Penelitian Agama dalam Perspektif Budaya1 Oleh : Abdur Rozaki2 Dapatkah agama diteliti atau menjadi obyek kajian? Bagaimana caranya? dan apa manfaat yang dapat diperoleh? Tulisan ini akan mengurai secara singkat ketiga pertanyaan tersebut dengan maksud tidak hanya bagaimana kita memperoleh perspektif atau pengetahuan kritis di dalam mempelajari ilmu-ilmu sosial (agama), lebih dari sekadar itu adalah mengetahui cara dan instrumen yang digunakan sehingga nantinya dapat ikut serta merasakannya secara ‘nikmat’. Agama sebagai obyek studi Di kalangan kaum akademisi dan aktivis sosial khususnya, agama saat ini tidak hanya dipandang sebagai seperangkat ajaran (nilai), dogma atau sesuatu yang bersifat normatif lainnya, tetapi juga dilihat sebagai suatu case study, studi kasus yang menarik bagaimana agama dilihat sebagai obyek kajian untuk diteliti. Dalam perspektif budaya, agama dilihat bagaimana yang ilahi itu menghistoris (menyejarah) di dalam praktek tafsir dan tindakan sosial. Sehingga dengan demikian agama bukannya sesuatu yang tak tersentuh (untouchable), namun sesuatu yang dapat diobservasi dan dianalisis karena perilaku keberagamaan itu dapat dilihat, dan dirasakan. Terlebih di dalam masyarakat yang agamis seperti Indonesia, yang menempatkan agama sebagai bagian dari identitas keindonesiaan tentu ada banyak problem keagamaan yang menarik untuk diungkap. Kita tidak akan pernah tahu rahasia agama dan keberagamaan masyarakat bila kita tidak mampu melakukan penelitian atau kajian, seperti mengapa seseorang itu menjadi sangat militan dengan ajaran agama dan madzhabnya, atau mengapa antar komunitas agama saling berkonflik dan seterusnya. Sekalipun agama di barat dicampakkan dengan gelombang sekularisme, namun bukan berarti ilumuwan barat menafikan kajian agama. Justru mereka sangat giat melakukan kajian agama karena diberbagai belahan dunia lainnya agama ikut mempengaruhi jalannya masyarakat, demikian juga pertumbuhan masyarakat ikut mempengaruhi pemikiran terhadap agama (Ali, 22;2000). Banyak studi telah dihasilkan oleh ilmuwan barat yang sampai sekarang menjadi rujukan banyak pihak, seperti kajian ‘Etika Protestan’ karya Marx Weber, yang di dalamnya mengurai bagaimana ajaran agama di dalam komunitas calvinisme memberikan andil yang besar pada pertumbuhan kapitalisme. Para penganut calvinisme di dalam agama protestan memiliki etos ekonomi yang sangat luar biasa sehingga sulit menemukan pengikut ajaran calvin yang miskin. Kajian Weber atas kasus ini menjadi teori besar yang banyak dipakai sebagai rujukan untuk melihat fenomena agama di timur dan di barat. Dengan diinspirasi oleh teori Weber, Mohammad Sobary--- peneliti LIPI dan kolomnis ternama di tanah air--melakukan kajian di Suralaya Jawa Barat dan telah diterbitkan oleh Bentang Yogyakarta dengan judul “Kesalehan Normatif dan Kesalehan Sosial” memberikan uraian yang cukup baik tentang etos kerja keras masyarakat Surelaya dalam berusaha karena ingin Makalah pengantar pada Studium Generale dengan topik ‘Penelitian Agama dalam Perspektif Budaya yang diselenggarakan oleh Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 14 Mei 2005. 2 Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Dosen fakultas Dakwah UIN Sunan kalijaga Yogyakarta 1 1 mengamalkan rukun islam kelima, yakni menunaikan ibadah haji ke Makkah sebagai panggilan (ajaran) agama. Saya sendiri pernah melakukan penelitian dan dibukukan oleh penerbit Pustaka Marwa (2003) dengan judul “Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai rezim kembar di Madura”. Dengan menggunakan pendekatan teori hegemoni Gramsci, buku itu mengurai bagaimana tafsir hegemonik atas agama dapat menciptakan kuasa. Agama digunakan sebagai instrumen untuk mengokohkan status sosial dan pencapaian kuasa atas berbagai jabatan publik di dalam masyarakat dan pemerintahan oleh elite agama. Berbagai kajian di atas setidaknya cukup memberi landasan pada kita bahwasannya agama memiliki tempat tersendiri di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial. Tentu masih banyak lagi kajian-kajian tentang agama yang dapat kita baca, baik hasil penelitian yang dilakukan oleh para intelektual barat, intelektual islam dan intelektual indonesia sendiri. Untuk mempermudah kita melakukan pemetaan atas berbagai kajian atau penelitian agama, ada tiga tipe kajian agama yang dilakukan oleh para sosiolog, seperti yang telah diungkapkan oleh Robert N. Bellah di dalam bukunya, “Beyond Belief : Essays on Religion in a Post-Tradisionalist World”, yakni 1) mereka mengkaji agama sebagai persoalan teoretis yang utama dalam memahami tindakan sosial 2) mereka menelaah kaitan antara agama dan berbagai wilayah kehidupan sosial lainnya, seperti ekonomi, politik dan kelas sosial.3) mempelajari peran, organisasi dan gerakan-gerakan keagamaan. Soal Metode Motode memiliki peran yang signifkan dalam suatu penelitian. Penelitian yang baik biasanya tidak hanya dilihat dari topiknya semata, tapi juga metode yang digunakan, selain sejauhmana sang peneliti mampu menterjemahkan metode itu secara baik di lapangan atau pun dalam proses penulisan. Secara sederhana metode adalah cara atau jalan bagaimana kita mengungkapkan suatu permasalahan melalui penelitian. Secara umum ada dua metode di dalam dunia penelitian, yakni kualitatif dan kuantitatif.3 Masing-masing memiliki ragam dan corak tersendiri. Kalau kualitatif lebih memperhatikan unsur kedalaman, seperti corak penelitian deskripsi (descriptive research). Model penelitian thick diskripsi, yakni mendeskripsikan masalah secara mendalam ini di Indonesia dipopulerkan oleh Clifford Geerzt yang telah melakukan banyak penelitian di Jawa dan Bali. Kaum antropolog umumnya menggunakan model thick deskripsi ini. Dalam penelitian jenis deskriptif tidak ada hipotesa-hipotesa karena ia ingin mengungkap suatu fenomena di dalam masyarakat secara mendalam sampai keakar-akarnya. World view individu dan komunitas diungkap secara mendalam sehingga pikiran dan tindakannya diberi makna dan arti. Adapun metode kualitatif lebih memperhatikan pada jumlah, angka-angka yang bersifat statistik. Hipotesis menjadi sesuatu yang penting dalam model kualitatif karena bermaksud melakukan verifikasi. Contoh sederhana metode kualitatif ini adalah model 3 Uraian tentang metode disini lebih lanjut lebih diorientasikan dalam suatu penelitian sosial (lapangan), bukannya kajian pustaka. 2 polling atau jejak pendapat. Di situ angka-angka (statistik) menjadi sesuatu yang penting di dalam analisis. Namun di dalam penelitian agama yang paling dominan digunakan adalah metode kualitatif. Mengingat fenomena keagamaan tidak hanya sesuatu yang bersifat fisik, tapi juga adanya pergolakan ruang batin terdalam. Ada juga yang memadukan unsur keduanya, sekalipun itu sangat jarang sekali. Bagaimana langkah praktis untuk memulai melakukan penelitian agama ini? Langkahlangkah yang perlu dilakukan adalah 1).tentukan isu keagamaan yang mau diteliti 2) buat rumusan masalah (research question). 3). Cari metode yang sesuai atau cocok dengan rumusan masalah yang dibuat dan jelaskan langkah-langkahnya. Misalkan, metodenya kualitatif, modelnya deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview), klipingan koran, arsip dan pustaka atau literatur. 4). Bisa juga dengan mencari teori atau konsep yang sesuai atau cocok dengan topik yang hendak kita teliti. Perlu ditekankan disini teori bukanlah segalanya, fungsi teori dalam penelitian hanyalah sebagai alat bantu agar memudahkan kita dalam membaca dan menganalisis masalah. Manfaat Kajian Banyak hal yang dapat kita peroleh dari upaya melakukan penelitian keagamaan. Diantaranya adalah pertama, dapat membawa kita memahami agama secara kritis, tidak taklid dan menerima begitu saja suatu ajaran atau doktrin. Kedua, dapat mengungkap suatu fenomena tentang keanekaragamaan tafsir agama, konteks nilai yang diperjuangkan dan sejenisnya. Ketiga, memahami kecenderungan perilaku umat dalam menafsirkan dan mempraktekkan (ajaran) keagamaan. Semakin banyak kajian-kajian akademis atas fenomena keagamaan dan disertai pula dengan publikasi yang meluas di tengah masyarakat maka akan mampu pula mencerdaskan cara beragama masyarakat. Beragaama yang kritis pada akhirnya akan dapat membawa agama sebagai elemen pembebas melawan praktek pembodohan dan pemiskinan ide atau gagasaan. 3