Pend. Pancasila - Negara Hukum

advertisement
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kali ini penulis menyampaikan hasil dari makalah dengan judul “Negara Hukum”, yang
menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari pendidikan
kewarganegaraan, dan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam
pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepas pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau
menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat AMIN.
Padang, 15 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
b) Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
a) Pengertian Negara Hukum
b) Sistem-Sistem Negara Hukum
c) Penegakan Hukum
BAB III PENUTUP
a) Kesimpulan
b) Kritik dan Saran
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara teoritis HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus di hormati, di jaga, dan di lindungi.
Hakikat HAM sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarah nya mengalami kesengsaraan dan penderitaan
yang di sebabkan oleh penjajahan.
Dalam kehidupan ini memang sudah dikodratkan bahwa manusia telah dibekali hak-hak
sebagai mana HAM itu sendiri oleh Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Ada pun beberapa rumusan masalah yang dapat diangkat dari makalah yang membahas tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah :
Pengertian Negara Hukum
Ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Timbulnya pemahaman atas
negara hukum sendiri sudah merupakan hal yang klasik, sudah ada dalam pedebatan dalam
kepustakaan Yunani Kuno.
•
menurut Plato pada aba ke-4 SM didalam bukunya yang berjudul Nomoi telah
merumuskan bahwa penyelenggaran pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh
hukum.
•
Menurut Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Politica merumuskan bahwa suatu
negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan
hukum.
Yang memerintah dalam negara bukanlah manusia, melaikan pikiran yang adil dan
kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Tujuan negara adalah
kesempurnaan wargana yang berdasarkan atas keadilan.
•
Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum dapat diartikan sebagai suatu negara
yang didalam wilayahnya adalah :
a.
Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan
dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam saling
berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus
memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
b.
Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada
peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya
didasarkan atas hukum. Kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.
Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian. Di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa
keadilan masyarakat.”
Negara-negara komunis atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi menolak
gagasan tentang konstitusionalisme sehingga tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum
dalam arti sesungguhnya.
Negara hukum formil berkembang menjadi negara hukum materiil yang berarti negara
yang pemerintahannya memiliki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan warga
dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.
SISTEM-SISTEM NEGARA HUKUM
Negara Hukum Eropa Kontinental
Tokoh pertama kali yang merumuskan ide negara hukum dalam bentuk teori dibelahan
negara-negara Eropa Kontinental (Perancis, Jerman dan Belanda) adalah Immanuel Kant. Ide awal
dalam cita hukum dari negara hukum Eropa Kontinental, mulanya ditujukan untuk menentang adanya
kekuasaan absolutisme dari para raja. Dengan ide itu Immanuel Kant merumuskan dalam teorinya
bahwa suatu negara baru dapat dikatakan sebagai negara hukum adalah apabila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : 1. Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
2. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara tersebut.
Dalam kaitannya dengan penentangan terhadap kekuasaan absolutisme raja, maka menurut
Kant, harus ada pemisahan kekuasaan. Adanya pemisahan kekuasaan tersebut tujuannya adalah untuk
memberikan perlindungan Hak-Hak individu dalam masyarakat. Dengan demikian kekuasaan negara
baru bertindak apabila terdapat perselisihan atau sengketa antar individu dalam masyarakat. Dengan
rumusan Immanuel Kant ini, lahirlah sebuah konsep “negara hukum penjaga malam” (natwachter
staat) atau “negara polisi” (I’etat gendarme).
Pada perkembangan berikutnya, pemikiran negara hukum Eropa Kontinental banyak
dipengaruhi oleh faham liberal yang menunjang faham negara kesejahteraan (welfare state), sehingga
konsep negara hukum Eropa Kontinental bergeser ke arah bentuk negara hukum kesejahteraan yang
mengupayakan terciptanya kesejahteraan rakyat. Adapun tokoh yang telah merumuskan bagaimana
ciri bentuk dari negara hukum kesejahteraan ini adalah oleh Friedrich Julius Stahl dalam teorinya
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Adanya jaminan terhadap perlindungan HAM
Adanya pemisahan kekuasaan
Adanya pemerintahan berdasarkan pada UU
Adanya peradilan administrasi
Menurut Stahl, negara hukum bertujuan melindungi hak asasi warga negaranya dengan
cara membatasi dan mengawasi gerak langkah dan kekuasaan negara dengan UU.
Sementara dalam hal apabila terdapat perselisihan antara pemerintah dengan rakyat maka
dapat diselesaikan melalui sarana peradilan yang disebut sebagai pengadilan administrasi.
Ciri-ciri umum dari Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sebagai berikut :
1. Prinsip utama atau Prinsip dasar :
a) Prinsip utama atau Prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu
memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk UU yang tersusun
secara sistematis dalam kodifikasi.
b) Kepastian hukum lah yang menjadi tujuan hukum.
c) Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi “tidak ada hukum selain
Undang-Undang”. Dengan kata lain hukum selalu didentifikasikan dengan UU.
2. Peran Hakim : hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena
hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada
berdasarkan wewenang yang ada padanya.
3. Putusan Hakim : putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja (doktrins res adjudicata)
4. Sumber Hukum :
o UU dibentuk oleh legislatif (Statutes)
o Peraturan-peraturan hukum
o Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh
masyarakat selama tidak bertentangan dengan UU
5. Penggolongan :
Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental dibagi ada 2 :
I.
Bidang hukum publik
II.
Bidang hukum privat
Negara Hukum Anglo Saxon
Konsep negara hukum Anglo Saxon ini berkembang diInggris dan Amerika Serikat
yang dikenal dengan sebutan rule of law. Menurut A.V.Dicey, dinegara penganut konsep
rule of law melekat ciri tertentu dalam bentuk asas-asas sebagai berikut :
1. Supremasi hukum/kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum (Supremacy of
law)
2. Kesamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan
3. Perlindungan terhadap HAM
Persamaan nya dengan konsep rechstaat yakni terletak pada adanya keinginan untuk
memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap HAM, sementara perbedaannya jika
pada negara-negara Anglo Saxon leboh menekanan kepada prinsip persamaan didepan
hukum sehingga persamaan antara rakyat dengan pejabat negara, harus juga tercemin dalam
lapangan peradilan, dan oleh karena itu dipandang tidak perlu menyediakan sebuah peradilan
khusus untuk pejabat negara. Berbeda dengan negara Eropa Kontinental yang memsukkan
unsur peradilan administrasi sebagai salah satu unsur rechstaat, yang maksudnya untuk
memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindak pemerintah
yang melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara.
Ciri-ciri umum dari Sistem Hukum Anglo Saxon adalah sebagai berikut :
1. Sumber Hukum
 Putusan-putusan hakim/putusan pengadilan atau yurispudensi (judicial
decisions).
 Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa UU dan
peraturan administrasi negara diakui juga, karena pada dasarnya terbentukny
kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
 Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak
tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum
Eropa Kontinental.
2. Peran Hakim
 Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja.


Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturanperaturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna
sebagai pegangan bagi hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.
Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip
hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat
memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum.
3. Penggolongannya
 Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula
pembagian “hukum publik dan hukum privat”.
 Pengerian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan
pengertian yang diberikan oleh sustem hukum eropa kontinental
 Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum
Anglo Saxon agak berbeda dengan pengerian yang diberikan oleh sistem
Eropa Kontinental.
Negara Hukum Indonesia
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum sudah begitu jelas tampak pada hasil
amandemen UUD 1945 dalam pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Jadi dapat dipahami bahwa segala sikap tindak yang dilakukan
ataupun diputuskan oleh negara dan masyarakat haruslah berdasarkan kepada hukum. Hal ini
telah menunjukkan adanya supremasi hukum/kekuasaan tertinggi dalam negara adalah
hukum.
Sementara untuk pemisahan kekuasaan di negara kita adalah tidak menganut sistem
pemisahan kekuasaan secara murni, akan tetapi dengan menggunakan sistem perimbangan
kekuasaan (check and balances), dimana khusus untuk kekuasaan membuat UU masih
terdapat kerja sama antara eksekutif dan legislatif. Adapun bentuk pemisahan dengan
menggunakan sistem perimbangan kekuasaannya dibagikan kepada alat-alat kelengkapan
organisasi negara yang terdiri atas MPR yang memiliki kekuasaan untuk menetapkan UUD,
Presiden yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakn perundang-undangan, DPR dan DPD
yang memiliki kekuasaan membuat UU, MA dan MK yang memiliki kekuasaan dalam
bidang peradilan, dan BPK yang memiliki kekuasaan dalam bidang pengawasan keuangan.
Bagi Indonesia terhadap adanya penganutan atas pemerintahan berdasarkan UU dapat
dibuktikan pada Pasal 4 ayat (1) UUD Negara RI tahun 1945 yang merumuskan bahwa :
“Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Perintah pasal ini jelas
menunjukkan makna bahwa Presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala
pemerintahan haruslah konstitusional atau harus sesuai dengan segala yang telah ditentukan
dalam UUD Negara RI Tahun 1945. Begitupun yang terdapat pada penggalan isi sumpah
Presiden dan Wapres yang terumus pada pasal 9 ayat (1) UUD Negara RI Thn 1945 yang
menyatakan : “...memgang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya
dengan selurus-lurusnya....”
Untuk prinsip kesamaan dihadapan hukum (equality before the law) dalam konsep
negara hukum juga telah dianuti oleh Indonesia sebagaimana bukti yang dinyatakan oleh
pasal 27 ayat (1) bahwa : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan wajib menjujung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
Dasar peradilan khusus dalam bentuk peradilan administrasi ini dalam UUD Negara
RI Tahun 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 ayat (2) yang menyebutkan : “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” Kemudian
badan-badan lain fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman ini diatur dalam UU.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945 ini pengaturannya terdapat pada UU No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 4 Tahun 2004
tentang Revisi UU No.14 Tahun 1970. Dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan :
a.
b.
c.
d.
Peradilan Umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara
Pengakuan untuk Indonesia sebagai negara hukum dengan memberikan jaminan terhadap
perlindungan HAM secara utuh dapat terlihat dengan telah semakin kompleksnya aspek
HAM yang dimuat dalam UUD Negara RI Tahun 1945, sebagaimana diatur pada pasal 28A
sampai dengan 28J. Adapun aspek-aspek HAM yang diberikan jaminannya oleh negara
dalam UUD Negara RI Tahun 1945, meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jaminan terhadap perlindungan HAM untuk hidup
Jaminan terhadap perlindungan HAM untuk membentuk keluarga
Jaminan terhadap HAM untuk memperoleh pekerjaan
Jaminan terhadap perlindungan HAM mengenai kebebasan beragama dan meyakini
kepercayaan
Jaminan terhadap perlindungan HAM dalam kebebasan bersikap, berpendapat dan
berserikat
Jaminan terhadap HAM untuk memperoleh informasi dan komunikasi
Jaminan terhadap perlindungan HAM atas rasa aman dan perlindungan dari perlakuan
yang merendahkan derajat dan martabat manusia
Jaminan terhadap perlindungan HAM atas kesejahteraan sosial
HAM yang berkewajiban menghargai hak orang lain dan pihak lain.
PENEGAKAN HUKUM
Penegakan hukum adalah proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma
hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan bernegara. Contoh
penegakan hukum sangat banyak disekitar kita, misalnya penangkapan pengedar narkotika
dan sebagainya. Dalam menegakkan hukum ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu
kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Satjipto Rahardjo dalam bukunya, menyatakan bahwa penegakkan hukum merupakan
suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan
sosial menjadi kenyataan. Dengan adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat
akan tercapai.
Pelaksanaan dan penegakan hukum harus memperhatikan kemanfaatannya atau
kegunaannnya bagi masyarakat. Hukum dibuat untuk kepentingan masyarakat. Karena
pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberi manfaat bagi masyarakat.
Hukum yang dilaksanakan dan ditegakkan haruslah hukum yang mengandung nilainilai keadilan. Hakikat penegakan hukum menurut soerjono soekanto, terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah yang mantap dan
mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan
hukum selalu terkait dengan paradigma sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.
Friedman yang terdiri dari komponen “struktur, substansi, dan kultur.
Menurut Friedman “The structure of a system is its skeletal frame work, it is the
permanent shape, the institutional body of system, the though, rigid bones that keep the
process flowing within bounds.” Struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap
bertahan, bagian menjadi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan.
Menurut Friedman “The substance is compesed of substantive rules and rules about
how institutions should be have.” Substansi menurut Friedman adalah aturan, norma dan
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga mencakup living
law (hukum yang hidup) dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau
law books Satjipto Rahardjo, dalam bukunya menyatakan penegakan hukum sebagai proses
sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup, melainkan proses yang melibatkan
lingkungannya. Penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai macam kenyataan dan keadaan
yang terjadi dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto:
1) Faktor hukumnya sendiri
2) Faktor penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
3) Faktor sarana atau asilitas yang mendukung penegakan hukum
4) Faktor masyarakatnya, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
5) Faktor kebudayaannya, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia
didalam pergaulan hidup
Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum dalam Konstitusi
 Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
 Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
 Pasal 24 ayat (1) UUD RI 1945
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan."
 Pasal 28 ayat (5) UUD RI 1945
“Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”
 Pasal 30 ayat (4) UUD RI 1945
“Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum."
Download