MODUL PERKULIAHAN Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Broadcasting Tatap Muka 15 Kode MK Disusun Oleh MK43011 Dicky Andika, M.Si Abstract Kompetensi Membahas gambaran secara umum dari Komunikasi Antarbudaya, memahami dimensi waktu Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang dimensi waktu A. Ruang Lingkup Penelitian Komunikasi Antarbudaya YIS adalah sebuah organisasi perencana komunikasi di Jawa Tengah, organisasi ini dimaksudkan untuk memberikan penerangan kepada rakyat Indonesia di bagian Timur tentang bencana alam yang sering terjadi. Di daerah tersebut korban-korban seringkali jatuh. YIS ingin mengajarkan kepada penduduk tentang tentang teknik-teknik menghadapi bencana alam. Mereka akan dilatih untuk menjadi anggota Kesatuan Penyelamat (Emergency Squad). Mengingat jarak budaya antara komunikator dan komunikan, serta menimbang bahwa rata-rata pendidikan khalayak rendah, maka YIS memutuskan untuk mempersiapkan perangkat komunikasi dengan menggunakan gambar. Sebelum dimasyarakatkan, gambar-gambar itu dipraujikan kepada wakilwakil kelompok sasaran. Mengejutkan, ternyata mereka memerhatikan apa yang tidak diperhatikan oleh para perencana gambar. Sasaran ternyata tidak memahami perspektif. Seorang wanita mempertanyakan apakah orang yang berbadan besar (di bagian depan gambar) bisa masuk rumah yang kecil (gambar rumah sebagai latar belakang), begitu cerita Mary Johnston, salah seorang perancang pesan YIS. Ketika gambar karikatur diperlihatkan, reaksinya ternyata menggelikan bagi mereka. Setelah tertawa-tawa kecil dan berbicara ke sana-ke mari, seorang pimpinan tradisional akhirnya menyatakan bahwa yang ada dalam gambar itu adalah setan, tulis Johnston (dalam Open, 1988 : 175) yang dikutip dari Jalaluddin Rakhmat, 1993). Dari cerita di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian dalam komunikasi antarbudaya adalah adanya perbedaan latar belakang kebudayaan dalam hal menafsirkan pesan. Tidak ada bahasa universal baik verbal maupun nonverbal. Komunikasi antarbudaya akan efektif bila kita mengetahui pola-pola penafsiran pesan dari budaya yang berlainan. Untuk memahami pengetahuan ini, agar tidak terjebak ke dalam stereotip, harus berdasarkan penelitian. ‘13 2 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi ini bisa terjadi antara orang Jepang dengan orang Indonesia, atau antara orang Batak dengan orang Jawa, atau antara orang-orang Jawa sendiri (perbedaan subkultur). Pada dasarnya, setiap kali terjadi perbedaan budaya antara komunikator dan komunikan, maka setiap kali itu pula terjadi komunikasi antarbudaya. Karena itu, penelitian komunikasi antarbudaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda itu berinteraksi dengan proses komunikasi; bagaimana komponen-komponen komunikasi berinteraksi dengan komponen-komponen budaya. Bagaimanakah nilai yang dianut Margaret (komponen budaya) memengaruhi caranya memberi makna (komponen komunikasi) pada pesan yang disampaikan Paijo? B. Komponen – Komponen Budaya Penelitian mengenai komunikasi antarbudaya banyak merujuk pada antropologi budaya terutama dalam mengidentifikasi dan menafsirkan berbagai komponen budaya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan ke dalam tiga komponen sosiobudaya yang mempunyai pengaruh sangat besar dan langsung atas makna yang dibangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah system kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude), pandangan dunia (world views), dan organisasi social (social organization). Ketiga unsure ini memengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Kita mungkin akan melihat suatu objek, atau peristiwa social yang sama dan memberikan arti objektif yang sama, tetapi arti secara individualnya biasanya berbeda. Contohnya seorang Arab dan seorang Amerika akan menyatakan secara objektif bahwa seseorang adalah wanita berdasarkan wujud fisiknya. Namum kemungkinan besar pendapat keduanya akan berbeda tentang bagaimana wanita itu dalam arti sosialnya. Contoh, orang Arab lebih cenderung menemukan peranan wanita pada kegiatan sebagai ibu rumah tangga. ‘13 3 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sementara orang Amerika memandang wanita sama dengan pria, dalam arti seorang wanita memiliki derajat dan kesempatan yang sama dengan pria dalam pekerjaan dan rumah tangga. Pendapat Samovar ini kemudian digabung dengan pendapat dari Asante (1979) yang melahirkan enam komponen budaya penting untuk penelitian yaitu : kepercayaan, nilai, pandangan dunia, sejarah, mitos dan otoritas status. Kepercayaan adalah suatu kemungkinan-kemungkinan subjektif yang diyakini oleh individu bahwa suatu objek atau suatu peristiwa memiliki karakteristik tertentu. Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercaya dengan karakteristik yang membedakannya. Derajat kepercayaan kita mengenai suatu objek yang memiliki karakteristik tertentu dan dapat menunjukkan sikap subjektif kita dan konsekuensinya juga menunjukkan intensitas kepercayaan kita. Jelasnya semakin kita merasa pasti dalam kepercayaan kita, maka semakin besar intensitas kepercayaan tersebut. Dalam hal ini, kebudayaan mempunyai peranan yang besar. Sedangkan pada komunikasi antarbudaya tidak ada hal yang benar dan yang salah sejauh menyangkut kepercayaan. Kepercayaan bersifat sentral, misalnya : Tuhan itu ada, agama itu perlu, orang Indonesia itu halus dan pemaaf, orang Barat itu cerdas dan canggih, dan sebagainya. Salah satu unsure kepercayaan yang sangat penting dalam komunikasi antarbudaya adalah citra (image) kita dengan komunikasi dengan budaya lain. Prasangka dan stereotip adalah contohnya. Stereotip merupakan keyakinan, prasangka adalah sikap. Citra memengaruhi perilaku kita dalam hubungannya dengan orang yang citranya kita miliki. Citra menentukan desain pesan komunikasi kita. Nilai adalah aspek evaluatif dan system kepercayaan. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan keseragaman dan sebagainya. Walaupun setiap inidividu memiliki tatanan nilai yang unik, tetapi terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya. Nilai-nilai ini dinamakan nilai budaya. Nilai-nilai budaya dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu nilai primer, yang pantas untuk diperjuangkan. Nilai sekunder, dianggap perlu, tetapi ‘13 4 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tidak sampai harus mengorbankan diri, sementara nilai tertier hanya merupakan alternative saja. Nilai juga dapat diklasifikasikan ke dalam: positif, negative atau netral. Misalnya mempertahankan kapitalisme merupakan nilai posistf bagi kebanyakan orang Amerika dan merupakan nilai negative bagi kebanyakan orang komunis. Nilai yang tidak jelas masuk positif atau negative bagi suatu anggota kebudayaan termasuk dalam nilai netral. Sistem nilai masyarakat budaya tertentu memengaruhi cara berpikir anggotaanggotanya. Banyak cara untuk mengidentifikasi nilai. Spranger mengemukakan kategori nilai yang terkenal: nilai ilmiah, nilai religius, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai politis dan nilai social. Sementara Kluckhon dan Strodbeck (1961) menunjukkan enam nilai yang dapat dijadikan variable penelitian yaitu orientasi sifat manusia , orientasi waktu, orientasi kegiatan, orientasi relasional, orientasi ruang, dan orientasi manusia alam. Beberapa dimensi nilai yang sering menjadi focus dalam komunikasi antarbudaya adalah orientasi inidividu-kelompok, umur, persamaan hak, formalitas, rendah-tinggi hati, dan lain-lain. Komponen budaya yang ketiga adalah pandangan dunia. Setiap kebudayaan pasti memiliki pandangan dunia (pandangan hidup tentang dunia), meskipun konsep dan deskripsinya bersifat abstrak, namun merupakan salah satu aspek terpenting dalam perceptual komunikasi antarbudaya. Setiap budaya mempunyai cara yang khas dalam memandang dunua, dalam memahami, menafsirkan, dan menilai dunia. Pandangan dunia ini dikondisikan oleh lingkungan dan pengalaman histories yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu budaya. Walaupun simplistic, Asante (1980) menyebut tiga tipe pandangan dunia : Afrosentrik, Eurosentrik, dan Asiosentrik. Pandangan Afrosentrik melihat semua realitas berpadu dan bergerak secara agung. Tidak ada pemisahan antara yang material dan spiritual, yang profane dan sacral, bentuk dan substansi. Pandangan Asiosentris melihat materi sebagai ilusi. Yang riil adalah yang dating dari alam spiritual. Dalam konsep filosofis Asia, spirit harus menguasai materi. Sebaliknya pandangan eurosentrik melihat materi sajalah yang riil. Yang spiritual itu ilusi. Everything that is not within sense-experience become non-sense. Jadi orang Afrika personalistik, Asia spiritualistic, dan Eropa materialistic. ‘13 5 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pandangan dunia ini memengaruhi nilai, sikap, kepercayaan, penggunaan waktu dan berbagai budaya lainnya. Dengan cara yang halus dan samar. Pandangan dunia memengaruhi komunikasi antarbudaya, oleh karena itu sebagai anggota suatu budaya, setiap perilaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam secara mendalam dalam jiwa dan sepenuhnya dianggap benar, serta menganggap orang lain sama sebagaimana ia memandang dunia. Komponen budaya yang keempat adalah sejarah. Sejarah adalah catatan peristiwa, fenomena, dan kepribadian yang mengatur pandangan suatu bangsa tentang anda. Sejarah bukanlah apa yang dikatakan orang tentang Anda. Sejarah adalah apa yang Anda ketahui dan percayai (Asante, 1980 : 406). Lewat sejarah yang mereka ketahui, mereka saling bertukar pesan dalam komunikasi antarbudaya. Komponen budaya yang kelima adalah mitologi. Mitologi dari suatu kelompok budaya memberikan pada kelompok pemahaman hubungan- hubungan, yakni hubungan orang dengan orang, orang dengan kelompok, orang dengan lingkungan, orang dengan anggota luar kelompok, dan orang dengan kekuatan alam. Dengan kata lain, tempat kelompok dalam skema alam semesta dicatat dan dikuatkan. Misalnya, orang Zulu percaya bahwa mereka adalah orang-orang dari langit, hal ini menempatkan mereka dalam kedudukannya terhadap bangsa-bangsa di dunia. Orang Yahudi merasa mereka adalah bangsa pilihan, orang Cina merasa mereka berada di pusat dunia dan sebagainya. Komunikasi antarbudaya tidak akan efektif tanpa memerhatikan kepercayaankepercayaan seperti itu. Pada saat mitologi-mitologi yang konflik bertemu, salah paham akan terjadi, apabila para komunikan tidak berpegang pada aturan yang sama. Misalnya, ketika orang Eropa, terutama orang-orang Boer, memasuki Afrika Selatan pada abad 19, mereka bertemu dengan orang-orang Afrika. Dengan mitologi hak milik pribadi, orang Boer berhadapan dengan orang Afrika yang meyakini hak bersama atas tanah. Perilaku orang Eropa yang memagari tanah mereka menimbulkan amarah orang Afrika (Asante, 1980 dalam Mulyana, 2003 : 244). ‘13 6 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Komponen budaya yang keenam adalah otoritas status. Dalam setiap budaya pasti mempunyai cara tersendiri dalam mendistribusikan otoritas status. Disamping otoritas status, ada permainan peranan yang diatur secara normative. Pada otoritas status, konflik terjadi apabila dua orang dengan otoritas status yang berbeda, bertemu dan melakukan komunikasi antarbudaya, dan melibatkan permainan peran yang berbeda. Contohnya, bagi orang Barat, memandang mata lawan bicara adalah keharusan dan bila tidak mau memandang mata lawan bicara berarti idak menghargai atau tidak jujur. Sedangkan di Indonesia, adalah kebalikannya. Seseorang yang bicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang disegani tidak akan bertatapan langsung, karena hal itu berarti tidak menghargai. C. Komponen-komponen Komunikasi Para ahli antropologi budaya memandang komunikasi sebagai salah satu unsure penting untuk memahami suatu budaya. Dell Hymes (!973) menyebutkan adanya empat komponen penting dalam komunikasi yaitu: pesan, peserta, perumusan yang digunakan (encode), dan saluran atau media. Sebagai petunjuk untuk penelitian, pada awalnya proses komunikasi sangatlah sederhana yaitu sumber-pesan-penerima. Kemudian berkembang menjadi sumber-pesan-mediakhalayak-efek. Penelitian yang berkenaan dengan analisis media, analisis komunikasi, dan analisis konteks pada penelitian komunikasi yang umum, dapat diterapkan juga pada penelitian komunikasi antarbudaya. Komponen komunikator dalam penelitian antarbudaya yang efektif memiliki beberapa factor, yaitu : 1. Kredibilitas Sumber Kata kredibilitasmenunjukkan pada suatu keadaan di mana sumber dinilai memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang relevan dengan topic pesan yang akan disampaikan, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikan itu bersifat objektif. Faktor kredibilitas sumber dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu : ‘13 7 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. expertise (keahlian atau kecakapan) b. trustworthiness (kepercayaan). Dengan demikian seorang komunikator akan berhasil dalam usahanya apabila : a. dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian b. dinilai jujur, memiliki integritas serta dipercaya oleh pihak khalayak. Proses pembentukan pengetahuan, pendapat, sikap dan tingkah laku yang terjadi dalam diri penerima ini disebut dengan “internalisasi”. Kredibilitas yang dimiliki seseorang, menurut Rogers (1983) terbagi dua yaitu : a. competence credibility yaitu krebilitas yang memiliki status atau kedudukan formal, b. safety credibility menunjuk pada kredibilitas yang tidak berkaitan dengan status/kedudukan formal. 2. Kepribadian Faktor ini terdiri dari sifat keterbukaan, dogmatisme, otoritarimisme, etnosentrisme, inferioritas dan sebagainya. 3. Kosmopolitanisme Merupakan factor yang menunjukkan frekuensi seseorang dalam meninggalkan kampung halamannya. 4. Empati Dalam istilah sehari-hari digunakan dalam arti bermacam-macam. Empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain, sebagai simpati yang dalam, sebagai kepekaan pada kebahagiaan bukan pada kesedihan. Dengan demikian empati adalah partispasi emosional dan intelektual secara imajinatif pada pengalaman orang lain. ‘13 8 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5. Simpati Adalah menempatkan diri kita pada posisi orang lain. 6. Ketrampilan Berkomunikasi Yaitu meliputi ketrampilan berbicara, menulis, membaca, mendengarkan dan berpikir. Mengenai pesan dalam penelitian komunikasi antarbudaya, V. Lynn Tyler (1978) yang dikutip Jalaluddin Rakhmat, mengembangkan analisis pesan yang disebut Languistics. Languistics ini mempelajari lambang-lambang verbal, nonverbal, dan indicator-indikator komunikasi yang berlandaskan bahasa. Menurut Tyler ada satuan analisis yang disebut CHUM (Culturally Hidden Units of Meanings), yakni satuan makna yang disembunyikan secara cultural. Makna tersembunyi ini dapat menghambat atau memperlancar komunikasi. Ada dua makna yang menghambat: miscues (unsure-unsur komunikasi yang bersifat ofensif atau provokatif) dan missed cues (makna yang tidak jelas, ambigu, atau tidak dipahami). Ada dua makna yang mempermudah : cues (satuan makna yang dapat dipelajari dan digunakan) dan clues (petunjuk yang tidak begitu tampak, yang mempercepat pengertian). Tom Bruno (1979) mengemukakan waktu sebagai media penelitian komunikasi antarbudaya. Menurut Tom Bruno “Perbedaan konsepsi waktu, perwaktuan dan tempo khusus dari kelompok-kelompok budaya dibicarakan sebagai dimensi komunikasi antarbudaya. Sejumlah aspek utama temporalitas manusia dijelaskan dan dihubungkan dengan situasi dan kondisi antarbudaya. Dalam hal ini taksonomi dapat memberikan gambaran singkat, perilaku temporal. Taksonomi dapat disarankan untuk dipergunakan sebagai alat untuk mengamati, menganalisis, dan menelaah kronemik (hal-hal yang berkaitan dengan waktu) dari komunikasi antarbudaya. ‘13 9 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selain itu ada beberapa bagian lain yang juga menarik untuk diteliti yaitu kinesic (studi mengenai pesan nonverbal yang mencakup gerakan tubuh, lengan dan kaki, serta ekspresi wajah, gerakan mata, serta lingkungan yang mencakup objek benda dan artefak). Proksemik (studi mengenai jarak atau ruang antarpribadi). Tertib jarak fisik antarpribadi dalam komunikasi nonverbal dibagi atas empat bagian yaitu : a. Jarak Intim (15 – 45 cm) Jarak intim merupakan ruang yang memperkenankan kedekatan fisik antara partisipan komunikasi. Yang tergolong dalam bahasa jarak intim ini adalah suami istri, ayah-ibu dengan anak-anak, saudara, dan keluarga anggota inti. b. Jarak Personal (45 – 75 cm) Adalah ruang yang memperkenankan kedekatan fisik antara partisipan komunikasi. Jarak ini diperkenankan untuk pergaulan antarpribadi di antara anggota keluarga (luas keluarga jauh, teman dekat, kawan-kawan, dan rekan sekerja). c. Jarak Sosial (120 – 210 cm) Merupakan jarak yang diperkenankan bagi mereka yang ada hubungan social dengan Anda. Para tetangga, kenalan dalam lingkungan RT dan RW, jarak antara dosen dan mahasiswa, atasan dan bawahan, dan jarak antara pemakalah dan audiens. d. Jarak Publik (360 – 450 cm) Jarak public adalah jarak antara komunikator dengan khalayak sasaran yang sudah tentu tidak ada wilayah yang ketat. ‘13 10 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Beer, Jennifer, Intercultural Communication at Work, Washington, 1997. 2. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003. 3. Rumondor, Alex dkk, Komunikasi Antarbudaya, Universitas Terbuka, Jakarta, 1996. 4. Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif; Suatu Pendekatan Lintasbudaya, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. ‘13 11 Nama Mata Kuliah dari Modul Dicky Andika Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id