PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DIPADU DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL STUDENT TEAMS-ACHIVEMENT DIVISIONS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XC SMA TAMANSISWA (TAMAN MADYA) MALANG Shofia Nur Islami, Sunarmi, Sofia Ery Rahayu Universitas Negeri Malang E-mail: ovii.islami@gmail .com ABSTRAK: Hasil observasi yang dilakukan di SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang, diketahui bahwa motivasi dan hasil belajar siswa secara klasikal dalam mengikuti pelajaran Biologi masih cukup rendah. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar Biologi siswa kelas XC SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 2 siklus. Penelitian ini dilakukan di SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang dengan subyek penelitian kelas XC yang berjumlah 18 siswa, terdiri dari 11 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki, dan dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL dipadu dengan pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XC SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang. Motivasi belajar siswa secara klasikal mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 11,12% dan hasil belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 33,33%. Kata Kunci: PBL, STAD, Motivasi, Hasil Belajar. Pada pembelajaran Biologi siswa dituntut tidak hanya menguasai konsepkonsep, fakta-fakta, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran Biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung, sehingga dalam pembelajaran Biologi diharapkan siswa mampu membangun pemahamannya secara aktif. Peran guru adalah memberikan motivasi kepada siswa untuk mengemukakan gagasan-gagasan yang dimilikinya, serta sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi selama pelaksanaan PPL pada bulan Juli 2012 serta hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Biologi SMA Taman Madya Malang, diketahui bahwa motivasi siswa kelas XC dalam mengikuti pelajaran Biologi masih rendah. Hal itu dibuktikan bahwa apabila guru memberi pertanyaan atau memberi kesempatan untuk bertanya hanya 38,88% (7 siswa) yang menjawab pertanyaan, siswa yang lainnya mengobrol di luar materi pelajaran, bermain HP dan kurang aktif saat kerja kelompok. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) matapelajaran biologi di SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang adalah 75. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas XC secara klasikal masih belum tuntas, yakni 50% dengan KKM 75. Hal tersebut kemungkinan karena penggunaan metode dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru selama pembelajaran ber-langsung kurang bervariasi. Guru masih menggunakan metode ceramah (teacher center), sehingga siswa cenderung diam dan kurang termotivasi untuk 1 2 mengikuti proses pembelajaran. Kurangnya motivasi siswa tersebut ditandai dengan kurangnya minat dan semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran, serta siswa kurang aktif saat melakukan kegiatan diskusi. Hal ini menyebabkan siswa kurang bisa mengerti dan memahami konsep-konsep materi yang telah diajarkan, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa rendah. Banyaknya kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran seringkali menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajari Biologi. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Problem Based Learning (PBL) yang merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Selain itu PBL diyakini pula dapat menumbuh-kembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah adanya keaktifan siswa (Trianto, 2011). Menurut Slavin dalam Wang (2009) pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif sederhana dimana dalam model pembelajaran STAD terdapat adanya presentasi kelas yang dilakukan dengan memberikan informasi akademik yang dapat menimbulkan permasalahan pada siswa, adanya kerja kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran, pemberian tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pengetahuan siswa dan pemberian penghargaan kelompok berdasarkan skor terbaik. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, selain itu juga diperlukan adanya suatu kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang ditemukan. METODE Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang dengan subjek penelitian adalah siswa Kelas XC SMA TamanSiswa (Taman Madya) dengan jumlah siswa 18 orang yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan termasuk ke dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengkaji tentang penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions (STAD). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru/calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi pembelajaran (Susilo dkk, 2009). HASIL A. Motivasi Belajar Instrumen yang digunakan untuk merekam motivasi siswa berupa lembar 3 observasi motivasi belajar siswa yang meliputi empat aspek yaitu minat, perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. Perbandingan motivasi belajar siswa siklus I dan II dijabarkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perbandingan Motivasi Belajar Klasikal Siklus I dan Siklus II Indikator Motivasi Minat Perhatian Konsentrasi Ketekunan MBK MBKI (%) 61,89 67,16 63,81 64,35 64,30 MBKII (%) 76,97 73,67 76,04 75,02 75,42 Peningkatan (%) 15,08 6,51 12,23 10,67 11,12 Catatan: MBKI = Motivasi Belajar Klasikal Siklus I MBKII = Motivasi Belajar Klasikal Siklus II Berdasarkan Tabel 1 semua indikator motivasi siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Keseluruhan aspek mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. B. Hasil Belajar Peningkatan motivasi belajar diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Perbandingan hasil belajar siswa secara klasikal baik ranah kognitif, afektif, dan psikomotor disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Perbandingan Hasil Belajar Klasikal Siklus I dan Siklus II Hasil Belajar Siswa Kognitif Afektif Psikomotor Ketuntasan Klasikal Catatan: HBKI HBKII HBKI (%) 61,10 61,11 55,55 55,55 HBKII (%) 88,88 83,33 83,33 88,88 Peningkatan (%) 27,78 22,22 27,78 33,33 = Hasil Belajar Klasikal Siklus I = Hasil Belajar Klasikal Siklus II Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa ranah kognitif, afektif, dan psikomotor mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. PEMBAHASAN A. Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakkan seseorang untuk belajar sesuatu atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Sanjaya (2008) motivasi adalah dorongan yang dapat menimbulkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Motivasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan tindakan guna mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi siswa yang diukur pada penelitian ini meliputi 4 aspek, yakni minat, perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. 4 Pada indikator minat terjadi peningkatan sebesar 15,08% dari Siklus I ke Siklus II. Peningkatan tersebut dikarenakan pada siklus II guru memberikan motivasi diawal pembelajaran yang lebih menarik sehingga akan menimbulkan minat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung. Peningkatan minat siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang menunjukkan rasa ingin tahu dengan mengajukan pertanyaan kepada guru. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010) bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Pada indikator perhatian siswa secara klasikal meningkat sebesar 6,51%. Peningkatan tersebut dikarenakan guru dapat memotivasi siswa untuk memperhatikan materi pelajaran yang penting serta bertindak tegas terhadap siswa yang suka membuat gaduh, sehingga perhatian siswa tertuju pada instruksi yang diberikan oleh guru. Menurut Sanjaya (2008) bahwa memusatkan perhatian siswa pada hal-hal yang dianggap penting dapat dilakukan oleh guru untuk memfokuskan perhatian siswa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Slameto (2010) bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak suka lagi belajar. Pada indikator konsentrasi siswa secara klasikal mengalami peningkatan yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 12,23%. Peningkatan konsentrasi siswa seiring dengan peningkatan minat siswa. Apabila siswa memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran maka konsentrasi siswa terhadap pelajaran juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010) bahwa salah satu cara agar siswa dapat berkonsentrasi dengan baik adalah siswa hendaknya berminat atau mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Pada indikator ketekunan siswa secara klasikal menunnjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi siswa sebesar 10,67%. Peningkatan tersebut disebabkan karena siswa sudah banyak yang aktif dalam diskusi kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang telah diberikan oleh guru dengan tepat waktu, saling memberikan masukan-masukan guna menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Siswa juga terlihat lebih aktif untuk membaca literatur dengan sungguhsungguh dan berusaha untuk menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Menurut Sardiman (2011) salah satu ciri seseorang yang memiliki motivasiyang kuat adalah tekun dalam menghadapi tugas. Di dalam proses belajar siswa yang memiliki ketekunan yang tinggi akan dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dengan sebaik-baiknya. Ia akan tekun membaca materi yang telah diberikan oleh guru dengan sungguh-sungguh dan berusaha mencari jawaban atas tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi dan analisis data, maka dapat diketahui persentase motivasi siswa secara klasikal mengalami peningkatan. Peningkatan motivasi belajar siswa ini dikarenakan guru membenahi cara mengajar yang ada pada siklus I dan diperbaiki pada siklus II. Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan cara lebih sering memberikan reward kepada siswa berupa pujian 5 apabila siswa mampu menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru maupun mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Suprijono (2010) menyatakan bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi siswa adalah dengan menggunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif bukan ancaman atau sejenisnya. Selain itu guru juga memberikan penghargaan berupa piagam dan hadiah bagi kelompok terbaik sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Sardiman (2011) menyatakan bahwa pemberian hadiah meruapakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi siswa di sekolah. B. Hasil Belajar Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dari tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kogitif mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan yang terjadi pada siklus II dikarenakan banyak siswa yang paham tentang materi yang diajarkan. Hal ini dibuktikan ketika guru memberikan pertanyaan kepada siswa, beberapa siswa sudah dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan tepat. Selain itu ketika diskusi kelas berlangsung, terdapat beberapa siswa yang mengutarakan pendapatnya dengan baik. Hal tersebut menandakan bahwa pemahaman siswa pada siklus II lebih baik dibanding pada siklus I. Apabila pemahaman siswa terhadap materi pelajaran baik, maka hasil belajar kognitif siswa juga baik. Hasil belajar afektif juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dikarenakan pada siklus II banyak siswa yang aktif mengikuti kegiatan pembelajaran baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Siswa sudah banyak mau bertanya ataupun menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hasil belajar afektif siswa meningkat seiring dengan peningkatan kognitif siswa. Apabila siswa memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, maka afektif siswa juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2009) bahawa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaaan kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar psikomotor mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini dikarenakan siswa memperhatikan petunjuk pengamatan yang diberikan oleh guru, sehingga siswa benar-benar paham atas instruksi guru. Oleh karena itu siswa dapat terampil melakukan kegiatan pengamatan dengan baik dan benar. Menurut Sukardi (2008) domain psikomotorik merupakan proses pengetahuan yang lebih banyak didasarkan dari pengembangan proses mental melalui aspekaspek otot dan membentuk keterampilan siswa. Hal ini juga sependapat dengan Arikunto (2009) psikomotor berhubungan dengan kata “motor”, “sensory motor” atau “perceptual-motor”. Jadi ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar siswa dari tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor maka dapat diketahui ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal. Ketuntasan hasil secara klasikal ini didapat dengan cara mengakumulasi hasil belajar siswa dari tiga ranah tersebut. Secara klasikal ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal dalah sebesar 55,55% dan meningkat menjadi 88,88% pada siklus II. Hal ini menunjukkan 6 terjadi peningkatan sebesar 33,33%. Ketuntasan belajar secara klasikal dapat dilihat dari banyaknya siswa yang tuntas mencapai KKM yang telah ditetapkan yakni 75. Dari siswa yang tuntas tersebut dapat diketahui ketuntasan belajar secara klasikal dengan ketetapan persentase klasikal sebesar ≥75%. Peningkatan yang terjadi dari siklus I dan siklus II tersebut dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan menggunakan model pembelajaran PBL dipadu dengan pembelajaran kooperatif model STAD. Penerapan model pembelajaran PBL dipadu dengan pembelajaran kooperatif model STAD mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Adanya kolaborasi siswa dalam kelompok belajar secara heterogen mampu memberikan saling ketergantungan yang positif antar siswa. Pada kegiatan kelompok ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi, bertukar ide dan saling berbagi pengetahuan. Menurut Trianto (2011) tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Selain itu peningkatan yang terjadi pada siklus II disebabkan karena meningkatnya motivasi belajar siswa. Hal ini ditandai dengan adanya sikap gembira siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada proses pembelajaran siklus II siswa menjadi aktif saat mengikuti kegiatan diskusi kelas maupun diskusi kelompok. Apabila motivasi siswa meningkat maka hasil belajar siswa juga meningkat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan tentang penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions dapat disimpulkan: 1) penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions dapat meningkatkan motivasi belajar Biologi siswa kelas X SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang. Peningkatan motivasi belajar siswa adalah sebesar 11,12% yakni dari 64,30% pada siklus I menjadi 75,42% pada siklus II, 2) penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas X SMA TamanSiswa (Taman Madya) Malang. Peningkatan hasil belajar siswa adalah sebesar 33,33% yakni dari 55,55% pada siklus I menjadi 88,88% pada siklus II. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan saran: 1) guru sebaiknya memberikan perhatian kepada siswa secara menyeluruh ketika proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa yang kurang mengerti terhadap materi pelajaran dapat memahami dan mengerti materi pelajaran yang diajarkan, 2) peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang sejenis pada kompetensi dasar yang lain untuk mengetahui keberhasilan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dipadu dengan pembelajaran kooperatif model Student Teams-Achivement Divisions untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 7 DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, W. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group. Sardiman, 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya). Jakarta: Bumi Aksara. Suprijono, 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Susilo,H. Chotimah, H & Sari Y.D. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Bayumedia Publishing. Trianto, 2011.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Wang, Tzu-Pu.2009. Applying Slavin’s Cooperative Learning Techniques to a College EFL Conversation Class. (Online) (www.hraljournal.com/Page/13%20Tzu-Pu%20Wang.pdf, diakses tanggal 02 Januari 2013).