MODUL PERKULIAHAN Pedologi Batasan-batasan Pedologi Bidang Terapan Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka 01 Kode MK Disusun Oleh MK61077 Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Abstrak Kompetensi Mengetahui dan memahami batasanbatasan pedologi bidang terapan; prevensi primer, sekunder, tersier; Faktor-faktor dalam diri anak yang mempengaruhi munculnya tingkah laku bermasalah; Faktor-faktor diluar diri anak yang mempengaruhi munculnya tingkah laku bermasalah. Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan materi terkait Abnormal Child Psychology 1. Pengertian Psikologi Abnormal Psikologi abnormal atau sering juga disebut perilaku abnormal (abnormal behaviour) adalah perilaku maladaptive kemudian ada yang menyebutnya mental disorder, psychopathology, emotional discomfort, mental illness atau gangguan mental. Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku abnormal dibandingkan studi tentang gangguan mental (psikologis). Studi gangguan mental umumnya diasosiasikan dengan perspektif model medis (medical model) yang menganggap bahwa perilaku abnormal merupakan simtom dari penyakit atau gangguan yang mendasarinya. Untuk memahami perilaku abnormal, psikolog menggunakan acuan DSM (diagnostic and statistical manual of mental disorder). DSM adalah sistem klasifikasi gangguangangguan mental yang paling luas di terima. DSM menggunakan criteria diagnostic specific untuk mengelompokkan pola-pola perilaku abnormal yang mempunyai ciri-ciri klinis yang sama dan suatu sistem evaluasi yang multiaksial. Sistem aksial terdiri dari 5 klasifikasi. Penilaian perilaku abnormal dapat di telaah menggunakan berbagai cara (metode), salah satunya metode-metode asesmen yang harus reliabel dan valid yang dapat diukur melalui beberapa cara yang tetap memperhitungkan faktor-faktor budaya dan etnik yang juga penting untuk dilakukan. Psikologi abnormal (abnormal psychology) merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Dari waktu ke waktu, sebagian dari kita merasa cemas ketika menghadapi interview kerja yang penting atau ujian akhir. Lalu bagaimana kita di anggap melanggar batas antara perilaku abnormal dengan normal? Satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Hal yang normal bila kita tertekan dalam tes tetapi menjadi tidak normal ketika rasa cemas itu muncul ketika sedang memasuki department store atau menaiki lift. 2016 2 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Perilaku abnormal juga diindikasikan melalui besarnya/tingkat keseriusan problem. Walaupun bentuk kecemasan sebelum interview kerja dianggap cukup normal namun merasa seakan-akan jantung akan copot yang mengakibatkan batalnya interview adalah tidak normal. 2. Pengelompokan Definisi Abnormal Pendekatan statistik, di atas atau di bawah normal disebut “anormal” bukan abnormal. Istilah ini sering dipakai pada aliran behaviourisme dan kuantitatif. Pendekatan fungsional, fungsi-fungsi kepribadian yang ada pada orang yang bersangkutan berada pada taraf yang optimal/tidak. Pendekatan kultural, pendekatan yang melihat abnormalitas dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu. 3. Kriteria yang Menentukan Abnormalitas Perilaku yang tidak biasa disebut abnormal. Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Hal seperti itu hampir dikatakan abnormal dalam budaya kita. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial. Setiap masyarakat memiliki norma-norma/standar yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain. Satu implikasi dari mendasarkan definisi dari perilaku abnormal pada norma sosial adalah bahwa norma-norma tersebut merefleksikan standar yang relatif, bukan kebenaran universal. Persepsi atau tingkah laku yang salah terhadap realitas. Biasanya sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar. Orang-orang tersebut berada dalam stres personal yang signifikan. Kondisi stres personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi seperti kecemasan, ketakutan atau 2016 3 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id depresi. Namun terkadang kecemasan dan depresi merupakan respon yang sesuai dengan situasi tertentu. Perilaku maladaptif. Perilaku yang menimbulkan ketidakbahagiaan dan membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan. Perilaku berbahaya, perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri atau orang lain. 4. Faktor-faktor Penentu Abnormalitas Sebab-sebab perilaku abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut : 4.1 Menurut Tahap Berfungsinya Menurut tahap-tahap berfungsinya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut : Penyebab primer (primary cause). Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang sistem syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause). Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi-kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik. Penyebab pencetus (preciptating cause). Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh 2016 4 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut. Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause). Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya. Sirkulasi faktor-faktor penyebab. Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menjadi sumber penyebab sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya-foya, sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel kepada istrinya karena suka berfoya-foya bersama teman-temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat. 4.2 Menurut Sumber Asalnya Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga, yaitu : Faktor biologis, adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti kelainan gen, kurang gizi, atau penyakit. Pengaruh-pengaruh faktor biologis lazimnya bersifat menyeluruh. Artinya, mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stres. Faktor-faktor psikososial, antara lain : (a) Trauma di masa anak-anak. Trauma psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa anak-anak cenderung akan terus dibawa sampai ke 2016 5 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id masa dewasa; (b) Deprivasi parental. Tiadanya kesempatan untuk mendapatkan rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik, rangsangan intelektual, emosional dan sosial. Ada beberapa kemungkinan penyebab, misalnya dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah; (c) Hubungan orang tua-anak yang patogenik. Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak; (d) Struktur keluarga yang patogenik. Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya : (1) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari. Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya; (2) Keluarga yang antisosial. Keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas; (3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah; (4) Keluarga yang tidak utuh. Keluarga dimana ayah/ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri, dan sebagainya. (e) Stres berat. Stres adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri, konflik nilai, dan tekanan kehidupan modern. Faktor-faktor sosiokultural. Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti : (a) Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan; (b) Terpaksa menjalani peran sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus 2016 6 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id membunuh; (c) Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, atau suku. 5. Definisi Normalitas Psikologi Definisi normalitas psikologis seseorang adalah fungsi mental yang akurat dan efisien, meliputi kognisi, motivasi, perilaku, emosi, self awareness, kontrol diri, self esteem, hubungan sosial berdasarkan afeksi, produktivitas dan kreativitas. 6. Multiaksial Diagnosis Multiaxial diagnosis adalah sebuah sistem multiaksial yang melibatkan penilaian pada beberapa axis, masing-masing mengacu pada daerah yang berbeda dari berbagai informasi, yang dapat membantu clinician dalam merencanakan pengobatan serta memprediksi hasilnya. Sistem multiaksial menyediakan sebuah format yang mudah digunakan, untuk mengatur dan mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan untuk mendeskripsikan keanekaragaman individu dengan menyajikan diagnosis yang sama. Selain itu, sistem multiaksial menyajikan penerapan model bio-psikososial dalam klinis, pendidikan, dan penelitian. Ada lima axis termasuk dalam klasifikasi multiaksial DSM-IV: 1. Axis I (Gangguan Klinis) Axis I melaporkan berbagai gangguan atau kondisi klinis seseorang, kecuali gangguan kepribadian dan retardasi mental (yang dilaporkan pada Axis II). Axis I juga melaporkan kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis. 2. Axis II (Gangguan Kepribadian, Retardasi Mental) Axis II melaporkan gangguan kepribadian dan retardasi mental. Hal ini juga dapat digunakan untuk mencatat kepribadian maladatif yang menonjol dan mekanisme pertahanan diri. Pencatatan gangguan kepribadian dan retardasi mental pada axis terpisah, untuk menguatkan dugaan kemungkinan adanya gangguan kepribadian dan retardasi mental yang mungkin akan diabaikan ketika perhatian diarahkan pada Axis I. Pengkodean gangguan 2016 7 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kepribadian pada Axis II tidak harus diambil untuk menyiratkan bahwa patogenesis atau berbagai pengobatan yang tepat secara fundamental berbeda dari gangguan yang dikodekan pada Axis I. 3. Axis III (Kondisi Medis secara Umum) Axis III melaporkan kondisi medis secara umum, yang berpotensi relevan dengan gangguan mental individu. Kondisi medis secara umum dapat dikaitkan dengan gangguan mental dalam berbagai hal. Beberapa kasus, jelas bahwa kondisi medis secara langsung beretiologi terhadap perkembangan atau memburuknya gejala mental secara fisiologis. Ketika gangguan mental dinilai menjadi konsekuensi fisiologis langsung dari kondisi medis, haruslah mendiagnosis gangguan kejiwaan pada Axis I dan kondisi medis harus dicatat pada Axis III. 4. Axis IV (Masalah Psikososial dan Lingkungan) Axis IV melaporkan masalah psikososial dan lingkungan yang dapat mempengaruhi diagnosis, pengobatan, dan prognosis gangguan mental (Axis I dan II). Masalah psikososial atau lingkungan dapat menjadi peristiwa hidup yang negatif, gangguan lingkungan, stres interpersonal keluarga atau lainnya, adanya keterbatasan dukungan sosial atau sumber daya pribadi, atau masalah lain yang berkaitan dengan konteks di mana masalah seseorang telah berkembang. Stres positif, seperti promosi jabatan, harus dicatat jika menyebabkan masalah seseorang memiliki kesulitan beradaptasi dengan situasi baru. Ketika seseorang memiliki masalah psikososial atau lingkungan ganda, clinician dapat mencatat peristiwaperistiwa yang dinilai relevan. Secara umum, clinician harus mencatat masalah psikososial dan lingkungan yang hadir selama beberapa tahun sebelumnya. Clinician dapat memperhatikan masalah psikososial dan lingkungan yang terjadi jika jelas memberikan kontribusi pada gangguan mental atau telah menjadi fokus perawatan. Masalah dikelompokkan dalam kategori berikut: masalah dengan kelompok pendukung utama, masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial, masalah pendidikan, masalah pekerjaan, masalah perumahan, masalah ekonomi, masalah dengan akses pelayanan perawatan 2016 8 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kesehatan, masalah yang berkaitan dengan interaksi dengan sistem hukum/kejahatan, masalah psikososial dan lingkungan lainnya. 5. Axis V (Fungsi secara Umum) Axis V melaporkan penilaian klinis dari keseluruhan tingkat fungsi individu. Informasi ini berguna dalam perencanaan pengobatan dan mengukur dampaknya, dalam memprediksi hasilnya. Pelaporan secara keseluruhan pada Axis V dapat dilakukan dengan menggunakan Penilaian Fungsi Global (GAF Skala). Skala GAF sangat berguna dalam mengetahui kemajuan klinis dari individu secara umum, dengan menggunakan ukuran skala. Skala GAF dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi psikologis, sosial, dan pekerjaan. 2016 9 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th). Washington, DC: Author Mash, E.J. & Wolfe, D. A. (2010) Abnormal child psychology (4th ed.). Belmont,CA: Wadsworth. 2016 10 Pedologi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id