MODUL PERKULIAHAN Pedologi Review Seluruh Materi Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 15 Kode MK Disusun Oleh MK61077 Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Abstrak Kompetensi Mengetahui dan memahami seluruh materi-materi yang telah dipelajari Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan materi terkait Review Seluruh Materi 1. Retardasi Mental Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan sosial (DSM IV-TR, 2000). Retardasi mental ialah keadaan dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Retardasi mental ditandai dengan fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawa rata-rata, disertai oleh adanya berbagai defisit dalam fungsi adaptif, seperti mengurus diri atau aktivitas okupasional yang muncul sebelum usia 18 tahun. Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologis di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Inteligensi atau IQ (Intelligence Quotient), bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria, dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja (Gunarsa, 2006). Batasan yang dikemukakan oleh AAMR (American Association on Mental Retardation) menjelaskan bahwa keterbelakangan mental merujuk pada adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual di bawah rata-rata, berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang dan lain-lain. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan dan Kauffman, dikutip dalam Mangunsong, 1998). Anak yang mengalami retardasi mental memiliki keterbatasan perkembangan sejak lahir. Keterbatasan ini mencakup keterbatasan fisik dan fungsi intelektual. IQ mereka berada pada kisaran di bawah 70. Mereka mengalami 2016 2 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hambatan dalam fungsi reseptif dan adaptif. Mereka sulit menerima instruksi atau informasi sederhana. Hambatan fungsi reseptif dapat dilihat melalui ketidakjelasan dalam berbicara dan penyampaian informasi secara lisan bahkan mengemukakan pendapat yang terbatas sedangkan hambatan dalam fungsi adaptif terlihat melalui kesulitan menyesuaikan diri di sekolah dan dalam kehidupan sosial lainnya. Akibatnya perkembangan bahasa mereka juga terganggu seperti hambatan dalam membaca dan menulis sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah umum. Di samping itu, mereka pun mengalami hambatan dalam fungsi motorik atau gerakan (Matson & Fee, 1991). Diagnosis retardasi mental pada umumnya telah dapat ditegakkan sebelum seseorang mencapai usia 18 tahun. Penyandang retardasi mental umumnya mengalami defisit dalam dua atau lebih area seperti komunikasi, perawatan diri, kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial atau interpersonal, penggunaan sumber-sumber masyarakat, pengarahan diri, keterampilan akademis, pekerjaan, waktu luang, kesehatan dan menjaga keamanan pribadi (DSM IV-TR, 2000). 2. Gangguan Perkembangan Pervasif Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders/PDD) menunjukkan hendaya perilaku atau fungsi pada berbagai area perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik dan dalam pola komunikasi serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam derajat keparahannya (PPDGJ-III). Gangguan perkembangan pervasif (PDD), umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM. Gangguan ini dinilai merefleksikan bentuk kanak-kanak dari psikosis masa dewasa, seperti skizofrenia karena memiliki ciri-ciri yang sama seperti 2016 3 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hendaya sosial dan emosional, yaitu keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini berbeda dengan skizofrenia dan psikosis lainnya. Hanya sedikit sekali bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak ini memiliki halusinasi atau delusi yang terus-menerus yang akan sesuai dengan diagnosis skizofrenia. Tipe mayor dari gangguan perkembangan pervasif adalah Gangguan Autistik (autisme). Gangguan Asperger (Asperger’s disorder), bentuk yang lebih ringan dari gangguan perkembangan pervasif, ditunjukkan dengan adanya defisit pada interaksi sosial dan perilaku stereotip. Namun berbeda dengan autisme, gangguan Asperger tidak melibatkan defisit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan kognitif (APA, 2000; Szatmari dkk., 2000). Tipe gangguan perkembangan pervasif yang lebih jarang muncul, mencakup gangguan Rett (Rett’s disorder), gangguan yang dilaporkan hanya terjadi pada wanita; dan gangguan disintegratif masa kanak-kanak (childhood disintegrative disorder), kondisi yang jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki. Walaupun jumlah penderita PDD masih tidak jelas, studi komunitas terbaru yang dilakukan terhadap anak-anak prasekolah di Inggris menunjukkan bahwa 0,6% dari seluruh anak-anak (6 dari 1.000) memenuhi kriteria salah satu gangguan PDD, terutama autisme (Chakrabarti & Fombonne, 2001). 3. Kelekatan Tidak Aman, Gangguan Oposisi Pemberontak, dan Enuresis 3.1 Kelekatan Tidak Aman Mary Ainsworth mengamati lebih jauh tentang berbagai sikap seorang ibu terhadap anaknya berkaitan dengan terbentuknya attachment. Menurutnya, anak yang protes atau menyatakan ketidaksenangan terhadap keterpisahan (diturunkan dari gendongan atau pelukan) dan mendapatkan kembali ketentraman dengan hadirnya orang yang meninggalkannya akan membuat anak merasa aman. Namun, sekitar dua pertiga anak tidak menunjukkan pola semacam ini. Pola ini disebut insecure attachment, yang mengakibatkan mereka mengalami hambatan dalam eksplorasi di kemudian hari. 2016 4 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tiga pola insecure attachment yang diamati Ainsworth, adalah sebagai berikut : (a) Insecure Avoidant. Anak protes pada keterpisahan sesaat/diturunkan dari gendongan dan ketika ada orang yang memberi perhatian datang atau memeluknya, anak tersebut akan mendekat dengan sikap yang gelisah, gugup, dan takut; (b) Insecure Ambivalent. Pada saat anak protes, anak tidak dapat ditentramkan kecuali orang yang memberi perhatian kembali dan anak akan membenamkan diri dalam pangkuan atau melekat erat (seakan tidak ingin lepas lagi); (c) Insecure Disorganized. Sikap anak seperti pola yang pertama dan yang kedua, yang sulit ditentukan untuk masuk kedalam kedua pola tersebut. Satu kontribusi besar berikutnya dari Ainsworth dan murid-muridnya, ketika mereka mengadakan penelitian untuk menemukan hubungan antara orang tua dan bayinya pada tahun pertama kehidupan bayi. Hal yang utama dari penemuan mereka adalah tanggapan orang tua terhadap bayinya memiliki dampak yang besar. Mereka menemukan tiga sikap orang tua atau lingkungan terhadap bayi atau anaknya, yaitu : (a) Pertama, memberi respon yang konsisten; (b) Kedua, secara konsisten tidak memberi respon; dan (c) Ketiga, memberi respon yang tidak konsisten. Berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak dengan berbagai pola attachment yang negatif diatas, ditemukan adanya berbagai sikap orang tua yang tidak tepat terhadap bayi/anaknya, yang seringkali disebabkan mereka tidak mengalami kepuasan di dalam pernikahan mereka, yaitu : 1. Orang tua dari anak yang merasa aman, akan memberi respon dengan cepat ketika bayi mereka menunjukkan tanda-tanda distress (menderita, sedih). Mengajak bayinya bermain bersamanya, dan secara umum lebih memperhatikan dan aware akan kebutuhan bayi mereka dari pada sikap ibu dari anak yang merasa tidak aman. 2. Orang tua dari anak yang insecure avoidant, bersikap lebih kasar dan hanya menjalankan tugas saja. 3. Orang tua dari anak yang insecure ambivalent, cenderung kurang memenuhi kebutuhan anak, seringkali mengabaikan bayi mereka ketika mereka dengan jelas mengalami 2016 5 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kesedihan. Dan mengganggu bayi mereka ketika mereka sedang bermain dengan gembira. 4. Orang tua dari anak insecure disorganized cenderung memberi tekanan-tekanan dan memperlakukan anaknya dengan kejam. 3.2 Gangguan Oposisi Pemberontak Oppositional Defiant Disorder (ODD) adalah salah satu gangguan perilaku pada anak serta remaja. Anak yang mengalami kondisi ini umumnya akan menunjukkan sikap yang meliputi marah-marah, uring-uringan, membantah, atau sering berdebat dengan figur otoritas (misalnya orang tua, pengasuh, maupun guru). Semua anak-anak pasti pernah bersikap merepotkan dan sulit diatur, tapi tidak berarti mereka otomatis menderita ODD. Seorang anak atau remaja baru bisa dinilai mengidap gangguan ini ketika terus menunjukkan sikap-sikap membangkang selama enam bulan atau lebih. Gejala ODD biasanya muncul pada anak sebelum usia sekolah yang kemudian akan mengganggu proses belajar serta keakraban dalam keluarga. Gejala-gejala tersebut bisa meliputi : 1) Sering marah. 2) Mudah tersinggung. 3) Sering berdebat atau membantah orang dewasa atau figur otoritas. 4) Tidak mau menuruti perintah. 5) Sengaja memancing emosi orang lain. 6) Kerap menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri. 7) Sering membenci dan mendendam, biasanya lebih dari dua kali dalam enam bulan. 8) Menggunakan kata-kata sumpah serapah. 9) Kerap mengatai orang lain dengan kata-kata yang kejam. 10) Memiliki kepercayaan diri yang rendah. 11) Mudah frustrasi. 2016 6 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ODD termasuk gangguan yang sulit terdeteksi karena gejalanya yang sukar dibedakan dengan kondisi anak yang sedang rewel atau uring-uringan secara umum. ODD juga sering dialami oleh pasien bersamaan dengan gangguan perilaku lain sehingga sulit diketahui. Jika anak Anda lebih sering mengalami gejala-gejala ODD dibandingkan dengan teman-teman seusianya, Anda sebaiknya membawanya ke dokter agar bisa diperiksa. Jangan menunda pemeriksaan ke dokter karena ODD yang dibiarkan begitu saja akan memengaruhi aktivitas dan kemampuan belajar anak. Misalnya, nilai yang buruk di sekolah atau muncul sikap antisosial. 3.3 Enuresis Enuresis adalah pengeluaran urin yang terjadi pada orang yang pengendalian kandung kemihnya diharapkan sudah tercapai. Berdasarkan waktu, enuresis di bagi menjadi : (a) Nocturnal enuresis (sleep wetting/bedwetting) yaitu enuresis yang terjadi pada malam hari; (b) Diurnal enuresis (awake wetting) yaitu enuresis pada siang hari. Sedangkan berdasarkan awal terjadinya enuresis di bagi menjadi : (a) Enuresis primer, bila terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada priode normal dalam pengontrolan buang air kecil; (b) Enuresis sekunder, terjadi setelah enam bulan sampai satu tahun dari periode dimana kontrol pengosongan urin sudah normal. 4. ADHD dan Kesulitan Belajar 4.1 ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) Attention Deficit and Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah merupakan perilaku dengan usia yang sesuai dengan gejala kurang perhatian, hiperaktif dan impulsif yang menyebabkan kegagalan pada sebagian besar aspek kehidupan. ADHD tidak menunjukkan gejala yang dapat dilihat melalui sinar X atau tes dari laboratorium dan hanya dapat diidentifikasi melalui karakteristik perilaku yang diperhatikan pada tiap anak. Perilaku anak dengan ADHD tidak dapat ditebak dan penuh dengan kontradiksi. Tidak hati-hati atau ceroboh dan sangat tidak terorganisir dengan baik yang menjadi sumber stres bagi anak, 2016 7 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id orangtua, saudara kandung, guru-guru dan teman sekelas. Usaha yang keras dan aturan yang ketat tidak akan membantu karena kebanyakan anak dengan ADHD sudah mengusahakan untuk mengontrol diri. Mereka mau melakukan segala sesuatu dengan baik tetapi selalu gagal karena kontrol diri yang sangat kurang. Hasilnya adalah memiliki pengalaman yang menyakitkan, membingungkan dan sedih karena diacuhkan oleh orang lain atau diberi nama julukan tertentu (Mash & Wolfe, 2010). Pada situasi tertentu, anak dengan ADHD tampak terlihat baik dan tidak menunjukkan perilaku seperti cirinya. Mereka mungkin tidak tahu mengapa suatu hal dapat menjadi salah atau berpikir bahwa mereka berbeda. Penyebab ADHD dapat merupakan faktor genetik, adanya masalah pada masa sebelum kehamilan, saat kehamilan, kelahiran dan sesudah kelahiran, masalah neurobiologis, diet dan alergi tertentu dan pengaruh keluarga. ADHD memiliki dua ciri utama yaitu ADHD dengan gejala kurang pemusatan perhatian dan gejala hiperaktif-impulsif (Mash & Wolfe, 2010). 4.2 Kesulitan Belajar (Learning Disability) Kesulitan belajar (learning disability) adalah istilah umum untuk berbagai kelompok gangguan yang dicirikan kesulitan besar dalam memelajari dan menggunakan kemampuan mendengar, berbicara, membacan, menulir, bernalar, atau berhitung. Kesulitan belajar bukanlah kondisi tunggal, melainkan berbagai jenis ketidakmampuan spesifik yang diduga berasal dari disfungsi otak atau system saraf pusat (Slavin, 2012). Linda Siegel (dikutip dalam Santrock, 2009) menyimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar diberikan hanya kepada anak : (1) memiliki IQ di atas tingkat retardasi; (2) mengalami kesulitan yang signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah (terutama membaca atau matematika); dan (3) tidak menunjukkan gangguan emosional yang serius, mengalami kesulitan karena menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, mempunyai kesulitan sensoris, atau mempunyai kekurangan neurologis tertentu. Survey dari Departemen Pendidikan AS pada tahun 1996 (dikutip dalam Santrock, 2009) menemukan bahwa 8 persen dari anak-anak AS mengalami kesulitan belajar. Disinyalir bahwa jumlah anak perempuan dengan kesulitan belajar jumlahnya kurang lebih 2016 8 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tiga kali dari anak laki-laki. Sekitar 5 persen dari anak usia sekolah di AS mendapatkan pendidikan khusus atau pelayanan terkait yang disebabkan oleh kesulitan belajar. Pada tahun 2000, sebanyak 45,2 persen dari seluruh siswa usia 3-21 tahun diidentifikasi memiliki ketidakmampuan belajar spesifik (Slavin, 2012). Pada beberapa sekolah, siswa yang tertinggal lebih dari dua tingkat di bawah harapan dan mempunyai IQ dalam rentang normal kemungkinan akan disebut “tidak mampu belajar” (learning disabled). Beerapa karakteristik siswa yang memiliki ketidakmampuan belajar sebagai berikut : (a) kecerdasan normal atau bahkan berbakat; (b) kesenjangan antara kecerdasan dan kinerja; (c) keterlambatan pencapaian; (d) kurang perhatian atau kekacauan pikiran yang tinggi; (e) hiperaktivitas atau dorongan hati mendadak; (f) koordinasi motorik dan kemampuan hubungan ruang yang buruk; (g) kesulitan menyelesaikan soal; (h) anamoli persepsi seperti membalik huruf, kata, atau angka; (i) kesulitan dengan kegiatan mandiri; (j) terlalu mengandalkan guru dan teman sebaya atas tugas; (k) gangguan spesifik daya ingat, pikiran, atau bahasa; (l) kemampuan sosial yang tidak dewasa; (m) pendekatan yang tidak tertata terhadap pembelajaran (Slavin, 2012). 5. Gangguan Kecemasan Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan tingginya rangsangan pada tubuh, seperti jantung berdebar-debar, dan keringat dingin. Kecemasan dapat muncul sebagai reaksi terhadap bahaya, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan free-floating anxiety (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya). Kecemasan adalah keadaan yang beroeriantasi pada masa yang akan datang, ditandai dengan efek negatif, dimana seseorang memokuskan diri pada kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan yang tidak dikontrol. Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh 2016 9 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah menjadi abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya. Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan (anxiety disorder) apabila kecemasan tersebut mengganggu aktivitas dalam kehidupan diri individu tersebut. Salah satunya fungsi sosial dalam diri individu menjadi terganggu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya. Gangguan kecemasan adalah gangguan yang menyebabkan anak-anak dan orang dewasa merasa takut, sedih, dan gelisah tanpa alasan yang jelas. Meskipun sebagian besar pengalaman ketakutan remaja dan kekhawatiran yang dapat di cap sebagai kecemasan, dimana yang hadir dalam gangguan kecemasan sebenarnya menghambat kegiatan seharihari. Masalah berkaitan dengan kecemasan yang relatif umum di masa muda, dengan tingkat prevalensi klinis seumur hidup masalah mulai dari 6 sampai 15%. Prevalensi gangguan kecemasan di masa muda lebih tinggi dibandingkan hampir semua gangguan mental lainnya (US Department of Health and Human Service, 1999). Pemuda dengan pengalaman masalah kecemasan yang signifikan dan sering berlangsung gangguan, seperti masalah sosial, konflik keluarga, dan kinerja yang buruk di sekolah dan bekerja (Langley, Bergman, McCracken & Paiacentini, 2004). 5.1 Definisi Kecemasan Menurut Para Ahli (a) Menurut Freud (dikutip dalam Alwisol, 2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. 2016 10 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (b) Menurut Taylor (1995) mengatakan bahwa kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efekivitas dari operasioperasi keamanan yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan, tidak berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman. (c) Menurut Davisin, Neale, dan Kring (2004) kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang tidak menyenangkan. (d) Menurut Barraclough (1999), kecemasan merupakan respon normal yang seringkali muncul pada situasi yang tidak dikenal, tidak menentu, atau dianggap berbahaya. Menurutnya kecemasan seringkali diikuti oleh gejala mental (psikologis) dan gejala fisik (somatis). Pada umumnya, gejala mental mudah dikenali, seperti khawatir, mudah merasa terganggu (irritability), gelisah (restlessness), insomnia, atau mimpi buruk. Sedangkan, gejala fisik tampak pada pernafasan menjadi lebih cepat, aktivitas berlebih pada sistem saraf otonom, atau tegangan otot, jantung berdebar-debar, berkeringat, sakit kepala, terdapat gumpalan pada tenggorokan yangmenyebabkan kesulitan dalam menelan, pusing, sakit perut, dan diare. (e) Menurut Kowalski (2000), kecemasan dapat didefinisikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas secara otonom, secara khusus aktivasi pada sistem saraf sympathetic (seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah, pernafasan, dan tegangan otot), perasaan subyektif terhadap tekanan, dan kognisi yang meliputi ketakutan dan kekhawatiran. 2016 11 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (f) Menurut Depkes RI (1990), kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam. (g) Menurut Stuart dan Sundeens (1998), kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual. 6. Gangguan Mood dan Bunuh Diri 6.1 Gangguan Mood Gangguan mood (mood disorder) dikarakteristikkan dengan emosi negatif yang intens dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, meliputi perasaan depresi dan putus asa. Gangguan ini juga dibarengi dengan beberapa gejala yang nantinya akan berpengaruh dengan fungsi keseharian dan hubungan pertemanan remaja. Gejala yang paling umum adalah mudah kelelahan. tersinggung, merasa tidak berdaya, merasa bersalah, lesu dan Gejala-gejala tersebut juga direfleksikan dengan kurangnya minat dalam melakukan aktifitas yang menyenangkan dan penurunan performa akademik. Pada beberapa remaja, periode mood normal dan depresi berlawanan dengan episode mania, yakni fase mood yang secara abnormal dan terus meningkat dan meluas atau cepat marah (APA, 2000). Episode manik biasanya dibarengi dengan meningkatnya aktivitas dan menurunnya keinginan untuk tidur dan dalam banyak kasus disertai dengan meningkatnya kepercayaan diri yang berlebihan. Pada kasus yang serius, kelainan tersebut dilanjutkan hingga dewasa atau berakhir dengan bunuh diri. Deskripsi modern pertama tentang gangguan mood ditemukan sekitar 150 tahun yang lalu. Pada tahun 1860, Sir James dan Crichton-Browne yang merupakan seorang fisikawan mengamati bahwa depresi muncul tidak sesuai dengan perkembangan awal 2016 12 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id meskipun demikian hal ini hanya dalam penampilan dimana kegembiraan masa kanakkanak dapat memberikan tempat untuk putus asa dan putus asa dan iman dan keyakinan dapat digantikan oleh keraguan dan kesengsaraan. Beberapa tahun kemudian ilmuwan Inggris, Harold Maudsley (1867) menyertakan melankolia -label awal untuk depresi- ke dalam satu dari tujuh bentuk kegilaan anak-anak. Pada tahun 1975 pada National Institute of Mental Health Conference on Depresion in Children depresi pada orang dewasa mulai mendapat perhatian. Kemudian bahwa terdapat kemungkinan pengalaman-pengalaman menyakitkan pada masa kanak-kanak merujuk diperhatikannya gangguan mood pada anak dan remaja. Penelitian pertama berhipotesis bahwa depresi itu tersirat, yang muncul secara nyata adalah bentuk dari gangguan lain seperti agresi, hiperaktivitas atau kecemasan (Glaser, 1967). Yang kemudian memunculkan istilah masked depression dan gejala-gejala lain tersebut disebut sebagai depressive equivalent. Namun definisi yang jelas tentang apa saja yang termasuk dalam depressive equivalent itu masih belum dapat dijelaskan karena semua gejala gangguan bisa merupakan depressive equivalent kecuali gangguan autism dan skizofrenia. 6.2 Bunuh Diri Gangguan mood sering disertai oleh ide untuk bunuh diri, pemikiran yang tetap tentang kematian atau rencana untuk bunuh diri. Umumnya terjadi pada remaja yang secara klinis mengalami depresi. Sebagai contoh, pada komunitas sampel lebih dari 1.700 remaja, Roberts, Lewinsohn, dan Seely (1995) menemukan bahwa 41% telah berpikir untuk bunuh diri, persentase ini lebih tinggi secara signifikan dalam sampel klinis, sering menyebabkan lebih dari 75% anak dan remaja yang depresi. Bahkan secara tragis, ada anak usia 4 tahun yang menyatakan bahwa ia tidak ingin hidup lagi. Berikut adalah daftar perilaku yang mengindikasikan bahwa seseorang memiliki resiko yang tinggi untuk bunuh diri dan mungkin sebenarnya telah memikirkannya, yaitu usaha atau gestur sebelumnya; rencana bunuh diri; rencana letal khususnya yang melibatkan senjata api; rencana untuk bunuh diri yang dikombinasikan dengan penggunaan 2016 13 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id alkohol; keinginan besar untuk bergabung dengan seseorang yang dicintai yang telah meninggal; kegagalan dalam mengembangkan rapport dengan ahli klinis; komunikasi tentang bunuh diri baik secara lisan maupun tulisan; frekuensi yang tinggi tentang rencana bunuh diri; dukungan orang tua yang tidak adekuat, pengawasan, atau penilaian/penghakiman (Carlson & Abbott, 1995). Mengapa beberapa remaja berusaha untuk melakukan bunuh diri? Untuk menjawab pertanyaan ini, Boergers, Spirito, dan Donaldson (2008) bertanya kepada 120 remaja yang berusaha untuk bunuh diri. Jawaban mereka antara lain : untuk mati; untuk mendapatkan bantuan dari keadaan pikiran yang mengerikan; untuk melarikan diri sementara dari situasi tertentu; untuk membuat orang-orang mengerti seberapa mereka merasa depresi; untuk membuat orang-orang menyesal terhadap apa yang telah dilakukannya; untuk menunjukan seberapa besar kamu mencintai seseorang; untuk mengetahui apakah seseorang benarbenar mencintaimu atau tidak; untuk mencari bantuan seseorang; untuk mencoba dan mempengaruhi seseorang atau merubah pikirannya. 7. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Gangguan Perilaku Antisosial 7.1 Gangguan Perilaku (Conduct Disorder) Dalam DSM-IV-TR (2000) didefinisikan bahwa gangguan tingkah laku atau conduct disorder adalah pola prilaku yang tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma susila. Clerg mengemukakan bahwa istilah gangguan tingkah laku atau conduct disorder mengacu pada pola perilaku antisosial yang bertahan yang melanggar hak-hak orang lain dan norma susila. Gangguan tingkah laku/conduct disorder (CD) merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang paling sulit ditangani pada anak-anak dan remaja, CD melibatkan sejumlah perilaku bermasalah, (misalnya berbohong, mencuri, melarikan diri, kekerasan fisik, perilaku seksual koersif). Agresi terhadap orang lain dan hewan, menghancurkan kepemilikan, berbohong atau mencuri, pelanggaran aturan yang serius). 2016 14 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id American Psychiatric Assoociation, mengemukakan beberapa kriteria conduct disorder dari masing-masing kategori conduct disorder sebagai berikut : A. Conduct disorder merupakan pola perilaku yang berulang yang ditandai dengan adanya hal-hal dasar. Setidaknya 3 dari hal-hal berikut muncul dari 12 bulan terakhir, seperti agresi terhadap orang dan hewan, misalnya : 1. Sering melakukan bully, ancaman, mengintimidasi orang lain 2. Sering memulai pertengkaran fisik terhadap orang lain 3. Menggunakan senjata yang dapat menyebabkan bahaya fisik terhadap orang lain misalnya : (tongkat, botol pecah, pisau, pistol) 4. Melakukan kekejaman fisik terhadap orang lain 5. Melakukan kejahatan fisik terhadap hewan 6. Mencuri sambil mengkonfrontasi korban, contohnya : (pencopet, perampok bersenjata) 7. Memaksa seseorang melakukan aktifitas seksual 8. Melakukan pembakaran secara sengaja dengan tujuan untuk menghasilkan kerusakan yang serius 9. Melakukan pengerusakan barang dan benda secara sengaja. Atau melakukan penipuan dan pencurian 10. Masuk secara paksa ke dalam rumah, bangunan atau mobil orang lain 11. Sering berbohong untuk memperoleh barang dan jasa atau untuk menghindari kewajiban 12. Mencuri tanpa konfrontasi atau melakukan pelanggaran yang serius 13. Sering keluar rumah pada malam hari walaupun dilarang, di mulai pada usia 13 tahun 14. Melarikan diri dari rumah pada malam hari setidaknya 2 kali selama tinggal di rumah orang tua atau orang tua asuh (atau satu kali tanpa kembali ke rumah untuk jangka waktu yang lama) 15. Sering bolos dari sekolah yang dimulai dari usia 13 tahun 2016 15 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id B. Gangguan perilaku tersebut menyebabkan kerusakan yang signifikan pada fungsi sosial, akademis atau pekerjaan. Apabila individu berusia 18 tahun atau lebih, maka kriteria yang ditampilkan bukan conduct disorder tetapi antisocial personality disorder. 7.2 Perkembangan Gangguan Perilaku Antisosial Pola perilaku pengabaian dan perlanggaran pelbagai hak orang lain, bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks. Gangguan kepribadian ini biasanya menjadi perhatian yang disebabkan adanya perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku. 8. Skizofrenia Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia pada anak berupa gangguan di mana anak-anak menafsirkan realitas secara abnormal. Skizofrenia melibatkan berbagai masalah dengan berpikir (kognitif), perilaku atau emosi. Skizofrenia dapat mengakibatkan beberapa kombinasi dari halusinasi, delusi, dan berpikir secara acak dan perilaku. Tanda dan gejala bervariasi, tetapi mereka mencerminkan gangguan untuk fungsi kemampuan. Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan. Skizofrenia adalah gangguan psikologis dimana pikiran seseorang terpecah dari realitas dan mungkin individu itu menjadi bagian dari dunia 2016 16 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang kacau dan menakutkan. Gejala secara luas skizofrenia pikiran terganggu, komunikasi yang ganjil, emosi yang tidak tepat, perilaku motor yang tidak normal, dan penarikan diri. Skizofrenia adalah gangguan serius dan bertahan lama. Seringkali pengalaman skizofrenia adalah salah satu teror paling menakutkan (NIMH-2006). Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan kesulitan dalam kemampuan individu berfikir dalam memecahkan masalah, kehidupan afek dan mengganggu relasi sosial. 9. Gangguan Makan dan Penyalahgunaan Zat Adiktif 9.1 Gangguan Makan Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan (American Psychiatric Association, 2005). Gangguan makan biasanya berkembang selama masa remaja atau dewasa awal.Namun, mereka bisa mulai di masa kecil, juga. Wanita jauh lebih rentan. Hanya sekitar 5% sampai 15% dari orang dengan anoreksia atau bulimia adalah laki-laki. Gangguan makan pada anak-anak dan remaja dapat menyebabkan sejumlah masalah fisik yang serius dan bahkan kematian. 9.2 Penyalahgunaan Zat Adiktif Narkoba atau narkotika dan obat-obat terlarang adalah istilah yang diperkenalkan, khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Istilah lain adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik narkoba atau NAPZA, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan bagi penggunanya (Munim, 2010). Menurut pakar kesehatan narkoba, 2016 17 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id psikotropika biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak di operasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun, kini pemanfaatannya disalahgunakan diantaranya dengan pemakaian yang telah di luar batas dosis atau over dosis. Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan memengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Hingga kini penyebaran narkoba hampir tidak bisa di cegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di daerah sekolah, diskotek, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba. Upaya pemberantasan narkoba sudah sering dilakukan, namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi narkoba. Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalen (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anakanak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalen, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia). 2016 18 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 10. Cedera Otak dan Penyakit Kronis 10.1 Cedera Otak Cedera otak adalah cedera pada tengkorak, kulit kepala, atau otak yang disebabkan oleh trauma. Gegar otak merupakan jenis cedera otak paling umum yang berhubungan dengan olahraga, dan diperkirakan dalam setahun terdapat 1,6 juta sampai 3,8 juta orang mengalami gegar otak yang disebabkan karena olahraga. Gegar otak adalah jenis cedera otak traumatis (TBI atau Traumatic Brain Injury) yang terjadi ketika otak bergetar atau terguncang cukup keras sehingga membentur tengkorak. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang jatuh dan kepalanya terbentur. Gegar otak juga bisa terjadi akibat terpukul di kepala. Dalam olahraga seperti sepak bola, bahkan menyundul bola bisa menyebabkan gegar otak. Gegar otak menyebabkan perubahan status mental seseorang dan dapat mengganggu fungsi normal dari otak. Gegar otak yang banyak terjadi, dapat memiliki dampak kumulatif dan jangka panjang sehingga dapat mengubah hidup seseorang. Jenis lain dari cedera otak traumatis (TBI) adalah memar, yaitu luka memar pada otak yang dapat menyebabkan pembengkakan, dan hematoma (pendarahan di otak yang mengumpulkan dan membentuk gumpalan). Patah tulang tengkorak adalah jenis lain dari cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Kadang-kadang pada kasus patah tulang, potongan tulang yang patah dapat melukai otak dan menyebabkan perdarahan dan jenis cedera lainnya. Cedera kepala dapat terjadi karena banyak hal, seperti perkelahian, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera saat berolahraga, jatuh, atau sekadar terbentur. Gegar otak adalah jenis cedera kepala yang paling umum terjadi. Gegar otak adalah cedera kepala yang berdampak kepada fungsi otak. Selain karena benturan dan guncangan pada kepala, gegar otak umumnya terjadi karena guncangan keras pada tubuh bagian atas. Otak terlindungi dari guncangan oleh cairan otak dalam tengkorak. Oleh karenanya, guncangan dan benturan keras pada kepala atau tubuh bagian atas dapat membuat otak ikut terguncang membentur dinding kepala bagian dalam. Kondisi ini dapat bersifat ringan, tapi juga bisa berisiko fatal jika sampai mengakibatkan pendarahan di dalam atau di sekitar otak. 2016 19 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 10.2 Penyakit Kronis Penyakit dapat menjadi sebuah faktor yang mengerikan dan bisa datang secara tibatiba tanpa ada satu pihak yang mengundang. Berikut adalah macam-macam penyakit kronis: (a) Serangan Jantung Pertama. Infark sebagai otot jantung akibat kurangnya suplai darah ke jantung; (b) Stroke. Serangan serebrovaskuler apapun, yang mengakibatkan gejala neurologis yang permanen, yang berlangsung lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, termasuk infark jaringan otak, pendarahan otak, trombosis atau embolisasi; (c) Kanker Penyakit yang ditandai dengan adanya tumor ganas akibat pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan menyebarnya sel tumor ganas serta invasi ke jaringan. (d) Gagal Ginjal. Gagal ginjal tahap akhir yang diperlihatkan sebagai gagal berfungsinya kedua ginjal yang kronis dan tidak dapat pulih kembali, sehingga memerlukan dialysis ginjal yang teratur atau transplantasi ginjal; (e) Kelumpuhan Hilangnya fungsi sedikitnya kedua tangan atau kedua kaki, atau satu lengan dan satu kaki, secara total dan tetap, dan berlangsung secara terus menerus paling sedikit selama 6 minggu. Kondisi ini harus ditegakkan oleh dokter ahli syaraf. Luka akibat perbuatan yang disengaja oleh diri sendiri dikecualikan dari penyakit ini; (f) Multiple Sclerosis. Penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem syaraf pusat secara progresif yang menyebabkan kerusakan otak dan batang otak. Diagnosis yang pasti tanpa keraguan oleh dokter ahli syaraf yang menegaskan kombinasi seperti : gejala-gejala yang mengarah pada serabutserabut (substansi putih) yang meliputi syaraf optik, batang otak, dan sumsum tulang belakang, yang mengakibatkan defisit neorologis; dan telah berlangsung minimal selama 6 bulan yang menyebabkan gangguan pada koordinasi dan fungsi sensor motorik. Data yang mendukung adanya kambuhan dan timbulnya gejala-gejala atau deficit neurologis. (g) Penyakit Paru-paru Kronis/Tahap Akhir. Penyakit paru-paru tahap akhir termasuk penyakit paru-paru intersisial yang disebabkan oleh penyakit gagal pernafasan yang kronik; (h) Anemia Aplastis. Gagal berfungsinya sumsum tulang yang kronis dan persisten yang mengakibatkan anemia, neutropenia dan thrombositopenia yang memerlukan perawatan transfusi darah, obat penstimulasi sumsum tulang, obat immunosupresif, atau transplantasi 2016 20 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sumsum tulang; (i) Tumor Otak Jinak. Ancaman hidup yang disebabkan oleh tumor otak yang bukan kanker yang menimbulkan kerusakan otak dan gejala-gejala khusus dari peningkatan tekanan di dalam tengkorak seperti papilloedema (pembengkakan papil), gangguan mental, gila dan gangguan indera yang telah dikonfirmasikan oleh dokter ahli syaraf. Adanya tumor yang mendasarinya harus dikonfirmasikan secara CT Scan atau MRI. (j) Radang Otak. Diagnosa inflamasi dari otak (cerebral hemisphere, brainstem atau cerebellum) yang diakibatkan karena infeksi virus, yang menimbulkan komplikasi bermakna yang berlangsung permanen/menetap paling dan sedikit selama dikonfirmasi oleh 6 minggu, dokter ahli mencakup syaraf. defisit syaraf Defisit syaraf permanen/menetap dapat berupa retardasi mental, emosi yang labil, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan berbicara, kelemahan atau kelumpuhan; (k) Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus). Penyakit autoimun yang multisistemik dan multifaktor yang ditandai oleh peningkatan auto-antibodi yang menyerang berbagai antigen tubuh. (m) Skleroderma Progresif. Suatu penyakit pembuluh darah kolagen yang sistemik yang menyebabkan terjadinya fibrosis menyeluruh secara progresif di dalam kulit, pembuluh darah dan organ-organ tubuh yang lain. Diagnosa penyakit ini harus didukung oleh biopsi dan bukti pendukung hasil serologi dan penyakit ini harus sesuai dengan proporsi sistemik yang berhubungan dengan jantung, paru-paru dan ginjal; (n) Penyakit Kista Medullary. Penyakit ginjal yang progresif herediter dikarakteristikan dengan adanya kista pada medulla, tubular atrophy dan intestitial fibrosis dengan manifestasi anemia secara klinis, polyuria dan kehilangan sodium melalui ginjal, berkembang menjadi gagal ginjal yang kronis. Diagnosis ini harus di dukung oleh biopsi ginjal; (o) Stroke yang memerlukan Operasi Arteri Carotid. Operasi arteri carotid (Carotid Endarterectomy) oleh dokter ahli bedah syaraf yang diperlukan untuk membuang timbunan plak di arteri carotid pada stroke yang telah berlangsung lebih dari 6 (enam) bulan. Operasi ini harus ada indikasi dibutuhkan secara medis (medically necessary) oleh dokter ahli syaraf untuk mencegah berulangnya serangan ischemic cerebrovascular; (p) Penyakit Kaki Gajah Kronis. Penyakit kaki gajah kronis 2016 21 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dengan karakteristik : pembengkakan yang berat dan menetap mulai dari lengan dan kaki atau bagian tubuh lain yang diakibatkan oleh lympatic obstruction (penyumbatan kelenjar Limfe); ditemukan adanya infeksi microfilaria dari hasil pemeriksaan laboratorium. 11. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) 11.1 Penganiayaan Anak Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis, maupun mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Menurut Kempe (dikutip dalam Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak. Fontana (dikutip dalam Soetjiningsih, 2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. David Gill (dikutip dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non-fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual, termasuk hinaan meliputi penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/jual-beli anak. Sedangkan child abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru. 2016 22 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang. Menurut WHO (2004) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak. Kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orangtua, pengasuh, atau orang lain di sekitarnya dalam bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan mental, termasuk di dalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi, mengancam, serta hal buruk lainnya yang berpengaruh terhadap fisik dan mental anak. 11.2 Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap kesengsaraan atau penelantaran rumah seseorang terutama penderitaan secara tangga termasuk perempuan, fisik, yang berakibat timbulnya seksual, psikologis untuk melakukan ancaman dan atau perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak 2016 23 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah kekerasan berasal dari kata keras yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata kekerasan yang berarti : (1) perihal/sifat keras; (2) paksaan; dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain. Menurut UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat. 12. Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian atau dikenal dengan personality disorder adalah gangguan dalam perilaku yang memberikan dampak atau dinilai negatif oleh masyarakat. Gangguan kepribadian pada umumnya ditandai oleh masalah-masalah dimana individu secara tipikal mengalami kesukaran dalam melaksanakan kehidupan dengan orang lain sebagaimana yang ia kehendaki. Orang yang mengalami gangguan kepribadian ini melihat orang lain sebagai hal yang membingungkan, tidak jelas, dan tidak dapat di duga. Dan begitu pula sebaliknya, ia akan melakukan tindakan sosial secara membingungkan (Wiramiharja, 2007). Adapun definisi gangguan kepribadian yang ada dalam DSM IV T-R, yaitu sifat-sifat dalam kepribadian yang merupakan pola-pola berkelanjutan dalam hal mempersepsi, menanggapi, berelasi, atau berpikir mengenai lingkungan dan dirinya sendiri sehingga ditampilkan dalam rentang yang luas mengenai konteks-konteks pribadi dan sosial yang penting. 2016 24 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (4th edition, text revision). Washington, DC: Author. Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families,14 (4.), 326-333. King, Laura A. (2010). Psikologi umum. Jakarta: Salemba Humanika Papalia, Wendkos-Olds., & Duskin-Feldman. (2009). Human development (11th ed.). New York: McGraw-Hill. Santrock, J. W. (2009). Life-span development (12th ed.). New York: McGraw-Hill. Sarason, I. G., & Sarason, B. R. (2002). Abnormal psychology: The problem of maladaptive behavior (10th edition). Upper Sadle River, NJ: Prentice Hall. Sarwono, S. W. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mash, E.J. & Wolfe, D. A. (2010). Abnormal Child Psychology (4th ed.). Belmont,CA: Wadsworth. 2016 25 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id