of Weber Weber berargumen bahwa perilaku ekonomi dipengaruhi oleh institusi sosial, sistem agama, dan sistem kelas (Swedberg 1998). Menurut Weber, penting untuk memahami makna dari tindakan aktor, karena rasionalitas bukanlah diluar (dimata yang melihat) melainkan dalam pikiran si aktor. National Economic Institutions Weber melihat bahwa perkembangan kapitalisme modern berawal dari perkembangan protestantism yang ideologi keagamaannya dipandang sesuai dengan spirit kapitalisme. Selain itu, protestantism juga dianggap mendorong birokratisasi negara, dimana birokratisasi tersebut juga menjadi penunjang perkembangan kapitalisme. Dalam etika protestan (Calvinism), ada tiga hal yang menjadi spirit hidup pengikutnya, yaitu: 1. “Calling” Panggilan untuk bekerja keras dan sukses dalam bisnis (works and profit) 2. Asceticism Mengabdikan diri untuk pekerjaan, hidup rajin, jujur, sederhana dan biasa berinvestasi (menabung) 3. Predestination Ide bahwa takdir seseorang sudah ditentukan semenjak ia lahir. Kesadaran ini mendorong orang untuk lebih menghargai hidup dan pekerjaanya. Saat membandingkan agama-agama dunia, Weber menemukan bahwa semua agama berorientasi pada keselamatan meskipun terdapat perbedaan ide tentang bagaimana mencapai keselamatan tersebut. Apa yang coba diperlihatkan Weber adalah bahwa dalam ekonomi dan masyarakat, kebiasaan ekonomi berkaitan dengan institusi sosial yang luas seperti hukum, negara, agama, kelas, dan lain sebagainya. Untuk memahami kebiasaan ekonomi tersebut maka terlebih dahulu harus memahami link antar institusi. Selanjutnya, Richard Whitley dengan National Business Systems Approach menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Max Weber dalam memahami sketasa logis agama yang mendasari kapitalisme adalah dengan memahami kebiasaan ekonomi aktor dan kaitannya dengan bentuk institusi yang lebih luas. Whitley menemukan bahwa perbedaan ideide nasional tentang efisiensi (yang masuk dalam nilai-nilai institusi bisnis nasional) menjelaskan perbedaan respon pada perilaku ekonomi. Institusi ekonomi dan politik nasional mempunyai pemahaman tertentu tentang hubungan antara negara dan industri, pembeli dan penjual, keuangan dan industri. Jadi, apa yang rasional dibawah suatu sistem, bisa jadi tampak tidak rasional bagi yang lain, karena perbedaan nilai-nilai dalam institusi bisnis masing-masing. Contoh yang diberikan dalam tulisan ini adalah perbedaan strategi kebijakan industri AS (self-governing communities, federal state, as referee in free market), Perancis (strong central state, central cordination, dominate intermediet group, state as planner and ruler) dan Inggris (maximum autonomy to the citizen). Yang ingin digambarkan dari contoh tersebut, bahwa di setiap negara, struktur kebijakan berbentuk institusi pengaturan yang muncul dan bertahan. Jadi, ekonomi merefleksikan pemerintahan. Agency and Economic Institutions Bagian ini menjelaskan bahwa politisi yang hendak memutuskan untuk membangun institusi ekonomi baru, memiliki legitimasi untuk memanfaatkan struktur otoritas tradisional yang sesuai dengan tujuan mereka. Jadi institusi politik lama dapat membentuk institusi ekonomi baru. Contohnya adalah apa yang dijelaskan Gary Hamilton dan Nicole Biggar bahwa politisi pasca perang dunia ke-2 menggunakan strategi legitimasi yang dibangun atas aspek tertentu dari otoritas tradisional. Misalnya Jepang (otoritas Tokugawa dan Meiji, Shogun as ‘above politics’, kekuatan independen yang kuat namun loyal pada kaisar), Taiwan (Chaing-Kai-Sek, modeled confucian states principal), dan Korea Selatan (Rhee and Park rhegimes, strong and centralized confucian state, weak intermediate group, family dominated business gorup beholden the state). Change in National Economic Institutions Dalam studi institusional, ada dua poin dari Weber yang perlu dicermati; 1. Logika institusi ekonomi mengikuti logika yang menurut pelakunya bermakna bagi mereka 2. Institusi ekonomi dibentuk oleh institusi di sekitarnya seperti institusi politik Perubahan dalam institusi ekonomi dapat dimulai dari kejutan eksternal yang mendorong persaingan kelompok-kelompok tertentu untuk mewujudkan struktur yang baru. Butuh goncangan atau rangsangan untuk mencari struktur yang baru. Disini, kekuasaan (power) adalah kunci di saat-saat kritis perubahan National Management Institutions Melihat pada praktek manajemen berdasarkan Reinhard Bendix, terdapat empat setting yang berbeda dan memiliki dua dimensi. Early English Industry (manajemen independen), Early Tsarist Russian Industry(manajemen dibawah subordinasi state) , Mature American Industry (manajemen independen) dan East German Industry (manajemen dibawah subordinasi state). Terdapat dua dimensi dimana mature-early dan independent-subordinated. Pada dasarnya, ide tentang relasi kelas dan realita dari hubungan antara kelas dengan Negara membentuk pola manajemen industri tersebut. Dalam konteks Russia dan Jerman Timur, dimana manajer tidak berdiri secara otonom, mereka tidak berhasil dalam mengcounter bahwa posisi manager merupakan posisi yang terlayani dan manajemen memiliki fungsi opresi dari state. Seperti Weber, Bendix tertarik dalam artikulasi antara ide dan praktik ekonomi. Ia menemukan dimana banyak praktik ekonomi yang sejenis dapat memiliki legitimasi pada konteks tertentu, namun tidak pada konteks yang lainnya. Wolfgang Streeck, melihat dalam studinya tentang system relasi industry yang dilihat dari pemikiran Weber, bahwa perkumpulan ekonomi melekat pada institusi sosial. Menurut Streeck, sejarah dapat merepdoduksi konfigurasi institusi dalam Negara Negara. Negara dengan system institusi yang kuat dapat membuat pilihan bagaimana industri dan pelatihan dapat dikonfigurasi. Berbeda dengan negara yang marketized seperti Amerika dan Inggris dimana keputusan dipegang oleh individu-individu. Persatuan buruh dan system pendidikan yang kaya menghasilkan negara untuk membuat value added products yang tinggi dan memerlukan skill pekerja yang tinggi. Dengan kata lain, contoh jerman dan Jepang mengindikasikan adanya ketergantungan kepada institusi sosial untuk dapat berkompetisi dalam ekonomi modern dimana negaranya dapat mencapai tujuan kolektif melalui hubungan relasi industry, pendidikan dan korporasi. Geert Hofstede, melihat adanya karakter orientasi kerja untuk dapat ditarik kesimpulan yang logis. Studinya dalam sebuah korporasi multinasional yang mempunyai kantor di banyak negara. Dalam melihat bagaimana relasi otoritas dan nilai kerja dalam negara yang berbeda-beda, ia mengidentifikasi empat dimensi yaitu, Power Distance, Menghindari Ketidakpastian, Individualisme, dan maskulinitas. Dengan kata lain, pada negara-negara yang berbeda, terdapat perbedaan keempat dimensi diatas yang dipengaruhi oleh institusi sosial. Semenjak perang berakhir, Japanese Mircale mendapatkan perhatian dari sosiolog ekonomi dan banyak yang melihat untuk membawa komparasi Weber untuk melihat Barat dan Timur dan untuk mengerti karakteristik kehidupan sosial jepang. William Ouchi (1981) membawa kasus-kasus manajemen di jepang ke dalam konteks negara yang berbeda-beda. Di Amerika, praktik yang sama dilakukan di jepang memberikan efek positif. Namun, British-Japanese Factory terdapat perbedaan mencolok diantara Inggris yang market oriented dan Jepang yang welfare corporatism. Di Inggris, perpindahan buruh antar firm sangat tinggi, gaji diukur dari pasar buruh eksternal, pekerja dengan loyaliyas rendah dan integrasi yang lemah. Di Jepang, sangat perpindahan buruh rendah, tetapi menemukan adanya pasar buruh internal dengan pelatihan yang baik, gaji ditentukan oleh system karir internal dan loyalita pekerja yang tinggi. The Diffusion of Management Institutions Grafik dalam Models of Management: Work, Authority and Organization in a Comparative Perspective (Mauro Gullien, 1994), melihat adanya struktur sosial dan faktor ideology yang mempengaruhi penyebaran dari tiga paradigm manajemen, yaitu Scientific Management, The Human Relations School, dan Structural Analysis. Agama memiliki peran yang menarik. Di Spanyol, Gereja Katolik menopang relasi manusia untuk pelayanan pekerja. Di Jerman, Protestan mensupport gerakan Scientific Management. Studi ekonomi yang dilakukan Weberian memiliki fokus dalam makna dari economic conventionkepada actor dalam konteks institusi sosial yang berbeda. Sehingga, sistem ekonomi yang berhasil terdapat dalam kunci untuk mengerti dan memahami ketekunan konvensi ekonomi NETWORKS AND ROLES: On the Shoulders of Durkheim Perilaku Ekonomi didasari oleh orientasi peran yang dikemukakan oleh Durkheim. Division of Labor adalah dimana peran tugas untuk melanjutkan hidup dibagi dan menjadi apa yang menyebabkan kehidupan sosial modern terbagi-bagi. Dari pandangan Durkheim, perilaku ekonomi dibentuk oleh peran sosial. Dan di kehidupan modern, peran identitas dibentuk oleh pekerjaan. Change in Networks and Roles Viviana Zelizer (1987) melihat bagaimana peran khusus dapat berganti. melihat bahwa jaringan dari perubah sosial merubah juga peran anak dibawah kapitalisme. Diawal kapitalisme industry, buruh anak diperlakukan seperti buruh dewasa. asuransi anak berfungsi sebagai badan yang menggantikan pendapatan anak. Foster parents menginginkan anak yang lebih dewasa karena potensi untuk mendapatkan uang. Namun, karena adanyna perubahan, Asuransi anak berubah untuk membantu orang tua untuk mengkompensasi kesedihan mereka atas kehilangan anak. Orang tua asuh banyak yang menginginkan anak perempuan yang merupakan pekerja inferior, namun superior dalam objek untuk kedekatan emosional. Antara tahun 1870 dan 1930, norma baru tentang peran anak di institusionalisasi dimana waktu anak lebih baik digunakan untuk sekolah untuk mempersiapkan kerja. Seperti Kiser dan Schneider, Julia Adams (1996) mengatakan bahwa identitas tidak selalu cukup (dalam konteks ini Anggota Terhormat dari Koloni Belanda). Jaringan dagang Belanda di India Timur membawa pendapatan kembali ke Belanda. Namun, dengan berkembangnya Jaringan Dagang Inggris di India Timur, agen dari Belanda menemukan jalur dagang alternative dan diantaranya menjadi free agents dan bekerja untuk memperkaya dirinya ketimbang untuk kebaikan kerjaan pada masa itu. Insentif yang rendah untuk tetap berada dalam jaringan Belanda adalah hal yang harus disalahkan. Kerajaan Inggris menurunkan insentif untuk meninggalkan jaringannya dan agen-agennya terlihat jarang untuk cacat. Struktur dari jaringan sosial dan kemanjuran untuk menyatukan individu kepada masyarakat merupakan kunci untuk memprediksi apakah agen akan tetap bertahan pada prinsip. Networks and Economic Development Posisi jaringan juga membentuk bagaimana beberapa negara berbeda memiliki peran dalam ‘bermain’ di tatanan internasional. Beberapa tokoh melakukan studi mengenai jaringan dan kaitannya dengan perkembangan ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Immanuel Wallerstein misalnya yang menunjukkan bahwa pengembangan yang terjadi akan mengikuti pola yang berbeda dari sebagian pengembang awal, hal ini dikarenakan keuntungan yang didapat nantinya akan masuk ke negara yang sudah lebih dulu berkembang. Berdasarkan model Wallerstein, negara inti akan membeli bahan baku dan barang pertanian dari negara pinggiran dengan harga yang murah. Posisi negara pinggiran pun menjadi subordinat karena negara inti memiliki kekuasaan dalam teknologi dan kontrol. Studi yang dilakukan oleh Wallerstein berdasarkan pada Paul Baran yang juga berpendapat bahwa perbedaan lokasi suatu negara dalam jaringan dan kekuasaan merupakan sebuah faktor kunci yang membuat negara maju dapat mengambil nilai dari negara terbelakang. Kemudian Cardoso dan Faletto memiliki studi mengenai ketergantungan dan perkembangan di negara Amerika Latin yang memuat masalah ketergantungan negara terbelakang terhadap negara maju. Studi mereka berbeda dengan Baran yang menyatakan bahwa pembangunan negara terbelakang akan terhenti karena negara maju mengambil nilai yang dimiliki oleh mereka dan membayar murah untuk produk pertanian, kayu, minyak dan juga mineral. Cardoso dan Faletto (1979) menyatakan bahwa karakteristik kelas yang dimiliki oleh negara berkembanglah yang membentuk hubungan yang ketergantungan kepada negara inti sehingga bisa terbentuk industri. Keduanya menggambarkan hubungan kelas lintas internasional membentuk pola internasional. Pada awalnya kelompok komersial terlibat dalam transfer bahan baku. Kemudian kelas menengah perkotaan dan kaum borjuis industrial memainkan perannya, dan negara mulai memperdagangkan bahan - bahan manufaktur. Ketika sebuah negara mulai menggantikan produk lokal dengan barang impor, kelompok sosial yang lebih luas terlibat didalam manufaktur. Dalam setiap tahapan tersebut, kolaborasi elit lokal membentuk semacam, hubungan ketergantungan dengan negara inti. Gary Gereffi (1983) melakukan analisis sistematis tentang industri tunggal di 14 negara yang menunjukkan pola yang sama berdasarkan pada kekuatan multinasional. Gereffi menunjukkan bahwa perusahaan multinasional yang kuat menekan perkembangan pesaing dalam negeri dan mengalahkan kekuatan semua jenis konfigurasi dalam negeri. Gereffi dan Korzeniewicz (1994) memfokuskan kembali studi banding pembangunan yang fokus pada jaringan produksi. Dari studi kasus studi yang berbeda mengungkapkan bahwa perusahaanperusahaan transnasional mengatur industri ekstraktif di satu lokasi, upah rendah di negara lain dengan menggunakan teknik manufaktur yang maju. Mereka menggunakan studi komparatif untuk setiap tahap dalam proses produksi. Sedangkan Peter Evans fokus pada bagaimana jaringan birokrat, perusahaan multinasional dan kapitalis lokal dapat mendorong pengembangan. Kebijaksanaan konvensional menunjukkan bahwa kebijakan laissez-faire dalam negara menghasilkan pertumbuhan, namun kemudian ia meluruskannya. Evans membandingkan pembangunan yang terjadi di Brazil dan membandingkan Brazil dengan Korea dan India. Pertama ia menemukan bahwa dalam hampir semua kasus pembangunan yang berhasil, negara mengambil peran aktif dalam promosi industri. Kedua, ia menunjukkan bahwa negara perlu otonom untuk mengembangkan strategi pertumbuhan yang sukses. Ketiga, dalam kasus pembangunan yang berhasil, negara harus berada dalam jaringan sosial agar mendapatkan informasi mengenai industri dan dapat mempengaruhi industri. Dari studi perbandingan yang dilakukan dalam hal industri teknologi dan informasi, untuk keberhasilan pengengembangan, aturan birokrasi harus mengandung kekuatan kelompk masyarakat atas negara, negara harus berperan aktif didalam pembangunan dan agar hal ini efektif elit negara harus terlibat dalam jaringan pengusaha dan pemodal. Roles and Institutions in the Transition to Capitalism Transisi ke kapitalisme telah memberikan semacam laboratorium untuk menganalisis perubahan yang cepat dalam praktek-praktek ekonomi di Eropa Timur, bekas Uni Soviet dan China. Dalam jangka pendek, rencana untuk transisi melalui sketsa 'shock therapy' oleh ekonom Jeffry Sachs (1989) tampaknya telah gagal dan memberikan kepentingan yang lebih besar didalam analisis transisi sosiologis. Pengikut dari 'shock teraphy' percaya bahwa dengan menghancrukan bentuk bentuk ekonomi sosialis seperti kepemilikan kolektif, mereka akan melepaskan kekuatan pasar. Ivan Szelenyi (1983) mendokumentasikan proto-kapitalis perusahaan bahkan sebelum sosialisme secara tiba-tiba jatuh di Eropa Timur pada 1989. Ia melihat di akhir 1980-an elit borjuis baru naik di Hungaria. Mereka merupakan elit pertanian yang memproduksi barang untuk pasar swaasta. Anggotanya berasal dari keluarga yang telah terjun di bidang kewirausahaan sejak sebelum adanya komunisme di Hungaria. Kewirausahaan yang dibangun terus langgen selama 40 tahun kemudian karena kontinuitas dalam peran keluarga. David Stark meneliti Eropa Timur setelah jatuhnya komunisme, disana ia menemukan bahwa masyarakat dengan jaringan sosial yang kuat mendorong partisipasi politik yang memiliki potensi terbesar untuk pertumbuhan. Studi Stark pasca-1989 tentang strategi privatisasi menantang "cookbook capitalism" yang merupakan gagasan bahwa seseorang dapat menggunakan resep tunggal untuk menciptakan sistem kapitalis yang identik dimanamana. Victor Nee (1989, 1991, 1992, 1996) mempelajari cara-cara di mana lembaga-lembaga kebijakan telah membentuk kepentingan elit dalam transisi Cina untuk kapitalisme dan diimplikasikan untuk transisi. Praktik Ekonomi dan struktur bertahan karena mereka menghasilkan semacam keseimbangan kepentingan, tetapi perubahan kebijakan dapat mengubah minat dan pola ekonomi. Ketika kebijakan publik mendorong wirausaha, pejabat pemerintah yang pertama kali keluar dari pintu gerbang mereka memiliki pengetahuan yang diperlukan dan akses ke sumber daya (Nee 1991). Namun ketika kader negara menggunakan hak istimewa untuk membangun posisi perusahaan, mereka menciptakan krisis legitimasi dalam sosialisme partai yang lebih mempercepat bergerak ke arah ibukota-isme (Nee 1996). Douglas Guthrie Dragon (1999) dalam Dragon in a Three-Piece Suit: The Emergence of Capitalism in China memetakan praktek manajemen di Cina selama tahun 1990-an, dimana semakin banyak perusahaan mengadopsi konvensi manajemen Barat. Ada dua hal yang menjadi fokus, yakni masalah jaringan dan khususnya link ke ide-ide Barat melalui pelatihan manajer atau melalui kontrak kerjasama dengan perusahaan-perusahaan Barat. Dengan begitu wirausaha yang telah menerima subsidi publik yang berubah secara signifikan dari masa lalu segera terputus dari pendanaan masyarakat. Menurut Guthrie teori institusional dengan penekanannya pada perubahan dan penyebaran strategi melalui jaringan lebih tepat untuk menganalisis perusahaan baru di Cina daripada teori efisiensi. Conclusion Sejak akhir 1970-an bidang sosiologi ekonomi menyelidiki bagaimana tiga mekanisme menghasilkan pola perilaku ekonomi dalam masyarakat modern. Pertama dalam mempelajari power, Marx (1974) menemukan bahwa kemunculan borjuis dibawah feodalisme menggunakan sumberdaya ekonomi yang baru untuk memindahkan kebijakan publik ke arah mereka sehingga kebijakannya dapat mendukung kegiatan kapitalis. Menurut Marx, negara modern yang mengaku netral dalam hal ekonomi ternyata membuat kebijakan yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu atas kepentingan bersama. Kedua, lembaga lembaga ekonomi yang ada dan customs membentuk insitusi dan memunculkan customs. Hal ini terjadi karena sebagian lembaga yang ada memberikan model tentang bagaimana dunia dan sumber daya harus diatur untuk megatur bidang kegiatan baru. Ketiga, jaringan merupakan saluran yang dilewati pabean ekonomi baru berdifusi sebagai resep peran dan sebagai tempat kekuasan dijalankan. Jaringan juga mendefinisikan peran sosial bagi anggotanya, dan banyak studi menunjukkan bahwa individu-individu mengikuti normanorma sosial yang dipromosikan oleh jaringan tanpa berpikir dalam kehidupan ekonomi daripada membuat perhitungan rasional. Pada abad kedua puluh satu, sosiolog ekonomi akan meningkatkan perhatian mereka bagaimana tumbuh pertukaran internasional yang membentuk pola perilaku ekonomi domestik dan lembaga. Fokus empiris mereka tentang bagaimana praktek-praktek ekonomi baru berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Fokus teoritis mereka tentang bagaimana tiga mekanisme berinteraksi untuk menghasilkan praktik dan pranata ekonomi. Teori ekonomi memfokuskan pada kemana perekonomian akan melaju dengan perubahan apa yang mungkin akan muncul sedangkan sosiologi ekonomi fokus pada bagaimana ekonomi bisamencapai kesana dan dengan perubahan bagaimana itu muncul. Bagi sosiologi ekonomi, memahami bagaimana perubahan yang terjadi merupakan kunci untuk memahami perubahan.