MODUL PERKULIAHAN Psikologi Komunikasi Proses Komunikasi Massa Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Marketing Communications Tatap Muka 10 Kode MK Disusun Oleh B21423EL Dr. Farid Hamid, M.Si Abstract Kompetensi Pokok bahasan ini membahas menjelaskan komunikasi massa dan perubahan sikap dan perilaku Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan proses komunikasi massa yang berkaitan dengan perubahan sikap dan perilaku Teori Difusi Inovasi (Roger dan Shoemaker) Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Dengan memanfaatkan kekuatan media massa sampai pada taraf tertentu, proses komunikasi juga melibatkan jaringan antarpribadi yang akan memperkuat tingkat adopsi seseorang atas sesuatu inovasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa paling sedikit ada 4 langkah dalam proses difusi inovasi, yaitu: a. Pengetahuan: individu dihadapkan pada kesadaran akan adanya inovasi dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana inovasi itu berfungsi. b. Persuasi: individu-individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi. c. Keputusan: individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. d. Konfirmasi: individu mencari penguatan (dukungan) terhadap keputusan yang telah dibuatnya, tapi ia mungkin saja berbalik keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan tentang inovasi yang bertentangan. Periset dalam bidang difusi inovasi membedakan lima tipe adopter: 1. Inovator, orang yang pertama-tama mengadopsi inovasi, belum tentu adalah pencetus gagasan baru ini, tetapi merekalah yang memperkenalkannya secara cukup luas. 2. Adopter awal, adalah orang yang membawa pengaruh atau melegitimasi gagasan dan membuatnya diterima oleh masyarakat pada umumnya. 3. Mayoritas awal, mengikuti pembawa pengaruh dan melegitimasi lebih jauh inovasi ini. 4. Mayoritas akhir, mengadopsi inovasi agak belakangan. 5. Laggards atau kelompok yang tertinggal, merupakan kelompok terakhir yang mengadopsi inovasi, mungkin mengikuti jejak orang-orang dari tiga kelompok terdahulu. Beberapa Teori lain yang dapat dikemukakan di sini menyangkut pengaruh komunikasi massa terhadap individu, antara lain: Teori-Teori Melvin De Fleur Pelbagai rangsangan dapat ditumbuhkan oleh media massa, sehingga tanggapan audience yang dihasilkannya juga akan berbeda-beda. Melvin De Fleur mengemukakan teori-teorinya, antara lain: Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory), 2015 2 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Teori Penggolongan Sosial (The Social Category Theory), Teori hubungan sosial (The Social Relationship Theory), dan Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory). - Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory) Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus respons dengan teorinya yang dikenal sebagai teori perbedaan individu dalam komunikasi massa. Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience. Perbedaan individu itu terjadi disebabkan karena perbedaan lingkungan yang menghasilkan pula perbedaan pandangan dalam menghadapi sesuatu. Dari lingkungannya akan berbentuk sikap, nilai-nilai, serta kepercayaan yang mendasari kepribadian mereka. Anak kembar sekalipun yang secara biologis memiliki persamaan-persamaan, dapat berbeda kepribadiannya apabila dibesarkan dalam lingkungan sosial yang berbeda. - Teori Kategori/Penggolongan Sosial (The Social Category Theory) Teori ini beranggapan bahwa terdapat penggolongan sosial yang luas dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang kurang lebih sama terhadap rangsanganrangsangan tertentu. Penggolongan tersebut didasarkan pada seks, tingkat penghasilan, pendidikan, tempat tinggal maupun agama. Dasar dari teori ini adalah teori sosiologi yang berhubungan dengan kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu. Falam hubungannya dengan media dapat digambarkan bahwa majalah mode biasanya hanya dibeli oleh wanita, majalah sport dibeli umumnya oleh pria. Variabel-variabel seperti seks, umur, pendidikan tampaknya turut juga menentukan selektivitas seseorang terhadap media yang ditawarkan. - Teori hubungan sosial (The Social Relationship Theory) Teori ini menyatakan bahwa dalam menerima pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media, orang lebih banyak memperoleh pesan itu melalui hubungan atau kontak dengan orang lain daripada menerima langsung dari media massa. Hubungan sosial yang informal merupakan salah satu variabel yang turut menentukan besarnya pengaruh media. Dalam kenyataannya terbukti bahwa orang-orang yang langsung menerima informasi dari media terbatas sekali. Mereka inilah yang merumuskan informasi media tersebut pada 2015 3 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id orang lain melalui saluran komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication). Berdasarkan hasil penelitian, maka arus informasi akan berjalan atas dua tahap. Pertama, informasi berkembang melalui media kepada individu-individu yang relatif, “cukup informasi” (well informed), yang umumnya memperoleh informasi langsung. Kedua, informasi tersebut kemudian berkembang dari mereka yang cukup informasi melalui saluran komunikasi antarpribadi kepada individu-individu yang kurang memiliki hubungan langsung dengan media serta ketergantungan mereka akan informasi pada orang lain besar sekali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori hubungan sosial mencoba menekankan pentingnya variabel hubungan antarpribadi sebagai sumber informasi sebagai penguat pengaruh media komunikasi. - Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory) Teori ini melihat cara-cara media massa mempengaruhi perilaku sebagai suatu produk budaya. Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa media massa melalui pesanpesan yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menumbuhkan kesan-kesan yang oleh audience disesuaikan dengan norma-norma budayanya. Perilaku individu umumnya didasarkan pada norma-norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya, dalam hal ini media akan bekerja secara tidak langsung untuk mempengaruhi sikap individu tersebut. Dengan kata lain, media massa dapat mengukuhkan norma-norma budaya dengan informasi-informasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu media massa dapat mengaktifkan perilaku tertentu, apabila informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan individu serta tidak bertentangan dengan norma budaya yang berlaku. Teori Komunikasi Banyak Tahap (Multi Langkah) Teori ini dikembangkan sebagian besar akibat kritik terhadap teori dua langkah. Teori multi langkah mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari media ke khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain) kembali ke media, kemudian kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. Singkatnya, ada banyak langkah yang harus ditelaah sebelum kita dapat mulai menjelaskan pengaruh atau efek dari media. Proses ulang alik ini terutama berlaku untuk masa kini, di mana media merupakan bagian penting dari kehidupan kita. Teori ini bisa dikatakan lebih akurat dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam pembentukan opini dan sikap. Teori ini terutama penting dalam mengilustrasikan bahwa setiap orang dipengaruhi baik oleh media maupun oleh interaksi antar pribadi, dan selanjutnya mempengaruhi media dan orang lain. 2015 4 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5.4.2. Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat dan Budaya Selain memiliki efek terhadap individu, media massa juga menghasilkan efek terhadap masyarakat dan budayanya. Efek dalam pengertian ini umumnya mengacu pada suatu efek jangka panjang yang tidak langsung. 1. Teori Agenda Setting (Shaw dan McCombs) Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Bila anda menyusun agenda, anda mendaftarkan hal-hal yang harus anda lakukan. Dengan cara yang serupa, media mengatur agenda kita dengan memusatkan perhatian pada tokoh atau peristiwa tertentu. Teori Agenda setting menjelaskan kemampuan media untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. ”Media mengatakan kepada kita apa yang penting dan apa yang tidak. Artinya media dengan menyusun prioritas topik akan mempengaruhi perhatian audience terhadap topik mana yang dianggap lebih penting dari topik lainnya. Dengan kata lain, dengan menyusun agenda pemberitaannya media akan mempengaruhi agenda audiencenya meskipun hanya sampai pada tataran kognitif. Asumsi agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang di muat media massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan dalam pendapat yang diukur melalui survey pada dua atau lebih waktu yang berbeda. McCombs dan Shaw (1976) memakai masalah Watergate sebagai ilustrasi fungsi agenda setting. Sebenarnya tidak ada hal yang baru dalam pengungkapan kasus korupsi politik, tetapi pemuatan yang intensif oleh pers setelah peristiwa Watergate telah membuat isyu itu menjadi ”topic of the year”. 2. Teori Kultivasi (Cultivation theory) 2015 5 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Gagasan awal teori kultivasi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh George Gerbner bersama dengan rekan-rekannya di Annenberg School of Communication di Pannsylvania tahun 1969 dalam sebuah artikel berjudul “the television Word of Violence”. Berdasarkan hasil analisis Gerbner dan rekan-rekannya diperoleh berbagai temuan yang menarik dan orisinil yang kemudian banyak mengubah keyakinan orang tentang relasi antara televisi dan khalayaknya berikut berbagai efek yang menyertainya. Karena konteks penelitian ini dilakukan dalam kaitan merebaknya acara kekerasan di televisi dan meningkatnya angka kejahatan di masyarakat, maka temuan penelitian ini lebih terkait dengan efek kekerasan di media televisi terhadap persepsi khalayaknya tentang dunia tempat mereka tinggal. Teori kultivasi bisa dikatakan muncul untuk meneguhkan keyakinan orang bahwa efek media massa lebih bersifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran sosial budaya ketimbang individual. Asumsi Dasar Asumsi dasar teori ini adalah: 1. Televisi merupakan media yang unik; Keunikan tersebut ditandai oleh karakteristik televisi yang bersifat verpasive (menyebar dan dimiliki hampir seluruh keluarga), assesible (dapat diakses tanpa memerlukan kemampuan literasi atau keahlian lain) dan coherent (mempersentasikan pesan dengan dasar yang sama tentang masyarakat melintasi program dan waktu). 2. Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial; 3. Light viewers (penonton ringan) cenderung menggunakan jenis media dan sumber informasi yang lebih bervariasi. Sementara Heavy viewers (penonton berat) cenderung mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka; 4. Terpaan pesan televisi yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima khalayak sebagai pandangan konsensus masyarakat; Terpaan televisi yang intens dengan frekuensi yang kerap dan terus menerus membuat apa yang ada dalam pikiran penonton televisi sebangun dengan apa yang disajikan televisi. Karena alasan ini kemudian mereka menganggap bahwa apapun yang muncul di televisi sebagai gambaran kehidupan yang sebenarnya, gambaran kehidupan yang disepakati secara konsensual oleh masyarakat. 2015 6 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5. Televisi membentuk mainstreaming (kemampuan memantapkan dan menyeragamkan berbagai pandangan di masyarakat tentang dunia di sekitar mereka) dan resonance (pengaruh pesan media dalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yang dilihat orang di televisi adalah apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata. 6. Perkembangan teknologi baru memperkuat pengaruh televisi. Asumsi ini diajukan Gerbner pada tahun 1990 setelah menyaksikan perkembangan teknologi komunikasi yang luar biasa. Asumsi ini mengandung keyakinan bahwa teknologi pendukung tidak akan mengurangi dampak televisi sebagai sebuah media, malahan pada kenyataannya akan meneguhkan dan memperkuat. Secara umum yang menonjol dalam teori kultivasi ini adalah asumsinya bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Sebagai contoh, pecandu berat televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan di Amerika Serikat adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat mengira bahwa 20 % dari total penduduk dunia berdiam di Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6 %. Frederick Williams (1989), mengomentari penelitian yang sama, mengatakan: Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotipe tentang peran jenis kelamin, dokter, bandit, atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial TV...Dalam dunia mereka, ibu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai orang yang paling mengurusi kebersihan “kamar kecil”. Suami adalah orang yang selalu menjadi korban dalam kisah lucu. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. Orang “mati” tanpa mengalami sekarat, dan semua bandit berwajah seram. 3. Spiral of Silence (Spiral keheningan) Teori Spiral of Silence atau spiral keheningan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana opini terbentuk. Dikemukakan pertama kali oleh Profesor Elisabeth Noelle – Neumann (1974) seorang sosiolog Jerman, pada tahun 1974, menyatakan dalam modelnya ini bahwa jawaban untuk masalah ini terletak pada hubungan antara komunikasi massa, komunikasi interpersonal dan persepsi individu tentang opininya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat. Model ini berdasarkan pada pemikiran awal tentang psikologi sosial, yang menyatakan bahwa opini seseorang sebagian besarnya bergantung pada apa yang dipikirkan orang lain dan terlebih-lebih lagi pada apa yang orang anggap sebagai opini orang lain. 2015 7 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ide terpenting yang mendasari model ini adalah bahwa sebagian besar individu mencoba menghindari isolasi, dalam pengertian sendirian mempunyai kepercayaan atau sikap tertentu. Karenanya seseorang memperhatikan lingkungannya dalam rangka mempelajari pandangan-pandangan mana yang semakin kuat dan yang mana yang semakin tidak populer. Jika seseorang yakin bahwa pandangannya termasuk dalam kategori yang terakhir, ia akan cenderung tidak ingin menyatakannya karena takut terisolasi. Dengan demikian, pendapat yang dominan akan menjadi semakin kuat. Persepsi individu tentu saja bukan satu-satunya kekuatan dalam model ini. Kekuatan lainnya adalah media massa. Kekuatan lain yang ikut dalam proses ini adalah tingkatan dukungan orang-orang dalam satu lingkungan. Pada saat seseorang bersikap diam, orang lain akan demikian pula, dan dengan demikian media massa dan kurangnya dukungan terhadap pandangan seseorang dalam komunikasi interpersonal akan menimbulkan spiral tadi. Dalam beberapa kondisi, media massa nampaknya menggabungkan persepsi opini yang dominan dan dengan demikian mempengaruhi individu. 5.4.3. Audience Dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa Teori-teori yang akan dibahas berikut ini akan memandang dari perspektif yang berbeda dalam hubungan antara media massa, audience, dan efek. Uses and Gratifications Seperti telah kita bahas sebelumnya, sebagian besar riset komunikasi mempersoalkan efek atau pengaruh terhadap manusia. Tetapi berbeda dengan teori uses and gratification, yang memperlihatkan perbedaan yang jelas. Menurut perspektif yang terkandung dalam teori ini: Daripada mempelajari apa yang media lakukan dengan manusia, lebih baik mempelajari apa yang manusia lakukan dengan media. Riset yang memakai tradisi ini, memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh gratifikasi atau penemuan kebutuhan. Tingkah laku audiens secara garis besarnya dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan individu. Perlu kiranya digaris bawahi, model ini merupakan model tentang proses penerimaan saja, tidak mencakup keseluruhan proses komunikasi. McQuail (1979) menyatakan ada dua hal utama yang mendorong munculnya pendekatan “uses” ini, antara lain: a. adanya oposisi terhadap pandangan deterministis tentang efek media, yang merupakan bagian dari dominannya peran individu yang kita kenal dalam model komunikasi dua tahap. 2015 8 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id b. Ada keinginan untuk lepas dari debat yang berkepanjangan tentang selera media massa. Dalam persoalan ini pendekatan uses and gratification menyajikan alternatif lain dalam memandang hubungan antara isi media dengan audiens, dan dalam pengkategorian isi media – menurut “fungsi” dan bukan menurut “tingkat selera”. Dalam hal ini, pendekatan uses and gratifications memberikan suatu cara alternatif untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengkategorian isi media menurut fungsinya daripada tingkat selera yang berbeda. Riset kegunaan dan gratifikasi dapat dibagi ke dalam periode-periode “klasik” dan “modern”. Periode pertama mencakup studi-studi seperti yang dilakukan oleh Herzog (1944) yang membahas pencarian dan perolehan gratifikasi oleh pendengar-pendengar opera di radio, dan studi oleh Suchman (1942) tentang motif mendengarkan musik klasik di radio. Dapat juga ditambahkan di sini studi oleh Barelson (1949) tentang hal apa yang dianggap hilang oleh pembaca surat kabar di New York ketika terjadi pemogokan surat kabar di sana. Pada tahun 1960-an dan 1970-an riset terhadap uses and gratification muncul dalam bentuk yang lebih berkembang, yaitu studi-studi modern yang akan kita bahas belakangan. Orang bisa saja berdebat, bahwa ada satu model uses and gratification atau ada banyak model, tetapi yang pasti ada beberapa bentuk persetujuan di antara para peneliti tentang ide utamanya. Katz dan kawan-kawan (1974) menggambarkan logika yang mendasari penelitian terhadap uses and gratification sebagai berikut: “Pendekatan ini mempersoalkan” 1). Sumber-sumber sosial psikologis, 2). Kebutuhan-kebutuhan, yang menimbulkan 3). Harapan-harapan tentang 4). Media massa atau sumber-sumber lain yang mengarah pada 5). Pola-pola yang berbeda dalam exposure media atau keterlibatan dalam aktifitas yang lain, menghasilkan 6). Gratifikasi kebutuhan dan 7). Konsekuensi-konsekuensi lain yang sebagian besarnya barangkali tidak diinginkan. Pendapat ini dapat kita rubah dalam bentuk model sebagai berikut: 2015 9 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Faktor sosial psikologis menimbulkan Kebutuhan yang melahirkan (1) (2) Harapan-harapan terhadap media massa atau sumber lain yang mengarah pada Berbagai pola penghadap an media (5) (3-4) Menghasilkan gratifikasi kebutuhan (6) Konsekuensi lain yang tidak diinginkan (7) Bidang Aplikasi Teori uses and gratification dirancang untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau kelompok. Berikut ini menyajikan kerangka bagi sejumlah studi yang berbeda-beda: a. Katz dan Gurevith (1977) menggunakan riset uses and gratification untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan berbagai media dilihat dari fungsi dan karakteristikkarakteristik lainnya. Penelitian ini menghasilkan sebuah model sederhana yang memperlihatkan bagaimana medium itu sebagian besar memiliki kesamaan. b. Brown (1976) dalam suatu penelitian terhadap penggunaan televisi oleh anak-anak, memperlihatkan pentingnya media itu dalam sifatnya yang multi fungsional dan dalam kemampuannya memberikan kepuasan yang bervariasi kepada sebagian besar anakanak, seperti memberi penerangan tentang bagaimana orang hidup di dunia dan memberikan bahan pembicaraan di antara anak-anak itu. c. Berelson (1949) dalam penelitiannya terhadap reaksi audiens pada masa pemogokan surat kabar, ditemukan bahwa sebuah harian dapat melakukan fungsi sebagai berikut: Memberikan informasi dan interpretasi tentang masalah-masalah umum, sebagai alat untuk kehidupan sehari-hari dan alat untuk rileks, sebagai alat untuk gengsi sosial, sebagai alat kontak sosial dan sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari. 2015 10 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka De Vito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional Books Effendy, Onong, Uchjana.2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti 2015 11 Psikologi Komunikasi Dr. Farid Hamid, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id