BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat dalam UUD 1945 pada pasal 31 bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu Pemetintah melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan rencana strategik dalam jangka menengah yaitu: (1) meningkatkan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajar pendas, (2) peningkatan mutu, efisiensi, relevansi dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Dalam implementasi strategis ketiga di atas, yaitu peningkatan manajemen, akuntabilitas dan pencitraan publik, maka pengelolaan sekolah bertaraf internasional menjadi prioritas utama untuk manajemen, akuntabilitas dan pencitraan publik. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang dipersiapkan secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Berdirinya beberapa RSBI mendapat sambutan yang cukup menggembirakan dengan maraknya pendirian RSBI pada jenjang-jenjang pendidikan, baik di kota besar maupun di daerah. Sampai awal Desember 2011 jumlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di seluruh Indonesia adalah 1.305 buah dengan perincian SD 239 buah, SMP 356 buah, SMA 359 buah dan SMK 351 buah yang tersebar di 33 provinsi (Jawa Pos, 10 Maret 2011). 1 SBI berjalan di Indonesia sekitar mulai tahun 2006-an. Dimana sejak saat itu kualitas pendidikan menjadi acuan utama masyarakat dan banyaknya masyarakat menyekolahkan anaknya keluar negeri, untuk itu sebaiknya SBI dibuka di Indonesia. Sebagai acuan pertama tiap kabupaten/kota membuka satu jenis SBI di semua jenjang pendidikan. Sedangkan saat ini telah menjamur banyak bermunculan dimana-mana SBI, namun bila permasalahan tidak ditangani secara ilmiah, nantinya akan menjadi bom waktu yang akan merusak kualitas dan pencitraan SBI itu sendiri. Antusiasme yang cukup tinggi terhadap pendirian RSBI memberi efek positif berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan, disisi yang lain anggapan sebagaian masyarakat tentang RSBI yang membutuhkan biaya mahal dan anak miskin tidak bisa sekolah di RSBI. Implementasi RSBI tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang cukup ekonomi saja, namun diperuntukkan juga bagi anak yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata yang berada pada kondisi tidak menguntungkan, dimana pengelolaannya menggunakan subsidi silang. Orang tua yang kurang mampu dapat terbantukan dalam pembiayaannya. Hal ini adalah sebuah konsekwensi logis pelaksanaan program RSBI dalam menjamin Hak Asasi Manusia (HAM). Suatu kondisi kontradiksi, memberi kesan mahal karena besarnya beban biaya RSBI yang disebabkan oleh sekolah yang perlu menyesuaikan diri untuk mencapai standar internasional. Standar internasional yang dimaksudkan adalah dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Realitasnya, subsidi yang diberikan pemerintah belum dapat sepenuhnya menutup pembiayaan RSBI secara total sehingga sebagian pembiayaan dibebankan pada orang tua/wali siswa. 2 Adapun penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) di latar belakangi oleh fenomena sebagai berikut: (1) era globalisasi, menuntut daya saing bangsa yang tinggi pula, (2) meningkatkan mutu, efisiensi, relevansi, dan memiliki daya saing yang kuat maka SBI telah memiliki beberapa landasan yang kuat, (3) penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme), dan (4) mengacu pada empat pilat pendidikan yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be sebagai patokan untuk pengelolaan SBI. Untuk itu apakah pengelolaan telah sesuai dengan asas dan prinsip-prinsip tersebut di atas? Sedangkan manajemen pendidikan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan (Terry,2001), dan juga mengacu pada teori four D dari Thiagarajan (1994) yaitu: (1) Define, (2) design, (3) Development and (4) Disseminate. Dengan demikian jika penyelenggaraan SBI di Surabaya sejalan dengan kedua teori tersebut maka kualitas SBI akan semakin baik dan pencitraan publikpun akan bertambah baik pula. Sekarang apakah dari kajian secara filosofis dapat berjalan dengan baik? Permasalahan RSBI jika tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah negara yang semakin lebar, maka dengan kajian ilmiah diharapkan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. B. Rumusan Masalah Apakah RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua dapat memecahkan masalah tentang pemerataan pendidikan? C. Tujuan Penulisan Pemecahan masalah dengan RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua. 3 D. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri atas : 1. Dapat menambah khasanah teori menejemen RSBI secara teoritis yang dikembangkan dalam manajemen pendidikan. 2. Sebagai bahan diskusi bagi civitas akademika, terutama mahasiswa untuk meningkatkan kepedulian terhadap pemerataan dan mutu pendidikan pendidikan melalui program RSBI Sedangkan manfaat khusus dapat ditujukan sebagai berikut : 1. Bagi kepala sekolah RSBI, menjadi baham masukkan dan wawasan untuk lebih memprioritaskan internasional, kurikulum bertaraf internasional melalui agar kualitas pendidikan internasional kerjasama segera terealisir secepatnya. Kepala Sekolah sebagai agen perubahan dan diharapkan memiliki wawasan kedepan (visionary leadership), siap dengan standar internasional. 2. Bagi guru Sekolah RSBI, sebagai bahan masukkan untuk menyiapkan dirinya sebagai guru profesional yang bertaraf internasional dengan menguasai bahasa internasional minimal memiliki TOEFL 450 atau lebih tinggi lagi, serta menyiapkan sebagai agen perubahan yang terus menerus kearah yang lebih baik. 3. Masukkan bagi pengambil kebijakan/Dinas Pendidikan Kota Surabaya, agar mempersiapkan kebi-jakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas SDM secara terus kontinuitas agar sekolah bertaraf internasional terlaksana dengan baik. Meningkatkan kualitas dan kuantitaas sekolah bertaraf internasional. 4. Bagi mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian agar hasil yang konkret dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak terkait. 5. Bagi penulis untuk membiasakan diri menulis dan berpikir kritis serta berkontribusi pada pemerataan dan mutu pendidikan Indonesia. 4 B A B II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep RSBI Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah melalui Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, (2) peningkatan mutu, efesiensi,relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraaan publik. Dalam upaya peningkatan mutu, efesiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang efesien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerahnya (kebupaten/kota dan Provinsi); dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal 5 hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik secara nasional maupun internasional. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, “pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada satuan pendidikan bertaraf internasional” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat 3) menyebutkan bahwa pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Agar dapat melaksanakan amanat undang-undang perlu peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, dan sekolah bertaraf internasional yang dimaksud di sini adalah sekolah yang telah sejajar atau bertaraf internasional seperti yang diselenggarakan oleh Negara-negara lain. Di samping karena amanat undang-undang, penyelenggaraan SBI juga sangat relevan dengan perkembangan kemajuan zaman di era globalisasi ini. Lulusan dari SBI harapannya akan mampu bersaing secara global pula. Dalam jangka panjang, sumber daya manusia Indonesia akan memiliki kompetensi dan kualifikasi yang tidak kalah dengan masyarakat iinternasional yang sudah maju. Globalisai makin mendorong peluang pasar internasional bagi produk barang dan jasa termasuk pendidikan. Pendidikan harus dipersiapkan bukan hanya untuk di dalam negeri tetapi juga menghadapi persaingan internasional. Apalagi dengan diberlakukannya pasar bebas di tingkat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), disusul pasar bebas Asia-Pacific Economic Coorperation (APEC) tahun 2010 dan World Trade Organization (WTO) tahun 2020, mutu sumber daya manusia tidak hanya semata-mata berkompetensi dengan kompetensi lokal namun juga kualitas internasional. Pendanaan yang diperlukan oleh RSBI sebagai lembaga pendidikan mengelola proses pembelajaran secara langsung bersumber dari pemerintah pusat, 6 pemerintah daerah dan masyarakat berpartisipasi aktif seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah. Dalam konteks ekonomi, pada dasarnya pendidikan merupakan investasi panjang yang hasilnya tidak bisa dilihat satu dua tahun, tetapi jauh ke depan. Sebagai suatu investasi produktif, mestinya pembangunan pendidikan harus memperhitungkan dua konsep utama, yaitu biaya (cost) dan manfaat (benefit) pendidikan. Berkaitan dengan biaya pendidikan ini sendiri, menurut Suryadi (2004:181) dalam Hasbullah (2007:27) terdapat empat agenda kebijakan yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu: (1) besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan (revenue); (2) aspek keadilan dalam alokasi anggaran; (3) aspek efesiensi dalam pendayagunaan anggaran; dan (4) anggaran pendidikan dan desentralisasi pengelolaan. Untuk itu, berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan pun bergulir, seperti RSBI, pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education), pengintegrasian life skills dalam mata pelajaran, pemberian Bantuan Operasional Sekolah bagi SD sampai dengan SMP maupun dan Block grant lainnya yang dikelola langsung oleh sekolah secara otonom. Selanjutnya Tilaar (2000) mempertegas bahwa terdapat beberapa masalah yang dengan pembangunan pendidikan saat masa otonomi daerah ini, yaitu: (1) Lemahnya pengelolaan manajemen lembaga pendidikan, (2) kurang dan tidak meratanya fasilitas pendidikan, (3) Rendahnya tingkat kelayakan mengajar guru, (4) Kurikulum belum sepenuhnya berkesesuaian dengan tuntutan masa depan dan lapangan kerja, (5) Pendapatan Penduduk yang relatif rendah dan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan pendidikan yang baik, (6) Peran serta masyarakat dalam mewujudkan otonomi pendidikan yang pada hakekatnya bermakna otonomi sekolah masih belum optimal. 7 Akibat yang bisa muncul sebagai implikasi dari persoalan tersebut adalah masih rendahnya mutu pendidikan, baik pendidikan dasar maupun menengah yang diindikasikan sebagai akibat masih kurangnya alokasi dana yang disediakan untuk bidang pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada sisi lain menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di suatu daerah yang berbeda-beda diperlukan partisipasi masyarakat secara langsung di sekolah melalui wadah komite sekolah. Atas dasar itulah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan pada era otonomi sekolah diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite sekolah ditingkat satuan pendidikan. Tugas dan fungsi komite sekolah pada dasarnya adalah sama dengan yang digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam penyelenggaraan SBI ini adalah: (1) Memberikan arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan SBI bagi sekolahnya; (2) Memberikan bantuan baik bersifat financial maupun lainnya; (3) Merupakan penghubung antara masyarakat orang tua anak dengan sekolah dalam hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa; (4) Membantu dalam hal monitoring terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan SBI; (5) Bertanggungjawab dan membantu sekolah dalam keberlanjutan sebagai SBI apabila masa rintisan telah diberhentikan oleh pemerintah pusat. Penelitian sebelumnya. Utomo (2009) mengemukakan bahwa sekolah internasonal telah melaksanakan kurikulum terpadu, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), rumsun SBI = SNP + X dimana SPN adalah standar nasional pendidikan SPN yang meliputi kompetensi lulusan, isi proses, pendidikan, dan tenaga kependidikan lulusan, sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian, sedangkan X merupakan 8 penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adaptasi atau adopsi terdapat standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional. Lebih lanjut, Setyadin (2008) menyatakan bahwa RSBI di indonesia memerlukan pengembangan-manajerial, yang bertaraf inetrnasional, agar kualitas semakin membaik secara berkesinambungan, meskipun banyak masyarakat menyangsikannya. B. Landasan Operasional RSBI Dasar yang digunakan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Standar Nasional Pendidikan diuraikan dalam pasal 35 Undang-Undang Sisdiknas dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 yang meliputi : standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian. Selain Standar Nasional Pendidikan juga telah dirumuskan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129 a/U/2004. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional diatur dalam pasal 50 ayat (3) menyatakan: Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Tercapai tidaknya tujuan pemerintah yang diemban sekolah untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi tuntutan eraglobal dinyatakan dalam keefektifan sekolah. Keefektifan sekolah tidak hanya dilihat dari kualitas lulusan atau outputnya, tetapi juga kualitas input dan proses. Penelitian keefektifan sekolah telah dimulai pada tahun 1966 oleh Colemann (dalam Moedjiarto, 2002) dan banyak ditindaklanjuti pada tahun 1990-an di negara- 9 negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia bermunculan sekolahsekolah swasta dengan label 'unggul' melalui berbagai cara. Sementara itu, SBI memiliki keunggulan kompetitif. SBI menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan taraf intemasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing intemasional. Hal tersebut menuntut SBI dapat menghasilkan lulusan dengan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu penyelenggaraan SBI harus memiliki praktik-praktik yang baik (good practices) untuk menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dalam rangka peningkatan mutu dan daya saing. Gambaran di atas memperlihatkan bahwa good practices sangat penting bagi SBI. Good practices menunjukkan ciri-ciri penting karakteristik SBI yang dapat diadopsi atau diadaptasi oleh sekolah lainnya. Namun demikian sebelum good practices dapat diadopsi dan diadaptasi di sekolah lain diperlukan pengkajian secara empiris melalui penelitian evaluatif. Penelitian ini mempunyai arti penting karena dapat memberikan informasi tentang berbagai good practices penyelenggaraan SMP bertaraf internasional. Di samping itu hasilnya akan digunakan sebagai bahan masukan kebijakan penyelenggaraan SMP melalui pihak terkait dalam rangka pembinaan SMP di Indonesia. Sekolah bertaraf internasional mempunyai fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan sekolah, pengorganisasian sekolah, penggerakan sekolah, pengendalian sekolah, terkait dengan pengendalian terkait dengan standar isi, proses, komptensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang mengacu pada standar internasional. Di samping fungsi-fungsi manajemen kompleksitas tentu terjadi di sekolah. Menurut Roe (1980) dan Norton (1985) dalam Komariah (2004: 5-6), pengelolaan program sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian program sekolah secara holistic dan integrative yang meliputi: (1) perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program; (2) pengembangan kurikulum; (3) pengembangan proses belajar mengajar; (4) pengelolaan sumber daya manusia (guru, konselor, karyawan); (5) pelayanan 10 siswa; (6) pengelolaan fasilitas; (7) pengelolaan keuangan; (8) pengelolaan hubungan sekolah-masyarakat; (9) perbaikan program. Pada sisi lain menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di suatu sekolah diperlukan partisipasi masyarakat secara langsung melalui wadah komite sekolah. Komite sekolah merupakan implementasi atas amanat rakyat yang telah tertuang dalam UU nomor 25 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembangunan Nasioanal (Propenas) 2000-2004. Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Komite sekolah merupakan salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan pada otonomi daerah khususnya otonomi sekolah yang dulunya dikenal dengan nama BP3 (Badan Pembantu Pelaksana Pendidikan) di mana perannya hanya mengurusi sumbangan financial dari orang tua murid. Tugas dan fungsi komite sekolah pada dasarnya adalah sama dengan yang digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam penyelenggaraan RSBI ini adalah: (1) memberikan arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan RSBI bagi sekolahnya; (2) memberikan bantuan baik bersifat financial maupun lainnya; (3) merupakan penghubung antara masyarakat orang tua anak dengan sekolah dalam hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa; (4) membantu dalam hal monitoring tehadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan RSBI; (5) bertanggung jawab dan membantu sekolah dalam berkelanjutan sebagai RSBI apabila masa rintisan telah diberhentikan oleh pemerintah pusat. Menyadari betapa besar peran manajemen sekolah dalam pengembangan mutu sekolah, sangat wajar kiranya jika seluruh warga sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa dan orang tua siswa maupun masyarakat berkewajiban dan bertanggung jawab untuk turut mensukseskan manajemen sekolah dan program-program sekolah dari suksesnya tujuan pendidikan pada umumnya. 11 C. Manajemen Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional 1. Manajemen Sekolah Bertaraf Internasional Istilah manajemen memiliki pengertian yang luas tergantung pada individu yang menggunakannya. Kata manajemen itu sendiri berasal dari kata benda bahasa Inggris to manage yang berarti mengatur atau mengelola. Manajemen termasuk ilmu sosial. Menurut Wiludjeng (2007:2) bahwa manajemen adalah bidang yang sangat penting untuk dipelajari dan dikembangkan karena: (1) tidak ada perusahaan atau organisasi yang berhasil baik tanpa menerapkan manajemen yang baik, (2) manajemen menetapkan tujuan dan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien. (3) manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan atau hasil secara teratur, (4) manajemen diperlukan untuk kemajuan dan pertumbuhan, (5) manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan. Manajemen dapat diartikan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan melalui usaha orang lain” (Burhanuddin, Ali Imron, Maisyaroh, 2002:77). Manajer dengan demikian mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian manajemen. Sergiovanni, dkk (dalam Bafadal, 2003) mendefinisikan manajemen sebagai, “ procces of working with and through others to accomplish organizational goals efficienty” yaitu proses kerja dengan menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Menurut Tilaar (2002) manajemen pada hakikatnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar lembaga tersebut efisien dan efektif. Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen mengandung unsur sebagai berikut: 1. Manajemen sebagai proses atau usaha atau aktivitas. 2. Manajemen sebagai seni atau art. 12 3. Manajemen terdiri dari individu-individu atau orang-orang yang melakukan aktivitas. 4. Manajemen menggunakan berbagai sumber-sumber dan faktor produksi yang tersedia dengan cara yang efektif dan efisien. 5. Adanya tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu. Dari uraian tentang konsep manajemen SBI, maka dapat dikemukakan definisi manajemen SBI. Manajemen SBI adalah proses pendayagunaan sumber daya sekolah secara efisien dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan sekolah yaitu sebagai tempat melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Yang, bertaraf internasional. Sumberdaya sekolah yang dimaksud adalah penilaian, pendidik, proses pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, laboratorium, dan Iain-lain. Perencanaan tidak dapat dilepaskan dari unsur pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Sebagai contoh yang direncanakan adalah pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Ketika melakukan pengarahan harus diperiksa apakah pengarahan sudah cocok dengan perencanaannya, selain itu yang diawasi yaitu bagaimana perencanaannya dan bagaimana pengorganisasiannya. Ketika melakukan pengendalian harus berpedoman pada perencanaannya, pelaksanaan, pengorganisasian yang harus dilakukan. Keempat fungsi manajemen dan tujuan organisasi saling berinteraksi seperti yang digambarkan berikut ini: (Muhsin, 2008: 98). Gambar 2.1. Kaitan sumber daya organisasi, interaksi fungsi-fungsi manajemen dan tujuan organisasi : Arah tahapan dari setiap fungsi : Keterkaitan timbal balik antarfungsi manajemen 13 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen rintisan SBI adalah suatu proses pengoptimalan sumber-sumber daya yang ada dalam lingkup rintisan SBI melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan sekolah yaitu menunjang kelancaran kegiatan proses pembelajaran disekolah bertaraf internasional. Dalam sajian ini manajemen rintisan SBI difokuskan pada empat hal: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian (3) pergerakan, dan (4) pengendalian. Adapun uraian secara rinci dapat diikuti sebagai berikut. 1. Perencanaan (Planing) Perencanaan adalah fungsi dasar yang fundamental managemen karena organizing, actuating, dan controlling harus direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan merupakan fungsi manajemen meliputi seleksi atas alternatif tujuan, kebijaksanaan, program dan prosedur (Siagian, 1992: 77). Pidarta (1995, 35) menjelaskan bahwa perenacanaan adalah hubungan antara apa adanya sekarang (What is) dengan bagaimana seharusnya (What should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program dan alokasi sumber. Dari difinisi tersebut jelas bahwa berbagai macam penekanan baik kepada subyek maupun obyek kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa perencanaan harus memenuhi unsur: (1) tujuan pencapaian, (2) pedoman pelaksanaan dari rumusan program yang ditetapkan, (3) selalu fokus pada sasaran yang akan datang, dan (4) perencanaan yang dapat memberi keputusan-keputusan. Sementara itu sekolah yang disebut sebagai rintisan SBI harus memenuhi kriteria atau standar rintisan SBI seperti yang terdapat dalam panduan penyelenggaraan SBI-SMP. Kesenjangan inilah sebagai suatu persolaan yang harus diatasi atau dirubah menjadi sama atau sesuai dengan standar/kriteria ideal sebagai rintisan SBI. Upaya-upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk mengantisipasi ini harus dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). 2. Pengorganisasian (Organizing) Pemenuhan dan pemusatan personalia kearah mencapai tujuan SBI. Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai aktifitas yang dibutuhkan 14 untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pengorganisasian memungkinkan seorang karyawan mendapat tugas yang sesuai dengan keahliannya. Pengorganisasian terdiri dari kegiatan pembagian kerja diantara kelompok-kelompok dan individu-individu dan mengkoordinasi kelompok dan individu. Pengorganisasian juga melibatkan kegiatan penetapan wewenang manajerial (Bufford dan Bedelan, 1988: 95). Menurut Pidarta (2004: 25) mengorganisasi guru dapat dilakukan dengan cara: (1) menempatkan guru sesuai dengan keahliannya, (2) meningkatkan motivasi, (3) meningkatkan partisipasi dan kreativitas, (2) melakukan persuasi, (5) memberi teladan, (6) memberi sanksi, dan (7) memperbaiki mekanisme kerja dan pengawasan. Yang dimaksud dengan pengorganisasian personalia pendidikan adalah proses pengaturan atau penetapan personil-personil yang mengemban tugas, tanggung jawab, dan wewenag dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (PBM) atau kegiaan yang mendukung pelaksanan proses pembelajaran. Dalam proses pengaturan personalia pendidikan ini, kepala sekolah mengevaluasi kemampuan setiap personil untuk diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sesuai kemampuannya, dengan memegang prinsip kebersamaan dan tetap menjujung tinggi istilah the right man on the right job demi terlaksananya proses pendidikan di sekolah yang berkualitas. 3. Penggerakan (Actuating) Penggerakan atau actuating adalah usaha membujuk orang melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan dengan penuh semangat untuk mencapai tujuan organisasi. Menggerakan menurut Tarry (dalam Handoko, 2000: 151) berarti merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugastugas secara antusias dan penuh semangat sebagai wujud dari kemauan yang baik. Agar penggerakan semua sruktur organisasi dapat dilakukan secara efektif dan sesuai dengan skenario organisasi maka instusi memerlukan pemimpin yang efektif atau pemimpin yang kuat (strong leadership). Hoy dan Miskel (1987: 54) berpendapat bahwa pemimpin harus mempunyai hubungan dengan 15 bawahan yang sifatnya mendukung dan meningkatkan rasa percaya diri dengan menggunakan kelompok dalam pembuatan keputusan. 4. Pengendalian (Controlling) a. Pengendalian tindakan pesonalia sekolah Pengedalian dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisa, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkan untuk mengendalikan organisasi. Pengendalian adalah proses untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi secara efisien. Proses pengendalian meliputi: (1) menetapkan kriteria, (2) perbandingan hasil yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan, (3) melakukan tindakan perbaikan. b. Pengendalian hubungan dengan masyarakat Adanya hubungan saling memberi dan saling menerima antara lembaga pendidikan dengan masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan merealisasi apa yang dicita-citakan oleh warga masyarakat tentang pengembangan putra-putri mereka. Disamping layanan terhadap mayarakat berupa pendidikan dan pengajaran terhadap putra-putri warga masyarakat, lembaga pendidikan juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau mercusuar penerang bagi masyarakat. Banyak hal baru yang bermanfaat bagi masyarakat bersumber dari lembaga pendidikan, disamping dari sumber-sumber lain. 16 BAB III METODE PENULISAN Dalam bab ini berturut-turut dibahas tentang metode pengumpulan data yang benar dengan menguraikan dengan cermat cara/prosedur pengumpulan data dan/atau informasi, pengelohan data dan/atau informasi. Makalah ini merupakan kajian literatur yang dituangkan ke dalam tulisan dengan mengikuti aturan penulisan karya tulis ilmiah yang tercantum dalam pedoman pemilihan mahasiswa berprestasi universitas/institut/sekolah tinggi yang di keluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Tahun 2012. Adapun Prosedur pengumpulan data lapangan dalam rangka pengungkapan fokus permasalahan yang ditulis penulis pada karya tulis ilmiah ini bahwa data diperoleh melalui kajian pustaka (literature). Tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan (collateral). 17 B A B IV ANALISIS DAN SINTESIS Pada pembahasan makalah ini, penulis membahas permasalahan yang didasarkan pada data dan/atau informasi serta telaah pustaka untuk menghasilkan alternatif model penyelesaian masalah atau gagasan yang kreatif. Secara simultan dibahas sebagai berikut: A. Pengembangan proses transformasi Setiap sekolah yang dirintis sebagai SBI maka wajib memenuhi indikator kinerja Kunci Minimal IKKM karena IKKM dan tambahan, merupakan standar nasional yang telah ditetapkan dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003, sebagai SNP minimal dengan pemenuhan terhadap akreditasi, pemenuhan standar kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, standar pendidik, sarpras, pengelolaan, dan pembiayaan pendidikan. Transformasi nilai dan karakter budaya dapat dipenuhi melalui mengembangkan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator. B. Pengembangan Kurikulum Internasional Muatan pelajaran dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salahsatu negara diantaranya 30 negara anggota Organization, for economic Co-operattional and Development(OECD) dari negara maju lainnya. C. Pengelolaan Pembelajaran sesuai KTSP Sekolah telah menerapkan sistem administrasi akademik, berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat mengakses transkripnya masing-masing. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi te ladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam mengembangkan akhlak mulia, budipekertiluhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator. Proses pembelajaran telah 18 diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari anggota OECD tersebut. D. Manajemen sesuai prinsip-prinsip pengembangan SBI Penentuan milestone (kapan dicapai) maka ketiga sekolah telah menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS) yang bertaraf internasional yang baik dengan kriteria sebagai berikut: Tabel: 4.1 Rencana induk sekolah bertaraf internasional di Surabaya No INDIKATOR RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS), BI 1. Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis lingkungan strategis sekolah 2. Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis pendidikan saat ini 3. Kualitas dan kuantitas situasi pendidikan sekolah yang diharapkan 4. Analisis kesenjangan (selisih 2 & 3) 5. Kelengkapan elemen renstra 6. Cakupan jenis perencanaan (pemerataan, kualitas,efisiensi, relevansi,dan kapasitas 7. Kemanfaatan serta kesesuaian renstra & renop dengan permasalahan pendidikan 8. Kelayakan strategi implementasi renstra dan renop 9. Kelayakan rencana monitoring dan evaluasi 10 Kecukupan, kemutakhiran dan relevansian data 11. Kelayakan anggaran antara rencana pendidikan, pendapatan dan belanja 12. Tingkat partisipasi & keinklusifan unsur-unsur yang terkait dengan perencanaan 13. Sustainabilitas SDM, EMIS dana pendukung dll. 14 Sistem, proses dan prosedur dan mekanisme penyusunan RPS. 15 Kelengkapan elemen Renop. 19 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Sesuai dengan paparan data tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Model RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua dapat diselenggarakan untuk pemecahan masalah pemerataan pendidikan sekaligus peningkatan mutu pendidikan Indonesia karena siswa yang kecerdasannya di atas rata-rata, namun berada pada kondisi yang kurang menguntungkan dapat menggunakan program subsidi silang. Kurang meratanya pendidikan antara golongan mampu dan kurang mampu merupakan masalah yang dapat dipecahkan dengan model RSBI melalui program subsidi silang. 2. Model RSBI telah mengembangkan proses transformasi nilai pendidikan yang bertaraf internasional, dengan cara adopsi dan adaptasi sebagian kurikulum internasional melalui kerjasama dan kemitraan dengan lembaga pendidikan luar negeri. 3. Model RSBI telah mengembangkan kurikulum internasional, yaitu menggunakan kurikulum nasional ke delapan standar nasional pendidikan dan ditambah menyajian materi melalui bi-lingual (bahasa Indonesia dan Inggris). Studi pendahuluan telah beberapa dilakukan ke Australia dan Malaysia. 4. Pengelolaan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dalam mengelola proses pembelajaran sesuai KTSP, diterapkan kurikulum nasional ditambah dengan kurikulum bertaraf internsional Cambridge. 5. Manajemen rintisan sekolah bertaraf internasional telah sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan SBI, meningkatkan layanan kepada siswa dan masyarakat. Setelah dianalisis dengan studi pustaka diperoleh informasi bahwa kualitas manajemen telah sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen SBI serta 20 pengembangan layanan kepada siswa dan kepala masyarakat. Manajemen yang digunakan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam pengembangan mutu pendidikan Indonesia secara holistik dan terus menerus berkesinambungan. B. Rekomendasi Sesuai dengan simpulan tersebut dapat dirkomendasikan sebagai berikut: 1. Teknis rekruitmen calon siswa RSBI melalui rekomendasi pihak sekolah asal karena sekolah asal lebih mengetahui karakteristik dan kompetensi siswanya untuk menjamin objektivitas penjaringan siswa. 2. Kepala sekolah RSBI, memprioritaskan kurikulum bertaraf internasional melalui kerjasama internasional, agar kualitas pendidikan internasional segera te-realisir secepatnya. Kepala SMP sebagai agen perubahan dan diharapkan memi-liki wawasan kedepan (visionary leadership), siap dengan standar internasional. 3. Guru sekolah RSBI, terus menyiapkan dirinya sebagai guru profesional yang bertarap internasional dengan menguasai bahasa internasional minimal memiliki TOEFL 450 atau lebih tinggi lagi, serta menyiapkan sebagai agen perubahan yang terus menerus kearah yang lebih baik. 4. Pengambil kebijakan/Dinas Pendidikan Kota Surabaya, mempersiapkan kebijakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas SDM secara terus kontiuitas agar sekolah bertaraf internasional terlaksana dengan baik. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah bertaraf internasional. 5. Kajian ilmiah ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian tentang pengembangan model RSBI ke depan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan mutu pendidikan. 21 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas Dirjen Manajemen Dasar dan Menengah (2008). Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Dirjen Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas, (2000). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah edisi 2 Jakarta: Dirjen Dikdasmen Fattah, Nanang. (2000) Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fattah, Nanang. (2001). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hasbullah, (2006). Otonomi Pendidikan. Kebijakan Otonomi Daerah dan Implementasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada. Hamid, Muhammad. 2008. Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan Sekolah Menengah Pertama Bertaraf Internasional (SMP-SBI). Jakarta: Depdiknas. Ibrahim, Bafadal, (2004). Manajemen Perlengkapan Sekolah, Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara. Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Kadir, Ali. (2001). Mencari Pijakan Awal Sistem Pendidikan Mengawali Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan Nasional Edisi 39. Diakses tanggal 24 Januari 2012. http://www.depdiknas.go.id. Koontz, H, O’Dannel C., Wehrich H. (1984) Management, Eight Edition (jilid 2), editor penerjemah Gunawan Hutahuruk, MBA. Jakarta: Erlangga. Moejiarto, (2001). Sekolah Unggul. Surabaya: Duta Graha Pustaka. Mulyasa,E (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 22 Mulyasa, E (2002). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Murtadlo. (2010). Pengembangan Pengelolaan pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di Surabaya. Jurnal Pendidikan Nasional Nawawi, Hadari (1990). Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung Nawawi, Hadari (2000). Manajemen Strategis Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilutrasi Dibidang Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.. Nugroho, D. (2001). Belajar Ketrampilan Berbasis Keterampilan Belajar (Learning Skill Based Skill Learning). Jurnal Pendidikan Nasional Edisi 39. Diakses tanggal 24 Januari 2012. http://www.depdiknas.go.id. Depdiknas, (2006) Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:Mendikdasmen. Pidarta, Made (1998). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Pidarta, Made (2005). Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta Sagala, Syaiful, (2007) Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Siagian, S.P. (1992). Fungsi-Fungsi Managerial. Jakarta: Bumi Aksara Sadiman, Arif. S. (2000). Aplikasi Teknologi dalam Pendidikan di Era Global. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 5 (022) : 1-15) Sarwoto. (1994). Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen Sekolah. Jakarta: Depdiknas Sindunata, (2000). Menggagas Paradikma Baru Pendidikan, Demokratisasi, Otonomi, Civil society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius Suryosubroto, B (2001) Humas Dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Mitra Gama Widya Suryosubroto, B (2001). Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta Tampubolon, Mangatas (2001). Pendidikan, Pola Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sesuai 23 Tuntutan Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 7 (32): 684. Terry,George, Robert.2001. Education Management, New York: Hillman Press. Tilaar, H.A.R. (2000). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Remaja Rosda Karya Undang-Undang No. 20 tahun (2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas (2003) Undang-Undang No. 22 tahun (1999) tentang Otonomi Daerah Jakarta : Depdagri 24