BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada Bab II diberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan
penelitian ini, yaitu mengenai mitokondria, fungsi mitokondria, genom DNA
mitokondria manusia, sifat genetik mitokondria, laju mutasi mtDNA, haplogroup,
analisis variasi mtDNA manusia dengan metode RFLP, program Mito Mutation
Analyzer (MMA) dan basis data.
II.1 Mitokondria
Asal-usul mitokondria diduga merupakan bakteri yang mirip dengan Rickettsia yang
hidup bebas kemudian ditelan oleh nenek moyang sel eukariot membentuk
endosimbiosis sekitar satu milyar tahun yang lalu. Sel inang menyediakan nutrien
yang kaya energi bagi mitokondria, sedangkan sel mitokondria menjadi alat
pengubah nutrien tersebut menjadi energi menggunakan oksigen. Ketika komposisi
atmosfer purba bergeser dari yang kaya hidrogen menjadi kaya oksigen dengan
kehadiran fotosintesis maka sistem simbiosis ini menjadi paling efektif (Albert et al.,
1994)
Mitokondria merupakan salah satu organel yang terdapat pada sel eukariot,
berbentuk elips dengan diameter ~ 0,5 µm dan panjangnya 0,5-1,0 µm. Mitokondria
memiliki dua membran yaitu membran dalam dan membran luar. Membran luar
mengandung sejumlah protein transport yang disebut protein porin yang mampu
menyaring ion-ion atau molekul-molekul kecil berukuran 5 kDa atau lebih lebih kecil
dari itu. Selain itu membran luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam
biosintesis lipid ke matriks untuk menjalani proses β-oksidasi menghasilkan asetil
CoA. Membran dalam memiliki struktur yang berlipat-lipat membentuk suatu krista.
Struktur krista ini meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga
meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam
mengandung protein yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintetase
yang berfungsi membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transport
yang mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks melalui membran.
Matriks mitokondria merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi penting bagi
sel, seperti siklus Krebs, reaksi oksidasi
dan reaksi β-oksidasi, oleh sebab itu
sebagian besar protein mitokondria terdapat pada matriksnya. Enzim-enzim yang
terlibat pada reaksi-reaksi di atas dan enzim komplek piruvat dehidrogenase berperan
penting dalam mengubah piruvat menjadi asetil CoA. Di dalam matriks mitokondria
juga terdapat materi genetik yang dikenal dengan DNA mitokondria (mtDNA),
ribosom, Adenosine triphosphate (ATP), Adenosine diphosphate (ADP), fosfat
inorganik serta ion magnesium, kalsium dan kalium (Boyer et al., 1997).
II.2 Fungsi Mitokondria
Mitokondria berperan dalam proses metabolisme karena merupakan tempat
terjadinya reaksi oksidasi, reaksi β-oksidasi dan siklus Krebs. Asam lemak hasil
degradasi lipid di sitosol akan dioksidasi menjadi asetil CoA melalui reaksi βoksidasi dalam matriks mitokondria. Asam lemak di sitosol harus berikatan terlebih
dahulu dengan CoA, membentuk asil CoA dengan bantuan asil CoA sintetase yang
terdapat pada membran luar. Setelah masuk ke ruang antar membran, asam lemak
tersebut akan terlepas dari CoA,
kemudian berikatan dengan karnitin dengan
membentuk karnitin-asil, dengan bantuan enzim karnitin-asil transferase I agar dapat
masuk ke dalam matriks mitokondria. Selanjutnya asam lemak akan mengalami
proses β-oksidasi menghasilkan asetil CoA yang kemudian akan masuk ke siklus
Krebs.
Asam amino hasil degradasi protein akan masuk ke siklus Krebs melalui proses
konversi menjadi salah satu intermediet siklus Krebs. Aspartat dan asparagin akan
dikonversi menjadi oksaloasetat, fenil alanin dan tirosin menjadi fumarat, isoleusin,
metionin dan valin menjadi suksinil CoA, arginin, histidin, glutamin dan prolin
diubah dahulu menjadi glutamat sebelum masuk ke siklus Krebs melalui αketoglutarat; alanin, glisin, serin, dan sistein mengalami dua macam konversi
menjadi piruvat dan dari piruvat menjadi asetil CoA sebelum akhirnya sitrat yang
merupakan intermediet siklus Krebs, begitu juga dengan leusin, lisin dan triptofan
yang akan diubah menjadi asetoasetil CoA dan kemudian asetil CoA sebelum
menjadi sitrat.
Glikolisis yang merupakan tahapan dalam metabolisme karbohidrat menghasilkan
piruvat di sitosol yang akan di transport menuju matriks mitokondria. Piruvat ini
akan di ubah menjadi asetil CoA dan selanjutnya masuk ke dalam siklus Krebs.
Reaksi-reaksi yang berlangsung dalam siklus Krebs akan menghasilkan molekul
berenergi tinggi NADH dan FADH2. Selain dihasilkan dalam matriks mitokondria
melalui reaksi siklus Krebs, NADH juga dihasilkan di sitosol melalui proses
glikolisis. NADH di sitosol ini akan ditransport ke dalam matriks mitokondria
melalui malat-aspartate shuttle (Boyer et al., 1977)
Fungsi utama dari mitokondria adalah menghasilkan adenosine triphosphate (ATP).
Energi yang dihasilkan ini selanjutnya oleh sel hidup digunakan sebagai “bahan
bakar’ untuk menjalankan berbagai fungsi yang dibutuhkan agar dapat bertahan
hidup. Proses pembentukan energi atau dikenal dengan sebagai fosforilasi oksidatif
(OXPHOS) terdiri atas lima tahapan reaksi enzimatis, yang melibatkan kompleks
enzim yang terdapat pada membran bagian dalam mitokondria, dimana molekul
berenergi tinggi NADH dan FADH2 yang dihasilkan dari penguraian karbohidrat,
lipid dan protein akan dijadikan substrat untuk selanjutnya diubah manjadi ATP.
Jumlah mitokondria tiap sel tergantung jenis sel dan jenis organisme. Mitokondria
ditemukan dalam jumlah banyak pada sel yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi
yaitu sel-sel kontraktil seperti sel sperma pada bagian ekornya, sel otot jantung dan
sel-sel yang aktif membelah seperti sel epitelium, akar rambut dan epidermis kulit
(Thorpe,1984)
II.3 Genom DNA Mitokondria Manusia
DNA mitokondria manusia telah ditentukan urutannya secara lengkap oleh Arderson
pada tahun 1981. Urutan ini disebut Cambridge Reference Sequence (CRS), dan
menjadi rujukan standar dalam menginterpretasikan variasi urutan nukleotida
terutama polimorfisme mtDNA manusia yang berhubungan dengan studi antropologi
maupun penentuan mutasi yang berkaitan dengan penyakit genetika (Marzuki et al.,
1991). Bentuk mtDNA adalah sirkular terdiri atas untai H (heavy) memiliki basa G
lebih banyak dan untai L (light ) memiliki basa C lebih banyak (Wallace et al., 1997)
Ukuran genom mitokondria manusia hampir sama dengan tikus dan sapi tetapi jauh
lebih kecil dari genom ragi (84kb) dan tumbuhan (~100kb) (Stracham et al., 1999).
mtDNA manusia tersusun atas 16.569-bp. Genom mtDNA mengandung 37 gen yang
terdiri atas 13 gen penyandi protein yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif, terdiri
atas tujuh sub unit komplek I NADH dehidrogenase yaitu ND1, ND2, ND3, ND4,
ND5, ND6 dan satu unit kompleks III sitokrom b: cyt b tiga sub unit kompleks IV
sitokrom oksidase terdiri atas COI, COII, COIII, dan dua sub unit kompleks V ATP
sintetase yaitu ATP 6 dan ATP 8 dari 70 sub unit kompleks enzim respirasi dan
daerah D-Loop (Anderson et al., (1981), Horai et al., (1995) dan Marzuki et al.,
1991) 22 gen menyandi tRNA (satu gen tRNA untuk masing-masing asam amino
dan dua tRNA ekstra : tRNAleu dan tRNAser), dan 2 gen menyandi rRNA (12S rRNA
dan 16S rRNA) (Arderson et al., 1981). Gambar organisasi dan struktur fungsional
dari mtDNA manusia dapat dilihat pada Gambar II.1
Gambar II.1
Struktur dan organisasi fungsional mtDNA manusia. Genom
mitokondria manusia berukuran 16.569 pb yang mengandung 37
gen terdiri atas 13 gen penyandi protein, 22 gen penyandi tRNA
dan 2 gen penyandi rRNA (Bermisheva et al., 2003)
Reaksi fosforilasi oksidatif
dalam mitokondria meghasilkan kurang leabih 90%
energi pada organ dan sistem jaringan. Proses fosforilasi oksidatif menghasilkan
berbagai metabolit berupa radikal bebas, yang berpotensi merusak DNA. Dalam
kondisi normal radikal bebas akan dieliminasi oleh dismutase, katalase dan
peroksidase. Namun mekanisme pertahanan ini berkurang fungsinya dengan
bertambahnya umur.
Organisasi genom mitokondria sangat berbeda dengan genom inti yaitu sederhana,
sangat kompak, tidak adanya intron, gen-gen yang berdekatan secara umum overlap
satu basa sehingga basa terakhir dari suatu gen merupakan basa pertama untuk gen
berikutnya (Lewin, 1997). Kodon terminasi yang tidak lengkap pada proses
transkripsi mtDNA dapat disempurnakan dengan poliadenilasi mRNA dengan enzim
penambah poli A, sehingga diperoleh kodon stop UAA pada ujung 3’ (Mantoya et
al., 1981 dan Brown, 1988). Tidak seperti DNA inti, mtDNA tidak dibungkus oleh
protein histon sehingga memudahkan mtDNA untuk mengalami mutasi.
II.4 Sifat Genetik Mitokondria
Mitokondria memiliki sifat genetik sendiri yang disebut DNA mitokondria (mtDNA)
yang terletak pada matrik semi cair di bagian paling dalam mitokondria. Satu
mitokondria dapat mengandung puluhan mtDNA. Sistem genetik mitokondria mirip
dengan bakteri yaitu berupa molekul sirkuler seperti plasmid atau kromosom bakteri,
sehingga tahan terhadap eksonuklease. Kesamaan adalah terdapat sedikit DNA
yang tidak menyandi protein dan gen biasanya dipaketkan secara padat dalam satu
kromosom dengan sedikit intron. Hal ini berbeda sekali dengan DNA inti sel eukariot
yang tersebar dalam kromosom dan memiliki banyak intron. Tipe ribosom dalam
mtDNA mirip dengan sel prokariot yaitu 70S sedangkan DNA inti sel eukariot
memiliki tipe ribosom 80S.
Tiga hal pokok yang mendasari perbedaan antara sistem genetik inti dengan sistem
genetik mitokondria yaitu tingkat polimorfisme yang tinggi yang ditunjukkan dengan
laju mutasi yang tinggi bila dibandingkan dengan laju mutasi yang terjadi pada DNA
inti, pola pewarisannya yang spesifik yaitu melalui garis keturunan ibu tanpa disertai
dengan adanya rekombinasi mtDNA dari garis keturunan ayah, memiliki sistem kode
genetik yang berbeda dengan sistem kode genetik DNA inti (kode genetik universal )
(Anderson et al., 1981 dan Lewin et al., 1997). Perbedaan kodon mtDNA manusia
dengan kodon universal diperlihatkan pada Tabel II.1
Tabel II.1 Perbedaan kodon mtDNA manusia dengan kodon universal. Terdapat
perbedaan antara kodon universal dengan kodon mtDNA manusia (Fox,
1987).
Kodon
Universal
Mamalia
UGA
AUA
AUU
AGG
AGA
Stop
Isoleusin
Isoleusin
Arginin
Arginin
Triptofan
Metionin
Metionin
Stop
Stop
II.5 Laju Mutasi mtDNA
DNA mitokondria bersifat unik, berbeda dengan DNA inti karena mtDNA
diwariskan melalui garis keturunan ibu. Sel telur memiliki jumlah kopi mtDNA yang
tinggi (≥100000) sementara sel sperma memiliki jumlah kopi yang rendah (1001500) (Chen et al., 1995dan Manfredi et al., 1997 ) dan terdapat paling banyak pada
ekornya. Pada saat terjadi pembuahan pada sel telur, bagian ekor sperma dilepaskan
sehingga hanya sedikit atau hampir tidak ada mtDNA yang masuk ke dalam sel telur.
Karena tidak terjadi rekombinasi, maka mtDNA bersifat haploid, diturunkan dari ibu
ke seluruh keturunannya.
DNA mitokondria juga bersifat unik dan berbeda dengan DNA inti karena memiliki
laju mutasi yang tinggi yaitu sekitar 5-10 kali DNA inti (Wallace et al., 1992).
Tingginya laju mutasi mtDNA disebabkan oleh enzim DNA polymerase γ yang
digunakan dalam proses replikasi mtDNA yang tidak memiliki mekanisme reparasi
yang efisien (prooffreading) sehingga tidak dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan
selama proses replikasi (Watson et al., 1997). Selain itu mtDNA tidak memiliki
protein pelindung seperti histon dan terletak berdekatan dengan membran dalam
mitokondria, tempat berlangsungnya reaksi fosforilasi oksidatif yang menghasilkan
radikal bebas sebagai produk samping (Richter, 1988). Perbedaan sifat mtDNA
dengan DNA inti ditunjukkan pada Tabel II.2
Tabel II.2 Perbedaan karakteristik DNA inti dan DNA mitokondria
manusia.Terdapat perbedaan antara DNA inti dengan mtDNA
manusia dan perbedaan tersebut karakteristik (Sudoyo, 2003)
Karakteristik
DNA inti
DNA mitokondria
Ukuran
3x109 pb
16569 pb
Kopi /sel
1
Bisa >1000
Struktur
Linear
Sirkular
Pewarisan
Paternal & maternal
Maternal
Rekombinasi
Ya
Tidak
Laju mutasi
Rendah
Tinggi
DNA polymerase yang dimiliki oleh DNA mitokondria adalah polymerase γ, yang
tidak mempunyai aktivitas proofreading (eksonuklease). Tidak adanya aktivitas ini
menyebabkan mtDNA tidak memiliki sistem reparasi yang dapat menghilangkan
kesalahan replikasi. Replikasi mtDNA yang tidak selalu akurat ini akan
menyebabkan mutasi mudah terjadi. Mutasi ini akan diturunkan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya sehingga makin jauh hubungan kekerabatan antara dua individu,
makin besar pula jumlah perbedaan mutasi. Variasi basa atau polimorfisme yang
disebabkan oleh mutasi ini disebut dengan Single nucleotide Polymorfism (SNP).
SNP yang dapat terjadi pada daerah pengode maupun daerah yang tidak mengode,
misalnya pada daerah D-Loop, dapat digunakan untuk membedakan satu individu
dengan individu lain. Polimorfisme pada daerah D-Loop lebih tinggi daripada
polimorfisme pada daerah pengode. Hal ini disebabkan karena laju mutasinya yang
lebih tinggi.
II.6 Haplogroup
Haplogroup adalah cara pengelompokan berdasarkan perbedaan panjang pendeknya
fragmen mtDNA yang dipotong oleh enzim restriksi. Pengelompokan haplogroup
berdasarkan enzim restriksi juga telah berhasil mengelompokkan suku-suku bangsa
atas haplogroup tertentu seperti haplogroup L (L1, L2, L3) termasuk kedalam group
garis keturunan sub Sahara Afrika. Haplogroup H, I, J, K,T, U, V, W hampir semua
mtDNA nya berasal dari Eropa, Afrika Utara, Caucasia dan Asia Barat, sedangkan
haplogroup A, B, C, D, E, F, G adalah mayoritas garis keturunan dari Asia, Oceania
dan Amerika asli (Nicole et al., 2001 ).
Haplogroup DNA mitokondria manusia dalam bentuk huruf yaitu haplogroup A, B,
C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, T, U, V, W, dan X. Pembagian haplogroup mtDNA
berdasarkan populasi genetik dan letak georafis antara lain,
Eurasia Barat di
kelompokkan dalam haplogroup H, T, U, V, X, K, N, I, J. Sub Afrika Sahara atas
haplogroup L, sedangkan Asia Timur termasuk ke haplogroup A, B, C, D, E, F, G
(C, D, E dan G termasuk ke haplogroup M) dan Amerika asli termasuk ke dalam
haplogorup A, B, C, D (Bermisheva, et al., 2003)
II.7 Analisis Variasi mtDNA Manusia dengan Metode RFLP
Penelitian mengenai variasi mtDNA manusia dilakukan dengan analisis restriksi
menggunakan metode RFLP. RFLP suatu metode analisis urutan DNA yang di
potong oleh enzim restriksi yang diketahui, dengan mengetahui perbedaan panjang
fragmen yang dipotong oleh enzim restriksi tidak sama, berarti enzim restriksi
memotong DNA pada lokasi yang tidak saling berhubungan. Perbedaan dan
kemiripan ini dapat digunakan untuk mendiferensiasi jenis, suku bangsa dan strain
antara satu individu dengan individu lain. Enzim restriksi endonuklease yang
digunakan dalam metode RFLP antara lain adalah HaeIII, AluI, HincII, HhaI, HaeII,
HpaI, RsaI, MboI, AvaII, BamHI, NIaIII, Hinf I, TaqI dan AccI (Horai et al., 1986)
Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap polimorfisme mtDNA manusia. Variasi
urutan nukleotida mtDNA telah ditentukan menggunakan enzim restriksi, dari 140
manusia Afrika yang menunjukkan bahwa lebih dari 76% mtDNA manusia Afrika
dibentuk dalam satu kelompok besar yaitu haplogroup L, yang didefinisikan sebagai
manusia Afrika spesifik pada 3592 pb untuk sisi restriksi Hpa I. Mutasi tambahan
sebagai sub bagian haplogroup L yaitu, adanya insersi 12 pb homoplasmi pada
daerah antara gen tRNAtyr dan gen COI yang diamati pada 17.6% suku Agmies dari
Republik Afrika tengah, 25% lainnya dari suku tersebut mempunyai delesi 9 pb
antara gen COII dan tRNAlys (yang digunakan untuk menentukan hubungan genetika
antara manusia Asia dan Pasifik). Sub haplogroup lainnya diamati pada manusia
Senegal yang mirip dengan manusia Eropa dan Asia.
Perbandingan polimorfisme antara populasi Afrika dan non Afrika menunjukkan
bahwa populasi Afrika mempunyai populasi yang lebih besar. Hasil penelitian ini
dapat mendukung suatu hipotesis bahwa manusia Afrika, merupakan nenek
moyangnya manusia yang mewakili manusia purbakala dan manusia moderen. Usia
populasi Afrika total sekitar 101000-133000 tahun yang lalu, sedangkan usia
haplogroup L sekitar 98000-130000 tahun yang lalu ( Chen et al., 1995)
Analisis delesi 9 pb pada daerah antara gen COII dan tRNAlys dapat digunakan
untuk mengindentifikasi hubungan genetik antara manusia Asia Tenggara dengan
Polinesia. Delesi 9 pb tersebut ditemukan pada 74 manusia Indonesia, Papua New
Guinea, Amerika Samoa (Redd et al., 1995). Sembilan di populasi Asia Tenggara
(Taiwan selatan, Filipina dan Indonesia), tetapi tidak ditemukan pada manusia India,
Bangladesh dan Pakistan (Melton et al., 1995)
II.8 Program Mito Mutation Analyzer (MMA)
Program Mito Mutation Analyzer (MMA) adalah algoritma pemograman yang
dirancang untuk menganalisis dan menampilkan jumlah, jenis dan posisi mutasi satu
atau lebih sampel urutan lengkap mtDNA manusia sekaligus. Algoritma tersebut
dituliskan dalam bahasa C++. Program MMA membaca urutan lengkap mtDNA
dalam file berformat. txt dan .seq, kemudian menuliskan hasil analisis, berupa
panjang basa urutan lengkap, jumlah, jenis, dan posisi mutasi dalam file yang sama
(Yolita, 2006)
II.9 Basis Data
FBI telah mengumpulkan data-data urutan nukleotida DNA mitokondria manusia di
dunia yang tersimpan dalam software mtDNA Population. Data-data ini tersimpan
dalam beberapa situs yaitu [www. Mitomap.org] dan Mitbase, Genbank dari
National Institute of Health (NIH), National Center for Biotecnology Information
(NCBI), DNA Data Bank of Japan (DDBJ) dan sekuen mtDNA disamping DNA inti
berbagai organisme (Baxevanis, 2001). Data ini dapat diakses secara gratis. Data
mtDNA FBI dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu data forensik dan data
publik. Sesuai dengan kelompoknya, data forensik digunakan dalam identifikasi
forensik yang menggunakan mtDNA, sedangkan data publik mencakup urutan
nukleotida
mtDNA
yang
dikumpulkan,
diorganisasikan dalam literatur ilmiah.
dikelompokkan,
diformat
dan
Download