(TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Konsumen
Dalam upaya peningkatan nilai guna suatu produk, konsumen adalah
ujung dari perjalanan yang ditempuh oleh suatu produk. Memahami perilaku
konsumen adalah sebuah hal yang penting. Menurut Sumarwan (2004), terdapat
tiga dimensi yang melingkupi pentingnya mempelajari perilaku konsumen, yaitu
bagi bidang pemasaran, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen
dan pembentukan kebijakan masyarakat yang mencakup pembuatan undangundang perlindungan konsumen.
Para pemasar harus memahami alasan mengapa dan bagaimana
konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang
strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku
konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen
untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat
menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Selain para pemasar atau produsen,
lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan
untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Lembaga pendidikan
dan lembaga sosial bisa membantu konsumen memilih produk dan jasa yang
benar, terhindar dari penipuan serta menjadi konsumen yang bijaksana. Selain
pemasar dan lembaga sosial, pihak lain yang sangat berkepentingan terhadap
konsumen adalah pemerintah. Praktik bisnis yang merugikan konsumen bukan
tidak mungkin terjadi. Tanpa adanya pedoman, konsumen tidak akan bisa
membedakan produk yang layak ia konsumsi. Di lain pihak, lembaga sosial tidak
memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produsen. Dalam situasi seperti ini,
maka pemerintah melalui kebijakan publik dan undang-undangnya harus
melakukan intervensi untuk melindungi konsumen (Sumarwan 2004). Agar
undang-undang itu tepat sasaran, maka pemerintah juga perlu memahami
perilaku konsumen.
Asosiasi pemasaran Amerika (The American Marketing Association)
dalam Peter dan Olson (1996) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
interaksi dinamis antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan
kejadian-kejadian yang mengarah pada pertukaran berbagai aspek dalam
kehidupan manusia. Sementara itu menurut Umar (2003), perilaku konsumen
adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu
8
organisasi
yang
dipengaruhi
oleh
aspek
eksternal
dan
internal
yang
mengarahkan mereka untuk memilih dan mengonsumsi barang dan jasa yang
diinginkan. Solomon (2002) menyatakan bahwa studi perilaku konsumen
mencakup bidang yang luas. Perilaku konsumen meliputi studi tentang proses
yang ditunjukkan saat seorang individu atau kelompok membeli, menggunakan
atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk
pemenuhan kepuasan.
Berdasarkan definisi diatas, menurut Peter dan Olson (1996) terdapat tiga
ide utama, yaitu bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis, perilaku konsumen
mencakup interaksi antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap
dan kejadian-kejadian. Selain itu, ide lain perilaku konsumen juga mencakup
interaksi antar sesama manusia. Studi perilaku konsumen yang bersifat dinamis
berarti bahwa satu implikasi tentang perilaku konsumen terkadang harus dibatasi
waktu, jenis produk dan konsumen tertentu, sehingga generalisasi berlebih
terhadap sebuah temuan perlu diwaspadai.
Menurut Peter dan Olson (1996), terdapat empat elemen dalam
menganalisis konsumen. Keempat elemen itu adalah perasaan (afeksi) dan
pengetahuan (kognisi), perilaku, lingkungan dan strategi pemasaran. Perasaan
(afeksi) dan pengetahuan (kognisi) merujuk pada respon psikologis konsumen
terhadap stimulus dari lingkungan. Afeksi berperan untuk mengevaluasi tingkat
penerimaan konsumen terhadap sebuah produk. Kognisi menyatakan proses
mental dan struktur pengetahuan yang digunakan untuk merespon lingkungan.
Perilaku berarti tindakan yang diperlihatkan konsumen yang terlihat dan bisa
diamati langsung. Lingkungan merujuk pada stimulus fisik dan sosial di sekitar
konsumen.
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial,
pribadi dan psikologis (Kotler & Armstrong 2008). Penyusun keempat komponen
Kelas Sosial
Kelompok referensi
Keluarga
Peran dan status
Usia dan tahap siklus hidup
Situasi ekonomi
Gaya hidup
Kepribadian dan konsep diri
Psikologis
Subbudaya
Pribadi
Budaya
Sosial
Budaya
itu terlihat pada Gambar 1.
Motivasi
Persepsi Pembelajaran Kepercayaan dan Sikap Gambar 1 Komponen yang mempengaruhi perilaku konsumen
Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)
Pembeli 9
Pengetahuan Konsumen
Proses pengambilan keputusan konsumen berawal dari pengenalan
kebutuhan. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa pengenalan
kebutuhan ditentukan melalui tiga hal, yaitu informasi yang disimpan dalam
ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan. Setelah mengenali
kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan pencarian internal untuk
menentukan apakah cukup banyak hal yang diketahui tentang pilihan yang
tersedia. Pencarian internal adalah peneropongan ingatan untuk melihat
pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan dalam ingatan
jangka panjang. Jika peneropongan ini mengungkapkan informasi yang memadai
untuk memberi arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak
diperlukan. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen berperan khusus dalam
perjalanan pengambilan keputusan pembelian sebuah produk.
Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen adalah semua
informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa,
serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan
informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Peter dan
Olson (1996) membagi pengetahuan konsumen menjadi dua jenis, yaitu
pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan pengetahuan
prosedural tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan umum menyatakan
interpretasi konsumen terhadap informasi yang relevan dengan lingkungan
mereka, seperti pembentukan pengetahuan umum tentang penggolongan
produk, pengetahuan tentang tempat pembelian, dan lain-lain. Konsumen juga
memiliki pengetahuan prosedural tentang bagaimana caranya untuk melakukan
sesuatu. Seperti pengetahuan umum, pengetahuan prosedural konsumen
relevan dalam berbagai situasi sehari-hari. Beberapa produsen melakukan
penyederhanaan produk yang mereka buat untuk mengurangi pengetahuan
prosedural yang mereka butuhkan sehingga produk itu mudah dikonsumsi.
Kedua jenis pengetahuan itu memiliki peran yang penting. Pengetahuan
konsumen mempengaruhi proses interpretasi yang akan menentukan keputusan
pembelian.
Mowen dan Minor (1995) sebagaimana dikutip Sumarwan (2004) juga
melakukan klasifikasi pengetahuan konsumen menjadi tiga jenis, yaitu
pengetahuan
objektif,
pengetahuan
subjektif
dan
informasi
mengenai
pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar
10
mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen.
Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa
banyak yang dia ketahui mengenai kelas produk. Konsumen juga mungkin
mengetahui informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya.
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen
menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian dan
pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai
informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek,
terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan
mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi berbagai informasi yang
diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan ini terdiri
atas pengetahuan tentang dimana seorang konsumen membeli produk dan
kapan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk
akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Suatu produk akan memberi
manfaat kepada konsumen jika produk itu dapat dikonsumsi. Pengetahuan
tentang cara mengonsumsi suatu produk dinamakan pengetahuan pemakaian.
Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk
akibat kurangnya pengetahuan akan menyebabkan konsumen kecewa, sehingga
memungkinkan berkurangnya intensitas pembelian produk. Oleh karena itu
pengetahuan pemakaian produk juga penting untuk dimiliki konsumen.
Pengetahuan konsumen merupakan salah satu aspek penting untuk dipelajari,
karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli sebuah
produk dan kapan membelinya akan bergantung pada pengetahuan konsumen
mengenai produk yang akan ia konsumsi.
Pengetahuan didefinisikan sebagi informasi yang disimpan dalam
ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi
konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel, Blackwell dan
Miniard 1994). Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis
pengetahuan dasar. Kedua pengetahuan itu adalah pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang
sudah diketahui, sementara pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian
bagaimana fakta ini dapat digunakan. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua
kategori, yaitu pengetahuan episodik dan pengetahuan semantik. Pengetahuan
episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi lintasan waktu. Sebaliknya,
pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan dan
11
memberi arti bagi dunia seseorang. Selain kategorisasi pengetahuan diatas,
pemasar kerap akan merasakan manfaat pemeriksaan pengetahuan konsumen
dalam tiga bidang umum, yaitu pengetahuan produk (product knowledge),
pengetahuan pembelian (purchase knowledge) dan pengetahuan pemakaian
(usage knowledge).
Persepsi Konsumen
Solomon (2002) menyatakan bahwa stimulus eksternal dapat diterima
melalui berbagai macam saluran. Masukan yang diterima kelima indera manusia
adalah data mentah yang mengawali proses perseptual. Engel, Blackwell dan
Miniard (1996) memaparkan model pemrosesan informasi yang dikembangkan
oleh William McGuire. Menurut model itu, pengolahan informasi yang diterima
konsumen akan melalui lima tahap, yaitu pemaparan (exposure), perhatian
(attention), pemahaman (comprehension), penerimaan (acceptance) dan retensi
(retention). Mowen (1998) seperti dikutip dalam Sumarwan (2004) menyatakan
bahwa tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman disebut juga persepsi.
Respon langsung yang ditunjukkan konsumen setelah menerima sebuah
stimulus disebut dengan sensasi. Solomon (2002) menyatakan bahwa persepsi
adalah proses yang dilalui saat sebuah sensasi seperti tampilan, suara, dan bau
dipilih, diatur serta diterjemahkan. Pomerantz (2003) dalam Kikulwe (2011) juga
menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilalui saat seorang konsumen
menyadari
atau
memahami
lingkungannya
dengan
mengatur
dan
menginterpretasikan berbagai informasi yang diterimanya.
Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki untuk mendeteksi, mengumpulkan dan menginterpretasi stimulus yang
diterima oleh alat indera menjadi arti tertentu yang bermakna. 5 Sutisna (2001)
juga menyatakan bahwa persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Timbulnya persepsi dimulai dari pemaparan stimulus yang kemudian
diterima konsumen. Pemaparan dengan kadar stimulus yang tepat akan
mengaktifkan indera seorang konsumen sehingga stimulus itu akan diterima.
Beberapa stimulus yang dirasa penting kemudian akan mendapat alokasi
pemrosesan dalam proses berikutnya. Engel, Blackwell dan Miniard (1995)
mendefinisikan alokasi kapasitas untuk memproses stimulus baru itu sebagai
5
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/ji
unkpe/s1/hotl/2008/jiunkpe-ns-s1-2008-33404118-9640-makanan_organik-chapter2.pdf
12
perhatian.
Terdapat
dua
faktor
yang
mempengaruhi
kualitas
perhatian
konsumen, yaitu determinan pribadi dan determinan stimulus. Determinan pribadi
mengacu pada karakteristik individu yang mempengaruhi perhatian. Determinan
pribadi yang dimaksud meliputi motivasi/kebutuhan konsumen saat stimulus
diberikan, sikap konsumen, tingkat adaptasi dan rentang perhatian. Selain
determinan pribadi, determinan stimulus juga turut mempengaruhi tingkat
perhatian konsumen. Determinan stimulus itu terdiri dari ukuran, warna,
intensitas, kontras, posisi, penunjukan arah, gerakan, keterpencilan, aktualitas,
juru bicara yang menarik, serta perubahan adegan. Tahap ketiga dalam
pemrosesan informasi berkaitan dengan penafsiran suatu stimulus. Makna atau
arti sebuah stimulus akan bergantung pada bagaimana ia dikategorikan dan
diuraikan berdasarkan pengetahuan yang telah didapat sebelumnya. Tahap
pemaknaan ini disebut dengan tahap pemahaman. Seperti halnya perhatian,
pemahaman yang merupakan tahap terakhir dalam terbentuknya persepsi juga
dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor stimulus. Faktor pribadi terdiri dari
motivasi, pengetahuan dan harapan konsumen terhadap interpretasi stimulus
yang
diterimanya.
Sementara
itu
faktor
stimulus
yang
mempengaruhi
pemahaman adalah aspek linguistik, efek urutan dan konteks atau situasi
sekeliling saat sebuah stimulus diterima. Setelah melalui tahap ini, konsumen
telah memiliki makna yang berasal dari proses persepsi terhadap stimulus yang
diterimanya. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa konsumen seringkali
memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk
tersebut. Oleh karena itu, memahami persepsi konsumen penting bagi para
pemasar dan produsen.
Perilaku Pembelian
Menurut Solomon (2002), luaran dari proses pengambilan keputusan
konsumen berupa pembelian produk diperoleh melalui beberapa tahap. Fase
pertama yang dilalui dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah
pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan timbul saat konsumen menyadari
bahwa terdapat perbedaan nyata antara kondisi ideal dengan kondisi aktualnya.
Setelah mengetahui kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan
pencarian informasi tentang alternatif pemenuhan kebutuhannya. Pencarian
informasi ini dilakukan untuk memperoleh data yang layak sehingga keputusan
konsumen nanti beralasan. Tahap berikutnya dalam proses pengambilan
13
keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif. Di tahap ini konsumen
melakukan penijauan tentang kriteria penting yang diutamakan dalam pemilihan
produk. Setelah kriteria utama dipilih, konsumen akan melakukan pengambilan
keputusan tentang produk mana yang akan dibeli, hingga akhirnya proses itu
akan menghasilkan tindakan pembelian.
Menurut Peter & Olson (1996), aktivitas pemecahan masalah konsumen
yang dilakukan melalui proses pengambilan keputusan, dipengaruhi tiga aspek,
yaitu tujuan konsumen, pengetahuan konsumen tentang alternatif pilihan dan
tingkat keterlibatan konsumen. Tujuan utama konsumen dapat mempengaruhi
jenis pembelian konsumen. Konsumen yang memiliki tujuan utama konsumsi
produk untuk memaksimalkan kepuasan, akan mencari produk dengan
konsekuensi kepuasan yang maksimum pula. Begitu pula dengan konsumen
yang tujuan akhir konsumsi produknya bertujuan untuk pencegahan, pemecahan
konflik, penyembuhan dan pemeliharaan. Tujuan yang berbeda itu akan
mengarahkan konsumen ke jenis produk yang mendukung pencapaian tujuan
konsumen
itu.
Proses
pemecahan
masalah
dipengaruhi
oleh
tingkat
pengetahuan konsumen yang mereka dapat dari pengalaman masa lalu. Selain
itu keterlibatan konsumen terhadap sebuah produk juga mempengaruhi proses
pemecahan masalah.
Tindakan pembelian adalah tahap terakhir dalam perilaku konsumen.
Dalam tahap ini, konsumen harus mengambil tiga keputusan, yaitu keputusan
mengenai kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana melakukan
pembayaran sebuah produk. Tindakan pembelian merupakan fungsi dari dua
determinan. Kedua determinan itu adalah niat dan pengaruh lingkungan. Niat
seorang konsumen untuk mengonsumsi sebuah produk menentukan jenis
pembelian yang dilakukan seorang konsumen. Pembelian produk yang dilakukan
konsumen digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu pembelian yang terencana
sepenuhnya, pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak
terencana (Engel, Blackwell & Miniard 1995). Pembelian terencana sepenuhnya
dilakukan jika konsumen telah mengetahui pilihan produk dan merek jauh
sebelum pembelian dilakukan. Pembelian separuh terencana dilakukan jika
konsumen telah mengetahui jenis produk yang ingin dibeli namun belum
memutuskan merek yang akan dibeli. Pembelian yang tidak terencana adalah
pembelian suatu produk yang dilakukan konsumen tanpa direncanakan
sebelumnya (Sumarwan 2004).
14
Kotler dan Armstrong (2008) melakukan empat klasifikasi jenis perilaku
keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Jenis perilaku keputusan
pembelian yang pertama adalah perilaku pembelian kompleks. Jenis perilaku
pembelian ini menuntut keterlibatan konsumen yang tinggi dan banyak
perbedaan merek produk yang akan dibeli. Jenis kedua adalah perilaku
pembelian pengurangan disonansi. Perilaku pembelian ini juga perlu dilakukan
dengan keterlibatan tinggi agar informasi tentang sebuah produk didapat secara
utuh. Namun dalam perilaku pembelian ini, keragaman merek produk yang dipilih
tidak tinggi. Perilaku pembelian selanjutnya adalah perilaku pembelian kebiasaan
yang tidak menuntut keterlibatan tinggi dan keragaman merek yang juga tidak
tinggi. Jenis perilaku pembelian terakhir adalah perilaku pembelian mencari
keragaman. Dalam jenis perilaku pembelian ini, banyak terdapat perbedaan
merek, namun keterlibatan untuk memilih produk mana yang akan dikonsumsi
tidak bernilai tinggi.
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa untuk mengetahui konsumsi
produk atau penggunaan produk atau penggunaan produk (product usage) yang
lebih mendalam, maka perlu diketahui tiga hal, yaitu frekuensi konsumsi, jumlah
konsumsi dan tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa
sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menyatakan
kuantitas produk yang digunakan konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi
indikator besarnya permintaan pasar terhadap suatu produk. Konsumen juga
mengonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan. Tujuan konsumsi sering
menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen.
Nada Sambung
Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung adalah nada pengganti dari
nada standar yang digunakan sebagai tanda bahwa proses pemanggilan sedang
dalam kondisi menunggu jawaban dari nomor yang dipanggil. Nada sambung
pertama kali ditemukan dan diperdagangkan di Korea pada 2002 oleh sebuah
perusahaan bernama WiderThan yang bekerja sama dengan sebuah operator
seluler bernama SK Telecom (Putranto 2009). Nada sambung pertama kali
diperkenalkan ke konsumen ponsel seluruh Indonesia pada September 2004
oleh Telkomsel yang bekerja sama dengan Sony BMG Indonesia. Setelah
Telkomsel, kemudian Indosat meluncurkan iRing, XL memproduksi Nada
Tungguku, Mobile-8 memasarkan RingGo dan Flexi menjual Flexi Tone.
15
Perbedaan nada panggil antara konsumen yang tidak menggunakan nada
sambung dan konsumen yang menggunakan nada sambung dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2 Perbedaan antara konsumen yang tidak menggunakan nada
sambung dan konsumen yang menggunakan nada sambung
Sumber: Sunarno (2005)
Sunarno (2005) membagi nada sambung ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Basic RBT. Layanan ini memungkinkan konsumen yang berlangganan
nada sambung untuk dapat memperdengarkan nada sambung seperti
musik atau rekaman suara lain ke penelepon yang menghubunginya.
2. Gift RBT. Layanan ini memungkinkan konsumen memberikan nada
sambung kepada nomor telepon orang lain, sehingga nada sambung itu
akan aktif di nomor telepon orang lain tersebut.
3. Recorded RBT. Layanan ini memungkinkan sesorang untuk merekam
suara untuk kemudian rekaman itu dijadikan sebagai nada sambung.
4. Advertising RBT. Layanan ini memungkinkan sebuah lagu atau jingle dari
sebuah perusahaan untuk dijadikan nada sambung sebagai salah satu
cara promosi.
Dalam sumber yang sama, Sunarno (2005) juga menyatakan bahwa
beberapa cara untuk mengaktifkan nada sambung adalah:
1. Akses melalui IVR (Interactive Voice Response). Dengan cara ini,
konsumen akan mengaktifkan nada sambung melalui petunjuk yang
terdengar setelah memanggil nomor tertentu.
2. Akses melalui SMS. Melalui cara ini, konsumen mengaktifkan nada
sambung dengan mengirimkan SMS ke provider nada sambung dengan
format tertentu.
3. Akses melalui internet. Untuk mengaktifkan nada sambung dengan
metode ini, konsumen melakukan pendaftaran nada sambung melalui
petunjuk yang diberikan pada situs internet provider tertentu.
16
Nada sambung adalah produk audio yang dibeli seorang konsumen
operator seluler sehingga orang yang menghubunginya akan mendengarkan
suara itu saat melakukan panggilan telepon. Meski tidak didengar pembelinya,
angka penjualan nada sambung tetap menunjukan angka tinggi. Sepanjang
tahun 2009, keuntungan yang diraih industri telekomunikasi dan industri musik
dari nada sambung pribadi mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun (Putranto 2010).
Selain itu animo masyarakat yang menyukai penggunaan RBT terus bertambah
menjadi 6,7 juta pengguna di tahun 2010.65
Dengan hadirnya teknologi nada sambung ini, efek negatif aksi
pembajakan yang marak terjadi dan merugikan banyak pihak dalam industri
musik dapat dikurangi. Lain halnya dengan produk bajakan, sistem distribusi
keuntungan penjualan nada sambung mengakui keberadaan musisi dan
penggubah lagu dengan menyertakan mereka sebagai penerima laba. Dalam
Hidayat (2010), Ade dari Alfa Records menyatakan bahwa berapapun nilai jual
sebuah nada sambung, rata-rata pihak operator seluler sebagai pemilik teknologi
itu menerima bagi hasil sebesar 50 persen, sisanya dibagi untuk label rekaman,
musisi, publisher dan produser. Yanti Noer, istri dari penyanyi Chrisye,
mengatakan bahwa biasanya dalam pembagian hasil sebuah aktivasi nada
sambung, keuntungan dibagi ke dalam lima komponen, yaitu artis, pencipta,
label rekaman, produser, dan operator seluler. Rosana Listanto, manajer Iwan
Fals menyatakan bahwa pembagian keuntungan nada sambung untuk musisi,
publisher dan pencipta berkisar antara 10 hingga 15 persen. Perbedaan itu
muncul karena memang belum ada standar baku tentang hal itu.
Selain dilatarbelakangi perkembangan teknologi, kemunculan nada
sambung juga memiliki sisi positif tersendiri bagi penurunan nilai kerugian yang
diderita industri musik karena pembajakan. Manurut Putranto (2010), seorang
pencipta lagu dengan jumlah penjualan lagunya yang mencapai dua juta hit
(satuan penjualan nada sambung), bisa menerima royalti hingga 980 juta rupiah.
Nominal itu ia peroleh dengan rincian sebagai berikut. Dari total penjualan dua
juta nada sambung itu, pihak operator Telkomsel berhasil meraup 18 milyar
rupiah dengan harga satuan Rp 9.000,00. Setelah dipotong biaya operasional
dan hak operator sebesar Rp 6.550,00, tersisa keuntungan bersih sebesar Rp
2.450,00 yang kemudian dibagi antara pihak label rekaman dan artis. Menurut
perjanjian sebelumnya, artis menerima 20 persen sisa keuntungan itu, sehingga
6
http://www.inilah.com/read/detail/1058792/URLKARIKATUR
17
tersisa Rp 490,00 menjadi hak artis/kelompok musik. Karena sebelumnya juga
terdapat perjanjian bahwa pencipta lagu menerima keuntungan 100 persen,
maka akumulasi Rp 490,00 senilai 980 juta rupiah yang didapat dari dua juta
pembeli nada sambung itu menjadi hak sang penggubah. Rincian dana diatas
adalah keuntungan yang diperolah dari operator Telkomsel. Lain halnya dengan
Telkomsel, XL yang memasang biaya aktivasi bulanan Rp 5.000,00, membagi
hasil keuntungan untuk operator sebesar Rp 4.000,00 (80%), kemudian Rp
1.000,00 sisanya dibagi penerbit dan pencipta Rp 125,00 (1,25%), label dan
penyedia konten (content provider) sebesar Rp 750,00 (15%), serta artis
mendapatkan Rp 125,00 (2,5%). Sementara itu Mobile 8 dengan harga jual Rp
8.000,00 pembagian untuk operatornya Rp 5.130 (64,13%), dan sisanya dibagi
ke penerbit dan pencipta Rp 359 (4,48%), label dan penyedia konten (content
provider) sebesar Rp 2.153 (26,9%), dan artis mendapatkan Rp 359,00
(4,48%).76 Dengan demikian, menurut Vitalia Ramona yang menjabat sebagai
manajer duo musisi Ratu dalam Putranto (2010), royalti nada sambung
mengobati rasa sakit hati musisi atas maraknya pembajakan CD dan kaset.
Nada sambung pribadi juga menjelma menjadi alat untuk menyatakan
identitas diri. Hal itu dinyatakan Ari Lasso dalam wawancara yang dimuat dalam
Putranto (2009). Ia menyatakan bahwa membeli CD untuk dimiliki seumur hidup
mereka malas, tapi membeli nada sambung yang tidak mereka dengar sendiri,
konsumen sampai setengah mati gonta-gantinya. Senada dengan Ari Lasso,
Rudolf Dethu yang juga praktisi musik tanah air dalam Putranto (2009)
menyatakan bahwa membeli album adalah murni untuk kesukaannya terhadap
musik atau artis tersebut, sementara kecenderungan orang ingin mengunduh
nada sambung sebenarnya karena ingin ditebak karakter pribadinya.
Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang persepsi nada sambung pernah dilakukan oleh Adyia
Fatmasari. Dalam skripsinya yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap
Layanan Ring Back Tone Band Flora di PT Malta Music Indonesia, alumni
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran itu melakukan studi deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukannya
adalah dengan wawancara mendalam, dokumentasi, catatan lapang dan studi
kepustakaan. Contoh yang diikutsertakan dalam penelitian itu berjumlah 10
7
http://tekno.kompas.com/read/2009/08/04/17314598/ini.lho.jatah.mbah.surip.di.bisnis.rbt
18
orang. Pemilihan contoh dilakukan secara purposif dengan syarat contoh adalah
pengguna nada sambung band Flora. Penelitian dilakukan di PT Malta Music
Indonesia, Jalan Seruni IV nomor 43 Taman Yasmin Bogor pada tanggal 20
Januari 2010 hingga 20 April 2010. PT Malta Music Indonesia adalah
perusahaan profesional yang memberikan jasa layanan mastering. Flora band
adalah sebuah kelompok musik asal Bogor yang beranggotakan lima orang dan
memainkan musik beraliran classical brit pop rock progressive.
Hasil penelitian itu menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap nada
sambung Band Flora dideskripsikan dengan pernyataan bahwa lagu yang
dijadikan nada sambung sesuai dengan selera, liriknya menyentuh, aransemen
lagu yang baik, lagu itu adalah lagu yang sedang menjadi tren dan band yang
membawakannya adalah band favorit para contoh. Selain persepsi, peneliti juga
mendalami alasan konsumen dalam pembelian nada sambung Band Flora. Latar
belakang pembelian nada sambung oleh para contoh adalah agar penelepon
tidak merasa bosan, hanya iseng, agar tidak merasa ketinggalan jaman, untuk
mengungkapkan
isi
hati,
dan
mengikuti
konsumen
lain.
Peneliti
juga
menggolongkan kesepuluh contoh ke dalam dua kategori konsumen, konsumen
aktif dan konsumen pasif. Konsumen aktif adalah konsumen yang mencari
sendiri informasinya, sedangkan konsumen pasif adalah konsumen yang
terpapar informasi namun sebelumnya tidak berniat untuk mendapat informasi
itu. Dalam penelitian itu terdapat enam konsumen aktif dan empat konsumen
pasif. Keenam konsumen aktif mendapatkan informasi untuk penggunaan nada
sambung dari internet. Sementara itu dua dari empat konsumen pasif
memperoleh informasi melalui pesan singkat (SMS) yang dikirim oleh provider,
sedangkan dua konsumen pasif lainnya mendapat informasi dari pamflet.
Seluruh contoh menyatakan mudah untuk mengaktifkan nada sambung Band
Flora. Tujuh dari sepuluh contoh menyatakan bahwa mereka memperpanjang
aktivasi nada sambung Band Flora.
Penelitian yang berjudul “Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku
Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada
Sambung” ini sama-sama menjadikan persepsi tentang nada sambung atau Ring
Back Tone (RBT) sebagai objek yang dikaji. Dalam penelitian Fatmasari (2010)
diatas, persepsi contoh diketahui menurut variabel kemudahan contoh untuk
mengaktifkan nada sambung, sikap contoh, harga dan kegunaan yang dirasakan
contoh. Sementara itu dalam penelitian ini, persepsi adalah faktor internal
19
konsumen yang diduga mempengaruhi perilaku mahasiswa TPB IPB dalam
pembelian produk nada sambung. Metode penelitian yang digunakan adalah
poin perbedaan lain kedua penelitian diatas. Metode kualitatif deskriptif
digunakan dalam penelitian Fatmasari (2010), sedangkan penelitian ini
menerapkan prinsip-prinsip penelitian kuantitatif dengan analisis statistika berupa
uji deskriptif dan uji regresi linier berganda.
Download