MODUL PERKULIAHAN Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh MK61077 Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Abstrak Kompetensi Mengetahui dan memahami pengertian dari perilaku penganiayaan anak dan kekerasan dalam rumah tangga Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan materi terkait 1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis, maupun mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Menurut Kempe (dikutip dalam Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak. Fontana (dikutip dalam Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. David Gill (dikutip dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun pemerkosaan, melainkan juga kekerasan non-fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual, termasuk hinaan meliputi penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/jual-beli anak. Sedangkan child abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru. Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah 2016 2 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang. Menurut WHO (2004) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak. Kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh, atau orang lain di sekitarnya dalam bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan mental, termasuk di dalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi, mengancam, serta hal buruk lainnya yang berpengaruh terhadap fisik dan mental anak. 2. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Berikut adalah beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak : 2.1 Kekerasan dalam Rumah Tangga Jika dalam sebuah keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya, maka sangat mungkin seorang anak juga tidak luput dari kekerasan tersebut. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan dan perilaku kasar lainnya dari orangtua. 2016 3 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2.2 Disfungsi Keluarga Suatu kondisi dimana peran orangtua tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adanya disfungsi seorang ayah yang tidak mampu menjadi pemimpin keluarga, dan disfungsi seorang ibu yang tidak bisa berperan sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi. Ketidakmampuan berperan sebagai orangtua kemudian membawa anak berada dalam kondisi keluarga yang kacau dan seringkali menjadi sasaran kemarahan dan kekerasan lainnya dari keluarganya. 2.3 Faktor Ekonomi Kekerasan terhadap anak juga bisa timbul karena masalah ekonomi. Tekanan ekonomi yang begitu kuat, dapat membuat orang tua menjadi stres dan kemudian melampiaskannya kepada anak-anaknya. 2.4 Persepsi yang Salah tentang Cara Mendidik Anak Masih banyak orangtua di negeri ini yang mungkin tidak memiliki bekal ilmu yang cukup sebelum menikah dalam hal mendidik anak. Ditambah lagi adanya persepsi yang salah dalam hal mendidik anak. Ada sebagian orang yang mengira bahwa mencubit badan sampai menampar pipi anak adalah hal yang boleh bahkan perlu dilakukan untuk mendidik anak supaya menurut. Hal ini sebenarnya merupakan kesalahan besar dalam cara mendidik anak, sekaligus bentuk ketidakmampuan orangtua dalam mengkomunikasikan secara baik tentang hal baik dan buruk kepada anak-anaknya. 2.5 Regenerasi Kekerasan terhadap Anak Seorang anak yang di masa kecilnya seringkali mendapat perlakukan atau tindak kekerasan dari orangtuanya, maka ketika ia telah tumbuh dewasa, ia berpotensi menjadi calon orangtua yang juga melazimkan tindak kekerasan (yang dianggapnya wajar karena ia sering mengalaminya dari orangtuanya dulu) kepada anak-anaknya. 2016 4 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Bentuk Kekerasan pada Anak Problem penganiayaan dan penelantaran (maltreatment and neglect problem) : 3.1 Penganiayaan fisik; dipukul, dibakar, digigit, diracun, diberi obat salah atau ditenggelamkan. 3.2 Penganiayaan seksual; ketika anak laki-laki atau perempuan dianiaya secara seksual oleh orang dewasa dapat berupa hubungan seksual (penetrasi), masturbasi (seks oral), hubungan seks anal (sodomi) atau menjual untuk kepentingan pornografi. 3.3 Penganiayaan emosional; ketika anak kurang mendapatkan kasih sayang dan cinta, sering dikritik, diancam dan di cela sehingga anak kehilangan percaya diri dan harga diri. 4. Dampak Kekerasan pada Anak Dalam Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders V atau DSM V (2013), dinyatakan bahwa berbagai bentuk pengalaman traumatik akibat kekerasan dan penelantaran yang dapat dialami seseorang dalam suatu relasi interpersonal dapat mempengaruhi keadaan mentalnya, seperti menjauhkan diri dari lingkungan karena merasa tidak aman, trauma, stres, atau takut untuk berhadapan dengan orangtua. Menurut DSM V, dalam menangani kekerasan dalam relasi atau salah satunya kekerasan pada anak salah satunya adalah usaha buat meningkatkan kesehatan mental dari ibu dan anak itu sendiri. Dalam meningkatkan kesehatan mental, kita juga perlu mendalami dulu akar permasalahannya sehingga bisa terjadi kekerasan tersebut. Menurut psikologi sosial, setiap permasalahan itu bisa diliat dari personality, social situation, dan cultural. 5. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1, KDRT adalah setiap perbuatan 2016 5 terhadap seseorang Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog terutama perempuan, Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penelantaran rumah penderitaan tangga secara termasuk fisik, seksual, psikologis untuk melakukan ancaman dan atau perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah kekerasan berasal dari kata keras yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata kekerasan yang berarti : (1) perihal/sifat keras; (2) paksaan; dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain. Menurut UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat. 5.1 Siklus Kekerasan dalam KDRT Relasi personal sering disertai dengan siklus kekerasan, dengan pola berulang, kekerasan ini menyebabkan korban terus mengembangkan harapan dan mempertahankan rasa cinta atau kasihan, membuatnya sulit keluar dari perangkap kekerasan. Siklus kekerasan umumnya bergulir sebagai berikut : Dimulai dengan individu tertarik dan mengembangkan hubungan. Individu dan pasangan mulai lebih mengenal satu sama lain, tampil dengan karakteristik dan tuntutan masing-masing, muncul konflik dan ketegangan. 2016 6 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id asli Terjadi ledakan dalam bentuk kekerasan. Ketegangan mereda. Korban terkejut dan memaknai apa yang terjadi. Pelaku bersikap baik dan mungkin meminta maaf. Korban merasa berdosa (bila tidak memaafkan), korban menyalahkan diri sendiri karena merasa atau dianggap menjadi pemicu kejadian, korban mengembangkan harapan akan hubungan yang lebih baik. Periode tenang tidak dapat bertahan. Kembali muncul konflik dan ketegangan, disusul ledakan kekerasan lagi, demikian seterusnya. Korban terperangkap, merasa bingung, takut, bersalah, tak berdaya, berharap pelaku menepati janji untuk tidak melakukan kekerasan lagi, dan demikian seterusnya. Bila tidak ada intervensi khusus (internal, eksternal) siklus kekerasan dapat terus berputar dengan perguliran makin cepat, dan kekerasan makin intens. Sangat destruktif dan berdampak merugikan secara psikologis (dan mungkin juga fisik). 5.2 Dampak Psikologis pada Korban KDRT dapat menimbulkan dampak yang serius pada korban dan orang terdekatnya (misal anak). Adanya dampak fisik mungkin lebih tampak. Seperti luka fisik, rasa sakit, kecacatan, keguguran kandungan, atau kematian. Apapun bentuk kekerasannya, selalu ada dampak psikis dari KDRT. Dampak psikis dapat dibedakan dalam dampak segera setelah kejadian, serta dampak jangka menengah atau panjang yang lebih menetap. Dampak segera, seperti rasa takut dan terancam, kebingungan, hilangnya rasa berdaya, ketidakmampuan berpikir, konsentrasi, mimpi buruk, kewaspadaan berlebihan. Mungkin pula terjadi gangguan makan dan tidur. 2016 7 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5.3 Karakteristik Korban KDRT Seorang perempuan yang terpelajar dan mandiri secara ekonomi, tetap dapat menjadi pribadi yang tidak mudah mengambil keputusan dalam menghadapi KDRT. Hal ini dapat terjadi karena : Karakteristik individu (pasif, cenderung kecil hati dan tidak mampu mengambil keputusan). Peristiwa masa lalu yang membekas dan menghalangi bersikap asertif (trauma masa lalu yang belum terselesaikan dengan baik dan berpengaruh terhadap cara berpikir, merasa dan bertindak saat ini). Keluarga berasal dari keluarga konvensional dan menekankan keutuhan rumah tangga sebagai hal yang paling baik (ideologi gender yang kaku). 5.4 Karakteristik Umum Pelaku Pelaku, baik sadar atau tidak memiliki peran gender yang kaku dan seolah-olah membenarkan mereka untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan atau anak yang ada di bawah lindungannya. Meski demikian, ada pula karakteristik psikologis yang berbeda, misalnya : o Pada dasarnya memang telah hidup dalam budaya kekerasan, melihat kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik dan mendapatkan hal yang diinginkan. Misal orang dengan kepribadian preman. o Ada yang mungkin tampak baik-baik saja di depan orang yang tidak mengenal secara dekat. Ia terkesan sopan dan bersedia bekerja sama. Akan tetapi secara khusus orang ini berpandangan rendah tentang perempuan dan menuntut perempuan untuk patuh, melayani, mengikuti hal yang diinginkan. Ia tersosialisasi untuk mengembangkan dominasi yang besar atas perempuan. Sebagai kepala keluarga, ia juga menuntut anak untuk patuh. 2016 8 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id o Dekat dengan ciri di atas, pelaku yang dibesarkan dalam lingkungan disiplin bernuansa kekerasan di masa kecil akan mengambil pola yang sama untuk keluarganya ketika dewasa. 5.5 Tanda-tanda Potensi Pelaku KDRT sebelum Menikah Cenderung kasar pada semua orang. Misal : pada teman, saat menyetir mobil, di tempat umum, dan keluarga sendiri. Ia mudah tersinggung dan marah, ketika marah bersikap kasar. Dalam keluarganya, kita melihat kebiasaan kekerasan, kurang peduli pada orang lain, mau menang sendiri, tidak mau berbagi. Ayah mungkin memberikan contoh kekerasan dan anak-anak menirunya. Egois dan selalu memikirkan kepentingannya sendiri, enggan berbagi. Orang lain yang harus menjaga perasaan dan lebih banyak menyesuaikan diri. Tidak terlihat kasar saat pergaulan sehari-hari, tetapi terkesan tidak dapat mengendalikan diri saat kecewa atau marah. Bila kecewa atau marah, ia dapat bersikap kasar, bertingkah laku membahayakan, dan membuat orang merasa takut. Mudah curiga pada orang lain, mudah menyalahkan, banyak berpikiran buruk, khususnya perilaku pasangan. Posesif dan tidak memberikan ruang pribadi bagi pasangannya. Cenderung meyakini pembagian peran gender yang kaku, menempatkan laki-laki sebagai penentu. Tidak menunjukkan penyesalan setelah berbuat salah atau menyakiti orang lain. Malah mempersalahkan orang lain atas kekasaran yang dilakukannya. Senang berjudi, minum dan mabuk, terlibat penggunaan obat-obatan bahkan hingga kecanduan. 2016 9 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6. Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Contoh kekerasan dalam rumah tangga tergantung dari bentuk kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Biasanya contoh-contoh kekerasan dalam rumah tangga ini paling banyak ditemui pada perempuan dan anak-anak. Meskipun begitu, tidak jarang laki-laki juga mendapatkan hal yang sama. Berikut merupakan contoh-contoh kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan bentuknya. 6.1 Kekerasan Fisik Contoh kekerasan dalam rumah tangga secara fisik dapat berupa pemukulan, ditampar, ditendang, dijambak, atau diperlakukan dengan senjata baik tumpul maupun tajam. Biasanya contoh kekerasan dalam rumah tangga bentuk ini akan menimbulkan bekas, baik itu ringan seperti memar maupun yang berat seperti cacat fisik atau kematian. 6.2 Kekerasan Sosial Ekonomi Contoh kekerasan dalam rumah tangga dengan bentuk kekerasan sosial ekonomi meliputi eksploitasi kerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti terjadi pada kasus istri yang ditinggal suaminya tanpa nafkah. Oleh karena itu, istri harus bekerja banting tulang tanpa memerhatikan kondisi tubuhnya apakah sedang hamil atau tidak, dan lainlain. Perceraian tanpa memeroleh pembagian harta, selanjutnya juga tidak menerima nafkah untuk anak hasil perkawinan mereka. 6.3 Kekerasan Seksual Contoh kekerasan dalam rumah tangga pada bentuk kekerasan seksual bisa beragam. Meskipun telah menikah, bukan berarti kekerasan seksual tidak terhindarkan. Kekerasan seksual dalam rumah tangga dapat berupa pemaksaan hubungan seks tanpa memerhatikan kebutuhan dan kepuasan pasangan. Pasangan yang ditinggal pergi dalam waktu lama tanpa kepastian pulang sehingga tidak mendapat nafkah batin. Serta pemaksaan kepada pasangan untuk melakukan hubungan seks dengan orang lain untuk tujuan tertentu. Contohnya adalah eksploitasi seksual oleh pasangan demi mendapatkan uang atau barang atau tujuan lain. 2016 10 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6.4 Kekerasan Psikologis dan Emosional Contoh kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk kekerasan psikologis dan emosional adalah berupa penghinaan kepada anggota keluarga. Seperti dimarahi, pertengkaran, perselingkuhan, serta pasangan, atau keluarga yang pergi tanpa ada pemberitahuan. Meskipun pertengkaran merupakan hal normal yang biasa terjadi pada suami istri. Namun, jika itu terjadi setiap hari disertai dengan bentakan kasar, hal tersebut akan membuat salah satu pasangan merasa ketakutan, sedih, tidak percaya diri, dan malu. Lebih buruk lagi, norma dan nilai yang ada di masyarakat menganggap jika ada pertengkaran karena suami mempunyai masalah, yang dipersalahkan adalah istri karena dianggap tidak menyenangkan atau mengurusi suami. 2016 11 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th). Washington, DC: Author. Mash, E.J. & Wolfe, D. A. (2010) Abnormal child psychology (4th ed.). Belmont, CA: Wadsworth. Poerwandari, K. & Lianawati, E. (2010). Petunjuk penjabaran kekerasan psikis untuk menindaklanjuti laporan kekerasan psikis. Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia Poerwandari, K. (2008). Penguatan psikologis untuk menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia 2016 12 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id