MODUL PERKULIAHAN Komunikasi Antar Budaya Asumsi dan Dimensi Komunikasi Antarbudaya Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Periklanan Tatap Muka 03 Kode MK Disusun Oleh 85012 Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Abstract Kompetensi Asumsi sebuah teori komunikasi antar budaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat di mana teori-teori komunikasi antar budaya dapat diterapkan. Asumsi beserta dimensi KAB inilah yang akan menjadi pokok bahasan kali ini Mahasiswa dapat memahami Asumsi dan Dimensi Komunikasi Antar Budaya dalam ranah ilmu komunikasi yang dapat menunjang pelbagai disiplin ilmu yang diberikan pada Prodi PeriklananFakultas Komunikasi Asumsi dan Dimensi Komunikasi Antar Budaya Pembuka Asumsi sebuah teori komunikasi antar budaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat di mana teori-teori komunikasi antar budaya dapat diterapkan. Dalam memahmai kajian komunikasi antar budaya, maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: 1. Komunikasi antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. 2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antar pribadi. 3. gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi 4. komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian 5. komunikasi berpusat pada kebudayaan 6. efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi (Alo Liliweri: 2004, Dasar-dasar komunikasi antar budaya, Pustaka pelajar, halaman.15). Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan: 1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan; 2) Konteks sosial tempat terjadinya KAB; 3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang verbal maupun non-verbal). Dimensi pertama menunjukan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut: a) ‘13 Kawasan di dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat. 2 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id b) Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara. c) Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang. d) Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro e) Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara) Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi, dsb. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih persamaan dalam hal unsur-unsur dasar an proses komunikasi (misalnya menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual misalnya; komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan interaksi dalam peran sebagai dua orang mahasiswa. Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus. Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi. Dimensi ini menunjukanm tentang saluran apa yang dipergunakan dalam KAB. Secara garis besar saluran dapat dibagi atas: Antarpribadi Media massa Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan keala sendiri. Umumnya pengalaman antarpribadi dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam. Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dlam mengklasifikasi fenomena KAB. Misalnya kita dapat mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya berbeda. ‘13 3 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sementara menurut Kim, untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi antar budaya, ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan (kim. 1984 : 1720). (1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi. (2) Konteks sosial tempat terjadinya KAB, (3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal). Ad.(1) : Tingkat Keorganisasian Kelompok Budaya Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup : - Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat. - Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia Tenggara, - Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang, - Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang Amerika Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia, Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang di penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan). Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar individu – individu dengan kebudayaan nasional berbeda (seperti wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik berbeda (seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada “kebudayaan individual” karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik. Ad.(2) : Konteks Sosial ‘13 4 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Macam KAB dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi KAB : - Business - Organizational - Pendidikan - Alkulturasi imigran - Politik - Penyesuaian perlancong/pendatang sementara - Perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi - Konsultasi terapis. Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal unsur unsure dasar dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving, processing). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubunganhubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi prose-proses KAB. Misalnya : Komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas. Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungna-hubungan antar peran. Ekpektasi, norma-norma dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus. Ad.(3) : Saluran Komunikasi Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB terjadi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas : - Antarpribadi/interpersonal/person-person, - Media massa. ‘13 5 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bersama –sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang ber-beda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu, pada pokoknya bersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antar budaya bila partisipan-partisipannya berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengklasifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar ras/antar etnik dalam konteks business; komunikasi immigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok kontkes sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda. Peranan Persepsi Dalam komunikasi Antar Budaya ‘13 6 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya KAB. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka. Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi. Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan. Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek : 1. struktur jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dll. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita mngembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal. Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah” konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo. ‘13 7 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dsb. 2. stabilitas dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah. 3. makna persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita. Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan. Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya. Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat ‘13 8 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dimensi-dimensi Persepsi Kita telah membahas sebelumnya bahwa persepsi tentang lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya. Untuk memahami bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok fundamental dari persepsi: 1) Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi) 2) Dimensi psikologis (menafsirkan). Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi. 1) Dimensi Persepsi secara Fisik Sekaliun dimensi fisik ini merupakan tahp penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB, hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlali didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. Tahap permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi, hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna. ‘13 9 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bagaimana bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya. 2) Dimensi Persepsi secara Psikologis Dibandingkan denga penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku. Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai dunia luar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu sbanyak masukan pesan. Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang ada di sekitar kita. Semus stimulus ini secara bermasaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku. Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita terima. Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang kita terima. Proses penseleksian ini terjadi secara cepat (dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak sadar. Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita. Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota dari suatu kelompok kebudayaan tertentu. Ini berarti bahwa kebudayaan memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi. Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga yang saling berkaitan yakni: 1. selective exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus) 2. selective attention (seleksi dalam hal perhatian) 3. selective retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan). ‘13 10 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Liliwer, Alo. (2003). Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta Mulyana, Deddy. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya ‘13 11 Komunikasi Antar Budaya Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id