Modul Psikologi Komunikasi [TM12]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi
Komunikasi
Psikologi Pesan
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Marketing
Communications
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
B21423EL
Dr. Farid Hamid, M.Si
Abstract
Kompetensi
Pokok
bahasan
ini
membahas
menjelaskan
aspek-aspek
yang
berkaitan dengan psikologi Pesan
Setelah mengikuti mata kuliah ini
mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan
aspek-aspek
yang
berkaitan dengan psikologi pesan
7. Psikologi Pesan
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara
berkata
memberikan
maksud
tersendiri.
Cara-cara
ini
disebut
sebagai
pesan
paralinguistik.Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain
dengan bahasa, misalnya dengan isyarat, ini disebut juga pesan ekstralinguistik.
Dalam ilmu psikologi pesan terdapat konsep yang berupa teknik pengendalian
perilaku orang lain yang disebut bahasa. Dengan bahasa yang merupakan kumpulan kata,
komunikator dapat mengatur perilaku orang lain. Berbicara atau berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa. Dan selanjutnya, bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan
kalimat, yang disebut pesan linguistik.
Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga
makna dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara
tujuan dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator
sama dengan makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan
yang disampaikan biasanya diungkapkan melalui 2 bentuk, yaitu: pesan verbal dan pesan
nonverbal.
Pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalam komunikasi
yang menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal ditransmisikan melalui kombinasi
bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud.
Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yang diungkapkan melalui bahasa yang
menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian gagasa, ide, informasi.
Bahasa memevahkan persoalan, dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan
kita untuk menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan objek-objek dalam bentuk kata-kata.
Dengan bahasa, kita dapat mengabstraksikan pengalaman kita, dan mengomunikasikan
kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima pemikiran lainnya. Sedangkan
pesan non verbal adalah pesan yang digunakan dalam komunikasi yang menggunakan
isyarat sebagai media komunikasi.
7.1. Pesan Linguistik
Dalam proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling
sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran
komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang kongkrit maupun yang abstrak.
2015
2
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ada dua cara dalam mendefinisikan bahasa: fungsional
dan formal. Definisi
fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat
yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan”. Definisi formal menyatakan bahasa
sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata
bahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan
dirangkaikan supaya memberikan arti.
Secara umum bahasa
adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu
pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada
bahasa. Hanya dengan bahasa pula kita dapat mengungkapkan rencana kita untuk minggu
depan, bulan depan, atau tahun depan, yang tidak mungkin dapat dijelaskan dengan
lambang-lambang lain.
Betapa pentingnya bahasa sehingga Kong Hu Chu tatkala ditanya orang apa yang
pertama-tama akan dilakukan manakala diberi kesempatan mengurus negara. Kong Hu Chu
menjawab bahwa yang pertama-tama akan dia lakukan adalah membina bahasa, sebab
apabila bahasa tidak tepat, maka apa yang dikatakan bukanlah apa yang dimaksudkan. Jika
yang dikatakan bukan yang dimaksudkan, maka yang mesti dikerjakan, tidak dilakukan.
Jikalau yang harus dilakukan terus menerus tidak dilaksanakan, seni dan moral menjadi
mundur. Bila seni dan moral mundur, keadilan menjadi kabur......akibatnya rakyat menjadi
bingung, kehilangan pegangan.
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk
mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Bahasa verbal adalah sarana utama menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita.
Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas
individual. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang mewakili kata-kata
itu. Misalnya, kata rumah, kursi, mobil, atau mahasiswa. Realitas apa yang diwakili oleh
setiap kata itu? Begitu banyak ragam rumah. Ada rumah bertingkat, rumah mewah, rumah
sederhana, dan lain-lain.
A. Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek
dan peristiwa. Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi:
1) penamaan (naming atau labeling),
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan,
atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2015
3
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2) interaksi
Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang
simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3) Transmisi informasi
Melalui bahasa informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Keistimewaan bahasa
sebagai sarana transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa
lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi.
Tanpa bahasa kita tidak mungkin bertukar informasi, kita tidak mungkin menghadirkan
semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita.
Pakar lain Book, mengemukakan bahwa agar komunikasi kita berhasil, setidaknya
bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
1) Untuk mengenal dunia disekitar kita
 Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat anda, mulai dari
sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu.
 Kita menggunakan bahasa untuk memperoleh dukungan atau persetujuan dari orang
lain atas pengalaman atau pendapat kita.
 Bahasa memungkinkan kita memikirkan, membicarakan, dan mengantisipasi masa
depan, misalnya apa yang akan terjadi terhadap manusia dan alam semesta
berdasarkan dugaan yang dikemukakan para ilmu pengetahuan.
2) Berhubungan dengan orang lain
Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan
mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita.
3) Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita.
Fungsi ketiga ini memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur, saling memahami
mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita. Kita tidak
mungkin menjelaskan semua itu dengan menyusun kata-kata secara acak, melainkan
berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah kita sepakati bersama.
B. Bagaimana kita dapat Berbahasa
Asal-usul bahasa adalah pertanyaan yang sering dilontarkan sekaligus paling
banyak dipertentangkan oleh para ahli. Pertanyaan ini telah menusik manusia selama
berabad-abad. Hasil kajian tentang hal ini pun tidak memuaskan karena sulitnya para
penyelidik mencapai kesepakatan tunggal. Bagaimana bahasa itu mulai ada?
2015
4
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada abad ke 13, seorang kaisar Kerajaan Romawi yang suci, Frederick II,
mengadakan eksperimen yang menarik. Ia ingin mengetahui apakah bahasa yang akan
digunakan oleh anak-anak, bila kepada mereka tidak diajarkan bahasa apa pun pada tahuntahun pertama kehidupan mereka. Ia memilih beberapa orang bayi dan merawatnya dalam
suatu tempat yang khusus. Bayi-bayi itu dipelihara sebagaimana layaknya – dimandikan,
dirawat, dan disusui. Tetapi tidak seorang pun diperbolehkan berbicara, bersenandung, atau
menyanyikan lagu penghantar tidur buat mereka. Penelitian ini tidak membuahkan hasil,
karena semua anak meninggal secara misterius, dan eksperimen ini tidak pernah diulangi
lagi (Rahmat, 2011:271).
Pada permulaan abad ke-19, dari hutan Averyon ditemukan seorang anak liar yang
bertahun-tahun dipelihara serigala. Ketika ia ditangkap, ia merangkak dan mengeluarkan
suara lolongan seperti anak serigala. Itard, seorang dokter, berusaha mengajarkan bahasa
manusia kepadanya pada saat ia berusia 12 tahun. Ia tidak berhasil. Victor, demikian nama
anak liar dari Averyron itu, hanya sanggup mengucapkan beberapa patah kata saja.
Eksperimen Frederick tidak dapat menjelaskan bagaimana kita bisa berbahasa.
Penemuan Victor menunjukkan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan manusia, seorang
anak tidak memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang dibesarkan pada
masyarakat manusia, pada usia 4 tahun sudah dapat berdialog dengan kawan-kawannya
dalam bahasa ibunya.
Secara umum dalam perspektif psikologi ada dua teori: teori belajar dari
behaviorisme dan teori nativisme dari Noam Chomsky.
a. Teori belajar
Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga
proses: asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan
objek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak
mengucapkan kata-kata dengan benar. Rf. Skinner menerapkan ketiga prinsip ini ketika ia
menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada anak-anak kecil, yang disebutnya
sebagai respons mand, tact, dan echoic.

Respons mand
Respons ini dimulai ketika anak-anak mengeluarkan bunyi secara sembarangan.
Tiba-tiba sebagian bunyi itu menyebabkan ibu memberinya ganjaran. Misalnya,
anak mengeluarkan bunyi “ u-u”, dan orangtuanya menganggapnya sebagai
permintaan (command atau demand) agar diberi air. Si bayi segera menyaksikan
2015
5
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
orangtuanya memberinya minuman yang segar. Sejak saat itu, kalau ia
menginginkan minuman segar ia mengucapkan “u-u”.

Respons tact
Respons ini terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarang ia
mengucapkan bunyi.
Orangtuanya mengira ia menyebutkan satu kata dan
memberikan ganjaran. Misalnya, anak menyentuh gelas yang berisi air, lalu
secara sembarang ia mengucapkan “u-u”. Orang tuanya beranggapan bahwa
anak itu mengatakan “minum”. Dan anak itu dipeluk dengan ucapan, “Oh, mau
minum? Kau pintar, ya”. Sejak saat itu, anak menggunakan “u-u” dalam arti
“minuman”.

Respons echoic
Respons ini terjadi ketiga anak menirukan ucapan orang tuanya dalam hubungan
dengan stimuli tertentu. Misalnya, setiap kali ibu memberikan air segar, ia
mengatakan “minum”. Anak mencoba menirunya dan mengucapkan “u-u”. Ibu
gembira mendengar ucapan itu, lalu memangkunya, memeluknya, dan
mengucapkan kata-kata yang lembut. Inilah yang disebut sebagai peneguhan
terhadap upaya imitasi yang dilakukan anak.
b. Teori nativisme dari Noam Chomsky
Noam Chomsky mengkritisi pandangan diatas. Ia mengatakan, bila anak harus
belajar seperti itu, paling tidak diperlukan waktu tigapuluh tahun untuk mampu menguasai
1000 kata saja. Menurutnya lagi, teori belajar hanyalah “play-acting at science” , suatu
penjelasab yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus dengan istilah-istilah yang
bernada ilmiah. Pada tahun 1959, Chomsky membabat buku Skinner, menimbulkan
guncangan baru dalam psikologi dan melahirkan disiplin baru dalam psikologi, yakni
psikolinguistik. Teori behaviorisme, kata Chomsky , tidak dapat menjelaskan fenomena
belajar bahasa. Teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa anak berhasil membuat kalimatkalimat yang tidak pernah mereka dengar, atau melahirkan kata-kata baru atau susunan
kalimat baru yang tidak pernah diucapkan orang tuanya.
Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanakkanak sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah
diprogamkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh dalam
pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian
biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”.
2015
6
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu rumit dan kompleks, sehingga mustahil
dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan”. Jadi, ada beberapa
aspek penting mengenai system bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Menurut Chomsky, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin
dapat menguasai bahasa manusia . pendapat ini didasarkan pada asumsi :
Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik).pola
perkembangan bahasa sama pada semua macam bahasa dan budaya, lingkungan hanya
memiliki peranan kecil didalam proses pematangan bahasa.
Kedua,bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah
dapat berbicara mirip dengan orang dewasa.
Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi
penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky, , setiap anak yang baru lahir mampu menggunakan suatu
bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah
diprogramkan secara genetik dalam otak kita. Ia menyebut pengetahuan ini (language
acquisition device (LAD). Alat ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah
diprogamkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap
sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya
kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Walaupun bentuk luar bahasa di dunia ini
(surface structure), berbeda-beda, bahasa-bahasa itu mempunyai kesamaan dalam struktur
pokok yang mendasarinya. Chomsky menyebutnya linguistik universal. “Karena anak-anak
diperlengkapi dengan kemampuan ini, mereka segera
mengenal hubungan diantara
bentuk-bentuk bahasa ibunya dengan bentuk-bentuk yang terdapat dalam tata bahasa
struktur dalam yang sudah terdapat pada kepalanya. Hubungan-hubungan tersebut –
peraturan “transformational grammar” – menyebabkan anak secara alamiah mengucapkan
kalimat-kalimat yang sesuai dengan peraturan bahasa mereka.
C. Bahasa dan Proses Berpikir
Dalam menggunakan bahasa kita akan berhubungan dengan makna yang diciptakan
dan disepakati oleh suatu komunitas tertentu. Bahasa bisa dikatakan pandu realitas
sosial. Manusia tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan
sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu
yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Sehingga pandangan kita
tentang dunia dibentuk oleh bahasa, oleh karenanya perbedaan bahasa bisa membuat
2015
7
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pandangan tentang dunia pun berbeda.
Contoh-contoh dibawah ini
kiranya bisa
menjadi renungan seperti inikah dunia kita (karena bahasa kita berbeda????). Orang
Amerika berkata “a clock runs” (waktu berlari), sedang orang Indonesia menyebut:
“waktu berjalan”. Perbedaan bahasa untuk mewakilkan masalah waktu rupanya
mempengaruhi budaya dan dunia kita, oleh karenanya orang Amerika selalu merasa
semua serba tergesa, cepat karena bagi mereka waktu berlari, sedang bagi orang
Indonesia semua bisa santai, lambat asal selamat karena waktu berjalan bukan berlari.
Contoh lain:
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia
I broke my legs
Kaki saya patah
I burned my finger
Jari saya terbakar
I lost my money
Uang saya hilang
Jika dicermati kata-kata dalam Bahasa Inggris itu pelaku adalah dirinya sendiri (I).
Mereka menyebutkan bahwa mereka pelakunya, “I burned my finger”. Tentu kita akan
tertawa jika kita menterjemahkan kata tersebut menjadi “saya membakar jariku”, namun
begitulah cara mereka mengungkapkan.Tidakkah ini menunjukkan bahwa orang Indonesia
cenderung menyalahkan hal-hal diluar diri kita akan suatu peristiwa? Bukan melihat
kesalahan pada diri? Semua ini mestinya berhubungan dengan bahasa dan cara berfikir
atau lebih khusus lagi adalah bahasa dan persepsi kita mengenai realitas sosial yang ada.
Dunia yang kita ketahui terutama ditentukan oleh bahasa dalam budaya kita.
Bahasa tidak sekedar deskriptif, yakni sebagai sarana untuk melukiskan suatu fenomena
atau lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi cara kita melihat lingkungan kita.Implikasi
penting dari hipotesis ini adalah bahwa jika suatu komunitas budaya menggunakan lebih
banyak kosa kata untuk suatu hal atau suatu aktivitas, maka hal atau aktivitas tersebut
adalah penting dalam komunitas budaya tersebut.
Contoh, masyarakat di Kepulauan
Solomon mempunyai variasi nama untuk menyebut kelapa, karena kelapa dianggap penting
oleh penduduk tersebut.
D. Keterbatasan Bahasa
Banyak orang tidak sadar bahwa bahasa itu terbatas. Keterbatasan bahasa tersebut
dapat kita uraikan sebagai berikut:
2015
8
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1) Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek
Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili
realitas, tetapi bukan realitas itu sendiri. Artinya kata-kata bersifat parsial, tidak melukiskan
sesuatu secara eksak. Oleh karena itu, ada kalanya kita sulit menamai suatu obyek.
(misalnya kita beri nama apa sebuah benda yang mirip pintu hanya berukuran lebih kecil?
pintu kecil? atau jendela kecil ? atau apa??).
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung dikotomis, padahal realitas sebenarnya
tidak bersifar hitam-putih namun juga terdiri dari jutaan corak abu-abu dan warna-warna
lainnya. Dapat dikatakan bahasa tidak dapat mengungkapkan realitas secara utuh, karena
kualitas seseorang tidak bisa hanya digambarkan baik atau buruk semata.
Selain itu pesan verbal biasanya lebih lazim digunakan untuk menjelakan sesuatu
yang bersifat faktual-deskriptif-rasional. Oleh karenanya pada saat mengungkapkan sesuatu
yang afektif dan pribadi lebih mengandalkan pesan non verbal.
2) Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual
Kata-kata bersifat ambigu (bermakna ganda), karena kata-kata merepresentasikan
persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda dan menganut latar belakang sosial
budaya yang berbeda pula. Oleh karena itu terdapat berbagai kemungkinan untuk
memaknai kata-kata. Sebagai contoh kata “panas” memiliki makna yang beraneka ragam
misalnya: “hari ini panas”, “adik sakit panas”, “kopi panas”. “adegan panas” dan sebagainya.
Terdapat kemungkinan perbedaan sosial budaya, oleh karenanya kata-kata bersifat
kontekstual. Sehingga kadang kita sulit mencari padanan suatu kata dalam bahasa lain.
Misalnya, dalam bahasa Inggris buah jeruk disebut oranges
yang memang berwarna
orange. Lucunya, kita di Indonesia menyebut buah jeruk berwarna hijau juga sebagai
oranges dalam bahasa Inggris.
3) Kata-kata mengandung bias budaya
Bahasa terikat oleh konteks budaya. Menurut hipotesis Sapir-Whorf, setiap bahasa
menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman
batin, dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi
pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan, dan alam semesta di sekitarnya dengan
cara yang berbeda, dan karenanya berperilaku secara berbeda pula. Sebagai ilustrasi:
2015
9
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Bahasa Arab klasik konon mengenal 600 nama untuk unta.
b. Orang-orang
Eskimo mempunyai
sekitar
20
kata
untuk
melukiskan
salju,
menunjukkan bahwa mereka lebih peka dalam mempersepsi realitas salju, karena
salju merupakan faktor penting dalam kehidupan mereka.
c. Orang Hanunoo, di Filipina, mempunyai 92 nama untuk “rice” dalam bahasa Inggris,
di Indonesia paling sedikit kita dapat menerjemahkan kata tersebut menjadi empat
kata yang maknanya berbeda: padi, gabah, beras, dan nasi.
d. Orang Sunda mengenal tiga kata kaduhung, hanjakal, handeueul untuk satu kata
“menyesal” dalam bahasa Indonesia.
4) Pencampuradukan fakta, penafsiran, dan penilaian
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran
(dugaan), dan penilaian. Banyak peristiwa yang kita anggap fakta sebenarnya merupakan
dugaan yang berdasarkan kemungkinan, misalnya, “Ani bingung (atau sedih, bahagia)”
Kebanyakan orang menganggap “Ani bingung” sebagai fakta. Kalau ditanya, “Bagaimana
kamu tahu?” ia mungkin akan menjawabnya, “Saya kan melihatnya! Jawaban yang lebih
akurat adalah: “Wajahnya bersemu merah ketika saya katakan padanya bahwa Joko
memperoleh nilai lebih tinggi dari dia”. Jawaban ini lebih faktual karena menguraikan
perilaku yang mendasari dugaan anda mengenai kemarahan Ani.
2015
10
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Rakhmat, Djalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2015
11
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download