KTI tentang masalah RSBI

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amanat dalam UUD 1945 pada pasal 31 bahwa (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu
Pemetintah melalui
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan
rencana strategik dalam jangka menengah yaitu: (1) meningkatkan akses dan
pemerataan dalam rangka
penuntasan wajar pendas, (2) peningkatan mutu,
efisiensi, relevansi dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen,
akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Dalam implementasi strategis ketiga di atas, yaitu peningkatan manajemen,
akuntabilitas dan pencitraan publik, maka pengelolaan sekolah bertaraf
internasional menjadi prioritas utama untuk manajemen, akuntabilitas dan
pencitraan publik. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap
daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka
merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program
perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang
dipersiapkan secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Berdirinya beberapa RSBI mendapat
sambutan yang cukup menggembirakan dengan maraknya pendirian RSBI pada
jenjang-jenjang pendidikan, baik di kota besar maupun di daerah. Sampai awal
Desember 2011 jumlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di seluruh
Indonesia adalah 1.305 buah dengan perincian SD 239 buah, SMP 356 buah,
SMA 359 buah dan SMK 351 buah yang tersebar di 33 provinsi (Jawa Pos, 10
Maret 2011).
1
SBI berjalan di Indonesia sekitar mulai tahun 2006-an. Dimana sejak saat itu
kualitas pendidikan menjadi acuan utama masyarakat dan banyaknya masyarakat
menyekolahkan anaknya keluar negeri, untuk itu sebaiknya SBI dibuka di
Indonesia. Sebagai acuan pertama tiap kabupaten/kota membuka satu jenis SBI di
semua jenjang pendidikan. Sedangkan saat ini telah menjamur banyak
bermunculan dimana-mana SBI, namun bila permasalahan tidak ditangani secara
ilmiah, nantinya akan menjadi bom waktu yang akan merusak kualitas dan
pencitraan SBI itu sendiri.
Antusiasme yang cukup tinggi terhadap pendirian RSBI memberi efek positif
berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan, disisi yang lain anggapan
sebagaian masyarakat tentang RSBI yang membutuhkan biaya mahal dan anak
miskin tidak bisa sekolah di RSBI. Implementasi RSBI tidak hanya diperuntukkan
bagi mereka yang cukup ekonomi saja, namun diperuntukkan juga bagi anak yang
memiliki kecerdasan diatas rata-rata
yang berada pada kondisi tidak
menguntungkan, dimana pengelolaannya menggunakan subsidi silang. Orang tua
yang kurang mampu dapat terbantukan dalam pembiayaannya. Hal ini adalah
sebuah konsekwensi logis pelaksanaan program RSBI dalam menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM).
Suatu kondisi kontradiksi, memberi kesan mahal karena besarnya beban biaya
RSBI yang disebabkan oleh sekolah yang perlu menyesuaikan diri untuk
mencapai standar internasional. Standar internasional yang dimaksudkan adalah
dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya
yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga
memiliki daya saing di forum internasional. Realitasnya, subsidi yang diberikan
pemerintah belum dapat sepenuhnya menutup pembiayaan RSBI secara total
sehingga sebagian pembiayaan dibebankan pada orang tua/wali siswa.
2
Adapun penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) di latar belakangi
oleh fenomena sebagai berikut: (1) era globalisasi, menuntut daya saing bangsa
yang tinggi pula, (2) meningkatkan mutu, efisiensi, relevansi, dan memiliki daya
saing yang kuat maka SBI telah memiliki beberapa landasan yang kuat, (3)
penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme
(fungsionalisme), dan (4) mengacu pada empat pilat pendidikan yaitu: learning to
know, learning to do, learning to live together and learning to be sebagai patokan
untuk pengelolaan SBI. Untuk itu apakah pengelolaan telah sesuai dengan asas
dan prinsip-prinsip tersebut di atas?
Sedangkan manajemen pendidikan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yaitu
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan (Terry,2001), dan
juga mengacu pada teori four D dari Thiagarajan (1994) yaitu: (1) Define, (2)
design, (3) Development and (4) Disseminate. Dengan demikian jika
penyelenggaraan SBI di Surabaya sejalan dengan kedua teori tersebut maka
kualitas SBI akan semakin baik dan pencitraan publikpun akan bertambah baik
pula.
Sekarang apakah dari kajian secara filosofis dapat berjalan dengan baik?
Permasalahan RSBI jika tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah
negara yang semakin lebar, maka dengan kajian ilmiah diharapkan sebagai upaya
peningkatan mutu pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Apakah RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua dapat
memecahkan masalah tentang pemerataan pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Pemecahan masalah dengan RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk
semua.
3
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri atas :
1. Dapat menambah khasanah teori menejemen RSBI secara teoritis yang
dikembangkan dalam manajemen pendidikan.
2. Sebagai bahan diskusi bagi civitas akademika, terutama mahasiswa untuk
meningkatkan kepedulian terhadap pemerataan dan mutu pendidikan
pendidikan melalui program RSBI
Sedangkan manfaat khusus dapat ditujukan sebagai berikut :
1. Bagi kepala sekolah RSBI, menjadi baham masukkan dan wawasan untuk lebih
memprioritaskan
internasional,
kurikulum
bertaraf
internasional
melalui
agar kualitas pendidikan internasional
kerjasama
segera terealisir
secepatnya. Kepala Sekolah sebagai agen perubahan dan diharapkan memiliki
wawasan kedepan (visionary leadership), siap dengan standar internasional.
2. Bagi guru Sekolah RSBI, sebagai bahan masukkan untuk menyiapkan dirinya
sebagai guru profesional yang bertaraf internasional dengan menguasai bahasa
internasional minimal memiliki TOEFL 450 atau lebih tinggi lagi, serta
menyiapkan sebagai agen perubahan yang terus menerus kearah yang lebih
baik.
3. Masukkan bagi pengambil kebijakan/Dinas Pendidikan Kota Surabaya, agar
mempersiapkan kebi-jakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas SDM
secara terus kontinuitas agar sekolah bertaraf internasional terlaksana dengan
baik. Meningkatkan kualitas dan kuantitaas sekolah bertaraf internasional.
4. Bagi mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian agar hasil
yang konkret dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak terkait.
5. Bagi penulis untuk membiasakan diri menulis dan berpikir kritis serta
berkontribusi pada pemerataan dan mutu pendidikan Indonesia.
4
B A B II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep RSBI
Sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan
bahwa: (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap
warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah
melalui Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah
menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan
akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar,
(2) peningkatan mutu, efesiensi,relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3)
peningkatan manajemen, akuntabilitas, dan pencitraaan publik.
Dalam upaya peningkatan mutu, efesiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing
secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan
bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini, maka: (1)
pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan
yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan
bertaraf internasional yang efesien adalah pendidikan yang menghasilkan standar
mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan
yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu
bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan
kemampuan pemerintah daerahnya (kebupaten/kota dan Provinsi); dan (4)
pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal
5
hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik
secara nasional maupun internasional.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, “pemerintah dan/atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
satuan pendidikan bertaraf internasional” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat 3) menyebutkan bahwa
pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Agar dapat melaksanakan
amanat undang-undang perlu peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi, dan sekolah bertaraf internasional yang dimaksud di sini adalah sekolah
yang telah sejajar atau bertaraf internasional seperti yang diselenggarakan oleh
Negara-negara lain.
Di samping karena amanat undang-undang, penyelenggaraan SBI juga sangat
relevan dengan perkembangan kemajuan zaman di era globalisasi ini. Lulusan dari
SBI harapannya akan mampu bersaing secara global pula. Dalam jangka panjang,
sumber daya manusia Indonesia akan memiliki kompetensi dan kualifikasi yang
tidak kalah dengan masyarakat iinternasional yang sudah maju. Globalisai makin
mendorong peluang pasar internasional bagi produk barang dan jasa termasuk
pendidikan. Pendidikan harus dipersiapkan bukan hanya untuk di dalam negeri
tetapi juga menghadapi persaingan internasional. Apalagi dengan diberlakukannya
pasar bebas di tingkat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), disusul
pasar bebas Asia-Pacific Economic Coorperation (APEC) tahun 2010 dan World
Trade Organization (WTO) tahun 2020, mutu sumber daya manusia tidak hanya
semata-mata berkompetensi dengan kompetensi lokal namun juga kualitas
internasional.
Pendanaan yang diperlukan oleh RSBI sebagai lembaga pendidikan mengelola
proses pembelajaran secara langsung bersumber dari pemerintah pusat,
6
pemerintah
daerah
dan
masyarakat
berpartisipasi
aktif
seiring
dengan
diberlakukannya otonomi daerah.
Dalam konteks ekonomi, pada dasarnya pendidikan merupakan investasi panjang
yang hasilnya tidak bisa dilihat satu dua tahun, tetapi jauh ke depan. Sebagai suatu
investasi produktif, mestinya pembangunan pendidikan harus memperhitungkan
dua konsep utama, yaitu biaya (cost) dan manfaat (benefit) pendidikan. Berkaitan
dengan biaya pendidikan ini sendiri, menurut Suryadi (2004:181)
dalam
Hasbullah (2007:27) terdapat empat agenda kebijakan yang perlu mendapat
perhatian serius, yaitu: (1) besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan
(revenue); (2) aspek keadilan dalam alokasi anggaran; (3) aspek efesiensi dalam
pendayagunaan anggaran; dan (4) anggaran pendidikan dan desentralisasi
pengelolaan.
Untuk itu, berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan pun bergulir,
seperti RSBI, pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education), pengintegrasian life skills
dalam mata pelajaran, pemberian Bantuan Operasional Sekolah bagi SD sampai
dengan SMP maupun dan Block grant lainnya yang dikelola langsung oleh
sekolah secara otonom.
Selanjutnya Tilaar (2000) mempertegas bahwa terdapat beberapa masalah yang
dengan pembangunan pendidikan saat masa otonomi daerah ini, yaitu: (1)
Lemahnya pengelolaan manajemen lembaga pendidikan, (2) kurang dan tidak
meratanya fasilitas pendidikan, (3) Rendahnya tingkat kelayakan mengajar guru,
(4) Kurikulum belum sepenuhnya berkesesuaian dengan tuntutan masa depan dan
lapangan kerja, (5) Pendapatan Penduduk yang relatif rendah dan masih
rendahnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan pendidikan yang baik, (6)
Peran serta masyarakat dalam mewujudkan otonomi pendidikan yang pada
hakekatnya bermakna otonomi sekolah masih belum optimal.
7
Akibat yang bisa muncul sebagai implikasi dari persoalan tersebut adalah masih
rendahnya mutu pendidikan, baik pendidikan dasar maupun menengah yang
diindikasikan sebagai akibat masih kurangnya alokasi dana yang disediakan untuk
bidang pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pada sisi lain menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di suatu
daerah yang berbeda-beda diperlukan partisipasi masyarakat secara langsung di
sekolah melalui wadah komite sekolah. Atas dasar itulah untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan pada era otonomi sekolah
diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi dan menggali
potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas.
Salah satu wadah tersebut adalah dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan
komite sekolah ditingkat satuan pendidikan.
Tugas dan fungsi komite sekolah pada dasarnya adalah sama dengan yang
digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam
penyelenggaraan SBI ini adalah: (1) Memberikan arahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan SBI bagi
sekolahnya; (2) Memberikan bantuan baik bersifat financial maupun lainnya; (3)
Merupakan penghubung antara masyarakat orang tua anak dengan sekolah dalam
hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa; (4) Membantu dalam hal
monitoring terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan
SBI; (5) Bertanggungjawab dan membantu sekolah dalam keberlanjutan sebagai
SBI apabila masa rintisan telah diberhentikan oleh pemerintah pusat.
Penelitian sebelumnya.
Utomo (2009) mengemukakan bahwa sekolah internasonal telah melaksanakan
kurikulum terpadu, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), rumsun SBI =
SNP + X dimana SPN adalah standar nasional pendidikan SPN yang meliputi
kompetensi lulusan, isi proses, pendidikan, dan tenaga kependidikan lulusan,
sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian, sedangkan X merupakan
8
penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adaptasi
atau adopsi terdapat standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri,
yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional.
Lebih lanjut, Setyadin (2008) menyatakan bahwa RSBI di indonesia memerlukan
pengembangan-manajerial, yang bertaraf inetrnasional, agar kualitas semakin
membaik
secara
berkesinambungan,
meskipun
banyak
masyarakat
menyangsikannya.
B. Landasan Operasional RSBI
Dasar yang digunakan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional
dituangkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Penetapan Standar Nasional Pendidikan diuraikan dalam pasal 35
Undang-Undang Sisdiknas dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 yang meliputi : standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.
Selain Standar Nasional Pendidikan juga telah dirumuskan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 129 a/U/2004. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan bertaraf
internasional diatur dalam pasal 50 ayat (3) menyatakan: Pemerintah dan/atau
pemerintah
daerah
menyelenggarakan
sekurang-kurangnya
satu
satuan
pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional.
Tercapai tidaknya tujuan pemerintah yang diemban sekolah untuk menghasilkan
sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi tuntutan eraglobal dinyatakan
dalam keefektifan sekolah. Keefektifan sekolah tidak hanya dilihat dari kualitas
lulusan atau outputnya, tetapi juga kualitas input dan proses. Penelitian
keefektifan sekolah telah dimulai pada tahun 1966 oleh Colemann (dalam
Moedjiarto, 2002) dan banyak ditindaklanjuti pada tahun 1990-an di negara-
9
negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia bermunculan sekolahsekolah swasta dengan label 'unggul' melalui berbagai cara.
Sementara itu, SBI memiliki keunggulan kompetitif. SBI menyiapkan peserta
didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan taraf
intemasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing intemasional.
Hal tersebut menuntut SBI dapat menghasilkan lulusan dengan keunggulan
kompetitif. Oleh karena itu penyelenggaraan SBI harus memiliki praktik-praktik
yang baik (good practices) untuk menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dalam
rangka peningkatan mutu dan daya saing.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa good practices sangat penting bagi SBI.
Good practices menunjukkan ciri-ciri penting karakteristik SBI yang dapat
diadopsi atau diadaptasi oleh sekolah lainnya. Namun demikian sebelum good
practices dapat diadopsi dan diadaptasi di sekolah lain diperlukan pengkajian
secara empiris melalui penelitian evaluatif. Penelitian ini mempunyai arti penting
karena
dapat
memberikan
informasi
tentang
berbagai
good
practices
penyelenggaraan SMP bertaraf internasional. Di samping itu hasilnya akan
digunakan sebagai bahan masukan kebijakan penyelenggaraan SMP melalui pihak
terkait dalam rangka pembinaan SMP di Indonesia. Sekolah bertaraf internasional
mempunyai fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan sekolah,
pengorganisasian sekolah, penggerakan sekolah, pengendalian sekolah, terkait
dengan pengendalian terkait dengan standar isi, proses, komptensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang
mengacu pada standar internasional. Di samping fungsi-fungsi manajemen
kompleksitas tentu terjadi di sekolah. Menurut Roe (1980) dan Norton (1985)
dalam
Komariah
(2004:
5-6),
pengelolaan
program
sekolah
adalah
pengkoordinasian dan penyerasian program sekolah secara holistic dan integrative
yang meliputi: (1) perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program; (2)
pengembangan kurikulum; (3) pengembangan proses belajar mengajar; (4)
pengelolaan sumber daya manusia (guru, konselor, karyawan); (5) pelayanan
10
siswa; (6) pengelolaan fasilitas; (7) pengelolaan keuangan; (8) pengelolaan
hubungan sekolah-masyarakat; (9) perbaikan program.
Pada sisi lain menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di suatu
sekolah diperlukan partisipasi masyarakat secara langsung melalui wadah komite
sekolah. Komite sekolah merupakan implementasi atas amanat rakyat yang telah
tertuang dalam UU nomor 25 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembangunan
Nasioanal (Propenas) 2000-2004. Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan
otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang
kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Komite
sekolah merupakan salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam bidang
pendidikan pada otonomi daerah khususnya otonomi sekolah yang dulunya
dikenal dengan nama BP3 (Badan Pembantu Pelaksana Pendidikan) di mana
perannya hanya mengurusi sumbangan financial dari orang tua murid.
Tugas dan fungsi komite sekolah pada dasarnya adalah sama dengan yang
digariskan pada Kepmendiknas Nomor 44 tahun 2002, dan secara khusus dalam
penyelenggaraan RSBI ini adalah: (1) memberikan arahan, bimbingan, dan
petunjuk kepada sekolah dalam berbagai aspek demi keberhasilan RSBI bagi
sekolahnya; (2) memberikan bantuan baik bersifat financial maupun lainnya; (3)
merupakan penghubung antara masyarakat orang tua anak dengan sekolah dalam
hal berbagai kepentingan untuk kemajuan siswa; (4) membantu dalam hal
monitoring tehadap perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasil penyelenggaraan
RSBI; (5) bertanggung jawab dan membantu sekolah dalam berkelanjutan sebagai
RSBI apabila masa rintisan telah diberhentikan oleh pemerintah pusat.
Menyadari betapa besar peran manajemen sekolah dalam pengembangan mutu
sekolah, sangat wajar kiranya jika seluruh warga sekolah yang terdiri dari kepala
sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa dan orang tua siswa maupun masyarakat
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk turut mensukseskan manajemen
sekolah dan program-program sekolah dari suksesnya tujuan pendidikan pada
umumnya.
11
C. Manajemen Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
1.
Manajemen Sekolah Bertaraf Internasional
Istilah manajemen memiliki pengertian yang luas tergantung pada individu yang
menggunakannya. Kata manajemen itu sendiri berasal dari kata benda bahasa
Inggris to manage yang berarti mengatur atau mengelola. Manajemen termasuk
ilmu sosial. Menurut Wiludjeng (2007:2) bahwa manajemen adalah bidang yang
sangat penting untuk dipelajari dan dikembangkan karena: (1) tidak ada
perusahaan atau organisasi yang berhasil baik tanpa menerapkan manajemen yang
baik, (2) manajemen menetapkan tujuan dan memanfaatkan sumber daya manusia
dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien. (3) manajemen
mengakibatkan pencapaian tujuan atau hasil secara teratur, (4) manajemen
diperlukan untuk kemajuan dan pertumbuhan, (5) manajemen merupakan suatu
pedoman pikiran dan tindakan.
Manajemen dapat diartikan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan melalui usaha
orang lain” (Burhanuddin, Ali Imron, Maisyaroh, 2002:77). Manajer dengan
demikian mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian manajemen.
Sergiovanni, dkk
(dalam Bafadal, 2003) mendefinisikan manajemen sebagai, “ procces of working
with and through others to accomplish organizational goals efficienty” yaitu
proses kerja dengan menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi
secara efisien. Menurut Tilaar (2002) manajemen pada hakikatnya adalah hal-hal
yang berkaitan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar lembaga tersebut
efisien dan efektif.
Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen mengandung unsur sebagai berikut:
1. Manajemen sebagai proses atau usaha atau aktivitas.
2. Manajemen sebagai seni atau art.
12
3. Manajemen terdiri dari individu-individu atau orang-orang yang melakukan
aktivitas.
4. Manajemen menggunakan berbagai sumber-sumber dan faktor produksi yang
tersedia dengan cara yang efektif dan efisien.
5. Adanya tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari uraian tentang konsep manajemen SBI, maka dapat dikemukakan definisi
manajemen SBI. Manajemen SBI adalah proses pendayagunaan sumber daya
sekolah secara efisien dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk
mencapai tujuan sekolah yaitu sebagai tempat melakukan pendidikan dan
pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Yang, bertaraf
internasional. Sumberdaya sekolah yang dimaksud adalah penilaian, pendidik,
proses pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan,
laboratorium, dan Iain-lain.
Perencanaan tidak dapat dilepaskan dari unsur pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian. Sebagai contoh yang direncanakan adalah pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian. Ketika melakukan pengarahan harus diperiksa
apakah pengarahan sudah cocok dengan perencanaannya, selain itu yang diawasi
yaitu bagaimana perencanaannya dan bagaimana pengorganisasiannya. Ketika
melakukan pengendalian harus berpedoman pada perencanaannya, pelaksanaan,
pengorganisasian yang harus dilakukan.
Keempat fungsi manajemen dan tujuan organisasi saling berinteraksi seperti yang
digambarkan berikut ini: (Muhsin, 2008: 98).
Gambar 2.1. Kaitan sumber daya organisasi, interaksi fungsi-fungsi manajemen
dan tujuan organisasi
: Arah tahapan dari setiap fungsi
: Keterkaitan timbal balik antarfungsi manajemen
13
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen rintisan
SBI adalah suatu proses pengoptimalan sumber-sumber daya yang ada dalam
lingkup rintisan SBI melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai
tujuan sekolah yaitu menunjang kelancaran kegiatan proses pembelajaran
disekolah bertaraf internasional. Dalam sajian ini manajemen rintisan SBI
difokuskan pada empat hal: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian (3) pergerakan,
dan (4) pengendalian. Adapun uraian secara rinci dapat diikuti sebagai berikut.
1. Perencanaan (Planing)
Perencanaan adalah fungsi dasar yang fundamental managemen karena
organizing, actuating, dan controlling harus direncanakan terlebih dahulu.
Perencanaan merupakan fungsi manajemen meliputi seleksi atas alternatif
tujuan, kebijaksanaan, program dan prosedur (Siagian,
1992: 77). Pidarta
(1995, 35) menjelaskan bahwa perenacanaan adalah hubungan antara apa
adanya sekarang (What is) dengan bagaimana seharusnya (What should be)
yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program dan
alokasi sumber.
Dari difinisi tersebut jelas bahwa berbagai macam penekanan baik kepada
subyek maupun obyek kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa perencanaan harus
memenuhi unsur: (1) tujuan pencapaian, (2) pedoman pelaksanaan dari
rumusan program yang ditetapkan, (3) selalu fokus pada sasaran yang akan
datang, dan (4) perencanaan yang dapat memberi keputusan-keputusan.
Sementara itu sekolah yang disebut sebagai rintisan SBI harus memenuhi
kriteria atau standar rintisan SBI seperti yang terdapat dalam panduan
penyelenggaraan SBI-SMP. Kesenjangan inilah sebagai suatu persolaan yang
harus diatasi atau dirubah menjadi sama atau sesuai dengan standar/kriteria
ideal sebagai rintisan SBI. Upaya-upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk
mengantisipasi ini harus dituangkan dalam Rencana Pengembangan Sekolah
(RPS).
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pemenuhan dan pemusatan personalia kearah mencapai tujuan SBI.
Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai aktifitas yang dibutuhkan
14
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pengorganisasian
memungkinkan seorang karyawan mendapat tugas yang sesuai dengan
keahliannya. Pengorganisasian terdiri dari kegiatan pembagian kerja diantara
kelompok-kelompok dan individu-individu dan mengkoordinasi kelompok dan
individu. Pengorganisasian juga melibatkan kegiatan penetapan wewenang
manajerial (Bufford dan Bedelan, 1988: 95).
Menurut Pidarta (2004: 25) mengorganisasi guru dapat dilakukan dengan cara:
(1) menempatkan guru sesuai dengan keahliannya, (2) meningkatkan motivasi,
(3) meningkatkan partisipasi dan kreativitas, (2) melakukan persuasi, (5)
memberi teladan, (6) memberi sanksi, dan (7) memperbaiki mekanisme kerja
dan pengawasan.
Yang dimaksud dengan pengorganisasian personalia pendidikan adalah proses
pengaturan atau penetapan personil-personil yang mengemban tugas, tanggung
jawab, dan wewenag dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (PBM) atau
kegiaan yang mendukung pelaksanan proses pembelajaran. Dalam proses
pengaturan
personalia
pendidikan
ini,
kepala
sekolah
mengevaluasi
kemampuan setiap personil untuk diberi tanggung jawab dalam melaksanakan
tugas sesuai kemampuannya, dengan memegang prinsip kebersamaan dan tetap
menjujung tinggi istilah the right man on the right job demi terlaksananya
proses pendidikan di sekolah yang berkualitas.
3. Penggerakan (Actuating)
Penggerakan atau actuating adalah usaha membujuk orang melaksanakan
tugas-tugas yang telah ditentukan dengan penuh semangat untuk mencapai
tujuan organisasi. Menggerakan menurut Tarry (dalam Handoko, 2000: 151)
berarti merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugastugas secara antusias dan penuh semangat sebagai wujud dari kemauan yang
baik.
Agar penggerakan semua sruktur organisasi dapat dilakukan secara efektif dan
sesuai dengan skenario organisasi maka instusi memerlukan pemimpin yang
efektif atau pemimpin yang kuat (strong leadership). Hoy dan Miskel (1987:
54) berpendapat bahwa pemimpin harus mempunyai hubungan dengan
15
bawahan yang sifatnya mendukung dan meningkatkan rasa percaya diri dengan
menggunakan kelompok dalam pembuatan keputusan.
4. Pengendalian (Controlling)
a. Pengendalian tindakan pesonalia sekolah
Pengedalian dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi
melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisa,
dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkan untuk mengendalikan
organisasi.
Pengendalian adalah proses untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi
secara efisien. Proses pengendalian meliputi: (1) menetapkan kriteria, (2)
perbandingan hasil yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan,
(3) melakukan tindakan perbaikan.
b. Pengendalian hubungan dengan masyarakat
Adanya hubungan saling memberi dan saling menerima antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat sekitarnya. Lembaga pendidikan merealisasi
apa yang dicita-citakan oleh warga masyarakat tentang pengembangan
putra-putri mereka.
Disamping layanan terhadap mayarakat berupa pendidikan dan
pengajaran terhadap putra-putri warga masyarakat, lembaga pendidikan
juga menyediakan diri sebagai agen pembaru atau mercusuar penerang
bagi masyarakat. Banyak hal baru yang bermanfaat bagi masyarakat
bersumber dari lembaga pendidikan, disamping dari sumber-sumber
lain.
16
BAB
III
METODE PENULISAN
Dalam bab ini berturut-turut dibahas tentang metode pengumpulan data yang
benar dengan menguraikan dengan cermat cara/prosedur pengumpulan data
dan/atau informasi, pengelohan data dan/atau informasi.
Makalah ini merupakan kajian literatur yang dituangkan ke dalam tulisan dengan
mengikuti aturan penulisan karya tulis ilmiah yang tercantum dalam pedoman
pemilihan mahasiswa berprestasi universitas/institut/sekolah tinggi yang di
keluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Tahun 2012.
Adapun Prosedur pengumpulan data lapangan dalam rangka pengungkapan fokus
permasalahan yang ditulis penulis pada karya tulis ilmiah ini bahwa
data
diperoleh melalui kajian pustaka (literature). Tinjauan pustaka berfungsi sebagai
peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian, dan sebagainya) tentang
masalah yang berkaitan tidak selalu harus tepat identik dengan bidang
permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang seiring dan berkaitan
(collateral).
17
B A B IV
ANALISIS DAN SINTESIS
Pada pembahasan makalah ini, penulis membahas permasalahan yang didasarkan
pada data dan/atau informasi serta telaah pustaka untuk menghasilkan alternatif
model penyelesaian masalah atau gagasan yang kreatif. Secara simultan dibahas
sebagai berikut:
A. Pengembangan proses transformasi
Setiap sekolah yang dirintis sebagai SBI maka wajib memenuhi indikator kinerja
Kunci Minimal IKKM karena IKKM dan tambahan, merupakan standar nasional
yang telah ditetapkan dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003, sebagai SNP minimal
dengan pemenuhan terhadap akreditasi, pemenuhan standar kurikulum, proses
pembelajaran, penilaian, standar pendidik, sarpras, pengelolaan, dan pembiayaan
pendidikan. Transformasi nilai dan karakter budaya dapat dipenuhi melalui
mengembangkan akhlak mulia, budi pekerti luhur,
kepribadian unggul,
kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator.
B. Pengembangan Kurikulum Internasional
Muatan pelajaran dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salahsatu negara diantaranya 30
negara
anggota
Organization,
for
economic
Co-operattional
and
Development(OECD) dari negara maju lainnya.
C. Pengelolaan Pembelajaran sesuai KTSP
Sekolah telah menerapkan sistem administrasi akademik, berbasis teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat mengakses
transkripnya masing-masing. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran
telah menjadi te ladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam mengembangkan
akhlak mulia, budipekertiluhur,
kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa
kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator. Proses pembelajaran telah
18
diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari anggota
OECD tersebut.
D. Manajemen sesuai prinsip-prinsip pengembangan SBI
Penentuan milestone (kapan dicapai) maka ketiga sekolah telah menyusun rencana
pengembangan sekolah (RPS)
yang bertaraf internasional yang baik dengan
kriteria sebagai berikut:
Tabel: 4.1 Rencana induk sekolah bertaraf internasional di Surabaya
No INDIKATOR RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS), BI
1.
Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis
lingkungan strategis
sekolah
2.
Keluasan, cakupan, dan ketajaman analisis pendidikan saat ini
3.
Kualitas dan kuantitas situasi pendidikan sekolah yang diharapkan
4.
Analisis kesenjangan (selisih 2 & 3)
5.
Kelengkapan elemen renstra
6.
Cakupan
jenis
perencanaan
(pemerataan,
kualitas,efisiensi,
relevansi,dan kapasitas
7.
Kemanfaatan serta kesesuaian renstra & renop dengan permasalahan
pendidikan
8.
Kelayakan strategi implementasi renstra dan renop
9.
Kelayakan rencana monitoring dan evaluasi
10
Kecukupan, kemutakhiran dan relevansian data
11. Kelayakan anggaran antara rencana pendidikan, pendapatan dan belanja
12. Tingkat partisipasi & keinklusifan unsur-unsur yang terkait dengan
perencanaan
13. Sustainabilitas SDM, EMIS dana pendukung dll.
14
Sistem, proses dan prosedur dan mekanisme penyusunan RPS.
15
Kelengkapan elemen Renop.
19
BAB
V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Sesuai dengan paparan data tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Model RSBI sebagai model mutu pendidikan untuk semua dapat
diselenggarakan untuk pemecahan masalah pemerataan pendidikan
sekaligus peningkatan mutu pendidikan Indonesia karena siswa yang
kecerdasannya di atas rata-rata, namun berada pada kondisi yang kurang
menguntungkan dapat menggunakan program subsidi silang. Kurang
meratanya pendidikan antara golongan mampu dan kurang mampu
merupakan masalah yang dapat dipecahkan dengan model RSBI melalui
program subsidi silang.
2. Model RSBI telah mengembangkan proses transformasi nilai pendidikan
yang bertaraf internasional, dengan cara adopsi dan adaptasi sebagian
kurikulum internasional melalui kerjasama dan kemitraan dengan lembaga
pendidikan luar negeri.
3. Model RSBI telah mengembangkan kurikulum internasional, yaitu
menggunakan kurikulum nasional ke delapan standar nasional pendidikan
dan ditambah menyajian materi melalui bi-lingual (bahasa Indonesia dan
Inggris). Studi pendahuluan telah beberapa dilakukan ke Australia dan
Malaysia.
4. Pengelolaan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dalam
mengelola proses pembelajaran sesuai KTSP, diterapkan kurikulum
nasional ditambah dengan kurikulum bertaraf internsional Cambridge.
5. Manajemen rintisan sekolah bertaraf internasional telah sesuai dengan
prinsip-prinsip pengembangan SBI, meningkatkan layanan kepada siswa
dan masyarakat.
Setelah dianalisis dengan studi pustaka diperoleh informasi bahwa kualitas
manajemen telah sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen SBI serta
20
pengembangan layanan kepada siswa dan kepala masyarakat. Manajemen
yang digunakan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam
pengembangan mutu pendidikan Indonesia secara holistik dan terus
menerus berkesinambungan.
B. Rekomendasi
Sesuai dengan simpulan tersebut dapat dirkomendasikan sebagai berikut:
1.
Teknis rekruitmen calon siswa RSBI melalui rekomendasi pihak sekolah
asal karena sekolah asal lebih mengetahui karakteristik dan kompetensi
siswanya untuk menjamin objektivitas penjaringan siswa.
2.
Kepala sekolah RSBI, memprioritaskan kurikulum bertaraf internasional
melalui kerjasama internasional, agar kualitas pendidikan internasional
segera te-realisir secepatnya. Kepala SMP sebagai agen perubahan dan
diharapkan memi-liki wawasan kedepan (visionary leadership), siap
dengan standar internasional.
3.
Guru sekolah RSBI, terus menyiapkan dirinya sebagai guru profesional
yang bertarap internasional dengan menguasai bahasa internasional
minimal memiliki TOEFL 450 atau lebih tinggi lagi, serta menyiapkan
sebagai agen perubahan yang terus menerus kearah yang lebih baik.
4.
Pengambil kebijakan/Dinas Pendidikan Kota Surabaya, mempersiapkan
kebijakan yang memprioritaskan peningkatan kualitas SDM secara terus
kontiuitas agar sekolah bertaraf internasional terlaksana dengan baik.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah bertaraf internasional.
5.
Kajian ilmiah ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian tentang
pengembangan model RSBI ke depan agar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat akan mutu pendidikan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas Dirjen Manajemen Dasar dan Menengah (2008). Panduan
Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) untuk
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Dirjen Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama.
Depdiknas, (2000). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah edisi 2
Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Fattah, Nanang. (2000) Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Fattah, Nanang. (2001). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Hasbullah, (2006). Otonomi Pendidikan. Kebijakan Otonomi Daerah dan
Implementasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta:
Grafindo Persada.
Hamid, Muhammad. 2008. Panduan Pelaksanaan Pembinaan Rintisan Sekolah
Menengah Pertama
Bertaraf
Internasional
(SMP-SBI). Jakarta:
Depdiknas.
Ibrahim, Bafadal, (2004). Manajemen Perlengkapan Sekolah, Teori dan
Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Kadir, Ali. (2001). Mencari Pijakan Awal Sistem Pendidikan Mengawali
Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan Nasional Edisi 39. Diakses tanggal
24 Januari 2012. http://www.depdiknas.go.id.
Koontz, H, O’Dannel C., Wehrich H. (1984) Management, Eight Edition (jilid
2), editor penerjemah Gunawan Hutahuruk, MBA. Jakarta: Erlangga.
Moejiarto, (2001). Sekolah Unggul. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Mulyasa,E (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
22
Mulyasa, E (2002). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Murtadlo. (2010). Pengembangan Pengelolaan pada
Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional di Surabaya. Jurnal Pendidikan Nasional
Nawawi, Hadari (1990). Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung
Nawawi, Hadari (2000). Manajemen Strategis Non Profit Bidang Pemerintahan
Dengan Ilutrasi Dibidang Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press..
Nugroho, D. (2001). Belajar Ketrampilan Berbasis Keterampilan Belajar
(Learning Skill Based Skill Learning). Jurnal Pendidikan Nasional Edisi
39. Diakses tanggal 24 Januari 2012. http://www.depdiknas.go.id.
Depdiknas,
(2006) Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta:Mendikdasmen.
Pidarta, Made (1998). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Pidarta,
Made
(2005).
Perencanaan
Pendidikan
Partisipatori
Dengan
Pendekatan Sistem. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Sagala, Syaiful, (2007) Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Siagian, S.P. (1992). Fungsi-Fungsi Managerial. Jakarta: Bumi Aksara
Sadiman, Arif. S. (2000). Aplikasi Teknologi dalam Pendidikan di Era Global.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 5 (022) : 1-15)
Sarwoto. (1994). Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen Sekolah. Jakarta:
Depdiknas
Sindunata, (2000). Menggagas Paradikma Baru Pendidikan, Demokratisasi,
Otonomi, Civil society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius
Suryosubroto, B (2001) Humas Dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Mitra
Gama Widya
Suryosubroto, B (2001). Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta
Tampubolon, Mangatas (2001). Pendidikan, Pola Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sesuai
23
Tuntutan Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 7 (32):
684.
Terry,George, Robert.2001. Education Management, New York: Hillman Press.
Tilaar, H.A.R. (2000). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Remaja
Rosda Karya
Undang-Undang No. 20 tahun (2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta : Depdiknas (2003)
Undang-Undang No. 22 tahun (1999) tentang Otonomi Daerah Jakarta :
Depdagri
24
Download