Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pedologi
Review Seluruh Materi
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
15
Kode MK
Disusun Oleh
MK61077
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Abstrak
Kompetensi
Mengetahui dan memahami seluruh
materi-materi yang telah dipelajari
Mampu menjelaskan dan
mengkomunikasikan materi terkait
Review Seluruh Materi
1. Retardasi Mental
Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan yang mencakup rentang
yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan sosial (DSM IV-TR, 2000). Retardasi
mental ialah keadaan dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Retardasi mental ditandai dengan fungsi
intelektual yang secara signifikan berada dibawa rata-rata, disertai oleh adanya berbagai
defisit dalam fungsi adaptif, seperti mengurus diri atau aktivitas okupasional yang muncul
sebelum usia 18 tahun. Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental bukan
suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologis di dalam
otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif.
Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik
lainnya. Inteligensi atau IQ (Intelligence Quotient), bukanlah merupakan satu-satunya
patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai
kriteria, dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial
atau kerja (Gunarsa, 2006).
Batasan yang dikemukakan oleh AAMR (American Association on Mental
Retardation)
menjelaskan
bahwa
keterbelakangan
mental
merujuk
pada
adanya
keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual di bawah rata-rata, berkaitan
dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi,
merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu
luang dan lain-lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffman,
dikutip dalam Mangunsong, 1998). Anak yang mengalami retardasi mental memiliki
keterbatasan perkembangan sejak lahir. Keterbatasan ini mencakup keterbatasan fisik dan
fungsi intelektual. IQ mereka berada pada kisaran di bawah 70. Mereka mengalami
2016
2
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hambatan dalam fungsi reseptif dan adaptif. Mereka sulit menerima instruksi atau informasi
sederhana. Hambatan fungsi reseptif dapat dilihat melalui ketidakjelasan dalam berbicara
dan penyampaian informasi secara lisan bahkan mengemukakan pendapat yang terbatas
sedangkan hambatan dalam fungsi adaptif terlihat melalui kesulitan menyesuaikan diri di
sekolah dan dalam kehidupan sosial lainnya. Akibatnya perkembangan bahasa mereka juga
terganggu seperti hambatan dalam membaca dan menulis sehingga sulit mengikuti
pelajaran di sekolah umum. Di samping itu, mereka pun mengalami hambatan dalam fungsi
motorik atau gerakan (Matson & Fee, 1991).
Diagnosis retardasi mental pada umumnya telah dapat ditegakkan sebelum
seseorang mencapai usia 18 tahun. Penyandang retardasi mental umumnya mengalami
defisit dalam dua atau lebih area seperti komunikasi, perawatan diri, kehidupan sehari-hari,
keterampilan
sosial
atau
interpersonal,
penggunaan
sumber-sumber
masyarakat,
pengarahan diri, keterampilan akademis, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan menjaga
keamanan pribadi (DSM IV-TR, 2000).
2. Gangguan Perkembangan Pervasif
Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental
disorders/PDD)
menunjukkan
hendaya
perilaku
atau
fungsi
pada
berbagai
area
perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama
kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Kelompok gangguan ini
ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik dan dalam pola
komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif
ini menunjukkan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi,
meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya (PPDGJ-III).
Gangguan perkembangan pervasif (PDD), umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk
psikosis pada edisi awal DSM. Gangguan ini dinilai merefleksikan bentuk kanak-kanak dari
psikosis masa dewasa, seperti skizofrenia karena memiliki ciri-ciri yang sama seperti
2016
3
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hendaya sosial dan emosional, yaitu keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik
yang stereotip. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini berbeda dengan skizofrenia dan
psikosis lainnya. Hanya sedikit sekali bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak ini memiliki
halusinasi atau delusi yang terus-menerus yang akan sesuai dengan diagnosis skizofrenia.
Tipe mayor dari gangguan perkembangan pervasif adalah Gangguan Autistik
(autisme). Gangguan Asperger (Asperger’s disorder), bentuk yang lebih ringan dari
gangguan perkembangan pervasif, ditunjukkan dengan adanya defisit pada interaksi sosial
dan perilaku stereotip. Namun berbeda dengan autisme, gangguan Asperger tidak
melibatkan defisit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan kognitif (APA, 2000;
Szatmari dkk., 2000). Tipe gangguan perkembangan pervasif yang lebih jarang muncul,
mencakup gangguan Rett (Rett’s disorder), gangguan yang dilaporkan hanya terjadi pada
wanita; dan gangguan disintegratif masa kanak-kanak (childhood disintegrative disorder),
kondisi yang jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki.
Walaupun jumlah penderita PDD masih tidak jelas, studi komunitas terbaru yang
dilakukan terhadap anak-anak prasekolah di Inggris menunjukkan bahwa 0,6% dari seluruh
anak-anak (6 dari 1.000) memenuhi kriteria salah satu gangguan PDD, terutama autisme
(Chakrabarti & Fombonne, 2001).
3. Kelekatan Tidak Aman, Gangguan Oposisi Pemberontak, dan Enuresis
3.1 Kelekatan Tidak Aman
Mary Ainsworth mengamati lebih jauh tentang berbagai sikap seorang ibu terhadap
anaknya berkaitan dengan terbentuknya attachment. Menurutnya, anak yang protes atau
menyatakan ketidaksenangan terhadap keterpisahan (diturunkan dari gendongan atau
pelukan)
dan
mendapatkan
kembali
ketentraman
dengan
hadirnya
orang
yang
meninggalkannya akan membuat anak merasa aman. Namun, sekitar dua pertiga anak tidak
menunjukkan pola semacam ini. Pola ini disebut insecure attachment, yang mengakibatkan
mereka mengalami hambatan dalam eksplorasi di kemudian hari.
2016
4
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tiga pola insecure attachment yang diamati Ainsworth, adalah sebagai berikut : (a)
Insecure Avoidant. Anak protes pada keterpisahan sesaat/diturunkan dari gendongan dan
ketika ada orang yang memberi perhatian datang atau memeluknya, anak tersebut akan
mendekat dengan sikap yang gelisah, gugup, dan takut; (b) Insecure Ambivalent. Pada saat
anak protes, anak tidak dapat ditentramkan kecuali orang yang memberi perhatian kembali
dan anak akan membenamkan diri dalam pangkuan atau melekat erat (seakan tidak ingin
lepas lagi); (c) Insecure Disorganized. Sikap anak seperti pola yang pertama dan yang
kedua, yang sulit ditentukan untuk masuk kedalam kedua pola tersebut.
Satu kontribusi besar berikutnya dari Ainsworth dan murid-muridnya, ketika mereka
mengadakan penelitian untuk menemukan hubungan antara orang tua dan bayinya pada
tahun pertama kehidupan bayi. Hal yang utama dari penemuan mereka adalah tanggapan
orang tua terhadap bayinya memiliki dampak yang besar. Mereka menemukan tiga sikap
orang tua atau lingkungan terhadap bayi atau anaknya, yaitu : (a) Pertama, memberi respon
yang konsisten; (b) Kedua, secara konsisten tidak memberi respon; dan (c) Ketiga, memberi
respon yang tidak konsisten.
Berdasarkan
pengamatan
terhadap
anak-anak
dengan
berbagai
pola attachment yang negatif diatas, ditemukan adanya berbagai sikap orang tua yang tidak
tepat terhadap bayi/anaknya, yang seringkali disebabkan mereka tidak mengalami kepuasan
di dalam pernikahan mereka, yaitu :
1. Orang tua dari anak yang merasa aman, akan memberi respon dengan cepat ketika bayi
mereka menunjukkan tanda-tanda distress (menderita, sedih). Mengajak bayinya
bermain bersamanya, dan secara umum lebih memperhatikan dan aware akan
kebutuhan bayi mereka dari pada sikap ibu dari anak yang merasa tidak aman.
2. Orang tua dari anak yang insecure avoidant, bersikap lebih kasar dan hanya
menjalankan tugas saja.
3. Orang tua dari anak yang insecure ambivalent, cenderung kurang memenuhi kebutuhan
anak, seringkali mengabaikan bayi mereka ketika mereka dengan jelas mengalami
2016
5
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kesedihan. Dan mengganggu bayi mereka ketika mereka sedang bermain dengan
gembira.
4. Orang tua dari anak insecure disorganized cenderung memberi tekanan-tekanan dan
memperlakukan anaknya dengan kejam.
3.2 Gangguan Oposisi Pemberontak
Oppositional Defiant Disorder (ODD) adalah salah satu gangguan perilaku pada
anak serta remaja. Anak yang mengalami kondisi ini umumnya akan menunjukkan sikap
yang meliputi marah-marah, uring-uringan, membantah, atau sering berdebat dengan figur
otoritas (misalnya orang tua, pengasuh, maupun guru). Semua anak-anak pasti pernah
bersikap merepotkan dan sulit diatur, tapi tidak berarti mereka otomatis menderita ODD.
Seorang anak atau remaja baru bisa dinilai mengidap gangguan ini ketika terus
menunjukkan sikap-sikap membangkang selama enam bulan atau lebih.
Gejala ODD biasanya muncul pada anak sebelum usia sekolah yang kemudian akan
mengganggu proses belajar serta keakraban dalam keluarga. Gejala-gejala tersebut bisa
meliputi :
1) Sering marah.
2) Mudah tersinggung.
3) Sering berdebat atau membantah orang dewasa atau figur otoritas.
4) Tidak mau menuruti perintah.
5) Sengaja memancing emosi orang lain.
6) Kerap menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri.
7) Sering membenci dan mendendam, biasanya lebih dari dua kali dalam enam bulan.
8) Menggunakan kata-kata sumpah serapah.
9) Kerap mengatai orang lain dengan kata-kata yang kejam.
10) Memiliki kepercayaan diri yang rendah.
11) Mudah frustrasi.
2016
6
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ODD termasuk gangguan yang sulit terdeteksi karena gejalanya yang sukar
dibedakan dengan kondisi anak yang sedang rewel atau uring-uringan secara umum. ODD
juga sering dialami oleh pasien bersamaan dengan gangguan perilaku lain sehingga sulit
diketahui. Jika anak Anda lebih sering mengalami gejala-gejala ODD dibandingkan dengan
teman-teman seusianya, Anda sebaiknya membawanya ke dokter agar bisa diperiksa.
Jangan menunda pemeriksaan ke dokter karena ODD yang dibiarkan begitu saja akan
memengaruhi aktivitas dan kemampuan belajar anak. Misalnya, nilai yang buruk di sekolah
atau muncul sikap antisosial.
3.3 Enuresis
Enuresis adalah pengeluaran urin yang terjadi pada orang yang pengendalian
kandung kemihnya diharapkan sudah tercapai. Berdasarkan waktu, enuresis di bagi menjadi
: (a) Nocturnal enuresis (sleep wetting/bedwetting) yaitu enuresis yang terjadi pada malam
hari; (b) Diurnal enuresis (awake wetting) yaitu enuresis pada siang hari. Sedangkan
berdasarkan awal terjadinya enuresis di bagi menjadi : (a) Enuresis primer, bila terjadi sejak
lahir dan tidak pernah ada priode normal dalam pengontrolan buang air kecil; (b) Enuresis
sekunder, terjadi setelah enam bulan sampai satu tahun dari periode dimana kontrol
pengosongan urin sudah normal.
4. ADHD dan Kesulitan Belajar
4.1 ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder)
Attention Deficit and Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah merupakan perilaku
dengan usia yang sesuai dengan gejala kurang perhatian, hiperaktif dan impulsif yang
menyebabkan kegagalan pada sebagian besar aspek kehidupan. ADHD tidak menunjukkan
gejala yang dapat dilihat melalui sinar X atau tes dari laboratorium dan hanya dapat
diidentifikasi melalui karakteristik perilaku yang diperhatikan pada tiap anak. Perilaku anak
dengan ADHD tidak dapat ditebak dan penuh dengan kontradiksi. Tidak hati-hati atau
ceroboh dan sangat tidak terorganisir dengan baik yang menjadi sumber stres bagi anak,
2016
7
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
orangtua, saudara kandung, guru-guru dan teman sekelas. Usaha yang keras dan aturan
yang ketat tidak akan membantu karena kebanyakan anak dengan ADHD sudah
mengusahakan untuk mengontrol diri. Mereka mau melakukan segala sesuatu dengan baik
tetapi selalu gagal karena kontrol diri yang sangat kurang. Hasilnya adalah memiliki
pengalaman yang menyakitkan, membingungkan dan sedih karena diacuhkan oleh orang
lain atau diberi nama julukan tertentu (Mash & Wolfe, 2010).
Pada situasi tertentu, anak dengan ADHD tampak terlihat baik dan tidak menunjukkan
perilaku seperti cirinya. Mereka mungkin tidak tahu mengapa suatu hal dapat menjadi salah
atau berpikir bahwa mereka berbeda. Penyebab ADHD dapat merupakan faktor genetik,
adanya masalah pada masa sebelum kehamilan, saat kehamilan, kelahiran dan sesudah
kelahiran, masalah neurobiologis, diet dan alergi tertentu dan pengaruh keluarga. ADHD
memiliki dua ciri utama yaitu ADHD dengan gejala kurang pemusatan perhatian dan gejala
hiperaktif-impulsif (Mash & Wolfe, 2010).
4.2 Kesulitan Belajar (Learning Disability)
Kesulitan belajar (learning disability) adalah istilah umum untuk berbagai kelompok
gangguan yang dicirikan kesulitan besar dalam memelajari dan menggunakan kemampuan
mendengar, berbicara, membacan, menulir, bernalar, atau berhitung. Kesulitan belajar
bukanlah kondisi tunggal, melainkan berbagai jenis ketidakmampuan spesifik yang diduga
berasal dari disfungsi otak atau system saraf pusat (Slavin, 2012). Linda Siegel (dikutip
dalam Santrock, 2009) menyimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar diberikan hanya
kepada anak : (1) memiliki IQ di atas tingkat retardasi; (2) mengalami kesulitan yang
signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah (terutama membaca atau
matematika); dan (3) tidak menunjukkan gangguan emosional yang serius, mengalami
kesulitan karena menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, mempunyai kesulitan
sensoris, atau mempunyai kekurangan neurologis tertentu.
Survey dari Departemen Pendidikan AS pada tahun 1996 (dikutip dalam Santrock,
2009) menemukan bahwa 8 persen dari anak-anak AS mengalami kesulitan belajar.
Disinyalir bahwa jumlah anak perempuan dengan kesulitan belajar jumlahnya kurang lebih
2016
8
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tiga kali dari anak laki-laki. Sekitar 5 persen dari anak usia sekolah di AS mendapatkan
pendidikan khusus atau pelayanan terkait yang disebabkan oleh kesulitan belajar. Pada
tahun 2000, sebanyak 45,2 persen dari seluruh siswa usia 3-21 tahun diidentifikasi memiliki
ketidakmampuan belajar spesifik (Slavin, 2012).
Pada beberapa sekolah, siswa yang tertinggal lebih dari dua tingkat di bawah
harapan dan mempunyai IQ dalam rentang normal kemungkinan akan disebut “tidak mampu
belajar” (learning disabled). Beerapa karakteristik siswa yang memiliki ketidakmampuan
belajar sebagai berikut : (a) kecerdasan normal atau bahkan berbakat; (b) kesenjangan
antara kecerdasan dan kinerja; (c) keterlambatan pencapaian; (d) kurang perhatian atau
kekacauan pikiran yang tinggi; (e) hiperaktivitas atau dorongan hati mendadak; (f) koordinasi
motorik dan kemampuan hubungan ruang yang buruk; (g) kesulitan menyelesaikan soal; (h)
anamoli persepsi seperti membalik huruf, kata, atau angka; (i) kesulitan dengan kegiatan
mandiri; (j) terlalu mengandalkan guru dan teman sebaya atas tugas; (k) gangguan spesifik
daya ingat, pikiran, atau bahasa; (l) kemampuan sosial yang tidak dewasa; (m) pendekatan
yang tidak tertata terhadap pembelajaran (Slavin, 2012).
5. Gangguan Kecemasan
Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan
takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan tingginya rangsangan
pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar, dan keringat dingin. Kecemasan dapat muncul
sebagai reaksi terhadap bahaya, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil
dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan free-floating anxiety (kecemasan yang
terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya). Kecemasan adalah keadaan yang
beroeriantasi pada masa yang akan datang, ditandai dengan efek negatif, dimana
seseorang memokuskan diri pada kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan yang
tidak dikontrol. Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa
tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh
2016
9
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah menjadi abnormal, ketika
kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas
umumnya. Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami
gangguan kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional.
Seseorang
dikatakan
menderita
gangguan
kecemasan
(anxiety
disorder)
apabila
kecemasan tersebut mengganggu aktivitas dalam kehidupan diri individu tersebut. Salah
satunya fungsi sosial dalam diri individu menjadi terganggu. Misalnya, kecemasan yang
berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu
maupun kelompoknya.
Gangguan kecemasan adalah gangguan yang menyebabkan anak-anak dan orang
dewasa merasa takut, sedih, dan gelisah tanpa alasan yang jelas. Meskipun sebagian besar
pengalaman ketakutan remaja dan kekhawatiran yang dapat di cap sebagai kecemasan,
dimana yang hadir dalam gangguan kecemasan sebenarnya menghambat kegiatan seharihari. Masalah berkaitan dengan kecemasan yang relatif umum di masa muda, dengan
tingkat prevalensi klinis seumur hidup masalah mulai dari 6 sampai 15%. Prevalensi
gangguan kecemasan di masa muda lebih tinggi dibandingkan hampir semua gangguan
mental lainnya (US Department of Health and Human Service, 1999). Pemuda dengan
pengalaman masalah kecemasan yang signifikan dan sering berlangsung gangguan, seperti
masalah sosial, konflik keluarga, dan kinerja yang buruk di sekolah dan bekerja (Langley,
Bergman, McCracken & Paiacentini, 2004).
5.1 Definisi Kecemasan Menurut Para Ahli
(a) Menurut Freud (dikutip dalam Alwisol, 2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah
fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu
bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada
kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu
akan meningkat sampai ego dikalahkan.
2016
10
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(b) Menurut Taylor (1995) mengatakan bahwa kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif
mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan
ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti
panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Perbedaan
intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efekivitas dari operasioperasi keamanan yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan
tertekan, tidak berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman.
(c) Menurut Davisin, Neale, dan Kring (2004) kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi
atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera
terjadi. Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang tidak
menyenangkan.
(d) Menurut Barraclough (1999), kecemasan merupakan respon normal yang seringkali
muncul pada situasi yang tidak dikenal, tidak menentu, atau dianggap berbahaya.
Menurutnya kecemasan seringkali diikuti oleh gejala mental (psikologis) dan gejala fisik
(somatis). Pada umumnya, gejala mental mudah dikenali, seperti khawatir, mudah
merasa terganggu (irritability), gelisah (restlessness), insomnia, atau mimpi buruk.
Sedangkan, gejala fisik tampak pada pernafasan menjadi lebih cepat, aktivitas berlebih
pada sistem saraf otonom, atau tegangan otot, jantung berdebar-debar, berkeringat,
sakit kepala, terdapat gumpalan pada tenggorokan yangmenyebabkan kesulitan dalam
menelan, pusing, sakit perut, dan diare.
(e) Menurut Kowalski (2000), kecemasan dapat didefinisikan sebagai suatu emosi yang
ditandai dengan meningkatnya aktivitas secara otonom, secara khusus aktivasi pada
sistem saraf sympathetic (seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah,
pernafasan, dan tegangan otot), perasaan subyektif terhadap tekanan, dan kognisi yang
meliputi ketakutan dan kekhawatiran.
2016
11
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(f) Menurut Depkes RI (1990), kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan
kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam.
(g) Menurut Stuart dan Sundeens (1998), kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan
perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau
persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman
yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual.
6. Gangguan Mood dan Bunuh Diri
6.1 Gangguan Mood
Gangguan mood (mood disorder) dikarakteristikkan dengan emosi negatif yang intens
dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, meliputi perasaan depresi dan putus asa.
Gangguan ini juga dibarengi dengan beberapa gejala yang nantinya akan berpengaruh
dengan fungsi keseharian dan hubungan pertemanan remaja. Gejala yang paling umum
adalah
mudah
kelelahan.
tersinggung,
merasa
tidak
berdaya,
merasa
bersalah,
lesu
dan
Gejala-gejala tersebut juga direfleksikan dengan kurangnya minat dalam
melakukan aktifitas yang menyenangkan dan penurunan performa akademik.
Pada beberapa remaja, periode mood normal dan depresi berlawanan dengan
episode mania, yakni fase mood yang secara abnormal dan terus meningkat dan meluas
atau cepat marah (APA, 2000). Episode manik biasanya dibarengi dengan meningkatnya
aktivitas dan menurunnya keinginan untuk tidur dan dalam banyak kasus disertai dengan
meningkatnya kepercayaan diri yang berlebihan. Pada kasus yang serius, kelainan tersebut
dilanjutkan hingga dewasa atau berakhir dengan bunuh diri.
Deskripsi modern pertama tentang gangguan mood ditemukan sekitar 150 tahun
yang lalu. Pada tahun 1860, Sir James dan Crichton-Browne yang merupakan seorang
fisikawan mengamati bahwa depresi muncul tidak sesuai dengan perkembangan awal
2016
12
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
meskipun demikian hal ini hanya dalam penampilan dimana kegembiraan masa kanakkanak dapat memberikan tempat untuk putus asa dan putus asa dan iman dan keyakinan
dapat digantikan oleh keraguan dan kesengsaraan. Beberapa tahun kemudian ilmuwan
Inggris, Harold Maudsley (1867) menyertakan melankolia -label awal untuk depresi- ke
dalam satu dari tujuh bentuk kegilaan anak-anak. Pada tahun 1975 pada National Institute of
Mental Health Conference on Depresion in Children depresi pada orang dewasa mulai
mendapat perhatian. Kemudian bahwa terdapat kemungkinan pengalaman-pengalaman
menyakitkan pada masa kanak-kanak merujuk diperhatikannya gangguan mood pada anak
dan remaja.
Penelitian pertama berhipotesis bahwa depresi itu tersirat, yang muncul secara nyata
adalah bentuk dari gangguan lain seperti agresi, hiperaktivitas atau kecemasan (Glaser,
1967). Yang kemudian memunculkan istilah masked depression dan gejala-gejala lain
tersebut disebut sebagai depressive equivalent. Namun definisi yang jelas tentang apa saja
yang termasuk dalam depressive equivalent itu masih belum dapat dijelaskan karena semua
gejala gangguan bisa merupakan depressive equivalent kecuali gangguan autism dan
skizofrenia.
6.2 Bunuh Diri
Gangguan mood sering disertai oleh ide untuk bunuh diri, pemikiran yang tetap
tentang kematian atau rencana untuk bunuh diri. Umumnya terjadi pada remaja yang secara
klinis mengalami depresi. Sebagai contoh, pada komunitas sampel lebih dari 1.700 remaja,
Roberts, Lewinsohn, dan Seely (1995) menemukan bahwa 41% telah berpikir untuk bunuh
diri, persentase ini lebih tinggi secara signifikan dalam sampel klinis, sering menyebabkan
lebih dari 75% anak dan remaja yang depresi. Bahkan secara tragis, ada anak usia 4 tahun
yang menyatakan bahwa ia tidak ingin hidup lagi.
Berikut adalah daftar perilaku yang mengindikasikan bahwa seseorang memiliki
resiko yang tinggi untuk bunuh diri dan mungkin sebenarnya telah memikirkannya, yaitu
usaha atau gestur sebelumnya; rencana bunuh diri; rencana letal khususnya yang
melibatkan senjata api; rencana untuk bunuh diri yang dikombinasikan dengan penggunaan
2016
13
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
alkohol; keinginan besar untuk bergabung dengan seseorang yang dicintai yang telah
meninggal; kegagalan dalam mengembangkan rapport dengan ahli klinis; komunikasi
tentang bunuh diri baik secara lisan maupun tulisan; frekuensi yang tinggi tentang rencana
bunuh
diri;
dukungan
orang
tua
yang
tidak
adekuat,
pengawasan,
atau
penilaian/penghakiman (Carlson & Abbott, 1995).
Mengapa beberapa remaja berusaha untuk melakukan bunuh diri? Untuk menjawab
pertanyaan ini, Boergers, Spirito, dan Donaldson (2008) bertanya kepada 120 remaja yang
berusaha untuk bunuh diri. Jawaban mereka antara lain : untuk mati; untuk mendapatkan
bantuan dari keadaan pikiran yang mengerikan; untuk melarikan diri sementara dari situasi
tertentu; untuk membuat orang-orang mengerti seberapa mereka merasa depresi; untuk
membuat orang-orang menyesal terhadap apa yang telah dilakukannya; untuk menunjukan
seberapa besar kamu mencintai seseorang; untuk mengetahui apakah seseorang benarbenar mencintaimu atau tidak; untuk mencari bantuan seseorang; untuk mencoba dan
mempengaruhi seseorang atau merubah pikirannya.
7. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Gangguan Perilaku Antisosial
7.1 Gangguan Perilaku (Conduct Disorder)
Dalam DSM-IV-TR (2000) didefinisikan bahwa gangguan tingkah laku atau conduct
disorder adalah pola prilaku yang tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma
susila. Clerg mengemukakan bahwa istilah gangguan tingkah laku atau conduct disorder
mengacu pada pola perilaku antisosial yang bertahan yang melanggar hak-hak orang lain
dan norma susila. Gangguan tingkah laku/conduct disorder (CD) merupakan salah satu
masalah kesehatan mental yang paling sulit ditangani pada anak-anak dan remaja, CD
melibatkan sejumlah perilaku bermasalah, (misalnya berbohong, mencuri, melarikan diri,
kekerasan fisik, perilaku seksual koersif). Agresi terhadap orang lain dan hewan,
menghancurkan kepemilikan, berbohong atau mencuri, pelanggaran aturan yang serius).
2016
14
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
American Psychiatric Assoociation, mengemukakan beberapa kriteria conduct disorder dari
masing-masing kategori conduct disorder sebagai berikut :
A. Conduct disorder merupakan pola perilaku yang berulang yang ditandai dengan adanya
hal-hal dasar. Setidaknya 3 dari hal-hal berikut muncul dari 12 bulan terakhir, seperti
agresi terhadap orang dan hewan, misalnya :
1. Sering melakukan bully, ancaman, mengintimidasi orang lain
2. Sering memulai pertengkaran fisik terhadap orang lain
3. Menggunakan senjata yang dapat menyebabkan bahaya fisik terhadap orang lain
misalnya : (tongkat, botol pecah, pisau, pistol)
4. Melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain
5. Melakukan kejahatan fisik terhadap hewan
6. Mencuri sambil mengkonfrontasi korban, contohnya : (pencopet, perampok
bersenjata)
7. Memaksa seseorang melakukan aktifitas seksual
8. Melakukan pembakaran secara sengaja dengan tujuan untuk menghasilkan
kerusakan yang serius
9. Melakukan pengerusakan barang dan benda secara sengaja. Atau melakukan
penipuan dan pencurian
10. Masuk secara paksa ke dalam rumah, bangunan atau mobil orang lain
11. Sering berbohong untuk memperoleh barang dan jasa atau untuk menghindari
kewajiban
12. Mencuri tanpa konfrontasi atau melakukan pelanggaran yang serius
13. Sering keluar rumah pada malam hari walaupun dilarang, di mulai pada usia 13
tahun
14. Melarikan diri dari rumah pada malam hari setidaknya 2 kali selama tinggal di rumah
orang tua atau orang tua asuh (atau satu kali tanpa kembali ke rumah untuk jangka
waktu yang lama)
15. Sering bolos dari sekolah yang dimulai dari usia 13 tahun
2016
15
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
B. Gangguan perilaku tersebut menyebabkan kerusakan yang signifikan pada fungsi sosial,
akademis atau pekerjaan. Apabila individu berusia 18 tahun atau lebih, maka kriteria
yang ditampilkan bukan conduct disorder tetapi antisocial personality disorder.
7.2 Perkembangan Gangguan Perilaku Antisosial
Pola perilaku pengabaian dan perlanggaran pelbagai hak orang lain, bersifat pervasif,
berawal sejak usia dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks. Gangguan kepribadian
ini biasanya menjadi perhatian yang disebabkan adanya perbedaan yang besar antara
perilaku dan norma sosial yang berlaku.
8. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri
dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia pada anak berupa
gangguan di mana anak-anak menafsirkan realitas secara abnormal. Skizofrenia melibatkan
berbagai masalah dengan berpikir (kognitif), perilaku atau emosi. Skizofrenia dapat
mengakibatkan beberapa kombinasi dari halusinasi, delusi, dan berpikir secara acak dan
perilaku. Tanda dan gejala bervariasi, tetapi mereka mencerminkan gangguan untuk fungsi
kemampuan.
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik
yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan
gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom asperger atau ADHD atau gangguan perilaku
dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik
atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh
psikiater atau psikolog yang bersangkutan. Skizofrenia adalah gangguan psikologis dimana
pikiran seseorang terpecah dari realitas dan mungkin individu itu menjadi bagian dari dunia
2016
16
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang kacau dan menakutkan. Gejala secara luas skizofrenia pikiran terganggu, komunikasi
yang ganjil, emosi yang tidak tepat, perilaku motor yang tidak normal, dan penarikan diri.
Skizofrenia adalah gangguan serius dan bertahan lama. Seringkali pengalaman skizofrenia
adalah salah satu teror paling menakutkan (NIMH-2006). Tampak bahwa gejala-gejala
skizofrenia menimbulkan kesulitan dalam kemampuan individu berfikir dalam memecahkan
masalah, kehidupan afek dan mengganggu relasi sosial.
9. Gangguan Makan dan Penyalahgunaan Zat Adiktif
9.1 Gangguan Makan
Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah
laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak
yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh
yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari mengkonsumsi
makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu,
keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan
(American Psychiatric Association, 2005).
Gangguan makan biasanya berkembang selama masa remaja atau dewasa
awal.Namun, mereka bisa mulai di masa kecil, juga. Wanita jauh lebih rentan. Hanya sekitar
5% sampai 15% dari orang dengan anoreksia atau bulimia adalah laki-laki. Gangguan
makan pada anak-anak dan remaja dapat menyebabkan sejumlah masalah fisik yang serius
dan bahkan kematian.
9.2 Penyalahgunaan Zat Adiktif
Narkoba atau narkotika dan obat-obat terlarang adalah istilah yang diperkenalkan,
khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Istilah lain adalah NAPZA yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik
narkoba atau NAPZA, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko
kecanduan bagi penggunanya (Munim, 2010). Menurut pakar kesehatan narkoba,
2016
17
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
psikotropika biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak di operasi atau obat-obatan
untuk penyakit tertentu. Namun, kini pemanfaatannya disalahgunakan diantaranya dengan
pemakaian yang telah di luar batas dosis atau over dosis.
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
memengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan
menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah
memberlakukan Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun
1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Hingga kini
penyebaran narkoba hampir tidak bisa di cegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia
dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di daerah sekolah,
diskotek, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa
membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba.
Upaya pemberantasan narkoba sudah sering dilakukan, namun masih sedikit
kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan
anak-anak usia SD dan SMP banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang
paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu dari
pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk
selalu menjauhi narkoba. Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC)
yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan
informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara
fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan
tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalen
(uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anakanak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalen, ganja, heroin, morfin,
ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
2016
18
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
10. Cedera Otak dan Penyakit Kronis
10.1 Cedera Otak
Cedera otak adalah cedera pada tengkorak, kulit kepala, atau otak yang disebabkan
oleh trauma. Gegar otak merupakan jenis cedera otak paling umum yang berhubungan
dengan olahraga, dan diperkirakan dalam setahun terdapat 1,6 juta sampai 3,8 juta orang
mengalami gegar otak yang disebabkan karena olahraga. Gegar otak adalah jenis cedera
otak traumatis (TBI atau Traumatic Brain Injury) yang terjadi ketika otak bergetar atau
terguncang cukup keras sehingga membentur tengkorak. Hal ini dapat terjadi ketika
seseorang jatuh dan kepalanya terbentur. Gegar otak juga bisa terjadi akibat terpukul di
kepala. Dalam olahraga seperti sepak bola, bahkan menyundul bola bisa menyebabkan
gegar otak. Gegar otak menyebabkan perubahan status mental seseorang dan dapat
mengganggu fungsi normal dari otak. Gegar otak yang banyak terjadi, dapat memiliki
dampak kumulatif dan jangka panjang sehingga dapat mengubah hidup seseorang.
Jenis lain dari cedera otak traumatis (TBI) adalah memar, yaitu luka memar pada
otak yang dapat menyebabkan pembengkakan, dan hematoma (pendarahan di otak yang
mengumpulkan dan membentuk gumpalan). Patah tulang tengkorak adalah jenis lain dari
cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Kadang-kadang pada kasus patah tulang,
potongan tulang yang patah dapat melukai otak dan menyebabkan perdarahan dan jenis
cedera lainnya. Cedera kepala dapat terjadi karena banyak hal, seperti perkelahian,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera saat berolahraga, jatuh, atau sekadar terbentur.
Gegar otak adalah jenis cedera kepala yang paling umum terjadi.
Gegar otak adalah cedera kepala yang berdampak kepada fungsi otak. Selain
karena benturan dan guncangan pada kepala, gegar otak umumnya terjadi karena
guncangan keras pada tubuh bagian atas. Otak terlindungi dari guncangan oleh cairan otak
dalam tengkorak. Oleh karenanya, guncangan dan benturan keras pada kepala atau tubuh
bagian atas dapat membuat otak ikut terguncang membentur dinding kepala bagian dalam.
Kondisi ini dapat bersifat ringan, tapi juga bisa berisiko fatal jika sampai mengakibatkan
pendarahan di dalam atau di sekitar otak.
2016
19
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
10.2 Penyakit Kronis
Penyakit dapat menjadi sebuah faktor yang mengerikan dan bisa datang secara tibatiba tanpa ada satu pihak yang mengundang. Berikut adalah macam-macam penyakit
kronis: (a) Serangan Jantung Pertama. Infark sebagai otot jantung akibat kurangnya suplai
darah ke jantung; (b) Stroke. Serangan serebrovaskuler apapun, yang mengakibatkan gejala
neurologis yang permanen, yang berlangsung lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, termasuk
infark
jaringan
otak,
pendarahan
otak,
trombosis
atau
embolisasi;
(c)
Kanker
Penyakit yang ditandai dengan adanya tumor ganas akibat pertumbuhan sel yang tidak
terkendali dan menyebarnya sel tumor ganas serta invasi ke jaringan.
(d) Gagal Ginjal. Gagal ginjal tahap akhir yang diperlihatkan sebagai gagal
berfungsinya kedua ginjal yang kronis dan tidak dapat pulih kembali, sehingga memerlukan
dialysis
ginjal
yang
teratur
atau
transplantasi
ginjal;
(e)
Kelumpuhan
Hilangnya fungsi sedikitnya kedua tangan atau kedua kaki, atau satu lengan dan satu kaki,
secara total dan tetap, dan berlangsung secara terus menerus paling sedikit selama 6
minggu. Kondisi ini harus ditegakkan oleh dokter ahli syaraf. Luka akibat perbuatan yang
disengaja oleh diri sendiri dikecualikan dari penyakit ini; (f) Multiple Sclerosis. Penyakit yang
menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat secara progresif yang menyebabkan
kerusakan otak dan batang otak. Diagnosis yang pasti tanpa keraguan oleh dokter ahli
syaraf yang menegaskan kombinasi seperti : gejala-gejala yang mengarah pada serabutserabut (substansi putih) yang meliputi syaraf optik, batang otak, dan sumsum tulang
belakang, yang mengakibatkan defisit neorologis; dan telah berlangsung minimal selama 6
bulan yang menyebabkan gangguan pada koordinasi dan fungsi sensor motorik. Data yang
mendukung adanya kambuhan dan timbulnya gejala-gejala atau deficit neurologis.
(g) Penyakit Paru-paru Kronis/Tahap Akhir. Penyakit paru-paru tahap akhir termasuk
penyakit paru-paru intersisial yang disebabkan oleh penyakit gagal pernafasan yang kronik;
(h) Anemia Aplastis. Gagal berfungsinya sumsum tulang yang kronis dan persisten yang
mengakibatkan anemia, neutropenia dan thrombositopenia yang memerlukan perawatan
transfusi darah, obat penstimulasi sumsum tulang, obat immunosupresif, atau transplantasi
2016
20
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sumsum tulang; (i) Tumor Otak Jinak. Ancaman hidup yang disebabkan oleh tumor otak
yang bukan kanker yang menimbulkan kerusakan otak dan gejala-gejala khusus dari
peningkatan tekanan di dalam tengkorak seperti papilloedema (pembengkakan papil),
gangguan mental, gila dan gangguan indera yang telah dikonfirmasikan oleh dokter ahli
syaraf. Adanya tumor yang mendasarinya harus dikonfirmasikan secara CT Scan atau MRI.
(j) Radang Otak. Diagnosa inflamasi dari otak (cerebral hemisphere, brainstem atau
cerebellum) yang diakibatkan karena infeksi virus, yang menimbulkan komplikasi bermakna
yang
berlangsung
permanen/menetap
paling
dan
sedikit
selama
dikonfirmasi
oleh
6
minggu,
dokter
ahli
mencakup
syaraf.
defisit
syaraf
Defisit
syaraf
permanen/menetap dapat berupa retardasi mental, emosi yang labil, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran, gangguan berbicara, kelemahan atau kelumpuhan; (k) Lupus
Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus). Penyakit autoimun yang
multisistemik dan multifaktor yang ditandai oleh peningkatan auto-antibodi yang menyerang
berbagai antigen tubuh.
(m) Skleroderma Progresif. Suatu penyakit pembuluh darah kolagen yang sistemik
yang menyebabkan terjadinya fibrosis menyeluruh secara progresif di dalam kulit, pembuluh
darah dan organ-organ tubuh yang lain. Diagnosa penyakit ini harus didukung oleh biopsi
dan bukti pendukung hasil serologi dan penyakit ini harus sesuai dengan proporsi sistemik
yang berhubungan dengan jantung, paru-paru dan ginjal; (n) Penyakit Kista Medullary.
Penyakit ginjal yang progresif herediter dikarakteristikan dengan adanya kista pada medulla,
tubular atrophy dan intestitial fibrosis dengan manifestasi anemia secara klinis, polyuria dan
kehilangan sodium melalui ginjal, berkembang menjadi gagal ginjal yang kronis. Diagnosis
ini harus di dukung oleh biopsi ginjal; (o) Stroke yang memerlukan Operasi Arteri Carotid.
Operasi arteri carotid (Carotid Endarterectomy) oleh dokter ahli bedah syaraf yang
diperlukan untuk membuang timbunan plak di arteri carotid pada stroke yang telah
berlangsung lebih dari 6 (enam) bulan. Operasi ini harus ada indikasi dibutuhkan secara
medis (medically necessary) oleh dokter ahli syaraf untuk mencegah berulangnya serangan
ischemic cerebrovascular; (p) Penyakit Kaki Gajah Kronis. Penyakit kaki gajah kronis
2016
21
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dengan karakteristik : pembengkakan yang berat dan menetap mulai dari lengan dan kaki
atau bagian tubuh lain yang diakibatkan oleh lympatic obstruction (penyumbatan kelenjar
Limfe); ditemukan adanya infeksi microfilaria dari hasil pemeriksaan laboratorium.
11. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
11.1 Penganiayaan Anak
Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak
tersiksa, baik secara fisik, psikologis, maupun mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan
terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Menurut Kempe (dikutip dalam
Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya
perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak. Fontana (dikutip dalam
Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang
lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari
sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling
berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya.
David Gill (dikutip dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap
anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana
hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan
terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan,
pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non-fisik, seperti kekerasan
ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006)
adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual,
termasuk hinaan meliputi penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi termasuk
eksploitasi seksual, serta trafficking/jual-beli anak. Sedangkan child abuse adalah semua
bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya
bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut,
yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
2016
22
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk
penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar
yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan
anak. Penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang
seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut WHO (2004) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan
atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual,
melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata
atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab,
dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku
salah baik dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik,
psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan
ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak. Kekerasan terhadap anak
adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh, atau orang lain di sekitarnya dalam
bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan mental, termasuk di dalamnya adalah
penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi, mengancam, serta hal buruk lainnya yang
berpengaruh terhadap fisik dan mental anak.
11.2 Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1, KDRT adalah setiap
perbuatan
terhadap
kesengsaraan
atau
penelantaran rumah
seseorang
terutama
penderitaan
secara
tangga
termasuk
perempuan,
fisik,
yang
berakibat timbulnya
seksual,
psikologis
untuk
melakukan
ancaman
dan
atau
perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan
tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak
2016
23
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1991) istilah kekerasan berasal dari kata keras yang berarti kuat, padat dan tidak
mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata kekerasan yang
berarti : (1) perihal/sifat keras; (2) paksaan; dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan
kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.
Menurut UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, nomor 23 tahun
2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran
rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.
Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani
yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena
tindakan itu merasakan sakit yang sangat.
12. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian atau dikenal dengan personality disorder adalah gangguan
dalam perilaku yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Gangguan
kepribadian pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara tipikal
mengalami kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana
yang ia kehendaki. Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini melihat orang lain
sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas, dan tidak dapat di duga. Dan begitu pula
sebaliknya, ia akan melakukan tindakan sosial secara membingungkan (Wiramiharja, 2007).
Adapun definisi gangguan kepribadian yang ada dalam DSM IV T-R, yaitu sifat-sifat dalam
kepribadian yang merupakan pola-pola berkelanjutan dalam hal mempersepsi, menanggapi,
berelasi, atau berpikir mengenai lingkungan dan dirinya sendiri sehingga ditampilkan dalam
rentang yang luas mengenai konteks-konteks pribadi dan sosial yang penting.
2016
24
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental
disorders (4th edition, text revision). Washington, DC: Author.
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance
Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples
and Families,14 (4.), 326-333.
King, Laura A. (2010). Psikologi umum. Jakarta: Salemba Humanika
Papalia, Wendkos-Olds., & Duskin-Feldman. (2009). Human development (11th ed.). New
York: McGraw-Hill.
Santrock, J. W. (2009). Life-span development (12th ed.). New York: McGraw-Hill.
Sarason, I. G., & Sarason, B. R. (2002). Abnormal psychology: The problem of maladaptive
behavior (10th edition). Upper Sadle River, NJ: Prentice Hall.
Sarwono, S. W. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mash, E.J. & Wolfe, D. A. (2010). Abnormal Child Psychology (4th ed.). Belmont,CA:
Wadsworth.
2016
25
Pedologi
Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download