Modul Psikologi Komunikasi [TM10]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi
Komunikasi
Proses Komunikasi Massa
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Marketing
Communications
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
B21423EL
Dr. Farid Hamid, M.Si
Abstract
Kompetensi
Pokok bahasan ini membahas
menjelaskan komunikasi massa dan
perubahan sikap dan perilaku
Setelah mengikuti mata kuliah ini
mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan proses komunikasi massa
yang berkaitan dengan perubahan sikap
dan perilaku
 Teori Difusi Inovasi (Roger dan Shoemaker)
Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi
di
mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan
publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan
langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari
upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan.
Dengan memanfaatkan kekuatan media massa sampai pada taraf tertentu, proses
komunikasi juga melibatkan jaringan antarpribadi yang akan memperkuat tingkat adopsi
seseorang atas sesuatu inovasi.
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa paling sedikit ada 4 langkah dalam proses
difusi inovasi, yaitu:
a. Pengetahuan: individu dihadapkan pada kesadaran akan adanya inovasi dan
memperoleh pemahaman tentang bagaimana inovasi itu berfungsi.
b. Persuasi: individu-individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi.
c. Keputusan: individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada pilihan untuk
menerima atau menolak inovasi.
d. Konfirmasi: individu mencari penguatan (dukungan) terhadap keputusan yang telah
dibuatnya, tapi ia mungkin saja berbalik keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan
tentang inovasi yang bertentangan.
Periset dalam bidang difusi inovasi membedakan lima tipe adopter:
1. Inovator, orang yang pertama-tama mengadopsi inovasi, belum tentu adalah pencetus
gagasan baru ini, tetapi merekalah yang memperkenalkannya secara cukup luas.
2. Adopter awal, adalah orang yang membawa pengaruh atau melegitimasi gagasan dan
membuatnya diterima oleh masyarakat pada umumnya.
3. Mayoritas awal, mengikuti pembawa pengaruh dan melegitimasi lebih jauh inovasi ini.
4. Mayoritas akhir, mengadopsi inovasi agak belakangan.
5. Laggards atau kelompok yang tertinggal, merupakan kelompok terakhir yang
mengadopsi inovasi, mungkin mengikuti jejak orang-orang dari tiga kelompok terdahulu.
Beberapa Teori lain yang dapat dikemukakan di sini menyangkut pengaruh
komunikasi massa terhadap individu, antara lain:
 Teori-Teori Melvin De Fleur
Pelbagai rangsangan dapat ditumbuhkan oleh media massa, sehingga tanggapan
audience yang dihasilkannya juga akan berbeda-beda. Melvin De Fleur mengemukakan
teori-teorinya, antara lain: Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory),
2015
2
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori Penggolongan Sosial (The Social Category Theory), Teori hubungan sosial (The
Social Relationship Theory), dan Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory).
-
Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory)
Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus
respons dengan teorinya yang dikenal sebagai teori perbedaan individu dalam komunikasi
massa. Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang
berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience.
Perbedaan individu itu terjadi disebabkan karena perbedaan lingkungan yang
menghasilkan pula perbedaan pandangan dalam menghadapi sesuatu. Dari lingkungannya
akan berbentuk sikap, nilai-nilai, serta kepercayaan yang mendasari kepribadian mereka.
Anak kembar sekalipun yang secara biologis memiliki persamaan-persamaan, dapat
berbeda kepribadiannya apabila dibesarkan dalam lingkungan sosial yang berbeda.
-
Teori Kategori/Penggolongan Sosial (The Social Category Theory)
Teori ini beranggapan bahwa terdapat penggolongan sosial yang luas dalam
masyarakat yang memiliki perilaku yang kurang lebih sama terhadap rangsanganrangsangan tertentu. Penggolongan tersebut didasarkan pada seks, tingkat penghasilan,
pendidikan, tempat tinggal maupun agama.
Dasar dari teori ini adalah teori sosiologi yang berhubungan dengan kemajemukan
masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu
yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu.
Falam hubungannya dengan media dapat digambarkan bahwa majalah mode biasanya
hanya dibeli oleh wanita, majalah sport dibeli umumnya oleh pria. Variabel-variabel seperti
seks, umur, pendidikan tampaknya turut juga menentukan selektivitas seseorang terhadap
media yang ditawarkan.
-
Teori hubungan sosial (The Social Relationship Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dalam menerima pesan-pesan komunikasi yang
disampaikan oleh media, orang lebih banyak memperoleh pesan itu melalui hubungan atau
kontak dengan orang lain daripada menerima langsung dari media massa. Hubungan sosial
yang informal merupakan salah satu variabel yang turut menentukan besarnya pengaruh
media.
Dalam kenyataannya terbukti bahwa orang-orang yang langsung menerima informasi
dari media terbatas sekali. Mereka inilah yang merumuskan informasi media tersebut pada
2015
3
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
orang lain melalui saluran komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication).
Berdasarkan hasil penelitian, maka arus informasi akan berjalan atas dua tahap.
Pertama, informasi berkembang melalui media kepada individu-individu yang relatif,
“cukup informasi” (well informed), yang umumnya memperoleh informasi langsung.
Kedua, informasi tersebut kemudian berkembang dari mereka yang cukup informasi
melalui saluran komunikasi antarpribadi kepada individu-individu
yang kurang memiliki
hubungan langsung dengan media serta ketergantungan mereka akan informasi pada orang
lain besar sekali.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori hubungan sosial mencoba
menekankan pentingnya variabel hubungan antarpribadi sebagai sumber informasi sebagai
penguat pengaruh media komunikasi.
-
Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory)
Teori ini melihat cara-cara media massa mempengaruhi perilaku sebagai suatu
produk budaya. Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa media massa melalui pesanpesan yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menumbuhkan kesan-kesan
yang oleh audience disesuaikan dengan norma-norma budayanya. Perilaku individu
umumnya didasarkan pada norma-norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang
dihadapinya, dalam hal ini media akan bekerja secara tidak langsung untuk mempengaruhi
sikap individu tersebut.
Dengan kata lain, media massa dapat mengukuhkan norma-norma budaya dengan
informasi-informasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu media massa dapat
mengaktifkan perilaku tertentu, apabila informasi yang disampaikan sesuai dengan
kebutuhan individu serta tidak bertentangan dengan norma budaya yang berlaku.
 Teori Komunikasi Banyak Tahap (Multi Langkah)
Teori ini dikembangkan sebagian besar akibat kritik terhadap teori dua langkah. Teori
multi langkah mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari media ke khalayak
(yang juga berinteraksi satu sama lain) kembali ke media, kemudian kembali lagi ke
khalayak, dan seterusnya. Singkatnya, ada banyak langkah yang harus ditelaah sebelum
kita dapat mulai menjelaskan pengaruh atau efek dari media.
Proses ulang alik ini terutama berlaku untuk masa kini, di mana media merupakan
bagian penting dari kehidupan kita. Teori ini bisa dikatakan lebih akurat dalam menjelaskan
apa yang terjadi dalam pembentukan opini dan sikap. Teori ini terutama penting dalam
mengilustrasikan bahwa setiap orang dipengaruhi baik oleh media maupun oleh interaksi
antar pribadi, dan selanjutnya mempengaruhi media dan orang lain.
2015
4
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5.4.2. Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat dan Budaya
Selain memiliki efek terhadap individu, media massa juga menghasilkan efek terhadap
masyarakat dan budayanya. Efek dalam pengertian ini umumnya mengacu pada suatu efek
jangka panjang yang tidak langsung.
1. Teori Agenda Setting (Shaw dan McCombs)
Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan
berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian
pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap
pendapat umum. Bila anda menyusun agenda, anda mendaftarkan hal-hal yang harus anda
lakukan. Dengan cara yang serupa, media mengatur agenda kita dengan memusatkan
perhatian pada tokoh atau peristiwa tertentu.
Teori Agenda setting menjelaskan kemampuan media untuk menyeleksi dan
mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. ”Media
mengatakan kepada kita apa yang penting dan apa yang tidak. Artinya media dengan
menyusun prioritas topik akan mempengaruhi perhatian audience terhadap topik mana yang
dianggap lebih penting dari topik lainnya. Dengan kata lain, dengan menyusun agenda
pemberitaannya media akan mempengaruhi agenda audiencenya meskipun hanya sampai
pada tataran kognitif.
Asumsi agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif
mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang di muat media
massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab
bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan
terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat
diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan
perubahan dalam pendapat yang diukur melalui survey pada dua atau lebih waktu yang
berbeda.
McCombs dan Shaw (1976) memakai masalah Watergate sebagai ilustrasi fungsi
agenda setting. Sebenarnya tidak ada hal yang baru dalam pengungkapan kasus korupsi
politik, tetapi pemuatan yang intensif oleh pers setelah peristiwa Watergate telah membuat
isyu itu menjadi ”topic of the year”.
2. Teori Kultivasi (Cultivation theory)
2015
5
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gagasan awal teori kultivasi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh George
Gerbner bersama dengan rekan-rekannya di Annenberg School of Communication di
Pannsylvania tahun 1969 dalam sebuah artikel berjudul “the television Word of Violence”.
Berdasarkan hasil analisis Gerbner dan rekan-rekannya diperoleh berbagai temuan
yang menarik dan orisinil yang kemudian banyak mengubah keyakinan orang tentang relasi
antara televisi dan khalayaknya berikut berbagai efek yang menyertainya. Karena konteks
penelitian ini dilakukan dalam kaitan merebaknya acara kekerasan di televisi dan
meningkatnya angka kejahatan di masyarakat, maka temuan penelitian ini lebih terkait
dengan efek kekerasan di media televisi terhadap persepsi khalayaknya tentang dunia
tempat mereka tinggal.
Teori kultivasi bisa dikatakan muncul untuk meneguhkan keyakinan orang bahwa
efek media massa lebih bersifat kumulatif dan lebih berdampak pada tataran sosial budaya
ketimbang individual.
Asumsi Dasar
Asumsi dasar teori ini adalah:
1. Televisi merupakan media yang unik;
Keunikan tersebut ditandai oleh karakteristik televisi yang bersifat verpasive (menyebar
dan dimiliki hampir seluruh keluarga), assesible (dapat diakses tanpa memerlukan
kemampuan literasi atau keahlian lain) dan coherent (mempersentasikan pesan dengan
dasar yang sama tentang masyarakat melintasi program dan waktu).
2. Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat
kecenderungan orang menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial;
3. Light viewers (penonton ringan) cenderung menggunakan jenis media dan sumber
informasi yang lebih bervariasi. Sementara Heavy viewers (penonton berat) cenderung
mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka;
4. Terpaan pesan televisi yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima
khalayak sebagai pandangan konsensus masyarakat;
Terpaan televisi yang intens dengan frekuensi yang kerap dan terus menerus membuat
apa yang ada dalam pikiran penonton televisi sebangun dengan apa yang disajikan
televisi. Karena alasan ini kemudian mereka menganggap bahwa apapun yang muncul
di televisi sebagai gambaran kehidupan yang sebenarnya, gambaran kehidupan yang
disepakati secara konsensual oleh masyarakat.
2015
6
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5. Televisi membentuk mainstreaming (kemampuan memantapkan dan menyeragamkan
berbagai pandangan di masyarakat tentang dunia di sekitar mereka) dan resonance
(pengaruh pesan media dalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yang dilihat orang di
televisi adalah apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata.
6. Perkembangan teknologi baru memperkuat pengaruh televisi.
Asumsi ini diajukan Gerbner pada tahun 1990 setelah menyaksikan perkembangan
teknologi komunikasi yang luar biasa. Asumsi ini mengandung keyakinan bahwa
teknologi pendukung tidak akan mengurangi dampak televisi sebagai sebuah media,
malahan pada kenyataannya akan meneguhkan dan memperkuat.
Secara umum yang menonjol dalam teori kultivasi ini adalah asumsinya bahwa
pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan
kenyataan. Sebagai contoh, pecandu berat televisi menganggap kemungkinan seseorang
untuk menjadi korban kejahatan di Amerika Serikat adalah 1 berbanding 10. Dalam
kenyataannya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat mengira bahwa 20 % dari total
penduduk dunia berdiam di Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6 %.
Frederick Williams (1989), mengomentari penelitian yang sama, mengatakan:
Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotipe tentang
peran jenis kelamin, dokter, bandit, atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial
TV...Dalam dunia mereka, ibu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai orang yang paling
mengurusi kebersihan “kamar kecil”. Suami adalah orang yang selalu menjadi korban dalam
kisah lucu. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. Orang “mati” tanpa
mengalami sekarat, dan semua bandit berwajah seram.
3. Spiral of Silence (Spiral keheningan)
Teori Spiral of Silence
atau spiral keheningan berkaitan dengan pertanyaan
mengenai bagaimana opini terbentuk. Dikemukakan pertama kali oleh Profesor Elisabeth
Noelle – Neumann (1974) seorang sosiolog Jerman, pada tahun 1974, menyatakan dalam
modelnya ini bahwa jawaban untuk masalah ini terletak pada hubungan antara komunikasi
massa, komunikasi interpersonal dan persepsi individu tentang opininya sendiri dalam
hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat.
Model ini berdasarkan pada pemikiran awal tentang psikologi sosial, yang
menyatakan bahwa opini seseorang
sebagian besarnya bergantung pada apa yang
dipikirkan orang lain dan terlebih-lebih lagi pada apa yang orang anggap sebagai opini orang
lain.
2015
7
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ide terpenting yang mendasari model ini adalah bahwa sebagian besar individu
mencoba menghindari isolasi, dalam pengertian sendirian mempunyai kepercayaan atau
sikap tertentu. Karenanya seseorang memperhatikan lingkungannya dalam rangka
mempelajari pandangan-pandangan mana yang semakin kuat dan yang mana yang
semakin tidak populer. Jika seseorang yakin bahwa pandangannya termasuk dalam kategori
yang terakhir, ia akan cenderung tidak ingin menyatakannya karena takut terisolasi. Dengan
demikian, pendapat yang dominan akan menjadi semakin kuat.
Persepsi individu tentu saja bukan satu-satunya kekuatan dalam model ini. Kekuatan
lainnya adalah media massa. Kekuatan lain yang ikut dalam proses ini adalah tingkatan
dukungan orang-orang dalam satu lingkungan. Pada saat seseorang bersikap diam, orang
lain akan demikian pula, dan dengan demikian media massa dan kurangnya dukungan
terhadap pandangan seseorang dalam komunikasi interpersonal akan menimbulkan spiral
tadi.
Dalam beberapa kondisi, media massa nampaknya menggabungkan persepsi opini
yang dominan dan dengan demikian mempengaruhi individu.
5.4.3. Audience Dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa
Teori-teori yang akan dibahas berikut ini akan memandang dari perspektif yang
berbeda dalam hubungan antara media massa, audience, dan efek.
 Uses and Gratifications
Seperti
telah
kita
bahas
sebelumnya,
sebagian
besar
riset
komunikasi
mempersoalkan efek atau pengaruh terhadap manusia. Tetapi berbeda dengan teori uses
and gratification, yang memperlihatkan perbedaan yang jelas. Menurut perspektif yang
terkandung dalam teori ini: Daripada mempelajari apa yang media lakukan dengan manusia,
lebih baik mempelajari apa yang manusia lakukan dengan media.
Riset yang memakai tradisi ini, memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk
memperoleh gratifikasi atau penemuan kebutuhan. Tingkah laku audiens secara garis
besarnya dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan individu.
Perlu kiranya digaris bawahi, model ini merupakan model tentang proses penerimaan saja,
tidak mencakup keseluruhan proses komunikasi.
McQuail (1979) menyatakan ada dua hal utama yang mendorong munculnya
pendekatan “uses” ini, antara lain:
a. adanya oposisi terhadap pandangan deterministis tentang efek media, yang merupakan
bagian dari dominannya peran individu yang kita kenal dalam model komunikasi dua
tahap.
2015
8
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Ada keinginan untuk lepas dari debat yang berkepanjangan tentang selera media
massa. Dalam persoalan ini pendekatan uses and gratification menyajikan alternatif lain
dalam memandang hubungan antara isi media dengan audiens, dan dalam
pengkategorian isi media – menurut “fungsi” dan bukan menurut “tingkat selera”.
Dalam hal ini, pendekatan uses and gratifications memberikan suatu cara alternatif
untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengkategorian isi
media menurut fungsinya daripada tingkat selera yang berbeda.
Riset kegunaan dan gratifikasi dapat dibagi ke dalam periode-periode “klasik” dan
“modern”. Periode pertama mencakup studi-studi seperti yang dilakukan oleh Herzog (1944)
yang membahas pencarian dan perolehan gratifikasi oleh pendengar-pendengar opera di
radio, dan studi oleh Suchman (1942) tentang motif mendengarkan musik klasik di radio.
Dapat juga ditambahkan di sini studi oleh Barelson (1949) tentang hal apa yang dianggap
hilang oleh pembaca surat kabar di New York ketika terjadi pemogokan surat kabar di
sana.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an riset terhadap uses and gratification muncul dalam
bentuk yang lebih berkembang, yaitu studi-studi modern yang akan kita bahas belakangan.
Orang bisa saja berdebat, bahwa ada satu model uses and gratification atau ada
banyak model, tetapi yang pasti ada beberapa bentuk persetujuan di antara para peneliti
tentang ide utamanya. Katz dan kawan-kawan (1974) menggambarkan logika yang
mendasari penelitian terhadap uses and gratification sebagai berikut: “Pendekatan ini
mempersoalkan”
1). Sumber-sumber sosial psikologis,
2). Kebutuhan-kebutuhan, yang menimbulkan
3). Harapan-harapan tentang
4). Media massa atau sumber-sumber lain yang mengarah pada
5). Pola-pola yang berbeda dalam exposure media atau keterlibatan dalam aktifitas yang
lain, menghasilkan
6). Gratifikasi kebutuhan dan
7). Konsekuensi-konsekuensi lain yang sebagian besarnya barangkali tidak diinginkan.
Pendapat ini dapat kita rubah dalam bentuk model sebagai berikut:
2015
9
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor sosial
psikologis
menimbulkan
Kebutuhan
yang
melahirkan
(1)
(2)
Harapan-harapan
terhadap media
massa atau
sumber lain yang
mengarah pada
Berbagai
pola
penghadap
an media
(5)
(3-4)
Menghasilkan
gratifikasi
kebutuhan
(6)
Konsekuensi
lain yang tidak
diinginkan
(7)
Bidang Aplikasi
Teori uses and gratification dirancang untuk menggambarkan proses penerimaan
dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau kelompok.
Berikut ini menyajikan kerangka bagi sejumlah studi yang berbeda-beda:
a. Katz dan Gurevith (1977) menggunakan riset uses and gratification untuk menjelaskan
persamaan dan perbedaan berbagai media dilihat dari fungsi dan karakteristikkarakteristik lainnya. Penelitian ini menghasilkan sebuah model sederhana yang
memperlihatkan bagaimana medium itu sebagian besar memiliki kesamaan.
b. Brown (1976) dalam suatu penelitian terhadap penggunaan televisi oleh anak-anak,
memperlihatkan pentingnya media itu dalam sifatnya yang multi fungsional dan dalam
kemampuannya memberikan kepuasan yang bervariasi kepada sebagian besar anakanak, seperti memberi penerangan tentang bagaimana orang hidup di dunia dan
memberikan bahan pembicaraan di antara anak-anak itu.
c. Berelson (1949) dalam penelitiannya terhadap reaksi audiens pada masa pemogokan
surat kabar, ditemukan bahwa sebuah harian dapat melakukan fungsi sebagai berikut:
Memberikan informasi dan interpretasi tentang masalah-masalah umum, sebagai alat
untuk kehidupan sehari-hari dan alat untuk rileks, sebagai alat untuk gengsi sosial,
sebagai alat kontak sosial dan sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari.
2015
10
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Rakhmat, Djalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka
De Vito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional Books
Effendy, Onong, Uchjana.2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya
Bakti
2015
11
Psikologi Komunikasi
Dr. Farid Hamid, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download