Modul Komunikasi Antar Budaya [TM14].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Modul Standar untuk
digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Tatap Muka
14
Kode MK
Disusun Oleh
MK43011
Dicky Andika, M.Si
Abstract
Kompetensi
Membahas gambaran secara
umum dari Komunikasi
Antarbudaya, memahami
dimensi waktu
Setelah memperoleh materi ini
mahasiswa diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan
kembali tentang dimensi waktu
Batasan dan Peranan Manusia Antarbudaya
Berkat kemajuan teknologi transportasi dan teknologi komunikasi, peradaban
manusia kini sampai pada tahap yang memungkinkan mereka berinteraksi
dengan berbagai budaya lain, seperti yang diilustrasikan dalam cerita di atas.
Sebagian interaksi budaya itu bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media
massa, sebagian interaksi bersifat selintas atau berjangka pendek, sebagian lagi
berjangka panjang atau permanent. Melancong ke mancanegara, belajar di luar
negeri, melobi pengusaha asing, meyakinkan wakil negara sahabat akan
kebijakan politik negara sendiri, konferensi lintasagama untuk perdamaian dunia,
penayangan telenovela asing melalui televisi nasional, penayangan berita lewat
TV asing tentang invasi suatu negara atas negara lain, semua itu adalah
fenomena komunikasi bernuansa perbedaan budaya.
Tanpa
harus
meninggalkan
negeri
sendiri,
fenomena
komunikasi
antarbudaya tersebut tampaknya akan kita alami setiap saat, baik kita sengaja
ataupun tidak, apalagi jika kita berpendapat bahwa itu tidak selalu berarti
berbeda negara. Perkenalan dengan seorang tuna netra di kota yang sama,
pergaulan seorang mahasiswa Jawa dengan mahasiswa dari luar Jawa, diskusi
antara LSM pembela kaum perempuan dengan wakil pemerintah daerah,
pengarahan atasan kepada bawahan, konsultasi seorang pasien dengan
dokternya, atau bahkan perdebatan antara seorang pria tengah-baya dengan
putrinya yang remaja mengenai gaya hidup masa kini, pada dasarnya
merupakan komunikasi antara orang-orang berbeda budaya, seberapa kecil pun
kadar perbedaan budaya tersebut.
Perkembangan jaringan komunikasi dan meningkatnya jumlah orang yang
berkunjung ke dan menetap di suatu negara lain, baik untuk sementara ataupun
untuk selamanya, telah menumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami
budaya orang lain. Budaya asing telah menjadi suatu bagian yang penting dalam
lingkungan komunikasi mereka. Keberhasilan seorang diplomat, pegawai militer,
pengusaha, mahasiswa, dan sebagainya di suatu negara asing antara lain
‘13
2
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mengatasi masalah-masalah budaya.
Mereka yang dapat mengatasi masalah-masalah budaya secara efektif inilah,
baik dalam konteks nasional (hubungan antarmanusia yang berbeda budaya
dalam
suatu
negara)
ataupun
dalam
konteks
internasional
(hubungan
antarmanusia yang berbeda budaya dan negara), dapat disebut manusiamanusia antarbudaya.
Konsep manusia antarbudaya dikemukakan William B.Gudykunst dan Young
Yun Kim dalam buku mereka, Communicating with Stranger: An Approach to
Intercultural Communication (1984 : 229-235). Konsep-konsep lain seperti
manusia multibudaya, manusia universal, manusia internasional, dan manusia
marjinal, digunakan oleh beberapa penulis lain untuk menunjuk manusia yang
berkarakter serupa.
Menurut Gudykunst dan Kim, manusia antarbudaya adalah orang yang telah
mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya yang kognisi, afeksi, dan
perilakunya tidak terbatas, tetapi , tetapi terus berkembang melewati parameterparameter psikologis suatu budaya. Ia memiliki kepekaan budaya yang berkaitan
erat dengan kemampuan berempati terhadap budaya tersebut.
Manusia multibudaya adalah orang yang identitas dan loyalitasnya melewati
batas-batas kebangsaan dan yang komitmennya bertaut dengan suatu
pandangan bahwa dunia ini adalah suatu komunitas global; ia adalah orang yang
secara intelektual dan emosional terikat pada kesatuan fundamental semua
manusia yang pada saat yang sama mengakui, menerima, dan menghargai
perbedaan-perbedaan mendasar antara orang-orang yang berbeda budaya.
Adler menjelaskan bahwa, “Identitas manusia multibudaya tidak berlandaskan
pada ‘pemilikan’ yang mengisyaratkan memiliki atau dimiliki budaya, tetapi
berlandaskan pada kesadaran diri yang mampu bernegosiasi tentang rumusanrumusan realitas yang baru….Ia tidak seutuhnya merupakan bagian atau pun
sama sekali terpisah dari budayanya; alih-alih, ia berada di perbatasan” (Adler,
dalam Deddy Mulyana, 2003 : 233).
Senada dengan pendapat Adler, Walsh (1973) mengemukakan, “Menjadi
manusia universal tidaklah berarti seberapa banyak manusia itu tahu tapi
seberapa dalam dan luas intelektualitas yang ia miliki dan bagaimana ia
‘13
3
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menghubungkannya dengan masalah-masalah penting yang universal…Ia
memelihara apapun yang paling valid dan bernilai dalam setiap budaya” .
Menurut Walsh, cirri-ciri manusia universal itu adalah bahwa ia: menghormati
semua budaya; memahami apa yang orang-orang dari budaya lain pikirkan,
rasakan, dan percaya; dan menghargai perbedaan-perbedaan budaya.
Uraian di atas memberi isyarat, betapa pentingnya peranan manusia
antarbudaya dewasa ini untuk mengurangi kesalahpahaman antara orang-orang
yang berbeda budaya. Ia dapat menjadi penengah antara orang-orang yang
berbeda budaya yang berselisih paham, antara lain dengan menentukan di mana
kesalahpahaman-kesalahpahaman telah terjadi dan bagaimana kesalahpahaman
itu dapat dikurangi dalam interaksi-interaksi
antarbudaya selanjutnya. Bagi
dirinya sendiri, posisi dan kemampuannya sebagai manusia antarbudaya
memungkinkannya berkomunikasi secara luwes, efektif dan memuaskan dengan
orang-orang dari budaya lain yang ia hadapi.
Ribuan perusahaan asing sekarang ini beroperasi secara internasional
dan multinasional. Interaksi antara ekspatriat dan orang local kini menjadi
fenomena sehari-hari, namun tidak dengan sendirinya berjalan mulus. Kegagalan
bisnis sering disebabkan oleh adanya perbedaan budaya. Karena itu merupakan
keharusan bagi para pebisnis untuk memahami budaya mitra asing mereka.
Sebagai ilustrasi, di Amerika anda bisa langsung memanggil nama
pertama kepada mitra bisnis anda yang baru, tapi tidak dapat dilakukan di
Jerman atau Italia. Di kedua negara itu, mereka yang memiliki gelar khususnya,
biasa dipanggil “Tuan Profesor”, “Tuan Pengacara”, atau “Herr Schneider” di
Jerman atau “Senor Sabato”’ di Italia. Di Inggris, dalam presentasi bisnis lelucon
sering digunakan untuk menyegarkan suasana. Namun lelucon tidak biasa
disisipkan dalam presentasi bisnis orang Jerman atau orang Jepang. Anda bisa
dianggap tidak serius bila mencoba mengemukakan lelucon di hadapan mereka.
Orang Amerika dan orang Jerman menganggap pebisnis Jepang tidak
etis bila mereka tiba-tiba memutuskan perjanjian bisnis. Sebaliknya, justru
pebisnis Amerika atau pebisnis Jerman yang tidak etis bila mereka tidak
bersikeras agar perjanjian dipenuhi. Dalam hal ini, etika bisnis orang Jepang
serupa dengan etika bisnis orang-orang Italia, Spanyol, Potugal, dan Amerika
‘13
4
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selatan. Pebisnis Jepang tidak akan terus terang mengakui berapa produk yang
dihasilkan pabriknya perbulan, jika jawabannya akan membuatnya kehilangan
muka. Keselarasan demikian diagungkan, sehingga dianggap lebih penting
daripada kejelasan atau bahkan kebenaran.
Orang Arab lebih terbuka dalam membicarakan keluarga dan kegiatan
social mereka ketimbang orang Barat. Privasi tidaklah sepenting bagi orang
Amerika. Orang Arab lebih terbiasa melakukan kunjungan dan pembicaraan yang
panjang. Mereka lebih suka menggunakan saluran pribadi daripada saluran
resmi dalam memperluas bisnis mereka.
Ketika banyak TKW memasuki Arab Saudi tanpa pemahaman budaya
Arab (khususnya bahasa), dan minus ketrampilan, mereka adalah orang asing
(stranger). Dalam kondisi demikian, tanpa keluarga, kerabat atau kawan di rumah
majikan, tanpa kesempatan memadai untuk bergaul dengan komunitas etnik
mereka sendiri, dan terus bekerja di rumah majikan tanpa komunikasi yang
bermakna dengan majikan, TKW seperti ikan yang terlempar dari air ke darat.
Mereka mengalami ketegangan dan ketidakpastian, yang titik kritisnya mereka
mengalami gegar budaya (culture schock). Sebagai anggota baru dalam budaya
pribumi, TKW harus menghadapi banyak aspek kehidupan asing. Asumsi-asumsi
budaya dan pola-pola tanggapan yang mereka peroleh dan anut sejak kecil
menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif dan perilaku dalam menghadapi
lingkungan yang baru. Resep-resep budaya yang mereka bawa dari kampung
halaman (Schutz, 1971 : 95-96) menyebutnya thingking as usual, untuk
menafsirkan dunia fisik dan social mereka yang baru, menjadi macet atau
bahkan berantakan.
Dengan menjadi manusia antarbudaya tidak berarti bahwa kita lalu
kehilangan identitas kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu. Tidak
pula berarti bahwa kita secara harfiah “berbuat seperti orang Roma jika berada di
Roma”. Tetapi kita dapat berperilaku dengan cara-cara yang dapat diterima
budaya orang lain tapi juga diterima budaya kita sendiri.
Kita dapat menjadi manusia antarbudaya, sementara kita pun menjadi
manusia Indonesia dan menganut suatu agama. Bila kita tidak minum minuman
keras dan tidak makan daging babi karena alasan agama, kita dapat menyatakan
‘13
5
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sikap kita kepada orang dari agama atau budaya lain yang menawari kita minum
dan makanan itu. Orang itu pun, bila ia seorang manusia antarbudaya, tentu
akan menghargai kepercayaan kita. Sebaliknya, kita pun jangan memaksanya
untuk memakan makanan daerah kita yang kita hidangkan padanya, sematamata karena lidah kita merasakannya lezat. Itulah sikap manusia antarbudaya.
Bagi para (calon) pemimpin bangsa, kesediaan dan kemampuan menjadi
manusia antarbudaya ini lebih penting lagi, karena dengan peranan dan
pengaruhnya,
mereka
dapat
membantu
dan
mengatasi
konflik-konflik
antarbudaya di negara mereka sendiri atau bahkan konflik-konflik antara bangsa
mereka dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan kalimat lain, bila para
pemimpin bangsa di dunia saling memahami dan menghargai budaya bangsa
lain, maka akan lebih mudah bagi bangsa-bangsa yang bersangkutan untuk
hidup rukun.
Interaksi Antarbudaya
Dalam pandangan komunikasi, konsep interaksi antarbudaya lebih sempit
daripada komunikasi antarbudaya. Konsep interaksi meliputi koordinasi alur
tindakan individu dan strategi tindakan yang dibentuk melalui aplikasi pertukaran
skema kognitif, termasuk skema interaksi yang mengorganisir tindakan tersebut.
Kata interaksi menggambarkan keadaan hubungan antara tindakan yang
satu dengan tindakan lain yang belum tentu semua tindakan itu di tukar dan
dimaknakan bersama. Prinsip inilah yang membedakan interaksi dengan
komunikasi. Setiap interaksi antarbudaya selalu menggambarkan hubungan
antara tindakan individu dari satu kebudayaan dengan tindakan individu dari dari
kebudayaan lain yang maknanya belum tentu disamakan. Tindakan-tindakan
tersebut dipengaruhi oleh skema kognitif, termasuk skema-skema yang mengatur
susunan interaksi antara individu.
Skema
interaksi
adalah
hirarki-hirarki
pengetahuan,
pandangan,
pendapat individu tentang prinsip-prinsip, bentuk-bentuk, sifat-sifat, tata aturan
‘13
6
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
interaksi yang diorganisasikan ke dalam suatu sistem “setting” sosial tertentu.
Misalnya skema tentang prinsip-prinsip, bentuk atau tipe, serta sifat dan tata
aturan yang mengatur hubungan antara guru dan murid dalam “setting’ sekolah.
Ada dua tipe skema interaksi, yakni (1) tipe skema yang mengandung
prinsip-prinsip interpretatif; dan (2) pengorganisasian skema itu sendiri. Skema
interaksi
yang
paling
penting
dalam
komunikasi
antarpribadi
adalah
pengorganisasian skema, terutama yang menerangkan pengorganisasian “isi
interaksi”. Sedangkan skema yang mengandung prinsip interpretatif merupakan
proses perorganisasian skema yang masih memerlukan uji coba, masih
memerlukan interpretasi karena tindakan-tindakan komunikasi itu berlangsung
dalam “setting” tertentu.
Dalam kehidupan dikenal institusi-institusi seperti agama, pendidikan,
rekreasi, kesehatan serta institusi-institusi lain yang merupakan pranata
kebudayaan yang menjamin perilaku individu. Proses sosialisasi melalui institusi
sosial tersebut telah memungkinkan individu dimasukkan ke dalam lingkungan
sosial dan kemasyarakatan. Jadi, setiap hubungan antarindividu dalam satu
kebudayaan selalu diatur dengan sosialisasi indoktrinasi dan instruksi nilai-nilai.
Thomas Hobbes seorang filsuf dan ahli ilmu politik, pada abad ke-19
menulis sebuah buku berjudul Leviathan. Hobbes mulai dengan satu hipotesis
bahwa setiap manusia mempunyai naluri berpolitik dan melibatkan diri dalam
organisasi sosial. Menurutnya, naluri manusia sebagai individu itu merupakan
sesuatu yang bersifat alamiah sehingga dia bisa melakukan tindakan apa saja
untuk mengubah peranannya dalam masyarakat demi memenangkan atau
merebut kekuasaan. Karena itu masyarakat dibentuk oleh agregasi individu yang
ingin memertahankan diri, memertahankan keinginan dan kebutuhannya. Itulah
bentuk hubungan yang paling radikal antara masyarakat dengan kebudayaan
(Alo Liliweri, 2001 : 10).
Maka wajarlah apabila setiap kelompok budaya selalu menciptakan
hubungan intrabudaya (komunikasi antara para anggota subbudaya dalam suatu
kebudayaan) yang “mewajibkan” generasi yang lebih tua mensosialisasikan nilai
perilaku-perilaku budaya baik secara bertahap maupun dipercepat melalui
institusi sosial kepada generasi berikutnya.
‘13
7
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Setiap masyarakat selalu memiliki prinsip kebudayaan yang mengatur
hirarki dan status kekuasaan. Hirarki dalam suatu masyarakat berbudaya selalu
menggambarkan dan menerapkan proses pemeringkatan peranan-peranan
anggota masyarakat mulai dari yang paling tinggi sampai terendah. Kita
mengenal istilah-istilah: raja hutan, bangsawan, rakyat jelata, orang pinggiran,
orang elit, orang kecil, dan lain-lain. Istilah tersebut merupakan “frase” yang
menunjukkan bahwa dalam masyarakat ada kelompok elit yang mendapat
pengakuan atau yang berkuasa dan ada kelompok masyarakat yang dikuasai.
Status yang tinggi biasa diidentikkan dengan kekuasaan puncak yang
memberikan kemungkinan bagi kelompok yang ada di bawah untuk melihat ke
atas. Kelompok masyarakat yang termasuk dalam kategori puncak selalu
mendominasi kelompok bawah. Mereka diberikan kekuasaan karena dianggap
sakti, suci, memiliki kekuasaan khusus, bijaksana, menjadi sumber material dan
moral. Mereka di sebut kelompok elit karena memiliki pengetahuan, pengalaman,
dapat dipercaya, dan lain-lain. Setiap kebudayaan selalu memberikan tempat
khusus kepada mereka untuk memegang tampuk “puncak” pimpinan organisasi
sosial karena hanya mereka yang diasumsikan bisa memelihara institusi sosial
masyarakat. Setiap anggota masyarakat yang berbudaya mengetahui hubungan
antara yang mempunyai kekuasaan dengan yang dikuasai.
Kebudayaan juga mengajarkan konsep nondominasi yang mengatur
siapa-siapa yang tidak mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat
tertentu. Kumpulan orang-orang nondominasi berada dalam suatu konstelasi
yang secara historis atau tradisional tidak mempunyai akses ke atau pengaruh
terhadap dominasi kebudayaan. Jadi, mereka tidak memiliki dominasi sosial,
politik, hukum, ekonomi dan struktur keagamaan serta organisasi sosial lain.
Misalnya, di dalam kebudayaan tertentu, kaum homoseksual, orang tua jompo,
kulit hitam, orang pendatang/orang luar; mereka tidak memilki ”nama” dan
peranan yang luas dalam masyarakat. Mereka dianggap orang ”aneh”,
mempunyai perilaku menyimpang, penghambat, abnormal yang berbeda dengan
orang lain dalam masyarakat yang memiliki dominasi tertentu. Mereka
merupakan ”orang dalam yang tersingkir” dan terjajak, atau mereka merupakan
suku bangsa asli yang di jajah oleh suku bangsa sendiri. Meskipun mereka tidak
penting dalam kategori perhatian dan komunikasi antarbudaya namun perilaku
‘13
8
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mereka tetap dikontrol sebagai anggota masyarakat intrabudaya agar mereka
tidak mendewakan ”ideologi” subbudaya yang mengancam kebudayaan
kelompok yang lebih besar.
‘13
9
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Beer, Jennifer, Intercultural Communication at Work, Washington, 1997.
2. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2003.
3. Rumondor, Alex dkk, Komunikasi Antarbudaya, Universitas Terbuka, Jakarta,
1996.
4. Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif; Suatu Pendekatan Lintasbudaya,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
‘13
10
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download