Landasan biologis upaya pemenuhan kebutuhan protein ternak

advertisement
Landasan biologis upaya pemenuhan kebutuhan protein
ternak ruminansia
Damry
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako
Abstrak
Ruminants, including beef cattle, requires protein to be available in their intestine as
the source of their amino acids need for tissue protein synthesis . This requirement is
principally met through microbial protein synthesised in the rumen and dietary protein
that escapes rumen microbial fermentation . In attempt to efficiently met the
ruminants' amino acids requirement it is necessary to firstly optimise the microbial
protein production in the rumen through nutrients provision needed by the microbes .
Microbial protein produced the rumen is the main amino acids source for ruminants but
this will have to be augmented when the microbial protein is not sufficient due to
higher amino acids requirement of animal . This includes animals which are in rapid
growth periode (such as calves weaned earlier), at late period of pregnancy and during
lactation . For these animals, provision of dietary protein that bypasses the rumen
fermentation is rquired
Key words : ruminants, microbial protein, rumen, dietary protein
Pendahuluan
Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) merupakan program
yang dicanangkan pemerintah dalam upaya meningkatkan populasi dan produktivitas sapi
potong dalam negeri . Salah satu hal penting untuk mendukung suksesnya program tersebut
adalah dengan menyediakan pakan yang dapat memasok nutrien sesuai dengan kebutuhan
ternak . Salah satu nutrien penting yang dibutuhkan oleh ternak adalah protein sebagai sumber
asam amino untuk sintesis protein dalam tubuh ternak, baik untuk keperluan hidup pokok
maupun untuk produksi .
Upaya memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia melalui pemberian pakan harus
dilakukan dengan berlandaskan kepada proses yang dialami oleh protein tersebut di dalam
tubuh ternak. Pendekatan yang digunakan dalam upaya ini berbeda antara ternak ruminansia
dan monogastrik akibat adanya mikroba yang hidup di dalam saluran pencernaan (rumen)
ternak ruminansia. Mikroba rumen tersebut memegang pengaruh yang sangat fundamental
terutama dalam nutrisi protein dan pemahaman akan hal menjadi sangat penting dalam
pemberian pakan protein kepada ternak ruminansia. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan
proses-proses yang terjadi di dalam rumen, dan dampak dari proses tersebut terhadap
ketersediaaan protein bagi ternak ruminansia . Dengan memahami proses-proses tersebut
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
225
1
diharapkan bahwa pemberian pakan kepada ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan
proteinnya dapat dilakukan secara lebih terarah dan efisien .
Sekilas tentang protein
Protein adalah senyawa organik yang ada dalam tubuh organisme hidup dan merupakan
nutrien yang paling tinggi konsentrasinya di dalam jaringan daging ternak. Untuk
kelangsungan hidup dan tujuan-tujuan produktif, sel dalam jaringan tubuh ternak harus
mensintesis protein. Pada tingkat jaringan, protein disintesis menggunakan asam amino
sebagai bahan baku utamanya, dan asam amino tersebut diperoleh melalui penyerapan asam
amino di usus halus . Sistem enzim jaringan tubuh ternak tidak mampu menggunakan nitrogen
anorganik (seperti amonia-N) untuk mensintesis protein selnya, dan ternak yang tidak
mendapatkan keuntungan dari protein mikroba yang disintesis di dalam saluran
pencernaannya (monogastrik), menggantungkan hidup kepada penyediaan asam amino dari
pakan yang dikonsumsinya. Adapun ternak yang saluran pencernaannya didiami oleh jutaan
mikroba (ruminansia), bisa tetap mendapatkan pasokan asam amino di usus halus meskipun
pakan yang dikonsumsinya tidak mengandung protein murni. Mikroba rumen mampu
mensintesis protein selnya dengan menggunakan amonia-N
Kebutuhan asam amino ternak ruminansia
Salah satu tujuan utama pemberian pakan kepada ternak adalah memaksimalkan jumlah asam
amino yang tersedia di usus halus untuk diserap masuk ke dalam tubuh ternak . Asam amino
ini lah yang diharapkan dapat dipakai oleh ternak tersebut untuk mensintesis protein dalam
tubuhnya, baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi . Prinsip ini berlaku sama untuk
setiap ternak, baik ruminansia maupun monogastrik .
Pada ternak ruminansia, referensi utama yang sering digunakan untuk menggambarkan
kebutuhan asam amino adalah Orskov (1970) sebagaimana dapat dilihat pada. Tampak jelas
bahwa ternak ruminansia membutuhkan asam amino dalam jumlah yang bevariasi, tergantung
kepada kelas ternaknya . Kebutuhan asam amino tertinggi adalah untuk pertumbuhan awal
seperti pada pedet sapi potong yang disapih dini, sekitar tiga bulan terakhir kebuntingan
ketika terjadi perkembangan kritis pada janin dalam kandungan, dan saat laktasi ketika induk
harus memproduksi air susu untuk kebutuhan anaknya. Kebutuhan asam amino relatif rendah
pada pedet yang sedang pada periode akhir pertumbuhan dan pada ternak dewasa untuk
keperluan hidup pokok .
2 26
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Gambar I Retensi nitrogen ternak pada berbagai kondisi fisiologis (Orskov, 1970)
Lalu dari mana ternak ruminansia memperoleh asam amino yang dibutuhkannya itu?
Konsensus yang dipegang oleh para ahli nutrisi ruminansia adalah bahwa ternak tersebut ini
memperoleh asam amino yang dibutuhkannya hanya dari tiga sumber, yaitu protein mikroba
yang disintesis di dalam rumen, protein pakan yang lolos fermentasi di dalam rumen (sering
disebut dengan bypass protein), dan protein endogen yang berasal dari pengelupasan dinding
saluran pencernaan . Sumber yang terakhir ini secara kuantitatif sedikit sumbangsihnya
terhadap asam amino yang ada di usus halus dan karena itu tidak pernah diperhitungkan
signifikansinya. Protein-protein ini lah yang mengalir masuk ke dalam usus untuk dicerna
oleh enzim proteolitik ternak yang ada di usus halus dan menghasilkan asam-asam amino
yang kemudian diangkut melewati dinding usus halus dan masuk ke dalam tubuh untuk
digunakan dalam sintesis protein jaringan atau air susu .
Proses yang dialami protein di dalam rumen
Nitrogen yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia secara garis
besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu nitrogen dalam bentuk protein dan nitrogen bukan
protein seperti asam amino bebas, asam nukleat, nitrat dan amonia bebas (Mangan 1982) .
Proporsi kedua bentuk nitrogen ini bervariasi menurut jenis pakan, namun secara umum
proporsi protein menurun dengan meningkatnya umur tanaman.
Senyawa bernitrogen, baik protein atau bukan protein, akan menghadapi serangan enzim
proteolisis mikroba yang mempunyai aktivitas yang tinggi . Nitrogen bukan protein dari pakan
akan segera diubah menjadi amonia akibat enzim deaminase mikroba, sedangkan protein akan
mengalami penguraian dengan laju dan tingkat yang berbeda-beda tergantung kepada
beberapa faktor, seperti jenis pakan, tinggi rendahnya populasi mikroba penghasil enzim
proteolisis, dan lama protein tersebut berada di dalam rumen (NRC, 1985) . Urutan penguraian
protein di dalam rumen adalah protein - polipeptida - oligopeptida - dipeptida - asam amino,
dan asam amino ini pun akan mengalami fermentasi dengan hasil utama amonia . Amonia
yang dihasilkan, baik yang berasal dari protein atau bukan protein, selanjutnya menempuh
beberapa jalur yaitu digunakan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein selnya, diserap
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
227
masuk ke dalam darah melalui dinding rumen atau mengalir keluar dari ke saluran pencernaan
berikutnya (Gambar 1).
Berdasarkan kepada proses yang dialami senyawa bernitrogen di dalam rumen, pemberian
pakan dengan kandungan protein (murni) dalam konsentrasi yang tinggi kepada ternak
ruminansia merupakan tindakan yang tidak dianjurkan, kecuali bila protein tersebut bisa lolos
dari fermentasi rumen . Jika protein mengalami fermentasi di dalam rumen maka protein
tersebut akan diubah menjadi amonia sehingga hanya akan berfungsi sebagai sumber amonia
bagi mikroba rumen . Akan lebih menguntungkan apabila protein tersebut lolos dari
fermentasi mikrobial di dalam rumen dan masuk ke dalam usus halus untuk kemudian dicerna
dan menghasilkan asam-asam amino. Kebutuhan amonia mikroba rumen dapat secara lebih
murah dipenuhi dengan menggunakan nitrogen bukan protein, baik yang secara alamiah
terkandung dalam pakan maupun sumber amonia tambahan seperti urea, biuret atau ekskreta
unggas .
Penentuan keteruraian protein pakan di dalam rumen merupakan upaya yang dilakukan
menuju sistem pemberian protein yang lebih efisien . Pengetahuan akan keteruraian protein
pakan akan membantu menjawab beberapa pertanyaan penting seperti apakah protein tersebut
hanya menyediakan amonia bagi rumen atau menyediakan asam amino bagi ternak? Apakah
amonia yang dihasilkan tersebut sudah cukup sesuai dengan kebutuhan mikroba atau masih
kurang sehingga diperlukan suplementasi sumber amonia seperti urea, biuret, dan ekskreta
unggas? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak bisa dijawab hanya dengan menggunakan
informasi hasil analisis pakan di laboratirum dalam bentuk persentase protein kasar.
228
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Bahan
Pakan
RUMEN
N Bukan
Protei
N Protein
Protein
yang tak
terurai
I,
N Bukan
Protein
Protein
yang
terurai
Pe tida
Asam
amino
iProteinmikroba
1
1
Dicerna di usus
halus
Dikeluarkan
di urin
Gambar 2 Alur transaksi nitrogen di dalam rumen
Protein mikroba
Protein mikroba yang dihasilkan di dalam rumen merupakan komponen utama protein yang
ada di usus halus (Beever, 1993) . Tinggi rendahnya proporsi protein mikroba dibandingkan
dengan proporsi protein pakan terhadap protein total di usus halus dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti efisiensi sintesis protein mikroba tersebut di dalam rumen dan tingkat
penguraian protein pakan . Jika seluruh protein pakan mengalami fermentasi di dalam rumen
maka hampir seluruh asam amino yang tersedia di usus halus berasal dari protein mikroba .
Jika sebagian protein pakan dapat lobs dari fermentasi rumen maka proporsi protein pakan
terhadap protein total di usus halus juga akan meningkat.
Untuk dapat mensintesis protein secara efisien, sel mikroba yang hidup di dalam rumen
membutuhkan adanya beberapa faktor pendukung . Optimalisasi sintesis protein mikroba
rumen dapat ditempuh dengan menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba itu sendiri
untuk tumbuh dan berkembangbiak melalui pembelahan sel, yaitu sumber N (utamanya
amonia-N), sumber energi, dan elemen mikro seperti sulfur dan fosfor (Leng, 1990) .
Konsentrasi amonia rumen untuk sintesis protein mikroba secara optimum adalah sekitar 5080 mgN/1 (Satter and Slyter, 1974), dan konsentrasi yang lebih tinggi dari ini (sampai 200
mgN/1) dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan mikroba rumen dalam proses
pencernaan dan konsumsi pakan, utamanya untuk pakan yang berkualitas rendah seperti
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
229
limbah pertanian (Leng, 1990). Mikroba rumen memperoleh kebutuhan amonia ini dari
beberapa sumber, utamanya dari penguraian protein pakan.
Strategi pemenuhan kebutuhan protein ternak ruminansia
Dalam upaya memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia, sering disarankan untuk
dilakukan dengan memandang seekor ternak ruminansia sebagai dua kompartemen yang
berbeda, yaitu rumen dan ternak itu sendiri . Rumen dengan mikroba yang hidup di dalamnya
merupakan sebuah ekosistem tersendiri dengan kebutuhan nutrien yang tersendiri pula .
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan protein seekor
ternak ruminansia adalah dengan mengoptimalkan proses yang terjadi di dalam rumen agar
dapat menghasilkan protein mikroba yang optimal pula. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyediakan semua faktor yang dibutuhkan seperti disebutkan di atas . Alasan optimalisasi
sintesis protein mikroba sebagai langkah pertama dalam upaya memenuhi kebutuhan protein
ternak ruminansia adalah karena protein mikroba bisa disintesis dengan mengandalkan
nitrogen bukan protein (amonia-N) yang berharga lebih murah dibandingkankan dengan
bahan pakan sumber protein murni. Teknologi amoniasi atau penambahan urea terhadap
limbah pertanian berserat (seperti jerami padi) sebelum diberikan kepada ternak pada
hakekatnya berlandaskan kepada pemahaman bahwa sebagian besar mikroba rumen dapat
menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein selnya (Bryant dan
Robinson, 1962; Mathison dan Milligan, 1971 ; Nolan dan Leng, 1972) . Ternak bisa tetap
mendapatkan kebutuhan asam aminonya untuk keperluan hidup pokok hanya dengan
pemberian pakan dengan sumber nitrogen berupa garam amonium atau urea (Loosli et al.,
1949 ; Virtanen, 1966). Walaupun teknologi amoniasi jerami padi sudah sejak lama ditemukan
dan mempunyai landasan biologis yang kuat, namun kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa para peternak kita tetap saja masih sulit untuk terbiasa dengan teknologi ini .
Setelah itu, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah untuk menjawab pertanyaan apakah
protein mikroba yang dihasilkan di rumen sudah cukup atau harus diperkuat dengan suplai
protein pakan? Jawaban pertanyaan ini ditemukan oleh kelas dan kondisi fisiologis ternak
yang sedang diberi pakan . Ternak yang sedang dalam pertumbuhan yang cepat, sedang
bunting tua, atau sedang memproduksi air susu adalah kelompok ternak yang sedang
membutuhkan pasokan asam amino yang tinggi, dan protein mikroba saja tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan tersebut (Orskov, 1970) . Dalam kondisi seperti ini, pasokan protein
mikroba tidak akan cukup jumlahnya dan harus diperkuat dengan pemberian protein dalam
pakan yang lobs dari fermentasi rumen.
Strategi penyapihan dini diikuti dengan pemberian pakan sesuai dengan kelas ternak seperti
yang dijelaskan oleh Panjaitan et al . (dalam seminar ini) adalah salah satu upaya yang
dilakukan tidak saja dalam rangka memenuhi kebutuhan temak akan nutrien tetapi
menyesuaikan kebutuhan tersebut dengan ketersediaan pakan secara lokal . Penyapihan dini
adalah upaya 'menghentikan' kebutuhan asam amino ternak yang sedang laktasi sehingga
bisa diberikan pakan yang tidak terlalu berkualitas namun cukup untuk mempertahankan
efisiensi yang terjadi di dalam rumen untuk menjaga agar produksi protein mikroba tetap
dapat berlangsung secara optimal . Sebaliknya, anak yang baru disapih membutuhkan pakan
yang berkualitas baik untuk mendukung pertumbuhannya yang cepat.
230
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Sistem protein di negara maju
Dalam upaya membangun sebuah sistem pemberian pakan protein temak ruminansia di
negara kita, ada baiknya kita memperhatikan sistem pemberian protein yang dipakai oleh
negara-negara maju . Di negara-negara tersebut, sistem pemberian pakan protein kepada
temak ruminansia telah dibangun berdasakan kepada prinsip-prinsip yang telah disebutkan di
atas. Nilai nutrisi sebuah pakan dalam menyediakan asam amino bagi temak ruminansia tidak
lagi beradasarkan kepada kandungan protein kasar pakan semata, tetapi berdasarkan kepada
protein yang tersedia di usus halus . Protein pakan telah difraksionasi menurut keteruraiannya
di dalam rumen menjadi cepat terdegradasi, lambat terdegradasi dan tidak terdegradasi atau
lolos dari fermentasi rumen. Fraksionasi protein pakan seperti ini, dan kemajuan penelitian
protein lain yang telah dicapai untuk ternak ruminansia, memungkinkan para peneliti di
negara-negara tersebut untuk menentukan pasokan masing-masing protein mikroba dan
protein pakan terhadap total protein yang tersedia di usus halus untuk digunakan oleh ternak
ruminansia.
Sistem pemberian pakan protein modem untuk temak ruminansia yang diterapkan berbagai
negara maju (Phillips, 2001)
NegaraSistem Pemberian Pakan Protein
Inggris
Protein yang dapat Dimetabolismekan (Metabolizable Protein, MY)
Australia
Protein Tercema Semu yang Meninggalkan Lambung (Apparently
Digested Protein Leaving the Stomach, ADPLS)
Prancis
Protein Tercema di Usus (Protein Digested in the Intestine, PDI)
Jerman
Protein Kasar yang Mengalir di Duodenum (Crude Protein Flow at the
Duodenum)
Belanda
Protein Tercema di Usus (Digestible Protein in the Intestine, DVE)
Norwegia
Asam Amino Terserap Murni di Usus Halus dan Keseimbangan Protein di
dalam rumen (Amino Acids Truly Absorbed in the Small Intestine and
Protein Balance in the Rumen, AAT-PBV)
Swiss
Protein yang dapat Diserap di Usus (Absorbable Protein in the Intestine,
API)
Amerika Serikat
Sistem Karbohidrat dan Protein Netto Cornell (Cornell Net Carbohydrate
and Protein System, CNCPS) Kesimpulan
Temak ruminansia memperoleh protein (asam amino) yang dibutuhkan dari dua sumber
utama, yaitu protein mikroba dan protein pakan. Kebutuhan temak ruminansia akan protein
adalah sesuatu yang dinamis tergantung kepada kelas ternak dan kondisi fisiologisnya .
Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi secara efisien dalam pemberian pakan dengan prinsip
mengoptimalkan efisiensi proses di dalam rumen dalam menghasilkan protein mikroba
sebagai langkah pertama, diikuti kemudian dengan memperkuat pasokan protein mikroba
tersebut melalui pemberian pakan yang lolos fermentasi di dalam rumen.
Daftar Pustaka
Beever, D.E ., 1993 . Rumen function. In Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism
(Eds, J. M. Forbes and J. France) . CAB International, Wallingford, U.K., pp . 187-218 .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
231
Bryant, M . P. and I . M . Robinson, 1962 . Some nutritional characteristics of predominant culturable
ruminal bacteria . Journal of Bacteriology 82 : 605-614.
Leng, R.A., 1990 . Factors affecting the utilization of `poor quality' forgaes by ruminants particularly
under tropical conditions . Nutrition Research Review 3 : 277-303 .
Loosli, J . K ., H . H . Williams, W. E . Thomas, F. H . Ferris and L. A. Maynard, 1949 . Synthesis of
amino acids in the rumen . Science 110 : 144-145 .
Mangan, J. L., 1982 . The nitrogenous constituents of fresh forages. In Forage Protein in Ruminant
Animal Production (Eds. D. J. Thomson, D . E . Beever and R . G. Gunn). British Society of
Animal Production, Edinburg, pp . 25-40 .
Mathison, G. W . and L . P . Milligan, 1971 . Nitrogen metabolism in sheep . British Journal of Nutrition
25 : 351-366.
National Research Council (NRC), 1985 . Ruminant Nitrogen Usage . National Academy of Science,
Washington D .C .
Nolan, J . .VV and R. A. Leng, 1972 . Dynamic aspects of ammonia and urea metabolism in sheep .
British Journal of Nutrition 27 : 177-194.
Orskov, E. R., 1970 . Nitrogen utilization by the young ruminants . In the 4th Nutrition Conference
for Feed Manufacturers (Eds, H. Swan and D. Lewis) . J . and A. Churchill, University of
Nottingham, pp . 20 .
Phillips, C.J .C ., 2001 . Principles of Cattle Production . CAB International, Wallingford, Oxon
OX108DE, Oxon, United Kingdom .
Satter, L . D. and L . L . Slyter, 1974. Effect of ammonia concentration of rumen microbial protein
production in vitro. British Journal ofNutrition 32 : 199-208.
Virtanen, A . I., 1966 . Milk production of cows on protein-free feed . Science 153 : 1603-1614 .
232
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Download